Anda di halaman 1dari 31

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja

Baja merupakan logam paduan dimana unsur besi (Fe) sebagai unsur dasar

dan unsur karbon (C) sebagai paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja

berkisar antara 0,008% - 2%, untuk baja yang memiliki kandungan karbon antara

0,008% - 0,8% berat maka disebut dengan baja Hypoeutektoid sedangkan yang

memiliki kandungan karbon 0,8% - 2% berat disebut dengan baja Hypereutektoid.

Dalam proses pembuatan baja akan terdapat unsur – unsur lain selain karbon yang

akan tertinggal didalam baja tersebut dan sulit untuk dihilangkan yaitu Mangan

(Mn), Silikon (Si), Chrom (Cr), Vanadium (V), Molibdenum (Mb) dan unsur

lainnya. Dalam hal aplikasi baja merupakan bagian terpenting dalam kehidupan

manusia dan dalam perkembangan teknologi yang sudah ada sampai saat ini baja

memiliki peranan terpenting dalam mendukung hal tersebut. Dalam mendukung

kehidupan manusia misalnya, alat – alat rumah tangga, perkantoran, perbengkelan

dan alat – alat kosmetik yang biasa kita gunakan pasti akan bersentuhan dengan

baja. Dan didalam mendukung perkembangan teknologi industri baja berperan

dalam hal infrastruktur bangunan dan alat – alat berat yang digunakan. Selain itu

baja juga mengalami perkembangan yang cukup signifikan, bahkan dalam hal

perkembangan teknologi didunia kesehatan baja berperan dalam membantu pasien

– pasien yang mengalami patah tulang guna membantu menyambungkan kembali

tulang yang patah tersebut. Kandungan karbon dalam baja akan menentukan sifat

6
7

mekanik yang dimiliki oleh baja tersebut khususnya dalam hal kekerasan dan kuat

tarik. Adapun sifat mekanik baja pada umumnya memiliki level kuat tarik

menengah dengan nilai kuat tarik berkisar antara (200 – 300 MPa atau 30 – 40

ksi) serta dengan ketangguhan yang baik untuk menghasilkan kekuatan melebihi

1400 MPa (200 ksi) serta nilai fracture toughness sebesar 110 MPa [ASM

international,2002].

2.2 Klasifikasi baja

Baja dapat diklasifikasikan dalam beberapa sistem berbeda tergantung

pada : [ASM handbook vol.1,2005]

a. Komposisi, misalnya : kadar karbon dan paduan yang digunakan.

b. Metode manufaktur, misalnya : open hearth, basic oxygen process, atau

electric furnace methods.

c. Finishing method, misalnya : pengerolan panas atau pengerolan dingin.

d. Bentuk produk, misalnya : bar, pelat, lembaran, tubing atau structural

shape.

e. Deoxidation practice, misalnya ; killed, semikilled, capped atau rimmed

steel.

f. Mikrostruktur , misalnya : ferit, perlit dan martensit.

g. Required strength level : dijelaskan pada ASTM standard.

h. Perlakuan panas, misalnya : aniling, kuens, tempering dan

thermomechanical control process.

Berikut merupakan beberapa penjelasan lebih lanjut mengenai klasifikasi baja di

atas.
8

2.2.1 Klasifikasi baja berdasarkan komposisi karbon

Berdasarkan kadar karbon yang dimiliki oleh baja maka baja dapat di bagi

ke dalam tiga kategori yaitu :

a. Baja karbon rendah

b. Baja karbon menengah

c. Baja karbon tinggi

Berikut merupakan penjelasan singkat mengenai ketiga kategori tersebut.

a. Baja karbon rendah (low carbon steel)

Baja karbon rendah (low carbon steel) memiliki kadar karbon berkisar antara

0,05 % - 0,20% C. Dengan memiliki sifat mekanik mudah ditempa dan dilakukan

permesinan. Sifat mekanik ini dimiliki karena struktur mikro yang dominan di

dalam baja karbon rendah adalah struktur feritik yang memiliki sifat lunak dan

mampu bentuk yang tinggi. Sehingga pada penggunaannya, baja jenis ini dapat

digunakan sebagai bahan baku pembuatan bodi mobil, struktur bangunan, pipa,

rantai, paku, sekrup, rangka jembatan dan berbagai macam pabrikasi yang lain.

b. Baja karbon menengah (medium carbon steel)

Baja karbon menengah memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan baja

karbon rendah yaitu, kekuatan lebih tinggi daripada baja karbon rendah. Adapun

sifat mekanik yang dimiliki adalah sulit untuk dibengkokkan, dilas dan dipotong.

Kadar karbon yang dimiliki oleh baja karbon menengah adalah berkisar antara 0,3

– 0,5 % C. Penggunaan baja karbon menengah biasanya adalah untuk pembuatan

obeng, rel, gandar mobil dan beberapa komponen otomotif yang membutuhkan

sifat kekerasan lebih tinggi dari baja karbon rendah.


9

c. Baja karbon tinggi (high carbon steel)

Baja karbon tinggi memiliki kekerasan lebih baik jika dibandingkan dengan

baja karbon rendah dan menengah. Memiliki sifat mekanik sulit dibengkokkan,

dilas dan dipotong. Kadar karbon yang terdapat pada baja karbon tinggi adalah

berkisar antara 0,60 % - 1,50 % C. Baja karbon tinggi digunakan sebagai obeng,

palu, pisau, gergaji, pisau untuk memotong baja dan alat perkakas.

