2. Lingkungan
Pekerjaan (polusi tempat kerja, seperti bahan kimia, zat iritan, gas beracun), polusi udara
(gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan), dan alergen dapat mempengaruhi
perkembangan CPOD. Terpapar oleh jamur, nitrogen atau gas sulfur, asbestos, bulu
binatang, hairspray, dan debu rumah tangga dapat memicu serangan asma. Indoor Air
Pollution (polusi di dalam ruangan) memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan
dengan polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. Penggunaan
batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil
energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya juga dapat
berpengaruh.
Pada saat serangan akut, terjadi spasme pada jalan napas yang menyebabkan sulit
bernapas dan menimbulkan perasaan sesak napas yang luar biasa. Peningkatan sel-sel
goblet mukosa, penebalan dan hipertrofi jalan napas, dan sekresi mukus yang banyak dan
kental adalah ciri dari bronkhitis asmatik kronik.
3. Keluarga
Banyak penyakit, termasuk penyakit sistem pernapasan, cenderung berasal dari keluarga.
Genetik predisposisi, juga kebiasaan membersihkan rumah secara turun-temurun, dapat
mengakibatkan timbulnya suatu penyakit. Oleh karena itu, mengetahui riwayat kesehatan
dari keluarga merupakan suatu hal yang penting.
Meskipun emfisema merupakan penyakit yang penyebab utamanya adalah
merokok, tetapi emfisema dapat juga disebabkan oleh faktor genetik, yaitu defisiensi
alpha-antitrypsin (AAT). AAT merupakan enzim antiproteolitik nonspesifik, atau dengan
kata lain ATT merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin. Biasanya menekan
pelepasan protease, yang merupakan enzim yang dapat menghancurkan dan melisiskan
jaringan paru-paru. Protease dilepaskan oleh leukosit, makrofag alveolar, dan bakteri
sebagai bagian dari respon inflamasi. Jika tidak ditahan, protease akan menghancurkan
struktur elastin dari jaringan paru, serta kehilangan fungsi elastik rekoil dari jalan napas
yang lebih kecil. Pembesaran dari saluran napas distal ke terminal bronkiolus
berkembang. Setelah kehilangan elastisitas rekoil, saluran napas cenderung kolaps saat
ekshalasi. Overinflasi dan udara yang terperangkap dapat menyebabkan dinding alveolar
yang menggembung menjadi ruptur. Kantung besar berisi udara yang tersendat, yang
disebut bulae, akan terbentuk. Karena menurunnya beberapa alveoli yang fungsional,
maka dispnea akan meningkat.
Klien dengan COPD biasanya memiliki bronkitis kronis, emfisema pulmonal, dan asma
dalam perjalanan penyakitnya. Manifestasi utama berupa napas yang pendek, yang
biasanya menjadi fokus utama dari perawatan.
Referensi:
Rice, Robyn. (1996). Home Health Nursing Practice: Concept & Application 2nd Edition.
Missouri: Mosby.
Bayu. “COPD”. http://bayuaslilow.multiply.com/journal/item/2 (diakses pada tanggal 26
September 2010; pukul 22.00 WIB)
GOLD. “Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention”.
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989 (diakses
pada tanggal 26 September 2010; pukul 23.34 WIB)
GOLD. “Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease”. http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1
=2&l2=1&intId=1116 (diakses pada tanggal 26 September 2010; pukul 23.40
WIB)