Ê Ê
Terbentuknya kehidupan medern tidak terlepas dari kebutuhan akan
energi. Akan tetapi, persediaan energi konvensional seperti minyak dan gas alam
semakin menipis. Krisis energi menjadi isu krusial yang ramai dibicarakan
masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Energi menjadi sektor cukup vital
dimana jika pemenuhan akan kebutuhan energi tidak dipenuhi, akibatnya sangat
fatal terhadap keberlangsungan kehidupan manusia (Zulkieflimansyah, 2010).
Ketergantungan terhadap energi, terutama yang berbasis fosil masih sangat
tinggi. Melihat cadangan energi fosil yang begitu terbatas, mestinya penggunaan
energi tak terbarukan ini harus segera dikurangi karena sumber daya fosil akan
habis dalam waktu dekat. Disamping itu, pembakaran bahan bakar fosil dalam
jumlah besar akan menyebabkan efek pemanasan global yang disebabkan oleh
ribuan ton CO2 yang dilepaskan ke atmosfir tiap harinya (Kopralgadgets, 2008).
Salah satu upaya pengurangan konsumsi bahan bakar fosil dan dampak
negatifnya adalah dengan cara menggantikannya dengan sumber energi alternatif
yang menjanjikan. Salah satu energi alternatif yang paling menjanjikan adalah
nuklir. Penggantian dengan cara ini cukup efisien karena di Indonesia pembangkit
listrik sebanyak 86,4% berasal dari bahan bakar fosil, yaitu batu bara 40%,
minyak 30,4%, dan gas 16 % (Pramuditya, 2007).
PLTN merupakan pembangkit listrik termal, dimana panas yang dihasilkan
diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir. Dalam reaktor nuklir terjadi reaksi
fisi terkendali sehingga energinya dapat dimanfaatkan. Energi yang dihasilkan
dari reaksi fisi nuklir jauh lebih besar dibandingkan dengan energi yang dihasilkan
dari pembakaran bahan bakar fosil, dengan perbandingan 1 Kg Uranium
menghasilkan energi setara dengan 2.400.000 Kg batubara (Irwan, 2010).
Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) mencatat cadangan uranium di
Indonesia sebanyak 53 ribu ton, dengan rincian sebanyak 29 ribu ton di
Kalimantan Barat, dan 24 ribu ton sisanya di Bangka Belitung. Jika sebuah PLTN
seukuran 1.000 MW membutuhkan 200 ton uranium per tahun, maka cadangan di
½
Kalimantan Barat yang jumlahnya mencapai 29 ribu ton uranium bisa memasok
uranium selama 145 tahun (Blog-nuklir, 2010).
Informansi-informasi yang diperoleh dari penelusuran literatur mengenai
Energi nuklir. Penulis tertarik untuk membahas makalah dengan judul
³3
.
Ñ
Ê Ê
3
0
Bahan radioaktif alam yang cukup lama dikenal dan hingga saat ini masih
digunakan secara luas sebagai bahan bakar nuklir jenis fisi adalah uranium (U).
Uranium bukan merupakan logam yang jarang karena keberadaannya di alam
mencapai 50 kali lebih banyak dibandingkan air raksa yang sudah sejak lama
dikenal orang (jurnal69, 2010).
Mineral uranium terdapat dalam kerak bumi pada hampir semua jenis
batuan, terutama batuan asam seperti granit, dengan kadar 3-4 gram dalam satu
ton batuan. Di alam dapat ditemukan lebih dari 100 jenis mineral uranium, antara
lain yang terkenal adalah uraninite, pitchblende, coffinite, brannerite, carnatite dan
tyuyamunite (jurnal69, 2010).
Kandungan uranium dalam mineral, besarnya cadangan dan sifat cadangan
sangat menentukan nilai ekonomi mineral tersebut. Untuk selanjutnya perlu
dibedakan antara mineral dan bijih. Mineral adalah senyawa alamiah dalam kerak
bumi, sedang bijih merupakan mineral yang memberi nilai ekonomi apabila
dieksploitasikan. Dahulu hanya bijih dengan kadar di atas 0,1 persen yang
menarik perhatian. Namun karena permintaan uranium yang terus menunjukkan
peningkatan dari waktu ke waktu, maka saat ini orang mengambil bijih dengan
kadar uranium kurang lebih 0,03 persen (jurnal69, 2010).
Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) mencatat cadangan uranium di
Indonesia sebanyak 53 ribu ton, dengan rincian sebanyak 29 ribu ton di
Kalimantan Barat, dan 24 ribu ton sisanya di Bangka Belitung. Papua juga
diindikasikan memiliki cadangan uranium yang cukup besar. Tapi soal ini masih
akan diteliti dulu. Adanya dugaan Papua menyimpan cadangan uranium untuk
bahan baku nuklir dalam skala besar didasarkan pada kesamaan jenis batuan di
Papua dengan batuan di Australia, yang telah diketahui menyimpan cadangan
uranium terbesar di dunia (Blog-nuklir, 2010).
£
c
Eksplorasi bahan galian nuklir merupakan bagian awal dan sekaligus dapat
digunakan untuk menginventarisasi sumber daya bahan galian nuklir. Kegiatan
eksplorasi uranium pada umumnya dimulai dari penentuan suatu lokasi dimana
pada lokasi tersebut diharapkan dapat ditemukan bahan galian nuklir. Metode
eksplorasi yang dianut sampai sekarang adalah melalui penelitian konvensional,
penelitian geologi, pengukuran tingkat radiasi dan geokimia. Metode tersebut
digunakan karena cukup murah dengan hasil yang cukup bagus (jurnal69, 2010).