2.2.2 Klasifikasi baja berdasarkan mikrostruktur

Mikrostruktur yang ada pada baja karbon sangat bervariatif berdasarkan

kadar karbon yang terkandung di dalam baja tersebut. Adapun beberapa

mikrostruktur yang terkandung di dalam baja karbon adalah sebagai berikut :

a. Ferit

b. Perlit

c. Ferit - Perlit,

d. Martensit

e. Bainit

f. Austenit

g. Austenite - Ferit

h. Presipitasi hardened

i. Struktur dupleks

Secara lebih jelas diagram di bawah ini (Gambar 2.1) akan menggambarkan

pengklasifikasian baja karbon berdasarkan nama dan mikrostruktur.


10

Gambar 2.1 Klasifikasi baja [Stefanescu D.M.,2005]

2.3 Baja Karbon rendah (low carbon steel)

Baja karbon rendah adalah logam paduan yang merupakan kombinasi dari

besi (Fe) dan karbon (C) dan paduan elemen lain yang jumlahnya tidak terlalu

banyak untuk dapat mempengaruhi sifatnya [ASM international,1996]. Adapun


11

kadar karbon yang dimiliki oleh baja karbon jenis ini adalah tidak lebih dari 0,2%

C [Stefanescu,2005]. Serta sejumlah kecil paduan-paduan lain seperti mangan

(Mn), silikon (Si) dan tembaga (Cu) yang memiliki batas maksimal kandungan

tidak lebih dari 2%. Baja karbon rendah memiliki sifat mekanik yaitu, lunak dan

mudah dibentuk. Hal ini dikarenakan pada kadar karbon yang sangat rendah

struktur mikro yang dimiliki oleh material tersebut didominasi oleh fasa ferit yang

memiliki sifat lunak dan memiliki mampu bentuk yang tinggi. Adapun gambar

struktur mikro yang dimiliki oleh baja karbon sangat rendah adalah seperti yang

ada pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Fully ferritic ultra low carbon steel [Saptono,2007]

Semakin bertambahnya kadar karbon dalam suatu material maka akan

meningkatkan kekerasan dari material tersebut. Dikarenakan penambahan kadar

karbon akan membentuk endapan sementit (Fe3C) pada batas butir yang tergambar

pada Gambar 2.3, atau fasa perlit (Fe+Fe3C) yang memiliki sifat keras dan getas.
12

perlit

ferit

Gambar 2.3 Struktur mikro baja karbon rendah [Saptono,2007]

Peningkatan kadar karbon pada baja karbon rendah yang memiliki fasa ferit-perlit

akan meningkatkan sifat mekanik baja tersebut, terutama kekerasan. Karena, sifat

yang dimiliki oleh endapan sementit yang keras. Hal ini digambarkan seperti yang

ada pada Gambar 2.4 di bawah ini.

Gambar 2.4 Diagram fasa Fe-Fe3C [USU,2009]


13

Akan tetapi penggunaan baja karbon rendah masih mendominasi pada dunia

industri, karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi jika dibandingkan dengan

baja karbon lain. Pada umumnya penggunaan baja karbon rendah adalah hasil

pengerolan, teranilisasi dan normalisasi. Sifat mekanik yang dimiliki oleh baja

karbon rendah sangat dipengaruhi oleh ukuran butir ferit yang dimiliki oleh baja

karbon jenis ini. Karena memiliki sifat mekanik yang lunak dan mudah dibentuk

pada aplikasinya baja karbon rendah sering digunakan untuk keperluan

pembuatan pipa, bodi mobil, tiang pancang dan baja struktur.

2.3.1 Baja Karbon Rendah Grade JIS G 3101 (SS 400)

Baja ini merupakan produk dari baja pengerolan panas yang berupa pelat

dan lembaran. Baja karbon rendah jenis ini berdasarkan standard Japan Industrial

Standard (JIS). Baja dengan grade G 3101 ini termasuk kedalam jenis baja

karbon rendah dengan kadar karbon tidak lebih dari 0,13%. Serta paduan-paduan

lain berupa mangan (Mn), silikon (Si), posfor (P), sulfur (S) dan yang lain, yang

total paduan tersebut adalah tidak lebih dari 1%. Adapun karakterisasi mekanik

dari baja SS 400 ini adalah seperti yang tertera pada Tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1 Spesifikasi mekanik baja SS 400

Grade Yield point or yield strength (N/mm2) Tensile Elongation


Thickness (mm) strength Thicknes Test % (min).)
t≤16 16<t≤40 40<t≤100 t>100 (N/mm2 s (mm) piece
)
6≤t≤16 No.1 17
SS 400 245 235 min 215 min 205 400-510 A
min min 16<t≤50 No.1 21
A
40<t No.4 23
14

2.4 Pengerolan (rolling)

Pengerolan merupakan pengerjaan pada logam dengan cara melewatkan

benda kerja kedalam celah antara dua buah roll yang berputar dengan arah yang

berlawanan. Deformasi pada logam terjadi akibat tegangan tekan yang diberikan

kedua roll tersebut pada benda kerja dan tegangan geser permukaan yang terjadi

akibat gesekan yang terjadi antara permukaan benda kerja dengan roll. Gaya

gesek yang terjadi juga berfungsi untuk menarik benda kerja masuk kedalam

celah antara dua roll tersebut [Utomo,2005].

