Anda di halaman 1dari 22

Tugas Besar Ekonomi Wilayah

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penekanan pembangunan pada sektor modern perperkotaan telah terbukti


meningkatkan pertumbuhan di sektor dan lokasi yang hanya memiliki tingkat produktifitas
tinggi. Laju pertumbuhan investasi dan akumulasi modal hanya terpusat di sektor modern
tersebut. Konsep tersebut menginspirasikan terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan di
perkotaan (growth pole economy). Diharapkan dengan terbentuknya pusat-pusat
pertumbuhan tersebut akan terjadi
proses penetesan pembangunan ke daerah-daerah belakang (trickle down process) dan
pemerataan akan terjadi secara "otomatis" dari kutub-kutub pertumbuhan ke daerah
belakang tersebut (hinterland). Namun pada kenyataannya penetesan pembangunan itu
tidak terjadi, dan yang terjadi adalah pengurasan sumberdaya yang dimiliki daerah oleh
pusat secara besar-besaran (massive backwash effect) (Makalah Pengembangan Wilayah
Dengan Pendekatan Agropolitan).

Kesenjangan antara kawasan perprovinsian dan perdesaan serta kemiskinan di


perdesaan telah mendorong upaya-upaya pembangungan di kawasan perdesaan. Meskipun
demikian, pendekatan pengembangan kawasan perdesaan seringkali dipisahkan dari
kawasan perkotaan. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya proses urban bias yaitu
pengembangan kawasan perdesaan yang pada awalnya ditujukan untuk meningkatkan
kawasan kesejahteraan masyarakat perdesaan malah berakibat sebaliknya yaitu
tersedotnya potensi perdesaan ke perkotaan baik dari sisi sumber daya manusia, alam,
bahkan modal (Douglas, 1986).

Berdasarkan permasalahan di atas, maka konsep agropolitan merupakan alternatif


solusi untuk pengembangan wilayah pedesaan. Konsep agropolitan merupakan salah satu
upaya mempercepat pembangunan pedesaan sehingga pembangunan tidak lagi bertumpu
pada pusat-pusat pertumbuhan yang biasanya terletak di pusat-pusat kota.

Provinsi Gorontalo merupakan salah satu wialyah di Indoensia yang memiliki potensi
lahan pertanian cukup luas. Wilayah ini terkenal dengan penghasil jagung yang cukup
besar di Indoensia. Bahkan jagung merupakan komoditas unggulan di Provinsi Gorontalo.
Namun terdapat kendala dalam pengembangan komoditas unggulan tersebut. Kendala
tersebut antara lain: keterbatasan alat pengolahan tanah (traktor), keterbatasan modal
petani, keterbatasan penyediaan benih unggul dan pupuk, masalah

1
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

penyediaan/pembangunan irigasi, gangguan hama/penyakit, kualitas sumber daya manusia


(petugas dan petani), dan masalah kualitas produksi dan pemasaran. Untuk itu, pemerintah
Provinsi Gorontalo menerapkan konsep Agropolitan dalam pengembangan komoditas
pertanian Provinsi Gorontalo. (ntb.litbang.deptan.go.id,2007). Sehingga dalam makalah ini
akan dikaji penerapan Konsep Agropolitan di Provinsi Gorontalo.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan permasalahan dalam penulisan makalah ini meliputi:


1. Apakah konsep Agropolitan itu?
2. Bagaimanakah ciri-ciri konsep agropolitan?
3. Bagaimana implementasi penerapan konsep agropolitan pada Provinsi Gorontalo?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami konsep agropolitan
2. Mengidentifikasi cirri-ciri kawasan agropoitan
3. Mengetahui implementasi penerapan konsep agropolitan pada Provinsi Gorontalo?

1.4 Ruang Lingkup


1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup penelitian adalah Provinsi Gorontalo seluas 12.215,44 km2, yang meliputi 5
kabupaten dan 1 kota yaitu Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Boalemo, Kabupaten
Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Gorontalo Utara dan Kota Gorontalo.

1.4.2 Ruang Lingkup Substansi


Ruang lingkup substansi dari penelitian ini meliputi substansi pengembangan wilayah.
Konsep pengembangan wilayah yang dibahas dalam makalah ini adalah konsep
Agropolitan.

1.5 Metodologi
Metode pengumpulan data dalam makalah ini berupa survey sekunder dari buku-buku yang
berkaitan dengan teknik evaluasi yang dapat digunakan dalam perencanaan wilayah.

2
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, ruang lingkup yang meliputi ruang lingkup substantif, metodologi
serta sistematika pembahasan

BAB II TINJAUAN TEORI

Pada bab ini dijabarkan mengenai teori-teori pendukung yang berkaitan


dengan pokok bahasan yang diangkat dalam makalah ini yaitu konsep
agropolitan.

BAB III STUDI KASUS

Pada bab ini akan dibahas mengenai contoh implementasi penerapan konsep
agropolitan di suatu wilayah.

