Anda di halaman 1dari 12

Lempeng Bumi

Sudah sering disebutkan bahwa wilayah Indonesia terletak di antara 3 lempeng bumi yang aktif,
yaitu lempeng Pasifik, lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Lempeng aktif artinya
lempeng tersebut selalu bergerak dan saling berinteraksi. Lempeng Pasifik bergerak relatif ke
Barat, lempeng Indo-Australia relatif ke utara dan lempeng Eurasia bergerak relatif ke tenggara.
Dari teori tektonik diketahui, secara keseluruhan lempeng bumi ada  delapan selain ketiga
lempeng tersebut di atas, yaitu lempeng Amerika Utara, lempeng Afrika, lempeng Amerika
Selatan dan lempeng Nazca. Ketiga lapisan ini berbeda jenis material penyusunannya sehingga
berpengaruh pada sifat fisiknya. Ia antara lain mempengaruhi kecepatan gelombang air yang
merambat pada setiap lapisan.

Para pakar membagi struktur bumi menjadi tiga bagian, yaitu kerak bumi, selimut bumi dan inti
bumi. Kerak bumi terbagi menjadi dua bagian, masing-maisng kerak samudera (permukaan yang
ada di dalam samudera) dan kerak benua atau permukaan daratan. Kerak bumi memiliki
ketebalan yang variatif. Antara 0 kilometer sampai dengan 50 kilometer. Pada setiap lokasi,
berbeda ketebalannya. Sementara Kerak Samudera memiliki ketebalan yang variatif tapi lebih
tipis daripada kerak bumi, yaitu antara 10-12 kilometer (Geologi dan Mineralogi Tanah, 1996).

Di dalam lapisan selimut bumi tersebut terdapat lapisan yang dikenal dengan astenosfer
(asthenosphere) yang bersifat cair kental dengan suhu mencapai ribuan derajat celcius. Lempeng-
lempeng bumi tadi bergerak mengambang di atas cairan kentalk dan panas tadi dan selalu
berinteraksi satu sama lain. Kecepatan pergerakan lempeng-lempeng bumi ini antara 1
centimeter sampai dengan 13 centimeter setiap tahunnya dengan arah tertentu untuk setiap
lempengnya.

Pertemuan antar-lempeng dapat berupa subduksi (penunjaman), seperti antara lempeng Indo-
Australia yang menunjam ke lempeng Eurasia, atau saling tarik menarik (divergensi), atau saling
bergeser. Daerah penunjaman dua lempeng bumi inilah yang disebut dengan zona subduksi.

Daerah batas antar-lempeng ditandai dengan adanya palung, punggungan samudera (deretan
gunung dan pegunungan di laut) dan pengunungan yang sejajar pantai, seperti pegunungan Bukit
Barisan di Sumatera. Dengan memperhitungkan daerah-daerah antar-lempeng tersebut dapat
dibuat zonasi daerah rawan bencana gempa bumi. Daerah yang berdekatan dengan daerah
pertemuan dua lempeng, seperti zona subduksi, adalah termasuk daerah rawan bencana gempa
bumi.

Daerah rawan bencana gempa bumi di Indonesia berderet sesuai dengan jalur zona subduksi itu.
Masing-masing diketahui; di sebelah barat Pulau Sumatera, Selatan Pulau Jawa, Nusatenggara,
Maluku dan Papua. Adapun Pulau Kalimantan dapat dikatakan relativf aman karena jaraknya
agak jauh dari daerah pertemuan antar-lempeng atau zona subduksi.

Di daerah pertemuan antar-lempeng bumi pada waktu tertentu akan terjadi penumpukkan energi
akibat tekanan antar-lepmeng yang menyebabkan instabilitas. Karena bebatuan pada daerah
tersebut tidak mampu lagi menahan tekanan, maka bebatuan tersebut bisa patah sambil
melepaskan energi. Pelepasan energi tersebut menjalar ke permukaan bumi dengan gelombang
vertical dan horizontal yang menggoyangkan semua yang ada di permukaan bumi. Inilah yang
kemudian kita rasakan sebagai goncangan besar atau gempa bumi.

Menurut Briggita Isworo (1995), peristiwa gempa bumi dari rentetan pergerakan lempeng bumi
itulah yang bakal terjadi secara berulang-ulang di negeri Indonesia ini, sejalan dengan posisi
sejumlah daerah di wilayah Indonesia yang posisisnya dekat dengan zona subduksi. Artinya,
bencana gempa bumi masih terus akan terjadi dan mengancam bumi Indonesia.

Kapan gempa bumi terjadi? Wallohu A’lam. Allah SWT Maha Tahu.