Berdasarkan temperatur pengerjaan, pengerolan dalam dunia industri di

bagi menjadi dua, yaitu pengerolan panas dan dingin. Adapun pengerolan panas

dalam aplikasi di dunia industri baja menjadi proses primer sedangkan pengerolan

dingin menjadi proses sekunder. Pada dasarnya proses pengerolan dilakukan guna

mereduksi ukuran (tebal dan lebar) dari benda kerja. Proses pengerolan

merupakan proses pengerjaan pada logam yang paling umum digunakan,

dikarenakan pada pengerjaannya menghasilkan produk benda kerja yang memiliki

sifat mekanik yang dapat dikendalikan dengan akurat melalui proses

termomekanik.

2.4.1 Pengerolan Panas (hot rolling)

Pengerolan panas merupakan proses pengerolan yang dilakukan pada

temperatur di atas temperatur rekristalisasi logam. Pada umumnya temperatur

rekristalisasi logam (baja) adalah 0,4 – 0,5 Tm (temperatur leleh) dalam satuan

Kelvin (K) [Utomo,2005]. Proses pengerjaan pada temperatur tersebut

mengakibatkan pengerasan regang dan struktur butiran yang terdeformasi akan


15

cepat hilang dengan terbentuknya butiran-butiran baru yang bebas regangan

akibat terjadinya proses rekristalisasi. Butiran baru yang bebas regangan

mengakibatkan pelunakan logam pada temperatur tinggi. Pada proses pengerolan

panas ini, tidak memerlukan energi deformasi yang terlalu besar dikarenakan telah

terjadi pelunakan pada struktur logam. Sehingga deformasi yang terjadi pada

logam akan semakin besar dengan semakin meningkatnya temperatur pengerjaan.

Gambaran umum mengenai pengerolan panas dapat dilihat pada Gambar 2.5

dibawah ini.

Gambar 2.5 Skematik proses hot rolling [Hyun J.R.,2008]

Proses pengerolan panas diawali dengan pemanas kembali (reheating) pada

reheating furnace dengan temperatur pemanasan 1070-1260 0C tergantung pada

jenis baja yang akan dilakukan pengerolan [Hensel & Poluchin,1990]. Dengan

tujuan menghomogenisasikan butiran atau struktur mikro pada slab atau bloom

yang akan dilanjutkan dengan pengerolan kasar (roughing mill) dengan

temperatur pengerjaan berkisar antara 1050-1150 0C, yang bertujuan untuk

mereduksi slab dengan ketebalan 200 mm menjadi transfer bar dengan ketebalan

28-40 mm [PT.Krakatau Steel,2005]. Kemudian diteruskan pada pengerolan akhir

dilanjutkan oleh run out table yang berfungsi untuk mengantarkan benda kerja
16

menuju ke mesin penggulung (coiler), sebelum masuk ke mesin penggulung

benda kerja akan melewati tahap pendinginan oleh laminar cooling guna

mendapatkan temperatur yang diinginkan

2.4.2 Pengerolan Dingin (cold rolling)

Pengerolan dingin adalah pengerolan yang dilakukan pada temperatur

dibawah temperatur rekristalisasi logam. Deformasi dibawah temperatur

rekristalisasi akan meyebabkan meningkatnya kekerasan dan kekuatan logam.

Akan tetapi hal ini akan disertai dengan penurunan ketangguhan dan kuat luluh

dari logam tersebut. Proses pengerolan dingin merupakan sub-proses atau proses

lanjutan setelah proses continuous casting dan pengerolan panas. Skematik proses

pengerolan dingin dapat dilihat pada Gambar 2.6 di bawah ini.

Gambar 2.6 Skematik proses cold strip mill [Thyssen,1995]

Keterangan gambar :

16. coiler 21. Inspection,trimming,oiling

17. welder 22. Measuring equipment

18. scale breaking, tension leveler 23. Cold rolling tandem mill

19. pickling line 24. Measuring equipment

20. rinsing & drying 25. Bacth annealing furnace


17

26. temper rolling mill

Proses pengerolan dingin dilakukan tanpa pemanasan awal, akan tetapi untuk

baja-baja khusus seperti baja pegas,baja perkakas,baja temper dan baja paduan

membutuhkan pemanasan awal sebelum masuk tahap pickling dan pengerolan

[Hensel & Poluchin,1990]. Pengerolan dingin di awali dengan preparasi

permukaan, karena baja hasil pengerolan panas biasanya memiliki permukaan

yang tidak bersih dari berbagai macam pengotor seperti oksida-oksida logam dan

scale. Pickling dilakukan guna membersihkan permukaan logam dari berbagai

macam pengotor tersebut. Untuk baja tanpa paduan proses ini biasa dilakukan

dengan menggunakan asam inorganik seperti sulphuric acid atau muriatic acid

yang dilarutkan dengan air [IISI,1987]. Setelah dilakukan preparasi permukaan

barulah benda dilakukan pengerolan di cold rolling tandem mill guna mereduksi

ukuran (tebal). Pada umumnya ukuran benda kerja pengerolan dingin berkisar

antara 1.5 mm - 5 mm direduksi hingga 0.02 mm - 4 mm, tergantung pada jenis

baja dan produk yang diinginkan [Hensel & Poluchin,1990]. Selama dilakukan

proses pengerolan dingin struktur butir dari benda kerja pasti akan rusak dan

mengalami perpanjangan. Dengan kondisi tersebut, pada umumnya pada benda

kerja hasil pengerolan dingin diberikan proses pemanasan kembali pada suhu

yang sudah ditentukan guna mengembalikan sifat ketangguhan atau mampu

bentuk dari benda kerja tersebut atau biasa disebut proses annealing. Proses ini

dilakukan pada Bacth annealing furnace, dengan temperatur untuk material baja

minimal 600 0C [Verein,1989]. Tahap terakhir dari proses ini adalah pengerolan

temper dengan mereduksi kembali tebal dari baja hasil anil sebesar 0,5 - 3%
18

dengan tujuan memberikan kekasaran yang tepat pada permukaan, memperbaiki

kerataan dari baja lembaran, menutupi kerusakan pada derajat tertentu dan untuk

memberikan tegangan yang cukup dalam upaya untuk menekan yield point untuk

mengeliminasi terjadinya stretcher strains dalam proses pembentukan di

konsumen [PT.Krakatau Steel,2005].