BAB IVPENUTUP

Pada bab ini dipaparkan mengenai kesimpulan dari pembahasan yang


meliputi pengertian konsep agropolitan, cirri-ciri kawasan agropolitan, serta
contoh implementasinya di suatu wilayah. Selain itu, dalam bab ini juga akan
diuraikan mengenai rekomendasi dari penulis terkait dengan konsep
agropolitan.

3
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Agropolitan


Konsep pengembangan Agropolitan pertama kali diperkenalkan oleh McDouglass dan
Friedmann (1974) (Pasaribu, 1999) sebagai siasat untuk pengembangan perdesaan.
Konsep ini pada dasarnya memberikan pelayanan perkotaan di kawasan perdesaan atau
dengan istilah lain yang digunakan oleh Friedmann adalah “kota di ladang”. Petani atau
masyarakat desa tidak perlu harus pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan, baik
pelayanan yang berhubungan dengan masalah produksi (teknik berbudidaya pertanian),
kredit modal kerja dan pemasaran/ informasi pasar maupun masalah yang berhubungan
dengan kebutuhan sosial budaya dan kehidupan setiap hari. Pusat pelayanan diberikan
pada setingkat desa, sehingga sangat dekat dengan pemukiman petani. Besarnya biaya
produksi dan biaya pemasaran dapat diperkecil dengan meningkatkan faktor-faktor
kemudahan pada kegiatan produksi dan pemasaran. Faktor-faktor tersebut menjadi optimal
dengan adanya kegiatan pusat Agropolitan.

Peran Agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi pertanian di sekitarnya dimana
berlangsung kegiatan agribisnis oleh para petani setempat. Fasilitas pelayanan yang
diperlukan untuk memberikan kemudahan produksi dan pemasaran berupa input sarana
produksi (pupuk, bibit, obat-obatan, peralatan), sarana penunjang produksi (lembaga
perbankan, koperasi, listrik), serta sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana
transportasi).

2.2 Kawasan Agropolitan


Menurut Departemen Pertanian (2002), agropolitan terdiri dari kata agro dan politan (polis).
Agro berarti pertanian dan politan berarti kota. Dengan demikian agropolitan dapat
didefinisikan sebagai kota pertanian atau kota di daerah lahan pertanian atau pertanian di
daerah kota. Sedang yang dimaksud dengan agropolitan adalah kota pertanian yang
tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu
melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (Agribisnis) di
wilayah sekitarnya.

Sedangkan menurut (Saefulhakim, 2004), Agro bermakna “tanah yang dikelola” atau
“budidaya tanaman”, yang digunakan untuk menunjuk berbagai aktivitas berbasis pertanian.
Sedang polis bermakna “a Central Point or Principal”. Sehingga, Agro-polis bermakna
sebagai lokasi pusat pelayanan sistim kawasan sentra-sentra aktivitas ekonomi berbasis
pertanian. Dan kawasan agropolitan merupakan kawasan terpilih dari kawasan agribisnis

4
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

atau sentra produksi pertanian terpilih dimana pada kawasan tersebut terdapat kota
pertanian (agropolis) yang merupakan pusat pelayanan (Badan Pengembangan
Sumberdaya Manusia Pertanian, 2003).

Sedangkan pengertian Sistem Agribisnis yaitu pembangunan pertanian yang dilakukan


secara terpadu, tidak saja dalam budidaya (on farm) tetapi juga meliputi pembangunan
agribisnis hulu (penyedia sarana pertanian), agribisnis hilir (prosessing dan pemasaran hasil
pertanian) dan jasa-jasa pendukungnya. Inti dari sistem agribisnis adalah usaha agribisnis
yang dilakukan oleh masyarakat terutama petani dan pengusaha (swasta dan BUMN) baik
pengusaha pelaku penyedia agroinput, pengolahan hasil, pemasaran maupun penyedia
jasa.

Kawasan agropolitan yang telah berkembang memliki ciri-ciri sebagai berikut . (Deptan,
2002) :

a. Mayoritas masyarakatnya memperoleh pendapatan dari kegiatan agribisnis


b. Didominasi oleh kegiatan pertanian, termasuk di dalamnya usaha industri
(pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian, perdagangan agrobisnis
hulu (sarana pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan.
c. Relasi antara kota dan daerah-daerah hinterlandnya bersifat interpendensi yang
harmonis dan saling membutuhkan. Kawasan pertanian mengembangkan usaha
budidaya (on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm) dan kota
menyediakan penyediaan sarana pertanian, modal, teknologi, informasi pengolahan
hasildan pemasaran hasil produksi pertanian.
d. Pola kehidupan masyarakatnya sama dengan kehidupan kota karena prasarana dan
sarana yang dimilikinya tidak berbeda dengan di kota.

