Anda di halaman 1dari 4

HUBUNGAN DAGANG DENGAN ISRAEL

http://www.eramuslim.com/konsultasi/fikih-kontemporer/hubungan-dagang-dengan-
israel.htm

Assalamu'alaikum
Ustadz Dr. Setiawan Budi Utomo yang saya hormati.

Sampai saat ini, sikap pemerintah Indonesia memang tidak jelas terhadap hubungan dagang
dengan Israel. Di masa presiden Gus Dur pernah ada rencana membuka hubungan dagang,
walaupun akhirnya ditunda. Ini masih mengundang tanda tanya.

Sebenarnya, bolehkah kita mengadakan hubungan dagang dengan Israel. Masalahnya, di


kalangan umat Islam sendiri, masalah ini masih kontroversial. Bagi mereka yang
membolehkan, dalihnya bahwa Rasulullah sendiri pernah melakukan hubungan dagang
dengan Yahudi.

Demikian, terimakasih atas jawabannya.

Wassalamu'alaikum

Adit, Jakarta

Jawaban

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Islam adalah agama universal yang rahmatan lil a’alamin (pembawa rahmat bagi alam
semesta) sebagaimana Allah mendudukkan umat manusia dalam satu derajat yang hanya
dilebihkan dengan ketakwaan. (QS.Al-Hujurat:13, Al-Haj:78) Inilah prinsip umum
mu’amalah kita dengan semua orang yang dibingkai dengan itikad baik “ta’awun ‘alal birri
wattaqwa” (bekerja sama dalam rangka ketakwaan dan kebajikan) tanpa melanggar prinsip
umum kemanusiaan dan nilai-nilai samawi.

Apabila orang yang kita ajak berbisnis adalah hanya berlainan keyakinan dan bukan terlibat
dengan kejahatan, baik melanggar hak-hak asasi manusia, anggota gerakan misi kesesatan
dan perusak moral, maka kita kembali kepada hukum asal yaitu boleh, sebagaimana fatwa
yang dikeluarkan oleh Lembaga Fatwa dan Riset Kuwait (majmu’ah Fatawa syar’iyah) Jilid
I, hal 342, di sinilah sebenarnya konteks Nabi juga bermu’amalah dengan orang Yahudi.
Meskipun begitu kita tetap memakai skala prioritas dalam kerjasama mengingat ukhuwah
Islamiyah.

Namun jika pihak yang kita ajak kerjasama itu dikenal sebagai penjahat, pelanggar hak-hak
orang lain dan tidak mengindahkan etika bermu’amalah maka haram hukumnya. Sebab kita
telah jatuh pada perangkap ta’awun ‘alal itsmi wal ‘udwan (melakukan kerjasama dalam dosa
dan pelanggaran) QS.Al-Maidah: 2. Secara spesifik dan tegas Syeikh Dr.Yusuf Al-Qardhawi
dalam bukunya “Al-Quds Qadhiyatu Kulli Muslim” menyerukan wasiat kepada kita: wajib
memboikot dan mengembargo Israel secara terus-menerus dan menyerukan kepada setiap
individu dan negara-negara muslim untuk tidak terlibat dalam hubungan kerjasama dengan
Israel.
Beliau menegaskan: “Ini adalah kewajiban negara bahkan individu muslim agar mengetahui
bahwa setiap dinar, riyal, dirham, ataupun poundsterling yang sampai ke Israil akan dibuat
proyek bom atom, dan nuklir atau senjata apapun untuk membunuh dan memburu kita.
Bahkan boikot ini harus diperluas bagi siapa saja yang mempunyai hubungan diplomatik
dengan Israel, khususnya Amerika yang selalu memberikan dukungan dan kekuatan bagi
Israel. Oleh karena itu wajib bagi seluruh umat Islam untuk memboikot komoditi Amerika
baik pesawat, alat transportasi dan komunikasi, sampai kepada hamburger, pizza, rokok dan
sebagainya.”

Bahkan sebelumnya, Syeikh Al-Qardhawi menyatakan bahwa wajib hukumnya menolak


kerjasama dengan pihak Israel dalam segala bidang; politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Jangan diperbolehkan adanya hubungan diplomatis dengan Israel.

Sebenarnya, masalah ini bukan berangkat dari sentimen rasial. Artinya sikap antipati ini
bukan karena Israel adalah bangsa Semit. Kita diajarkan Islam untuk menganggap semua
umat manusia adalah bersaudara, berasal dari satu bapak Nabi Adam AS. Sikap ini juga
bukan berangkat dari sentimen agama karena mereka beragama Yahudi, sebab agama Yahudi
adalah termasuk agama samawi.

