Anda di halaman 1dari 8

MENGAPLIKASIKAN STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL)

A. Konsep Dasar Dan Karakteristik Contekstual Teaching Learning (CTL)


Contektual Teaching And Learning (CTL) adalah suatu pendidikan pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi
yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong
siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan mereka.dari konsep tersebut ada 3 hal yang
harus kita pahami,pertama,CTL menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan
materi,artinya proses belajar diorentasikan pada proses pengalaman secara langsung,proses
belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa tidak hanya menerima
pelajaran,akan tetapi proses mengari dan menemukan sendiri materi pelajaran, kedua,CTL
mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang akan dipelajari dengan
situasi kehidupan nyata,artinya siswa dituntut untuk dapat menerapkan hubungan antara
pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata.hal ini sangat penting,sebab dengan
dapat mengerelasikan materi yang ditemukan,materi itu akan bermakana secara fungsional
akan tetapi materi yang dipelajari akan tertanam erat dalam memori siswa swehingga tidak
akan mudah dilupakan.ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam
kehidupan,artinya CTL bukan nhanya mengharapkan siswa dapat memahi materi yang
dipelajari,akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilaku dalam
kehidupan sehari-hari,materi pelajaran dalam kontek CTL bukan untuk di tumpuk di otak dan
kemudian dilupakan akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
Sehubungan dengan hal itu,terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran
yang meggunakan pendekatan CTL.
1. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada
(activity knowledge ),artinya apa yang akan di pelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang
sudah di pelajari ,dengan demikian pengetahuan yang akan di peroleh adalah pengetahuan
yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2. Pembelajaran yang konstektual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah
pengetahuan yang baru (acquiring knowledge) pengetahuan baru di peroleh sengan cara
deduktif,artinya pembelajaran itu dimulai dengan mempelajari keseluruhan ,kemudian
memerhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) ,artinya pengetahuan yng di peroleh
bukan untuk di hafal tapi untuk dipahami dan di yakani ,misalnya dengan cara meminta
tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang di perolehnya dan berdasarkan tanggapan
tersebut baru pengetahuan itu di kembangkan.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman yang di perolehnya harus diaplikasikan dalam
kehidupan siswa,sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan.Hal ini di lakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan
penyempurnaaa strategi.

B. Latar Belakang Filosofis Dan Psikologis Contextual teaching learning (CTL)


1. Latar Belakang Filosofis
CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin.
Dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat konstruktivisme berangkat dari
pemikiran epistemology Glambatista Vico (suparno, 1997), Vico mengatakan:
“Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya ”
Mengetahui menurut Vico berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Artinya,
seseorang dikatakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskn unsur-unsur apa yang
membangun sesuatu itu. Oleh karena itu menurut Vico, pengetahuan itu tidak lepas dari orang
(subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari subjek yang mengamati.
Selanjutnya, pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakikat pengetahuan mengetahui
konsep tentang proses belajar, bahwa belajar bukanlah bukanlah sekedar menghafal akan
tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.
Piaget berpendapat bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang
kemudian dinamakan skema. Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya anak senang
bermain dengan kucing atau kelinciyang sama-sama berbulu putih berkat keseringannya, ia
dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitubahwa kucing berkaki dua. Pada akhirnya, berkat
pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki 2
dan binatang berkaki 4. Senakan dewasa anak, maka semakan sempurnahlah skema yang
dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema, sedangkan akomodasi adalah proses
mengubah skema yang sudah ada hingga terbentuk skema baru.
Pada suatu hari, ada anak yang merasa sakit karena terpercik api, maka berdasarkan
pengalamannya terbentuk skema pada struktur kognitif anak tentang “api”, bahwa api adalah
sesuatu yang membahayakan. Oleh karena itu harus dihindari. Dengan demikian ketika ia
melihat api, secara reflex ia akan menghindar. Semakan anak dewasa, pengalaman anak
tentang api akan bertambah pula. Ketika ia melihat ibunya memasak pakai api, bapaknya
merokok dengan menggunakan api, maka skema yang terbentuk itu disempurnakan, bahwa api
bukan harus dihindari tetapi harus dimanfaatkan. Proses penyempurnaan skema tentang
apiyang dilakukan oleh anak itu dinamakan asimilasi. Semakan anak dewasa, pengalaman itus
emakan bertambah pula. Ketika anak itu melihat pabrik-pabrik dan kendaraan memerlukan
apim maka terbentuklah skema baru tentang api, bahwa api bukan harus dihindari dan juga
bukan hanya dimanfaatkan, akan tetapi sangat dibutuhkan pada kehidupan manusia. Proses
penyempurnaan skema itu dinamakan akomodasi.
Sebelum anak mampu menyusun skema baru, ia akan dihadapkan pada posisi
ketidakseimbangan (disequilibrium), yang akin mengganggu psikologis anak. Manakala skema
telah disempurnakan atau anak telah berhasil membentuk skema baru, anak akan kembali pada
posisi seimbang (equilibrium), untuk kemudian ia akan dihadapkan pada perolehan pengalaman
baru.
2. Latar Belakang Psikologis
Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran akif
subjek, maka dipandang dari sudut pandang psikologis, CTL brpijak pada psikologi kognitif.
Menurut aliran ini, proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar
bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respon, akan tetapi belajar
melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, dan motivasi.
Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka ada beberapa hal yang harus
dipahami tentang belajar dalam konteks CTL, yaitu :
Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan
pengalaman yang dimiliki.
Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas.
Belajar adalah proses pemecahan masalah.
Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari sederhana
menuju yang kompleks.
Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.