2.3 Persyaratan Kawasan Agropolitan


Dalam menerapkan agropolitan, wilayah yang akan dikembangkan menjadi kawasan
agropolitan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : (Deptan, 2002)
a. Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan
komoditi unggulan.
b. Memiliki prasarana dan sarana yang memadai untuk mendukung pengembangan
sistem dan usaha agribisnis yaitu:
 Pasar (pasar untuk hasil pertanian, sarana pertanian, pasar jasa pelayanan, dan
gudang
 Lembaga keuangan (perbankan dan non perbankan)

5
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

 Kelembagaan petani (kelompok tani, koperasi dan asosiasi) yang berfungsi sebagai
Sentra Pembelajaran dan Pengembangan Agribisnis (SPPA)
 Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang berfungsi sebagai Klinik Konsultasi
Agribisnis (KKA)
 Pengkajian teknologi agribisnis
 Prasarana transportasi, irigasi dan semua yang mendukung usaha pertanian
c. Memiliki prasarana dan sarana umum yang memadai
d. Memiliki prasarana dan sarana kesejahteraan sosial (kesehatan, pendidikan, rekreasi
dan sebagainya)
e. Kelestarian lingkungan hidup (sumber daya alam, sosial budaya dan keharmonisan
relasi kota dan desa)

Gambar 1 menunjukkan sistem kawasan agropolitan yang terdiri dari subsistem a).
sumberdaya pertanian dan komoditi unggulan, b). sarana prasarana agribisnis, c). Sarana
prasarana umum, d). prasarana kesejahteraan sosial, dan e). kelestarian lingkungan.

Gambar 1. Sistem dalam kawasan agropolitan


Untuk batasan kawasan agropolitan ditentukan oleh skala ekonomi dan ruang lingkup
ekonomi bukan oleh batasan administratif. Penetapan kawasan agropolitan hendaknya
dirancang secara lokal dengan memperhatikan realitas perkembangan agrobisnis yang ada
di setiap daerah. Konsep pengembangan kawasan agropolitan dapat dilihat pada gambar 2
di bawah ini.

6
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

Keterangan :

Penghasil Bahan Baku

Pengumpul Bahan Baku

Sentra Produksi

Kota Kecil/Pusat Regional

Kota Sedang/Besar (outlet)

Jalan & Dukungan Sapras

Batas Kaw.Lindung, budidaya, dll.

Batas Kaw. Agropolitan

Gambar 2. Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan


Sumber : Soenarno, 2003

2.4 Kunci Keberhasilan Kawasan Agropolitan


Terdapat syarat kunci untuk pembumian agropolitan Nasoetion (1999) dalam Sudaryanto
dan JW Rusastra (2000) yakni:
(1). Produksi dengan bobot sektor pertanian
(2). Prinsip ketergantungan dengan aktivitas pertanian sehingga neuro-systemnya
(3) Prinsip pengaturan kelembagaan
(4). Prinsip seimbang dinamis
Konsep agropolitan berdasarkan Friedman (1975) dalam Harun ( 2001), yaitu terdiri dari
distrik-distrik agropolitan sebagai kawasan pertanian pedesaan yang memiliki kepadatan
penduduk 200 jiwa per km2 dan di dalamnya terdapat kota-kota tani dengan jumlah
penduduk 10.000 – 25.000 jiwa. Sementara luas wilayah distrik adalah cummuting berada
ada radius 5 – 10 km, sehingga akan menghasilkan jumlah penduduk total antara 50.000 –
150.000 penduduk yang mayoritas bekerja di sektor pertanian (tidak dibedakan antara
pertanian modern dan pertanian konvensional) dan tiap-tiap distrik dianggap sebagai satuan
tunggal yang terintegrasi.
Upaya yang dilakukan untuk menerapan konsep agropolitan di lapangan, yaitu dengan:

7
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

(1) melibatkan sejumlah besar petani pedesaan (ratusan s/d jutaan) bersama-sama
pengembangan kota-kota pusat pertanian untuk pembangunan pertanian secara
integreted
(2) keterlibatan setiap instansi sektoral di pedesaan untuk mengembangkan pola agribisnis
dan agroidustri harus berjalan secara simultan
(3) tercapainya keserasian, kesesuaian dan keseimbangan antara pengembangan
komoditas unggulan dengan struktur dan skala ruang yang dibutuhkan
(4) adanya kesinambungan antara pengembangan dan pembinaan sarana dan prasarana
wilayah, seperti irigasi dan transportasi antara daerah produksi pertanian dan simpul-
simpul jasa perdagangan dalam program perencanaan jangka panjang
(5) realisasi dari pengembangan otonomi daerah untuk mengelola kawasan pertanian
secara mandiri, termasuk kewenangan untuk mempertahankan keuntungan komparatif
bagi penjaminan pengembangan kawasan pertanian
(6) diperlukan adanya kemudahan-kemudahan dan proteksi terhadap jenis komoditas yang
dihasilkan baik di pasar nasional maupun luar negeri, pada saat kondisi infant-
agroindustry
(7) secara ekologis, hampir sulit untuk dihindari akan terjadinya efisiensi produksi pertanian
ke arah monokultur-agroindustri dalam skala besar yang rentan.