Peningkatan kekuatan dan kekerasan pada logam hasil pengerolan dingin

sangat dipengaruhi oleh struktur mikro pada logam tersebut, yang mana struktur

mikro juga berhubungan dengan ukuran butir logam. Efek dari pengerolan dingin

adalah semakin kecilnya ukuran butir benda kerja, sehingga akan semakin banyak

batas butir. Batas butir akan berfungsi sebagai penghalang terjadinya pergerakan

dislokasi. Dari hal tersebut, jika semakin banyak batas butir maka pergerakan

dislokasi akan semakin berkurang sehingga tingkat kekerasan suatu material akan

semakin meningkat. Semakin keras logam maka logam tersebut akan semakin

sulit untuk di bentuk, sehingga akan menjadi getas.

2.5 Pengerjaan hangat (warm working)

Ketika suatu material dilakukan pengerjaan panas maka material tersebut

akan bersifat lunak dan memiliki mampu bentuk yang tinggi. Sifat ini dimiliki

akibat dari pengerasan regang pada struktur butiran yang cepat hilang akibat

terbentuknya butiran baru yang bebas regangan hasil dari proses rekristalisasi.

Karena batas minimum dilakukannya pengerjaan panas adalah pada temperatur

0,6 Tm [Jonas,1969], dimana Tm adalah titik leleh dari logam dalam satuan K

(Kelvin). Pada sisi lain, ketika suatu material dilakukan pengerjaan dingin maka

yang terjadi adalah pengerasan regang pada butiran sehingga mengakibatkan


19

material yang dilakukan pengerjaan dingin cenderung memiliki tingkat kekerasan

yang tinggi dan getas. Karena batas maksimal dilakukan pengerjaan dingin adalah

0,3 Tm, dan untuk pengerjaan di bawah temperatur tersebut mekanisme recovery

hanya berpengaruh terhadap sifat fisik saja tidak sampai merubah sifat mekanik

logam [McQueen,1975]. Oleh sebab itu pengerjaan hangat (warm working) dapat

didefinisikan sebagai proses pembentukan material yang mana temperatur

deformasi untuk logam adalah 0,3 – 0,6 Tm [Hawkins,1984]. Pada daerah

temperatur tersebut merupakan batas terjadinya recovery, dimana derajat

pengerasan regang yang terjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan pengerjaan

dingin.

Mengacu pada definisi pengerjaan hangat di atas bahwa temperatur

pengerjaan hangat untuk baja dengan kandungan karbon sebesar 0,11 % C adalah

250 – 775 0C [Hawkins,1984]. Hal ini mendekati definisi yang dinyatakan oleh

Hirschvogel yaitu temperatur pengerjaan hangat adalah berkisar antara 200 – 800
0
C untuk material baja [Hirschvogel,1979]. Dalam prakteknya, batas minimum

dari temperatur pengerjaan hangat untuk material baja adalah diatas 450 0C. Hal

ini menghindari terjadinya regangan normal, kenaikan tegangan alir dan

penurunan ketangguhan yang dapat terjadi pada temperatur di bawah 450 0C

[Hirschvogel,Mamalis,1979,1977].

Aplikasi produk hasil pengerjaan hangat pada dunia industri pada

umumnya dalam bentuk hampir jadi atau setengah jadi dan merupakan hasil dari

pengerjaan penempaan/ekstrusi. Dewasa ini pengembangan dalam hal

strukturmikro sudah menjadi hal yang sangat diperhatikan, yang mana


20

sebelumnya hal ini tidaklah terlalu dipermasalahkan. Hal ini terlihat pada material

hasil penempaan dan ekstrusi dilanjutkan dengan pengerjaan panas seperti

karburisasi. Pengerjaan lanjut ini akan mempengaruhi kekerasan dan isotropi dari

sifat mekanik produk hasil pengerjaan hangat.

2.5.1 Perbandingan dengan pengerjaan panas dan dingin

Pada pembentukan komponen hasil pengerjaan dingin merupakan

perpaduan antara penempaan dan ekstrusi. Beberapa produk hasil pengerjaan

hangat dapat berupa roda gigi (gear), piston, silinder, bearing rings, bodi starter

motor dan komponen otomotif yang lain [Rogers,1976]. Komponen - komponen

tersebut dapat pula dihasilkan dengan pengerjaan panas, pengerjaan dingin atau

dengan permesinan dari wrought stock.

2.5.1.1 Perbandingan dengan pengerjaan panas

Jika dibandingkan dengan pengerjaan panas, pengerjaan hangat akan

memiliki beberapa keuntungan, seperti [Hirschvogel,Page,Lindner,Dean,1974-80]

a. Peningkatan akurasi dimensi

b. Peningkatan kualitas permukaan. Hal ini disebabkan karena permukaan

yang teroksidasi tidak terlalu berpengaruh selama penempaan hangat,

karena scaling hanya menjadi cepat pada temperatur di atas 800 0C.

c. Menghemat penggunaan material, total energi yang diperlukan dan lebih

sedikit proses permesinan.