Namun watak dan perilaku bandel, besar kepala dan keras kepala mereka yang senantiasa
memusuhi umat Islam sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur’an. (QS.Al-Maidah:83)
Dan faktor utama yang mendorong kita untuk memboikot bangsa Yahudi (Israel) adalah
karena mereka telah merampas dan menjajah tanah air kita bahkan kiblat kita pertama umat
Islam yakni Al-Quds, memperkosa hak-hak asasi dan kehormatan umat Islam Palestina
sampai detik ini yang merupakan implementasi tindak perusakan bangsa Yahudi di muka
bumi (QS.Al-Isra’:4-8)

Selain itu, bangsa Israel berpegang pada ajaran kitab “Talmud” yang menjadikan mereka
sebagai zionis yang ambisius dan haus darah, dan bukan kepada kitab Taurat yang diturunkan
kepada Nabi Musa.

Ini tercermin dalam penyakit patologis sosial mereka, diantaranya; 1. Rasialis, yang
mendorong mereka menganggap sebagai bangsa pilihan dan anak-anak emas yang
dimanjakan Tuhan, sehingga menganggap bangsa lain adalah binatang, sampah dan budak.2.
Anarkis, provokator, kepala batu dan anti kemapanan sosial (QS.Al-Maidah:13) Mereka
memiliki hobi perang dan menyembah ‘dewa perang’. 3. Agressor dan imperialis, yang
membuat ambisi mereka untuk menguasai seluruh daratan yang membentang dari sungai Nil
(Mesir) sampai Efrat (Irak) termasuk Yasrib (Madinah). 4. Amoral dan tidak mengindahkan
ikatan, komitmen dan etika sosial. (QS.Al-Anfal:56)

Bila kita lihat fakta sejarah masa lampau pada zaman Nabi di Kota Madinah ketika masih
bernama Yastrib adalah kota yang bersimbah darah oleh pertikaian bebuyutan antara dua
kabilah: Aus dan Khazraj sampai berlangsung 120 tahun tanpa ada pihak yang bisa
mendamaikan. Di tengah konflik laten itu, muncullah kepentingan bangsa Yahudi yang
tinggal di sekitar kota Yasrib. Mereka memanfaatkan situasi perang dan disintegrasi tersebut,.
Kaum Yahudi dari Bani Nadhir dan Bani Qoinuqo’ menyuplai senjata bagi pihak Khazraj,
sedang Yahudi Bani Quraidhah menyokong kubu Aus. Begitulah yang dilakukan Israel dan
Amerika dewasa ini dalam memanfaatkan kontradiksi permanen. Ambisi profokasi mereka
dihadang oleh dakwah Islam yang menyerukan perdamaian dan anti penjajahan.
Meski perang Aus versus Khazraj berakhir, orang Yahudi masih suka memicu konflik.
Karena ulah itulah, dua tahun setelah Nabi di Madinah, beliau membuat perjanjian berupa
Piagam Madinah dengan kaum mereka agar tercipta ketahan nasional dan kehidupan gotong
royong yang berdampingan secara baik.

Belakangan kaum Yahudi mulai bikin ulah. Pelanggaran demi pelanggaran mereka lakukan
terhadap Piagam Madinah. Yahudi Bani Nadhir disebutkan bahkan merencanakan hendak
membunuh Nabi sehingga mereka diusir keluar Madinah. Sebagian ke Khaibar, 320
kilometer dari Madinah. Mereka lalu memprovokasi kaum Quraisy Mekkah agar bersatu
menyerang Madinah dalam peristiwa yang dikenal sebagai perang Khandaq (parit). Kekuatan
mereka sekitar 10.000 tentara, melawan kaum muslimin yang hanya 3.000 orang. Belakangan
Yahudi Bani Quraidhah juga bergabung melawan kaum muslimin. Namun Allah SWT tetap
memenangkan kaum Muslimin dalam perang itu.

Meski begitu, memang tak semua orang Yahudi memusuhi Islam. Seorang cendikiawan dari
bani Qoinuqo’, Husain Ibn Salamah, masuk Islam beberapa bulan setelah mendengar seruan
Nabi. Nabi mengganti namanya menjadi Abdullah ibn Salam. Ia satu-satunya ulama Yahudi
yang masuk Islam. Ulama Yahudi lainnya, Mukhairiq dari Bani Tsa’labah, seorang ahli yang
menguasai kitab Taurat di daerah Hijaz, sekaligus seorang hartawan.