2.5 Tujuan Pengembangan Agropolitan


Pengembangan perencanaan pengembangan wilayah Agropolitan diarahkan pada strategi
yang pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kondisi tertentu dan keuntungan, yaitu:
1. Menginternalkan efek multiplier dan pengaruh- pengaruh eksternal melalui penekanan
pada keterkaitan lokal dan fungsi yang saling melengkapi antara pertanian dan industri
sehingga akan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal.
2. Kebijaksanaan penyamarataan kepemilikan aset produktif di antaranya, lahan, modal,
dan public goods, serta kebijaksanaan redistribusi pendapatan.

Sedangkan, tujuan pengembangan kawasan agropolitan menurut Anonim (2002) adalah


untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan
pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong
berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan,
berkelanjutan dan terdesentralisasi.

Konsep ini sangat diyakini mampu mengurangi kemiskinan struktural, mendukung


ketahanan pangan nasional, mendukung pertumbuhan ekonomi yang luas dan merata.
Sebuah konsep dengan sasaran akhir tercapainya kawasan perdesaan yang mandiri,
berwawasan lingkungan, selaras, serasi dan bersinergi dengan kawasan lainnya, dengan

8
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

memperhatikan hak, asal-usul dan adat-istiadat desa melalui pembangunan yang holistik
dan berkelanjutan.

Konsep pengembangan agropolitan selain ditujukan untuk membangun sektor


perekonomian, juga diarahkan untuk membentuk dasar-dasar pertumbuhan daerah secara
konsisten dalam jangka panjang. Tingkatan kota-kota dalam konsep agropolitan seperti kota
besar, menengah dan kecil, disesuaikan dengan ketersediaan fasilitas pada masing-masing
kota, serta fungsi dan peran kota yang ditunjuk sebagai agropolitan.

Penerapan konsep agropolitan secara tidak langsung juga memberikan peran yang lebih
besar kepada masyarakat pedesaan serta pada pemerintahan desa itu sendiri, ini berarti
konsep ini juga menunjang kebijakan otonomi daerah, dan memberi harapan bagi daerah
yang telah memiliki komoditas pertanian unggulan untuk lebih optimal memanfaatkannya.

Konsep agropolitan juga dapat mengurangi jumlah pergerakan penduduk desa ke kota,
karena sudah didapatkannya alternatif sumber penghidupan dan terpenuhinya fasilitas
kehidupan di pedesaan dan pada kota-kota yang berfungsi sebagai agropolitan. Dan secara
tidak langsung konsep agropolitan juga dapat mengurangi permasalahan pada kota-kota
besar.

9
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Orientasi Wilayah Studi

Secara geografis Provinsi Gorontalo dengan ibu kota Gorontalo terletak antara 0,190 –
1,150 Lintang Utara dan 121,230 – 123,430 Bujur Timur dengan batas wilayah sebagai
berikut :

Sebelah Utara : Laut Sulawesi

Sebelah Timur : Provinsi Sulawesi Utara

Sebelah Selatan : Teluk Tomini

Sebelah Barat : Provinsi Sulawesi Tengah

Gambar 3.1 Orientasi Wilayah Studi

10
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

Secara umum, suhu udara di Provinsi Gorontalo rata-rata pada siang hari 31,70 0 C,
sedangkan suhu udara rata-rata pada malam hari 23,60 0 C, kelembaban udara relatif tinggi
dengan rata-rata 82,8 persen. Letak geografis yang berbeda-beda yaitu dataran, pantai dan
danau serta sungai menyebabkan potensi desa/kelurahan, mata pencaharian, maupun
perilaku penduduk juga berbeda. Misalkan di desa pantai, sebagian besar mata pencaharian
penduduk adalah nelayan. Sementara itu penduduk di desa dataran maupun perbukitan
banyak yang menjadi petani, yaitu petani sawah dan berkebun.
Provinsi Gorontalo terdiri dari 5 (lima) kabupaten dan 1 (satu) kota yaitu Kabupaten
Pohuwato, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango,
Kabupaten Gorontalo Utara dan Kota Gorontalo. Sedangkan kecamatan sebanyak 66 dan
desa/kelurahan 615 yang tersebar di Provinsi Gorontalo sebagaimana terlihat dalam tabel
3.1 di bawah ini :
Tabel 3.1. Banyaknya Kecamatan dan Desa/Kelurahan
No. Kabupaten/Kota Ibukota Kecamatan Desa/Kelurahan
1 Pohuwato Marisa 13 105
2. Boalemo Tilamuta 7 84
3. Gorontalo Limboto 17 168
4. Bone Bolango Suwawa 17 153
5. Gorontalo Utara Kwandang 5 56
6. Kota Gorontalo Gorontalo 6 49
Jumlah 66 615
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo – Gorontalo Dalam Angka 2009
Jika ditinjau dari luas wilayahnya, yaitu dari total 12.215,44 Km2, Kabupaten Pohuwato
merupakan daerah terluas, yaitu 4.244,31 Km2 atau sekitar 34,75 persen, kemudian
Kabupaten Boalemo mempunyai luas 2.567,36 Km2 atau sekitar 21,02 persen, dan Kota
Gorontalo mempunyai luas hanya 64,79 Km2 atau hanya sekitar 1,00 persen.