Selain hal-hal tersebut di atas, keuntungan lain yang akan diperoleh dengan

menggunakan pengerjaan hangat jika dibandingkan dengan pengerjaan panas

adalah, Metode ini menghasilkan struktur mikro yang lebih halus dengan sifat
21

mekanis yang tinggi dan material yang terbuang akibat proses dekarburisasi atau

oksidasi yang lebih rendah [Kozasu,1993]. Total biaya pembentukan hangat,, jika

dibandingkan dengan pembentukan panas dan dingin untuk produksi socket

spanner atau rear axle dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2 Perbandingan harga dari beberapa proses pembentukan

[forming,1980]

Produk Perbandingan harga (%)


Hot forging Warm forging Cold forging
Socket spanner 72 83 100
Vehicle rear axle 82 72 100

Kekurangan yang paling besar dari proses pembentukan hangat jika dibandingkan

dengan proses pembentukan panas adalah meningkatnya laju tegangan yang

terjadi pada penurunan temperatur deformasi. Selain itu, pada proses

pembentukan hangat akan membutuhkan energi deformasi yang lebih besar jika

dibandingkan dengan pembentukan panas karena penurunan temperatur

pengerjaan. Peningkatan laju tegangan yang terjadi pada pembentukan hangat

telah ditentukan pada temperatur diantara 1200 – 600 0C untuk beberapa baja

dengan menggunakan pengujian tekanan melalui luas nilai regangan [Dean &

Sturgess,1973]. Dari hasil pengujian tersebut, dan dari beberapa penelitian yang

sudah dilakukan didapatkan bahwa beban pembentukan akan meningkat 1,5 – 2,5

kali pada temperatur 800 0C dan 3 – 5 kali pada temperatur 600 0C, jika

dibandingkan dengan pengerjaan pada temperatur 1200 0C [Anon,1971].

2.5.1.2 Perbandingan dengan pengerjaan dingin


22

Keuntungan paling nyata dari pengerjaan hangat jika dibandingkan dengan

pengerjaan dingin adalah penurunan laju tegangan dan pengerasan regangan yang

lebih rendah. Yang mana pengerjaan hangat harus dilakukan pada temperatur di

atas 300 0C agar keuntungan pengerjaan hangat dapat bekerja. Perbedaannya,

austenitic stainless-steel fasteners terbentuk pada temperatur diantara 200 – 400


0
C hal ini menghindari terjadinya pengerasan regangan yang berlebihan yang

mana biasa terjadi pada temperatur ruang. Hal tersebut dapat di lihat pada Gambar

2.7 di bawah ini.

Gambar 2.7 Grafik efek temperatur terhadap tegangan-regangan baja

karbon rendah [Samanta,1968]


23

Selain keuntungan yang telah disebutkan di atas ada beberapa keuntungan lain

yang dihasilkan oleh pengerjaan hangat jika dibandingkan dengan pengerjaan

dingin, yaitu [Yajima,1987] :

a. Membutuhkan energi deformasi yang lebih rendah

b. Menghasilkan deformasi yang lebih seragam terhadap daerah transversal

c. Menghasilkan struktur mikro dengan tegangan sisa yang lebih rendah

d. Dapat diaplikasikan pada baja secara luas

Metode pengerjaan hangat yang dapat menghasilkan sifat mekanik yang

lebih baik jika dibandingkan dengan pengerjaan dingin khususnya dalam sifat

ketangguhan, dimana pada logam hasil pengerjaan dingin cenderung memiliki

sifat ketangguhan yang rendah. Pemanasan yang dilakukan hingga temperatur

tidak lebih dari 800 0C dan di atas 300 0C pada pengerjaan hangat akan

membebaskan tegangan sisa yang terdapat pada batas butir sehingga hal ini dapat

meningkatkan ketangguhan pada benda kerja. Peningkatan ketangguhan pada

logam hasil pengerjaan hangat ini sudah di produksi secara komersial oleh Lucas

Electrical Ltd. untuk memproduksi komponen pada sepeda motor (Gambar 2.8).

Gambar 2.8 komponen sepeda motor hasil pengerjaan hangat


24

2.6 Pengerolan hangat (warm rolling)

Pengerolan hangat adalah reduksi ukuran (tebal/thicknes) atau deformasi

pada fasa antara ferit-perlit dan ferit-austenit (200 – 800 0C) yang bertujuan

mendapatkan butiran ferit halus (fine ferrite) dengan sifat mekanik yang lebih

baik. Adapun proses pengerjaan yang dilakukan pada proses pengerolan hangat

adalah tidak jauh berbeda dengan proses pengerolan panas, hanya temperatur

pengerjaan dari proses inilah yang membedakannya. Mekanisme penghalusan

butiran ferit pada pengerolan hangat terjadi melalui tahapan recovery,rekristalisasi

dan pertumbuhan butir dapat di lihat pada Gambar 2.9 di bawah ini.

Gambar 2.9 Skematik proses recovery,recrylization & grain growth [Medraj]

Gambar skematik di atas menjelaskan mekanisme pertumbuhan butiran

baru yang terjadi pada proses pengerolan panas dan hangat. Berikut adalah

penjelasan mengenai ketiga mekanisme tersebut.


25

a. Pemulihan (recovery)

Pemulihan didefinisikan sebagai perbaikan sifat fisik logam hasil pengerjaan

dingin tanpa ada perubahan apapun yang dapat dilihat dalam struktur mikro.

