Rate This
I. PENDAHULUAN
Difteri adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh
Corynebacterium diphtheriae. Terdapat 3 tipe basil, yaitu gravis, mitis dan intermedius yang
dibedakan berdasarkan morfologi koloni, hemolisis dan reaksi fermentasi.
Difteri banyak menyebabkan kematian pada anak di masa prevaksin. Antitoksin difteri
ditemukan oleh Roux dan Yersin pada tahun 1889. Pada tahun 1920, toksoid difteri mulai
dikembangkan.
Difteri endemik di berbagai negara. Dalam sepuluh tahun terakhir angka kejadian terbanyak
terdapat di negara-negara pecahan Unisoviet pada tahun 1990-1995 dan jumlahnya berkurang
setelah dilakukan penggalakan program imunisasi.
Penyakit ini dapat menyerang pria maupun wanita, tidak ada predileksi pada ras tertentu. Di
daerah endemik, difteri banyak menyerang anak < 15 tahun tetapi akhir-akhir ini banyak
menyerang orang dewasa yang tidak mendapat vaksinasi.
Patofisiologi
Difteri faring dan tonsil paling sering dijumpai. Gejala awalnya berupa nyeri tenggorok,
demam < 102 oF, malaise dan disfagi. Pembentukan pseudomembran dimulai setelah 2-5 hari
masa inkubasi yang tumbuh di dinding faring, tonsil, uvula dan palatum molle. Membran
dapat meluas ke laring dan trakea. Pembengkakan kelenjar limfe regional menyebabkan leher
tampak seperti leher sapi (bull neck).
Laring
Difteri laring jarang ditemukan sebagai infeksi primer. Gejalanya yaitu suara serak dan bila
berat suara dapat hilang dan menyebabkan obstruksi saluran pernafasan. Difteri laring paling
banyak terjadi pada bayi.
Kulit
Difteri kulit biasanya terjadi pada kulit yang sebelumnya mengalami trauma atau kulit yang
rusak. Umumnya terjadi di iklim tropis. Gejalanya kulit perih dan eritem pada tempat infeksi
yang kemudian menjadi ulkus dan membentuk membran coklat keabuan.
Hidung
Gejalanya rhinitis erosif, sekret yang purulen disertai pembentukan membran. Khas
terdapatnya ulkus dangkal di nares anterior dan bibir atas.
Tempat lain
Infeksi dapat menyerang tempat lain seperti telinga luar, mata (konjungtiva palpebra) dan
mukosa genital. Septikemia jarang terjadi tapi dapat berakibat fatal.
- Epiglotitis
- Impetigo
IV. PEMERIKSAAN
Kultur
C. diphtheriae dapat tumbuh pada berbagai perbenihan antara lain agar Tellurit, Loffler,
Hoyle, Mueller dan Tinslade.
Tes Toksisitas
Menggunakan Elek test untuk menentukan apakah C. diptheriae yang diisolasi memproduksi
toksin.
Pembedahan
Diperlukan pada pasien dengan komplikasi neurologi dan obstruksi pernafasan yang berat.
VI. PENCEGAHAN
Imunisasi dasar untuk anak biasanya diberikan bersama tetanus toksoid dan vaksin pertusis
(DTaP). Orang yang ingin berpergian ke negara endemis sebaiknya di imunisasi terlebih
dahulu.
VII. KOMPLIKASI
- Saraf : frank paralisis, paralisis N. cranialis, paralisis N. phrenicus, Sindroma Guillan
Barre.
VIII. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari beberapa faktor, antara lain virulensi kuman, umur pasien, status
imunisasi, tempat infeksi dan waktu pemberian antitoksi
http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/07/difteria/