3.2 Pengembangan Agropolitan di Provinsi Gorontalo


Sejak terbentuk, Provinsi Gorontalo membuat berbagai inovasi yang terbukti mampu
mensejahterakan masyarakat di Provinsi Gorontalo. Salah satu inovasi yang memberikan
kontribusi yang signifikan adalah penerapan agropolitan. Agropolitan adalah kota pertanian
yang menggunakan komoditi unggulan sebagai tulang punggung untuk menggerakkan
perekonomian. Konsep agropolitan sebenarnya telah lama ditemukan. Konsep ini berusaha
memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah, khususnya di bidang pertanian.
Agro berarti pertanian dan polis berarti kota, sehingga agropolitan dapat diartikan sebagai
kota pertanian atau kota di daerah lahan pertanian atau pertanian didaerah kota. Jadi
secara harfiah agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena
berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik,
menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.

11
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

Sebagai daerah agraris dengan keadaan topografi datar, berbukit-bukit sampai dengan
bergunung, dimana menurut Smith & Ferguson termasuk kondisi type iklim A sampai
dengan type Iklim E, sektor pertanian Gorontalo memang sangat potensial untuk
dikembangkan. Sehingga wajar bila berbagai jenis tanaman pangan dapat tumbuh dengan
baik didaerah ini. Hal ini di dukung juga dengan mata pencaharian sebagian besar
penduduknya yang masih bertumpu pada sektor pertanian (175.374 jiwa atau 57%). Dengan
luas wilayah ± sekitar 1.221.544 Ha, dimana 463.649,09 Ha (37,95%) merupakan areal
potensial pertanian (dalam arti luas), berarti luas lahan untuk pertanian yang baru
dimanfaatkan (fungsional) seluas 148.312,78 Ha atau sekitar 32%-nya saja.

Agropolitan di Gorontalo menggunakan jagung sebagai produk unggulan. Pemilihan jagung


bukanlah merupakan pemilihan singkat tanpa analisis dan pertimbangan mendalam dari
pemerintah gorontalo. Beberapa pertimbangan mengapa konsep agropolitan yang
diterapkan di Provinsi Gorontalo adalah agropolitan berbasis jagung yakni :
1. Lahan tersedia luas dan belum dimanffaatkan secara optimal.
2. Jagung sudah dikenal oleh masyarakat sejak dahulu dan menjadi sumber
pendapatan secara turun – temurun.
3. Jagung sebagai komoditas industri.
4. Peluang pasar dalam negri dan luar negri yang masih lebar.

Berdasarkan analisis kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman jagung di provinsi


Gorontalo diperoleh luas  ketersediaan   lahan sebesar   163.104  Ha  yang  tersebar  di
seluruh  Kabupaten  dan  Kota  yaitu :
Kabupaten Gorontalo (50.446 Ha), Boalemo (32.912 Ha), Pohuwatu (28.244 Ha), Bone
Bolango (33.343 Ha), Gorontalo Utara (15.822 Ha), dan Kota Gorontalo (2.337 Ha).  Bila
dibandingkan dengan luas tanam jagung eksisting tahun 2007 sebesar 118.815 Ha, maka
masih terdapat lahan pengembangan jagung sebesar 47.921 Ha.  Luas tanam jagung tahun
2007 di Kabupaten Pohuwatu sebesar 49.479 Ha. Angka tersebut telah melebihi potensi
lahannya sebesar 28.244 Ha.  Dengan demikian di Kabupaten Pohuwatu telah terjadi
penanaman jagung di lahan yang kurang tepat atau tidak sesuai untuk tanaman jagung. 
Dalam hal ini, khusus untuk Kab. Pohuwatu perlu dilakukan penataan lahan pertanaman
jagung. Sedang di Kabupaten dan Kota yang lain masih terdapat areal pengembangan
jagung dan yang terluas adalah di Kabupaten Bone Bolango seluas 29.216 Ha.
Pada kurun waktu lima tahun terakhir (2003-2007), luas areal panen jagung mengalami
peningkatan dari 58.716 Ha pada tahun 2003 menjadi 118 815 Ha pada tahun 2007, dengan
laju rata-rata peningkatan 20,55% per tahun
Tabel 3.2a Luas Panen Komoditas Jagung