Dalam pemulihan diperlukan adanya aktivasi termal, karena mekanismenya

melibatkan pergerakan kekosongan (lawan dari pergerakan atom) dan pergerakan

dislokasi. Pada tahap ini dislokasi bergerak relatif teratur, sehingga pada proses

ini sifat mekanik seperti kekuatan dan kuat tarik relatif tidak berubah.

b. Rekristalisasi (recrystallization)

Rekristalisasi adalah proses pergantian struktur hasil pengerjaan dingin oleh

kumpulan butir baru bebas regangan. Rekristalisasi merupakan reorientasi sub-

butiran yang memiliki batas butir bersudut kecil (low angel grain boundary) hasil

poligonisasi menjadi butiran yang lebih besar dengan batas batas butir bersudut

tinggi (high angel grain boundary). Kisi-kisi yang terdeformasi digantikan

sepenuhnya oleh kisi baru bebas regangan melalui proses nukleasi (pengintian)

dan pertumbuhan butir. Pada tahap ini kekuatan dan kekerasan mulai berkurang

sedangkan keuletan dan ketangguhan mulai bertambah.

c. Pertumbuhan butir (grain growth)

Pada saat proses rekristalisasi selesai, butir yang tumbuh telah menggantikan

semua butir yang mengalami regangan. Apabila temperatur dinaikkan, butir yang

berukuran besar akan membesar dengan cara mengkonsumsi butir dengan ukuran

yang lebih kecil, sehingga ukuran butir yang lebih kecil tersebut perlahan-lahan

akan menyusut dan lama kelamaan akan hilang. Butir dengan sisi lebih banyak

dari enam akan membesar, sedangkan yang kurang dari enam akan menyusut dan
26

menghilang. Butiran pada logam mempunyai batas butir. Setiap batas butir

memiliki energi permukaan dimana pada atomnya terdapat energi bebas yang

lebih besar dari atom yang terdapat dalam butir. Oleh karena itu, batas butir

merupakan daerah yang memiliki energi besar. Untuk mereduksi energi ini suatu

atom akan berusaha mengurangi luas permukaan batas butir. Hal ini dapat dicapai

apabila sebagian batas butirnya dapat dikurangi oleh pembesaran butir. Untuk

menentukan diameter butir rata-rata (d) untuk selang waktu tertentu pada proses

pembesaran butir.

(2.1)

Dimana,

K = konstanta laju

t = waktu yang diperlukan untuk pembesaran butir (s)

n = orde reaksi

Recovery dan recrystalitzation dapat terjadi selama dan sesudah deformasi, sering

disebut proses dinamik dan statik. Proses dinamik rekristalisasi terjadi selama

proses pengerolan berlangsung, dimana butir-butir baru muncul pada saat

pengerolan terjadi. Sedangkan proses statik rekristalisasi butiran-butiran yang

baru muncul setelah proses pengerolan terjadi. Skematik terjadinya proses

rekristalisasi dinamik dan statik pada proses pengerolan dapat dilihat seperti pada

Gambar 2.10 di bawah ini.


27

Gambar 2.10 Proses skematik dari recovery dan recrystallization [Hensel and

lehnert, 1973].

Secara umum diketahui bahwa baja dengan ukuran butir lebih kecil akan

memiliki kekuatan yang lebih tinggi pada suhu kamar. Hubungan tersebut secara

kuantitatif dikenal sebagai persamaan Hall-Petch. Gambar 2.11 menunjukkan

hubungan antara akar kuadrat diameter butir ferit pada baja karbon rendah

dengan fasa ferit.

Gambar 2.11 Pengaruh ukuran butir terhadap tegangan luluh


28

(2.2)

σy : yield strength (MPa)

σ0 dan ky : konstanta

d-1/2 : diameter butir (mm)

persamaan Hall-Petch ini sangat penting dalam menjelaskan hubungan antara

struktur mikro dan sifat-sifat mekanik baja.

Pada proses pengerolan pengaruh temperatur deformasi akan

mempengaruhi fasa akhir yang akan dihasilkan oleh baja hasil pengerolan. Proses

pengerolan hangat dilakukan pada temperatur dibawah Ac1 dan Ac3 [Grossman &

Bain,1964]. Pada setiap baja memiliki nilai temperatur Ac1 dan Ac3 masing –

masing. Rumus empiris untuk menentukan temperatur tersebut adalah seperti di

bawah ini.

Ac1 (0C) = 723-10,7Mn-16,9-Ni+29,1Si+16,9Cr+290As+6,38W (2.3)

(2.4)

Dari perbandingan dengan pembentukan hangat pada baja dilakukan

pemanfaatan secara komersial pada pengerolan hangat. Para peneliti jepang telah

mempublikasikan hasil dari pengerolan hangat untuk memproduksi baja lembaran

deep-drawing. Harapannya adalah, bahwa cara ini akan membuktikan bahwa

pengerolan hangat akan lebih ekonomis jika dibandingkan dengan pengerolan

panas dan dingin [Hayashi & Okamoto,1978]. Selain Hayashi dan Okamoto, El-

koussy dan Polukhin juga memproduksi baja lembaran deep-drawing berkualitas


29

dengan pengerjaan pengerolan terencana yang digabungkan dengan deformasi

hangat [El-koussy & Polukhin,1978]. Pengerolan hangat sebagai pengganti

pengerolan dingin untuk memproduksi baja lembaran, sudah di teliti oleh

European community [Rolling,1979]. Melloy dan Dennison telah mengumumkan

bahwa penggunaan pengerolan rangkaian (continuum rolling) dapat menggantikan

penggunaan pengerolan terkendali dan low finishing-temperature rolling dalam

memproduksi baja lembaran [Melloy & Dennison,1973]. Perbedaan proses

pengerolan ini dapat di lihat pada Gambar 2.12. Mengacu pada terminologi yang

digunakan oleh para pengarang, hanya low finish-temperature rolling dan

pengerolan rangkaian yang melibatkan pengerolan hangat pada proses

pengerjaannya. Mereka menyatakan bahwa pengerolan rangkaian (continuum

rolling) menghasilkan kombinasi paling optimal dari kekuatan dan ketangguhan.