IPTEK TALK : PEMANTAUAN PERGERAKAN LEMPENG BUMI


Mon, 08/02/2010 - 09:08 |  editor

Iptek talk episode Minggu, 1 Agustus 2010, pkl. 18.30-19.00 WIB di TVRI, menampilkan topik
Pemantauan Pergerakan Lempeng Bumi ( Crustal Deformation Monitoring ), yang dibahas oleh
nara sumber Prof. Hassanudin Z. Abidin, Wakil Rektor Institut Teknologi Bandung yang
didampingi Prof. Teruyuki Kato, Earthquake Research Institute, University of Tokyo –
Japan.

Hassanudin menjelaskan jika kita berbicara tentang prediksi gempa bumi, sebenarnya ada dua
pendekatan. Yaitu pendekatan deterministik  dan pendekatan probabilistik. Dalam pendekatan
deterministik, kita dapat mengetahui atau setidaknya memprediksi lokasi dan kemungkinan
kekuatan gempa di lokasi tersebut. Namun memang agak sulit jika untuk memprediksi waktu
terjadinya gempa. Sampai saat ini belum ada yang dapat menyatakan, misalnya bahwa pada
bulan Juli 2012 akan terjadi gempa di Jakarta. Karena hal ini sangatlah sulit. Namun di Jepang
telah ada pendekatan baru, yang disebut dengan pendekatan probabilistik.  Berdasarkan
pendekatan ini, setidaknya kita dapat menyatakan bahwa misalnya dalam waktu 30 tahun di
daerah tertentu dengan ada 30% atau 50% kemungkinan terjadi gempa bumi dengan besaran
tertentu. Hassanudin juga menyatakan bahwa Jepang lebih maju dari Indonesia. Jepang sudah
memiliki peta patahan-patahan aktif, sedangkan Indonesia belum. Hal ini merupakan tantangan
yang baik untuk Indonesia.

Menurut Hassanudin metode terbaik dalam memprediksi terjadinya adalah mengkombinasikan


semua metode yang memungkinkan. Maksudnya secara ilmiah dapat dipelajari pergerakan
lempeng bumi dengan menggunakan teknik geodesi. Biasanya digunakan global positioning
systems (GPS), INSAR, dan juga dapat mempelajari catatan pergerakan lempeng bumi dengan
menggunakan strain meter (alat pengukur regangan), seismometer (alat pengukur getaran
gempa). Namun pada saat yang sama juga dapat menggunakan seismisitas,  metode
seismologi, dan juga dari aspek geologis dapat melakukan trenching (penggalian) berdasarkan
tanda-tanda bekas gempa di masa lalu. Mungkin juga dapat mengkombinasikan dengan cara
lain seperti apa yang sebut sebagai kearifan lokal.

Kato menambahkan bahwa peta patahan-patahan aktif  mungkin baru terealisasikan di Jepang.
Jika pemerintah Indonesia mencoba membuat peta resiko/bahaya gempa bumi, ini merupakan
hal yang teramat penting bagi masyarakat Indonesia. Kato juga mengatakan bahwa data
pergerakan lempeng bumi sangatlah penting karena gempa bumi merupakan akumulasi dari
regangan lempeng. Lempeng bumi berubah bentuk dan ketika regangan lempeng ini mencapai
titik tertentu, terjadilah gempa bumi. Jadi hal terpenting untuk dipantau adalah mengukur
pergerakan lempeng tersebut. Untuk mengukur pergerakan lempeng tersebut, saat ini
digunakan geodesi ruang atau teknik geodesi. Seperti telah disebutkan, global positioning
systems (GPS) luas digunakan dalam mengukur pergerakan lempeng. Namun selain data
pergerakan lempeng, diperlukan juga data gempa bumi, karena dengan banyaknya gempa
bumi yang terjadi, maka dapat dipanatu secara tepat tempat terjadinya gempa bumi. Hal
tersebut memberikan informasi penting tentang apa yang sedang terjadi di lempeng bumi. Jadi,
data pergerakan lempeng bumi dan data gempa bumi harus digabungkan. Kedua hal ini
sangatlah penting.