12
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

Luas Panen (Ha) Rata-rata


N
Kabupaten/Kota peningkatan
o 2003 2004 2005 2006 2007
%/tahun)
1 Kab. Gorontalo 25.26 22.60
32.611 29.575 34 284 10,09
2 3
2 Kab. Gorontalo
- - - - 10. 714*) -
Utara
3 Kota Gorontalo 116 22 37 80 131 41,78
4 Kab. Bone Bolango 2.574 1.607 2.279 3.956 4.127 20,54
5 Kab. Boalemo 18.37 21.60
29.211 26.749 30.794 14,86
8 4
6 Kab. Pohuwato 12.38 26.69
43.614 49.432 49.479 48,08
6 3
Provinsi Gorontalo 58,71 72.52 107.75 109.79
118 815 20,55
6 9 2 2
Sumber : Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemerintah Provinsi Gorontalo

Tabel 3.2b Produksi Komoditas Jagung


Produksi (Ton) Rata-rata peningkatan
No Kabupaten/Kota
2003 2004 2005 2006 2007 (%/tahun)
1 Kab. Gorontalo 75.963 61.705 95.109 69.742 127.317
2 Kab. Gorontalo Utara - - - - 27.640
3 Kota Gorontalo 363 96 194 371 664
4 Kab. Bone Bolango 7.740 4.970 6.062 12.268 19.503
5 Kab. Boalemo 59.691 58.058 91.746 94.808 144.775
6 Kab. Pohuwato 40.241 126.385 206.935 219.033 252.037
Jumlah Provinsi 183.998 251.214 400.046 396.222 571.936
Sumber : Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemerintah Provinsi Gorontalo

Grafik 3.2 Grafik Pemasaran Jagung Tahun 2002 - 2008


Pencanangan propinsi Gorontalo sebagai kawasan agropolitan telah dilakukan sejak tanggal
19 Februari 2002 oleh Bapak Gubernur Fadel Muhammad. Dalam hal ini komoditas utama
yang ditetapkan sebagai entry pointnya adalah jagung dan ternak sapi. Untuk menunjang
terlaksananya program tersebut, maka didesain program dalam dua model yaitu
demonstrasi plot serta pengembangan.
a. Demonstrasi Plot (Demplot)

13
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

Kegiatan ini merupakan kegiatan short term (jangka pendek) yaitu dilaksanakan
hanya 1 tahun anggaran. Tujuannya tidak lain adalah pemberdayaan petani dengan
penyuluhan melalui proses pembelajaran. Selain itu diharapkan dari demplot
tersebut bisa meyakinkan investor bahwa pemerintah da sidukung masysakarat
sebagai pelaku mempunyai komitmen tinggi dalam peningkatan kualitas, kuantitas
dan kontinyuitas produksi. Meskipun dilaksanakan dalam jangka pendek, diharapkan
kegiatan ini berdampak positif dalam jangka panjang mendatang. Jumlah demplot
yang dilaksanakan tahun 2002 sebanyak 12 unit atau seluas 30 ha , dimana masing-
masing unit memiliki luas lahan 2,5 ha.
b. Model Pengembangan
Kegiatan yang dilakukan ini sebetulnya dengan memberikan sentuhan dan nuansa
penerapan teknologi anjuran yang spesifik lokasi (dalam hal ini daerah Gorontalo).
Adapun kegiatan yang dimaksud antara lain perluasan areal tanam (PAT),
peningkatan mutu intensifikasi (PMI) serta di sisi off-farm-nya yaitu dengan
optimalisasi pengolahan hasil, penyimpanan serta pemasarannya. Baik itu kegiatan
demplott maupun pengembangan yang didanai dekonsentrasi maupun APBD,
dilaksanakan dengan pola dana bergulir (revolving fund) dan pola bantuan langsung
masyakarat (BLM).

14
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

Berikut ini merupakan strategi pembangunan sembilan pilar agropolitan untuk mewujudkan revitalisasi pertanian di Provinsi Gorontalo
 

 
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

3.3 Analisa Faktor Perkembangan Agropolitan Gorontalo

Provinsi Gorontalo terbentuk tahun 2000 dan kemudian disahkan tahun 2001 hasil pemekaran
dari Provinsi Sulut. tengah kondisi bangsa yang sedang terpuruk Provinsi Gorontalo mampu
membuat daerah lain kagum dengan berbagai prestasi yang dihasilkan. Gorontalo mampu
menekan angka kemiskinan dengan sangat signifikan. Selain itu berbagai prestasi lain seperti
ketahanan pangan, tingkat kesehatan, meningkatnya jumlah lapangan pekerjaan, kian
mengukuhkan Gorontalo sebagai salah satu Provinsi yang patut dijadikan contoh bagi daerah
lain.

Salah satu kebijakan yang cukup signifikan dalam perkembangan kehidupan bernegara
Indonesia adalah kebijakan otonomi daerah melalui Undang-Undang No 22 tahun 1999 yang
kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004. Undang-Undang tersebut
berusaha memberlakukan sistem pemerintahan yang desentralistis untuk menjalankan prinsip
demokrasi, meningkatkan peranserta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah melalui pemberian kewenangan yang
luas, nyata, bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional.