Para peneliti menjelaskan bahwa secara umum aplikasi penggunaan beberapa

metode pengerolan tersebut adalah untuk baja karbon rendah.

Gambar 2.12 Perbedaan beberapa proses pengerolan [Melloy &

Dennison,1973]
30

Konsep dasar dari pengerolan hangat adalah deformasi atau reduksi

ukuran (tebal/thickness) pada daerah ferit-perlit atau pada temperatur pengerjaan


0 0
<Ar1 (<723 C) dan batas maksimum temperatur adalah 800 C untuk

material/benda kerja baja. Tujuan pengerolan hangat adalah untuk mendapatkan

strukturmikro ferit halus (fine ferrite) guna meningkatkan sifat mekanik baja.

Akan tetapi, aplikasi komersial dari penggunaan pengerolan hangat pada baja

masih sangat terbatas.

2.6.1 Struktur mikro hasil pengerolan hangat

Perubahan struktur mikro pada baja karbon rendah lebih banyak di

pengaruhi oleh mekanisme penghalusan dinamik yang umumnya terjadi proses

recovery dibandingkan proses rekristalisasi [Glover & Sellars,1973]. Dengan

demikian, setelah pengerolan pada temperatur di antara ~500 – 750 0C, dislokasi

sub-struktur terjadi pada fasa ferit, yang akan semakin sempurna dengan

meningkatkan termperatur deformasi dan regangan. Walaupun, telah dilaporkan

bahwa terbatasnya nilai rekristalisasi telah diamati pada daerah temperatur

tersebut [Hirschvogel,1979]. Dengan menggunakan optikal metalografi

memungkinkan kita untuk melihat sub-struktur yang dihasilkan oleh deformasi

pada daerah temperatur tersebut [Hawkins,1981]. Seperti yang terlihat pada

Gambar 2.13, dimana baja Mn dengan kandungan karbon sebesar 0,11% C, dan

0,69% Mn yang telah dirol pada temperatur 780 0C menghasilkan struktur mikro

ferit-perlit, dengan bentuk laminar yang menunjukkan bahwa baja tersebut

merupakan benda kerja hasil pengerolan. Pada Gambar 2.13 baja-Mn hasil

pengerolan hangat pada temperatur 780 0C yang dilakukan pengujian metalografi


31

dengan etsa Marshall’s reagent dan pembesaran pada mikroskop optik sebesar

1000x.

Gambar 2.13 Struktur mikro baja-Mn 0,11% C,0,69 % Mn hasil pengerolan

hangat pada T=780 0C, etsa:Marshall’s reagent [Hawkins &

McQueen,1979]

Warna putih yang dominan menunjukkan masih dominannya fasa ferit

pada kandungan karbon 0,11% C (low carbon steel). sedangkan warna hitam

merupakan fasa perlit yang merupakan campuran lamellar dari ferit dan sementit,

kontituen ini terbentuk dari dekomposisi austenit melalui reaksi eutectoid pada

keadaan setimbang, di mana lapisan ferit dan sementit terbentuk secara bergantian

untuk menjaga kesetimbangan komposisi eutectoid. Pada bab sebelumnya sudah

dijelaskan bahwa pada baja karbon rendah memiliki sifat lunak dan mudah

dibentuk akibat dari struktur mikro yang dimiliki oleh baja ini, yaitu ferit. Dengan

semakin bertambahnya temperatur pengerjaan maka akan menimbulkan endapan


32

sementit yang memiliki sifat lebih keras dari ferit. Pertumbuhan sementit ini akan

meningkatkan sifat mekanik baja karbon rendah.

2.6.2 Sifat – sifat mekanik baja pengerolan hangat

Kuat tarik dan ketangguhan pada baja ferit hasil pengerolan hangat

merupakan salah satu sifat mekanik pada baja karbon rendah terkadang baja

paduan mikro yang telah diteliti oleh beberapa peneliti. Younger dan Cockroft

melakukan pengerolan pada besi Armco dengan satu kali pass rolling dengan

reduksi sebesar ~25% pada temperatur diantara 400 – 700 0C [Younger &

Cockroft,1964]. Setelah pengerolan, material dilakukan pendinginan cepat ke

temperatur kamar atau untuk di tahan dengan waktu anil yang berbeda pada

temperatur deformasi, dan sifat kuat tarik sudah ditentukan untuk masing –

masing perlakuan. Uvira melakukan pengerolan pada 4 plain carbon steel dengan

kandungan karbon 0,17; 0,41; 0,63 dan 0,9 % dan di rol pada temperatur 655 0C

dengan total regangan-sebenarnya adalah 0,46. Dan sifat mekanik yang dihasilkan

sudah ditentukan dan dibandingkan dengan hasil pengerolan panas konvensional.

Sesuai dengan yang diharapkan, pengerolan hangat memberikan nilai kekuatan

lebih tinggi dibandingkan dengan pengerolan panas untuk semua kandungan baja

di atas. Selain hal tersebut sebelumnya, kelebihan pengerolan hangat yang

menghasilkan permukaan lebih baik dibandingkan pengerolan panas ternyata juga

mempengaruhi untuk meningkatkan kuat luluh baja hasil pengerolan hangat

[Little,Chapman,Morrison & Mintz,1973].