Ia tahu benar sifat dan nubuwah tentang Nabi Muhammad sebagaimana termaktub dalam
Taurat. Tatkala Nabi bersama kaum Muslimin ke Perang Uhud, ia ikut dan berkata kepada
kaumnya, kemenangan pasti berada ditangan Nabi Muhammad. Ia berwasiat bila gugur
dalam perang, seluruh hartanya diserahkan kepada Nabi agar dipergunakan menurut
kehendak Allah. Saat Mukhariq gugur, seluruh hartanya diambil Nabi, disedekahkan di kota
Madinah.

Meski berkali-kali dikhianati, hal itu tak menghalangi Nabi untuk berbuat adil kepada orang
Yahudi. Dalam suatu perkara, pernah nabi justru memenangkan kasus orang Yahudi atas
lawannya yang muslim, lantaran Nabi berpegang kepada argumen yang ada meski kemudian
si Yahudi masuk Islam, terharu oleh keadilan Nabi. Nabi juga berinteraksi dengan mereka.
Ketika beliau wafat, misalnya, beliau masih menggadaikan baju besi beliau kepada seorang
Yahudi yang kemudian ditebus oleh Ali ibn Abi Thalib.

Lobi Yahudi dan kekuasaan zionisme internasional yang besar atas media massa membuat
orang lupa akan hakikat negara Israel. Gambaran yang dimunculkan di Indonesia sampai saat
ini seolah-olah negara zionis Israel adalah negara-bangsa seperti halnya Indonesia yang
berjuang untuk persamaan hak, kemerdekaan seluruh rakyat, dan penghapusan perbudakan.

Tabiat negara Yahudi sangat berbeda dengan Indonesia. Tujuan pendirian negara RI adalah
penghormatan terhadap manusia sebagai makhluk Allah yang mulia, pengutukan terhadap
penjajahan berjenis apapun, usaha mewujudkan perdamaian dunia, dan lain-lain. Sementara
itu di negara Israel, konsep negara, ras, bahasa, cita-cita, agama, dan lain-lain dipertemukan
oleh satu kata: Yahudi. Tak ada satu negara pun di dunia yang mempunyai konsep negara
seperti Israel. Yahudianisme adalah konsep dasar yang mengilhami berdirinya negara israel.

Pertanyaan yang timbul, apakah pada era reformasi ini politik tak lagi membaca kitab suci,
peta agama dan sejarah? Oleh karena itu Syeikh Al-Qardhawi mengingatkan kepada kita
untuk kembali merujuk kepada paradigma dan sumber acuan yang benar dalam mengambil
kebijakan berhubungan dengan Israel yakni kitab suci al-Qur’an yang membeberkan berbagai
penyakit dan kejahatan bangsa Yahudi, kitab-kitab suci mereka seperti kitab Taurat, fakta
sejarah Yahudi, tulisan kontemporer mengenai ambisi, watak dan sepak terjang kaum Zionis
Yahudi, realitas kehidupan Yahudi yang membuktikan kebenaran gambaran kitab suci al-
Qur’an. (Lihat, Dr. Shalah Abdul Fatah Al-Khalidi dalam Syakshiyatul Yahud min Khilalil
Qur’an / Watak Yahudi dalam Al-Qur’an)

Boikot dan embargo serta berbagai aksi melawan zionis bukan karena kita termakan
propaganda dan disemangati oleh ide anti semit, justru kita memandang kaum yahudi pada
prinsispnya adalah ahlul kitab yang harus kita lindungi dan pelihara hak-hak mereka sebagai
sesama penganut kitab samawi.

Bagaimanapun, hubungan Indonesia dan Israel yang masih berstatus negara pencaplok dan
pelanggar HAM pada waktu ini akan membawa banyak masalah bagi Indonesia. Pembukaan
hubungan dagang ini antara lain akan memperkuat hegemoni Barat terhadap Indonesia dan
menyakitkan hati mayoritas masyarakat Islam. Kita berharap, kata menunda dari pemerintah
dalam hubungan dagang dengan israel bukan sekedar retorika belaka dan bukan sesuatu yang
bersifat sementara.

Wallahu A’lam wa Billahit Taufiq wal Hidayah.

Anda mungkin juga menyukai