Sejak terbentuk Provinsi Gorontalo membuat berbagai inovasi yang terbukti mampu
mensejahterakan masyarakat di Provinsi Gorontalo. Salah satu inovasi yang memberikan
kontribusi yang signifikan adalah penerapan agropolitan. Agropolitan adalah kota pertanian
yang menggunakan komoditi unggulan sebagai tulang punggung untuk menggerakkan
perekonomian. Konsep agropolitan sebenarnya telah lama ditemukan. Konsep ini berusaha
memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah, khususnya di bidang pertanian. Agro
berarti pertanian dan polis berarti kota, sehingga agropolitan dapat diartikan sebagai kota
pertanian atau kota di daerah lahan pertanian atau pertanian didaerah kota. Jadi secara harfiah
agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem
dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan
pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.

Agropolitan di Gorontalo menggunakan jagung sebagai produk unggulan. Pemilihan jagung


bukanlah merupakan pemilihan singkat tanpa analisis dan pertimbangan mendalam dari
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

pemerintah gorontalo. Jagung terpilih sebagai komoditi unggulan karena mempunyai


keterkaitan dengan pola makan dan sejarah budi daya tanaman di masyarakat gorontalo.

Program pengembangan agribisnis di wilayah studi dilakukan melalui pengembangan skala


usaha ekonomi dan kemitraan. Oleh karena itu, upaya peningkatan luas tanam komoditi serta
pola kemitraan antara pengusaha dan petani terus dilakukan.

Pada tabel 3.3, dapat dilhat sejauh mana implementasi konsep agropolitan di Provinsi
Gorontalo sesuai dengan konsep agropolitan yang telah dikemukakan pada Tinjauan Pustaka.
Tugas Besar Ekonomi Wilayah
Tabel 3.3 Perbandingan Konsep dan Implementasi Agropolitan di Provinsi Gorontalo
No Konsep Agropolitan Implementasi
1 Mayoritas masyarakatnya memperoleh pendapat Mata pencaharian sebagian besar penduduk Provinsi Grontalo bertumpu pada sektor
dari kegiatan agribisnis pertanian (175.374 jiwa atau 57%).

2 Didominasi oleh kegiatan pertanian, termasuk di Kegiatan pertanian yang terdapati di Provinsi Gorontalo cukup dominan. Kegiatan
dalamnya usaha industri (pengolahan) pertanian, pertanian tersebut berupa tanaman bahan makanan yang terdiri dari padi dan
perdagangan hasil-hasil pertanian, perdagangan palawija. Tanaman padi dan palawija yang dibudidayakan di Provinsi Gorontalo
meliputi padi sawah, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang kedelai, kacang hijau, dan
agrobisnis hulu (sarana pertanian dan
kacang tanah. Jumlah produksi hasil pertanian pada tahun 2008 sebesar 237.873 ton.
permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan. Produksi tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2006. Sedangkan Industri
pengolahan besar-sedang di Provinsi Gorontalo pada tahun 2008 tercatat sebanyak
36 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 2.632 orang. Total nilai output
mencapai 107,113 milyar rupiah, Sedangkan biaya input 45,612 milyar rupiah.
Sehingga nilai tambah yang diperoleh dari industri besar/sedang adalah 615,011
milyar rupiah. Juga adanya koperasi-koperasi untuk membantu permodalan
agrobisnis.

3 Relasi antara kota dan daerah-daerah Produksi pertanian didominasi oleh wilayah kabupaten, sedangkan industri
hinterlandnya bersifat interpendensi yang pengolahannya berada di Kota Gorontalo (Provinsi Gorontalo dalam Angka, 2008).
harmonis dan saling membutuhkan. Industri pengolahan tersebut mendapatkan bahan baku dari desa-desa di kabupaten
sekitarnya, sehingga dapat terlihat adanya interdependensi yang saling membutuhkan
antara kota dan daaerah hinterlandnya.

4 Pola kehidupan masyarakatnya sama dengan Pemerataan sarana dan prasarana telah digencarkan oleh pemerintah sejak tahun
kehidupan kota karena prasarana dan sarana 2008, hal ini terlihat dari Kebijakan Umum APBD tahun 2008 Provinsi Gorontalo, yaitu:
yang dimilikinya tidak berbeda dengan di kota. - Penambahan sarana dan prasarana pendidikan untuk meningkatkan daya
tampung dan daya jangkau pendidikan terutama di wilayah perdesaan.
- Pemerataan pembangunan sarana dan prasarana kesehatan agar mudah
dijangkau oleh masyarakat. Selain itu faktor ditunjang dengan pelayan
kesehatan secara optimal dan berkualitas terhadap masyarakat terutama
masyarakat miskin.
- Untuk tahun 2008 sasaran pembangunan transportasi darat adalah
meningkatnya panjang jalan dengan kondisi baik serta
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

pembangunan/peningkatan jalan‐jalan sebagai akses produksi.