Efek dari regangan pengerolan terhadap sifat kuat tarik pada temperatur

deformasi 650 0C dapat dilihat pada Gambar 2.14. Keuntungan dari pengerolan
33

hangat jika dibandingkan dengan pengerolan dingin adalah, dengan peningkatan

kekuatan yang sama dari dua proses tersebut, pengerolan hangat mampu

menghasilkan ketangguhan yang jauh lebih baik [Hawkins,1975].

Gambar 2.14 Pengaruh pengerolan hangat pada T=650 0C terhadap kuat

tarik baja 0,017% C [Hawkins & Shuttleworth,1979]

Selain terhadap kuat tarik baja, sifat mekanik lain yaitu kekerasan juga

mendapatkan perhatian para peneliti. Nilai kekerasan suatu logam turut

dipengaruhi oleh besaran butir yang dihasilkan pada pengerolan hangat. Pada baja

karbon grade SS 400 (low carbon steel) yang dilakukan deformasi pada

temperatur 650 0C dengan deformasi sebesar 20, 40 dan 70 % menunjukkan hasil


34

yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan deformasi. Seperti yang

terlihat pada Tabel 2.3 [Riastuti,2010].

Tabel 2.3 Nilai kekerasan pada baja karbon SS 400

% deformasi Ukuran butir (µm) ASTM Gz no. Kekerasan (HVN)


0 22,75 8 183,54
20 16,32 9 193,25
40 13,17 9,5 232,57
70 12,38 10 339,75

Dari semua data di atas dapat dikatakan bahwa pengerolan hangat memberikan

peningkatan sifat – sifat mekanik yang signifikan pada baja karbon rendah,

menengah dan tinggi dalam proses pengerjaan dan produksi baja lembaran.

2.7 Quenching

Quenching merupakan proses perpindahan panas/pendinginan dengan

sangat cepat dari fasa austenit pada umumnya dari temperatur diantara 815 – 870
0
C untuk material baja [ASM handbook vol.4]. Sebagian besar logam termasuk

baja karbon, paduan-rendah dan baja perkakas melakukan kuens untuk

menghasilkan struktur martensit. Media pendingin yang biasa digunakan adalah

air, oli, larutan garam, udara dan polimer. Proses terbentuknya martensit ini akibat

pemanasan baja hingga fasa austenisasi (> Ar3 = 910 0C pada baja) pada

temperatur tersebut akan dihasilkan strukturmikro sepenuhnya austenit atau baja

telah mencapai temperatur rekristalisasi dimana butiran-butiran baru yang telah

bebas dari regangan telah terbentuk. Jika dari temperatur austenit kemudian

didinginkan sangat cepat maka gaya dorongpun akan sangat besar, sehingga

seolah-olah pergeseran atom untuk proses transformasi allotropic dari FCC (face
35

center cubic) ke BCC (body center cubic) dapat tejadi tanpa proses difusi tapi

hanya oleh gaya dorong yang sangat besar. Austenit yang memiliki kadar karbon

lebih tinggi dari ferit seharusnya mengeluarkan karbon dari larutan namun karena

cepatnya pendinginan karbon yang mestinya keluar terperangkap karena tidak

adanya lagi difusi akibat temperatur yang sudah dingin Gambar 2.15, sehingga

yang semestinya BCC berubah menjadi BCT (body centered tetragonal) atau

disebut Martensit.

Gambar 2.15 Model susunan atom pada transformasi austenit-martensit

Karena adanya karbon yang terperangkap struktur ini menjadi tegang dan

karenanya menjadi sangat keras 65 HRC, namun getas. Martensit mulai

terbentuk bila baja dipanaskan sampai suhu austenit lalu didinginkan dengan cepat

melalui media air sampai temperatur Ms,semakin rendah suhu pendinginan maka

martensit yang terbentukpun akan semakin banyak pada akhir temperatur Mf.

Kekerasan martensit sangat dipengaruhi oleh kondisi awal yaitu kadar karbon,

semakin kadar karbonnya tinggi maka kekerasannyapun akan meningkat, namun

tidak selalu berbanding lurus. Pada kadar karbon rendah kenaikan kekerasan

sangat signifikan, namun ada batas karbon tertentu kenaikan kekerasaan akan
36

mulai menurun. Kadar karbon dan unsur paduan sangat berpengaruh pada

tingginya temperatur Ms (martensite start) dan Mf (martensite finish), makin

tinggi kadar karbon dan paduan maka temperatur Ms akan semakin rendah

sehingga pada karbon yang tinggi Mf sudah berada pada temperatur kamar.

Namun pada pengerolan hangat yang terjadi adalah deformasi pada fasa

ferit-perlit dan ferit-austenit yang mana pendinginan yang dilakukan adalah

sebelum terjadi rekristalisasi austenit atau masih di bawah temperatur A3.

Sedangkan pada baja karbon rendah (< 0,03 %wt C) ketika dilakukan pendinginan

cepat dari temperatur di bawah A3 dan A1 tidak akan terbentuk martensit

dikarenakan jumlah karbon yang terkandung dalam baja karbon rendah tidak

mencukupi untuk austenit bertransformasi menjadi martensit. Hal ini dibuktikan

melalui gambar diagram TTT (time temperature transformation) (Gambar 2.16).

Gambar 2.16 Diagram TTT baja karbon eutectoid

Anda mungkin juga menyukai