Hassanudin menjelaskan mengapa Indonesia belum memiliki peta resiko/bahaya gempa bumi?
Hal ini terkait dengan prioritas pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia memberikan
perhatian lebih terhadap gempa dan tsunami setelah terjadi bencana di Aceh. Pembuatan peta
resiko/bahaya gempa dapat dimulai dari darerah-daerah di Sumatera dan Jawa terutama
daerah-daerah yang banyak memiliki patahan aktif. Misalnya di Yogyakarta, ketika terjadi
gempa bumi pada tahun 2006, tidak ada yang menyadari bahwa patahan Opak sangatlah
berbahaya. Lalu terjadilah gempa dan sekitar 6000 orang tewas. Jika Indonesia memiliki peta
resiko/bahaya gempa bumi, setidaknya dapat dibuat prakiraan terjadinya gempa. Hassanudin
sangat setuju bahwa pemerintah perlu melakukan pembuatan peta resiko/bahaya gempa.
Selain itu Hassanudin merasa bahwa pemerintah Indonesia sudah berada di jalur yang benar.

Selasa, 15 Februari 2005 23:19

Kapanlagi.com - Pergerakan atau pergesekan yang terjadi pada dua lempeng bumi yang
berbeda, tidak selamanya membawa musibah bagi kehidupan, seperti munculnya
gempa bumi yang disertai tsunami.
"Gempa bumi yang disusul gelombang tsunami yang melanda Aceh belum lama
ini, memang akibat pergerakan lempeng bumi.

Tetapi di balik musibah yang demikian, pergerakan kerak bumi itu kerap
mendatangkan dampak positif," kata Benyamin, dari bagian ekploitasi dan
prosuksi PT Pertamina, di Sanur-Denpasar, Selasa.

Di hadapan peserta Orientasi Wartawan Bidang Migas, staf peneliti pada BUMN
tersebut mengungkapkan, salah satu dampak positif yang ditimbulkan dari
pergerakan lempeng bumi, ialah "mematangkan" bahan baku minyak.

Panas yang ditimbulkan dari pergesekan tersebut, dapat mendorong bahan baku
BBM untuk terkonsentrasi pada suatu cekungan, dan menjadi "matang", ucapnya.

Benyamin menyebutkan, bahan baku BBM yang adalah hidrokarbon, secara


kimiawi memiliki ciri dan sifat-sifat tersendiri, yakni terus bergerak ke daerah
yang lebih atas.

Sekarang, lanjut dia, kalau hidrokarbon tersebut berada pada lapisan yang cukup
dalam di dasar laut, misalnya, akan terdorong naik lewat celah setelah didesak
lewat dorongan lempeng bumi yang bergesek, bahkan bertubrukan.

Dalam pergerakan yang kemudian terpusat pada suatu cekungan, hidrokanbon


sebagai bahan baku BBM menjadi lebih matang setelah "disengat" panas yang
timbul akibat gesekan tersebut, ucapnya.

Mengingat hal itu, Benyamin mengajak warga masyarakat tidak perlu terlalu
cemas, bahkan "mengutuk" keberadan lempeng bumi yang terus bergerak.

Diungkapkan, pergerakan lempeng bumi terjadi secara terus-menerus, yang setiap


tahunnya rata-rata mencapai 100 mm.

Akibat pergerakan itu pula, berdasarkan catatat sejarah dan hasil penelitian para
ahli, permukaan bumi yang tampak berupa benua dan pulau-pulau, komposisinya
sudah lima kali mengalami perubahan.

"Letak atau komposisi dari lima benua seperti yang ada sekarang, sesungguhnya
sudah lima kali berubah. Ya itu, akibat adanya pergerakan lempeng," ujar
Benyamin, sambil menunjuk peta globa atas perubahan-perubahan itu, yang
ditayangkan dalam slide monitor.

Madat Menang, kata dia, perubahan apapun yang terjadi di dunia ini, senantiasa
akan dibarengi dengan dampak yang positif dan sekaligus negatif.

Untuk itu, masyarakat diminta tabah dan senantiasa selalu dapat menyikapi secara
positif atas perubahan-perubahan tersebut, termasuk perubahan mengenai
kemungkinan dicabutnya subsidi BBM oleh pemerintah, ujarnya, disambut sorak-
sorai hadirin.

Senada dengan Benyamin, Ir Dodi Sugiana, dari Pertamina Unit Penjualan


IV/Cilacap, menyebutkan bahwa subsidi BBM yang sesungguhnya adalah madat
bagi masyarakat, perlu dicabut.

"Yang namanya madat, semakin diberi akan semakin ketagihan, namun dampak
buruknya baru akan dirasakan belakangan," ujarnya.

Mengingat itu, Dodi menyarankan subsidi BBM yang sesungguhnya lebih banyak
dinikmati oleh kaum berduit dan berkemampuan secara ekonomi, secepatnya
dapat dicabut.

"Lebih baik subsidi yang dewasa ini diperuntukkan bagi BBM, nantinya dialihkan
untuk subsidi yang lain, yang lebih dapat dinikmati oleh masyarakat kebanyakan
yang kurang mampu," katanya.