C. Perbedaan CTL Dengan Pembelajaran Konvensional


Perbedaan pokok antara pembelajaran CTL dan pembelajaran konvensional jika dilihat dari
konteks tertentu dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
1. Dalam pembelajaran CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan dalam
pembelajaran konvensional,siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai
penerima informasi secara pasif.
2. Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok seperti kerja kelompok
dan berdiskusi . sedangkan dalam pembelajaran konvensional, siswa lebih banyak belajar
secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal materi.
3. Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata, secara riil. Sedangkan dalam
pembelajaran konvensional, bersifat teoritis dan abstrak.
4. Dalam pembelajaran CTL, kemampuan didasarkan pada pengalaman. Sedangkan dalam
pembelajaran konvensional, kemampuan diperoleh dari latihan-latihan.
5. Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam konteks dan setting
yang berbeda sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional,
pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.
6. Tujuan akhir dari proses pembelajaan CTL adalah kepuasan diri. Sedangkan dalam
pembelajaran konvensional, tujuan akhirnya adalah angka atau nilai siswa.
7. Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa,maka
dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara misalnya dengan evaluasi
proses,observasi,hasil karya siswa,wawacara,dan lain sebagainya; sedangkan dalam
pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari test.

D. Peran Guru Dan Siswa Dalam Proses Pembelajaran


Setiap siswa memiliki gaya yang berbeda dalam belajar. Bobi Deporter (1992) menamakan
perbedaan yang dimiliki siswa tersebut sebagai unsure modalitas belajar. Menurutnya ada tiga
tipe gaya belajar siswa, yaitu tipe visual, auditorial, dan kinestetik. Tipe visual, adalah gaya
belajar dengan cara melihat, artinya siswa akan lebih cepat belajar dengan cara menggunakan
indra penglihatannya. Tipe auditorial, adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alat
pendengarannya, sedangkan tipe kinestetik, adalah tipe belajar dengan cara bergerak, bekerja,
dan menyentuh.
Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam dunia
siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gay belajar siswa. Dalam
proses pembelajaran konvensional hal ini sering terlupakan, sehingga proses pembelajaran
tidak ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak, yang menurut Paulo Freire sebagai system
penindasan.
Sehubungan dengan hal itu,terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru
manakala menggunakan pendekatan CTL.
1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.
Kemampuan belajar akin sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman
mereka. Dengan demikian peran guru bukanlah sebagai instruktur yang memaksakan
kehendak, melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan
tahap perkembangan.
2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan.
Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru. Dengan demikian guru
berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh
siswa.
3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan hubungan antara hal-hal yang baru
dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian peran guru adalah membantu agar
setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman
sebelumnya.
4. Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada (asimilasi) atau
proses pembentukan skema baru (akomodasi),dengan demikian tugas guru adalah
memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses
akomodasi.
E. Asas-Asas Dalam Pembelajaran Contextual teaching learning (CTL)
Contextual teaching learning (CTL) sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas.
Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan CTL.
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur
kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan berasal dari
luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu, pengetahuan
terbentuk dari dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan
kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut.
Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa dapat mengkonstruksi
pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman. Sebab pengetahuan hanya akan
fungsional manakala dibangun oleh individu. Pengetahuan yang hanya diberikan tidak akan
menjadi pengetahuan yang bermakna. Atas dasar asumsi inilah, maka penerapan asas
konstruktivisme dalam pembelajaran melalui CTL, siswa didorong untuk mampu
mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata.
2. Inkuiri
Asas kedua dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan
pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Dalam proses
perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi
merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang
harus dipahaminya.
Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu:
Merumuskan masalah.
Mengajukan hipotesis.
Mengumpulkan data.
Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan.
Membuat kesimpulan.
Penerapan asas ini dalam proses pembelajaran CTL, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan
masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa harus didorong untuk
menemukan masalah. Apabila masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas,
selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan
masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntun siswa untuk melakukan observasi
dalam rangka mengumpulkan data. Manakal data telah terkumpul selanjutnya siswa dituntun
untuk menguji hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan. Asas menemukan
seperti yang digambarkan diatas, merupakan asas yang penting dalam pembelajaran CTL.
3. Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang
sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan
mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui
kontekstual teaching and learning, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi
memancing agar siswa dapat menemukan sendiri.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:
Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran.
Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan.
Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Leo Semenovich Vygotsky, seorang psikolog rusia menyatakan bahwa pengetahuan dan
pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain. Suatu permasalahan
tidak mungkin dapat dipecahkan sendiri, akan tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Kerja
sama saling member dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu persoalan.
Konsep masyarakat belajar (Learning Community) dalam pembelajaran CTL menyarankan agar
hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain.
Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan
pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang
anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya,
maupun dilihat dari bakat dan minatnya.
Dalam hal tertentu, guru dapat mengundang orang-orang yang diangap memiliki keahlian
khusus untuk membelajarkan siswa. Misalnya, dokter untuk memberikan atau membahas
masalah kesehatan. Demikianlah masyarakat belajar, setiap orang bisa saling terlibat, bisa
saling membelajarkan, bertukar informasi, dan bertukar pengalaman.
5. Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan
sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru memberikan contoh
bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat untuk percobaab di labolatorium. Proses
modeling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang
untuk memperagakan. Misalkan siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat
disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan kelas, dengan demikian siswa dapat
dianggap sebagai model. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran
kontekstual teaching leraning, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran
yang teoritis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan
cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya.
Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa
yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bila terjadi melalui
proses refleksi, siswa akan memperbarui pengetahuan yang etlah dibentuknya atau menambah
pengetahuannya.
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran,
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung” atau mengingat kembali apa
yang telah dipelajarinya.
7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru pada saat ini, biasanya
ditekankan kepada perkembangan aspek intelektual, sehingga alat evaluasi yang digunakan
terbatas pada penggunaan tes. Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa telah
menguasai materi pelajaran. Dalam kontekstual teaching leaning, keberhasilan pembelajaran
tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi
perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan
oleh aspek hasil belajar seperti hasil tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata.
Penilaian nyata (Authentic Assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini
diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman
belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun
mental siswa.

F. Implementasi Pembelajaran Contextual teaching learning (CTL)


Pendekatan contextual teaching learning (CTL) memiliki 7 komponen (asas) utama, yaitu
konstruktivisme (Constructivism), menemukan (inquiri), bertanya (questioning), masyarakat
belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian nyata
(authentic assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan konstekstual
teaching learning jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya.
Secara garis besar, langkah penerapan kontekstual teaching learning dalam kelas adalah
sebagai berikut :
Kembangkan pemikiran bahwa anak belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri.
Mengkonstruk sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri.
Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
Lakukan penilaian yag sebenarnya dengan berbagai cara.
G. Beberapa Hal Penting Dalam Pembelajaran Contextual teaching learning (CTL)
Contextual teaching learning (CTL) adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas
siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
Contextual teaching learning (CTL) memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi
proses pengalaman dalam kehidupan nyata.
Kelas, dalam pembelajaran Contextual teaching learning (CTL) bukan sebagai tempat untuk
memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di
lapangan.
Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian dari orang lain.

Anda mungkin juga menyukai