5 Memiliki prasarana dan sarana yang memadai  Terdapat lembaga keuangan berupa bank yang menyediakan pinjaman berupa
untuk mendukung pengembangan sistem dan pinjaman untuk modal kerja, pinjaman untuk investasi, dan pinjaman untuk
usaha agribisnis yaitu: konsumsi. Selain itu juga terdapat koperasi. Jumlah koperasi di provinsi
 Pasar (pasar untuk hasil pertanian, sarana Gorontalo pada tahun 2008 sebanyak 865 unit . Dari total koperasi yang
berjumlah 865, sekitar 32,24 persen atau sebanyak 278 unit merupakan
pertanian, pasar jasa pelayanan, dan gudang koperasi tidak aktif.
 Lembaga keuangan (perbankan dan non  Di Provinsi Gorontalo terdapat 4 (empat) pelabuhan, yaitu Pelabuhan
perbankan) Gorontalo di Kota Gorontalo, Pelabuhan Anggrek dan Kwandang di Kabupaten
 Kelembagaan petani (kelompok tani, koperasi Gorontalo Utara, serta Pelabuhan Tilamuta di Kabupaten Boalemo.
dan asosiasi) yang berfungsi sebagai Sentra  Terdapat bandara penerbangan, yaitu Bandara Jalaludin
Pembelajaran dan Pengembangan Agribisnis
(SPPA)
 Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang
berfungsi sebagai Klinik Konsultasi Agribisnis
(KKA)
 Pengkajian teknologi agribisnis
 Prasarana transportasi, irigasi dan semua
yang mendukung usaha pertanian
6 Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat Wilayah provinsi Gorontalo adalah daerah agraris dengan keadaan topografi datar,
yang sesuai untuk mengembangkan komoditi berbukit-bukit sampai dengan bergunung dengan kondisi tipe iklim A sampai dengan
unggulan. type Iklim E menurut pembagian tipe iklim Smith & Ferguson, sehingga berbagai jenis
tanaman pangan dapat tumbuh dengan baik didaerah ini.

Sumber: Hasil analisis,2010


Tugas Besar Ekonomi Wilayah
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

BAB 4
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Kesimpulan
Berikut ini adalah kesimpulan dari bab-bab pembahasan sebelumnya:
 Propinsi Gorontalo merupakan propinsi baru yang terbentuk dari pemekaran wilayah yang
tumbuh menggunakan konsep agropolitan dengan komoditas unggulan berupa jagung.
 Faktor-faktor perkembangan agropolitan adalah sebagai berikut:
- Mayoritas masyarakatnya memperoleh pendapatan dari kegiatan agribisnis
- Didominasi oleh kegiatan pertanian, termasuk di dalamnya usaha industri (pengolahan)
pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian, perdagangan agrobisnis hulu (sarana
pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan.
- Relasi antara kota dan daerah-daerah hinterlandnya bersifat interpendensi yang
harmonis dan saling membutuhkan. Kawasan pertanian mengembangkan usaha
budidaya (on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm) dan kota
menyediakan penyediaan sarana pertanian, modal, teknologi, informasi pengolahan
hasil dan pemasaran hasil produksi pertanian.
- Pola kehidupan masyarakatnya sama dengan kehidupan kota karena prasarana dan
sarana yang dimilikinya tidak berbeda dengan di kota.

4.2 Rekomendasi

Berbagai hal yang dapat meningkatkan kegiatan agropolitan di Propinsi Gorontalo antara
lain:
a. Propinsi Gorontalo sebaiknya mengembangkan kota dan kabupaten yang potensi
pertanian dan perkebunannya meningkat dengan memprioritas produk unggulan
masing-masing wilayah.
b. Sebaiknya Propinsi Gorontalo lebih memperbanyak jumlah sarana dan prasarana yang
mendukung pengembangan system dan usaha agribisnis sperti:
1. Menambah jumlah unit pasar, ekspor, dan supply dalam negeri
2. Memperbanyak lembaga keuangan perbankan maupun non perbankan
Tugas Besar Ekonomi Wilayah

3. Meningkatkan sarana produksi pertanian, antara lain:


- Menghidupkan kembali kegiatan kelembagaan dan organisasi para petani untuk
mengembangkan bisnis dan memajukan usaha petani
- Menambah jumlah Balai Penyuluhan Pertanian
- Mengadakan pengkajian teknologi dalam agribisnis
- Menambah prsarana transportasi, irigasi dan segala usaha yang mendukung
pertanian.
c. Menambah jumlah sarana dan prasarana umum yang memadai serta sarana kebutuhan
masyarakat seperti: kesehatan, pendidikan, rekreasi,dll.
d. Tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup agar menjadi kawasan agropolitan yang
sustainable dan harmonis dalam hubungannya antara desa dan kota di dalamnya.
e. Mengembangkan regional networking dengan menjalin hubungan dengan agropolitan-
agropolitan lain yang memiliki komoditas yang berbeda (misalnya: Gorontalo
menghasilkan jagung, maka dilakukan networking dengan propinsi lain yang
menghasilkan padi, dst)

Anda mungkin juga menyukai