Orientasi wartawan bidang Migas selama dua hari yang diprakarsai PT Pertamina
Unit Pemasaran V itu, diikuti 30 wartawan dari berbagai media massa yang
selama ini bertugas di daerah Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa
Tenggara Timur (NTT). (*/lpk)

Dilihat sebanyak 214 kaliDilihat sebanyak 214 kali

Komentar Pembaca (0)

 Jadilah orang pertama yang memberikan komentar

 Beri Komentar
 Cetak Berita Ini
 Kirim Ke Teman
 Diskusikan di Milis

WHAZZ UP!

 Resepsi Sirkuit
Ala Ananda
- Marcella
 Eksklusif:
Ngobrol Bareng
Jennifer Bachdim

 Red Carpet
FFI 2010:
Hail to Designer

 Rachel Maryam
Gandeng Pria.
Siapa Dia?

 Indonesia
Tuntaskan Dendam
ke Thailand

 DiRT 3
Coming Soon
di 2011!

Fitur

 Profil Artis
 Foto
 Film
 RBT / Nada Dering
 Lirik Lagu
 Online Game
 Kartu Ucapan
 Bola
 Mobil Bekas
 Rumah

51076 entertainmentnew /pernik/pergeraka Pergerakan%20L


Follow @kapanlagicom on Twitter

 
Pertemuan Lempeng Bumi Akibatkan Gempa
Besar

Era Baru News Jumat, 02 Oktober 2009


Ilustrasi.

Ilustrasi.

Ambon - Pertemuan lempengan bumi di Indonesia seperti


Pulau Sumatra dan Jawa sering menimbulkan gempa-gempa
tektonik berkekuatan besar sehingga tidak jarang
menimbulkan korban jiwa dan harta benda.

"Misalnya pertemuan lempeng Hindia dengan lempeng


Euroasia di wilayah Indonesia terdapat di kawasan barat
Pulau Sumatera dan jalurnya menuju Selatan Pulau Jawa
hingga masuk laut Banda dan bertemu lempeng pasifik,"
kata Kepala Seksi Data dan Informasi Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofosoka Ambon, Irfan
Slamet di Ambon, Jumat (2/10).

Gempa tektonik yang terjadi di Sumbar 29 September


2009 akibat adanya dorongan pergeseran lempeng Hindia
yang selalu aktif.

Jalur lempengan bumi ini terus bergerak ke Selatan Pulau Jawa kemudian berputar ke Laut
Banda, bertemu lempeng Pasifik dan bergerak ke Pulau Seram Bagian Utara sampai ke Ternate,
Provinsi (Maluku Utara) dan bertemu lempeng Filipina.

Menurut dia, perbatasan pertemuan lempengan bumi dari tiga komponen yang saling mengunci
itu terjadi di laut Banda.

"Karena saling mengunci, maka sering kali di situ terjadi gempa-gempa tektonik tapi jaraknya
sangat dalam di bawah laut, namun tidak menutup kemungkinan sewaktu-waktu bisa terjadi
gempa dangkal," katanya.

Untuk gempa yang terjadi di Pulau Sumatra, terjadi aktivitas yang modelnya lain sehingga gempa
tektonik lebih aktif sering terjadi di bagian permukaan atau disebut gempa dangkal, seperti gempa
Sumbar 29 September yang terjadi hanya di kedalaman 10 Km. Pergerakan tektonik yang yang
aktif bisa menimbulkan sejumlah efek diantaranya menghasilkan magnitud yang besar dan
mendesak serta mempengaruhi erupsi pada gunung berapi sehingga memicu cairan magma naik
dan menimbulkan letusan vulkanik. "Jadi boleh dikatakan, antara gempa yang diakibatkan
pergeseran lempengan bumi dengan gempa vulkanik akibat letusan gunung berapi itu satu paket,"
katanya.

Makanya di suatu wilayah yang sering dilanda gempa tektonik, secara otomatis akan
mengaktifkan gunung berapi akibat pengaruh gesekan tektonik meskipun sudah lama gunung
tersebut tidak aktif. Dia juga mengimbau agar dalam membangun rumah atau bangunan lainnya
memakai konstruksi tahan gempa, terutama untuk bangunan dua atau tiga lantai perlu
menggunakan pilar-pilar yang bisa menahan beban. "Paling tidak ada otot-otot bangunan yang
menahan tembok dan atap sehingga saat terjadi gempa, minimal hanya terjadi keretakan tapi tidak
sampai roboh dan menimbulkan korban jiwa dalam jumlah masal," ujar Irfan. (ant/yan)
 

Komentar   

Anda mungkin juga menyukai