Cara penambangan uranium sangat mirip dengan cara penambangan bijih-
bijih tambang lainnya, yaitu melalui penambangan terbuka dan penambangan
bawah tanah. Dari kegiatan penambangan ini diperoleh bongkahan-bongkahan
berupa batuan yang di dalamnya terdapat mineral-mineral uranium. Batuan
tersebut selanjutnya dikirim ke unit pengolahan untuk menjalani proses lebih
lanjut (jurnal69, 2010).
ÿ
½
Kadar uranium dalam bijih umumnya sangat rendah, yaitu berkisar antara
0,1 ± 0,3 % atau 1-3 kg uranium tiap ton bijih. Untuk mempermudah dan menekan
biaya transportasi, maka uranium dalam bijih ini perlu diolah terlebih dahulu.
Tujuan utama dari pengolahan adalah untuk pemekatan dengan cara mengurangi
sebanyak mungkin bahan lain yang ada dalam bijih sehingga dapat
menyederhanakan proses transportasi ke tempat pemrosesan berikutnya.
Pengolahan bijih uranium dapat dilakukan dengan cara penggerusan, pelindihan
maupun ekstraksi kimia dan pengendapan. Hasil akhir dari proses pengolahan
uranium ini adalah diperolehnya endapan kering berwarna kuning yang disebut
pekatan (konsentrat) yang berkadar uranium sekitar 70 %. Karena berwarna
kuning maka endapan ini disebut juga yellowcake. Dari 1000 ton bijih rata-rata
dapat dihasilkan 1,5 ton yellowcake (jurnal69, 2010).
Ñ
Proses pemurnian bertujuan untuk merubah yellowcake menjadi bahan
dengan tingkat kemurnian yang tinggi sehingga berderajad nuklir dan bebas dari
unsur-unsur pengotor lainnya. Senyawa kimia bahan bakar berderajad nuklir yang
dihasilkan dapat berbeda bergantung proses pemurnian yang digunakan. Dari
proses pemurnian akan diperoleh produk akhir berupa UO2, U3 O8 atau U-logam
yang siap untuk proses selanjutnya. Ketiga macam produk akhir proses pemurnian
itu disesuaikan dengan kebutuhan calon pemakai bahan bakar nuklir (jurnal69,
2010).
£
ଶଷହ
Pengayaan dimaksudkan untuk meningkatkan kadar ଽଶܷ dalam bahan
bakar nuklir hasil proses pemurnian. Perlu diketahui bahwa dalam uranium alam
hasil penambangan terdapat tiga jenis isotop uranium, yaitu ଶଷ଼
ଽଶ ܷ dengan kadar
ଶଷହ
99,285 %, ଽଶܷ dengan kadar 0,715 % dan ଶଷସ
ଽଶ ܷ dengan kadar yang sangat kecil.
ଶଷହ
Dalam reaktor nuklir yang dapat berperan sebagai bahan bakar hanyalah ଽଶܷ ,
sedang 238U dan 234U tidak dapat dijadikan bahan bakar karena tidak dapat
sehingga bahan bakar dapat dipakai dalam waktu lama. Proses pengayaan ini akan
ଶଷହ
meningkatkan kadar ଽଶ ܷ dalam bahan bakar menjadi 2-4 % seperti lazimnya
dibutuhkan oleh suatu reaktor nuklir. Proses pengayaan tidak selalu dilewati oleh
bahan bakar, karena ada jenis reaktor nuklir yang dapat memanfaatkan uranium
alam (jurnal69, 2010).
ÿ
Proses pabrikasi bertujuan untuk menyiapkan bahan bakar nuklir dalam
bentuk fisik yang sesuai dengan jenis yang dibutuhkan oleh reaktor nuklir calon
pemakai bahan bakar tersebut. Ada bermacam-macam bentuk bahan bakar
bergantung pada jenis rancang bangun reaktor. Perbedaan tersebut umumnya
terletak pada bentuk dan ukuran bahan bakar yang digunakannya. Dalam proses
pabrikasi, sebagian besarnya merupakan proses fisis mekanis ditambah sedikit
proses kimia.
ଶଷହ
Di dalam teras reaktor, bahan bakar nuklir ଽଶ ܷ dibakar untuk
mendapatkan panas yang dapat dimanfaatkan. Pembakaran merupakan satu-
satunya proses produktif dalam daur bahan bakar nuklir. Tempat dan lamanya
ଶଷହ
ଽଶܷ dibakar di dalam teras diatur melalui program pengelolaan bahan bakar
sehingga dapat dicapai tingkat pembakaran yang optimum. Umumnya bahan
bakar rata-rata berada dalam teras reaktor selama 3-4 tahun (jurnal69, 2010).
0 3
3
Reaksi fisi nuklir atau sering disingkat reaksi fisi adalah reaksi
pembelahan inti berat menjadi dua buah inti lain yang lebih ringan (Gambar 1).
Pembelahan inti lebih berpeluang terjadi pada atom-atom berat yang ditumbuk
dengan neutron lambat, proton, deutron, sinar Alfa, Beta dan Gama. Unsur ±unsur
berat ini mengandung banyak proton yang dapat sehingga gaya tolak coulomb
antar proton-proton ini dapat mengatasi gaya tarik antar nukleon di permukaan
è
i ti i it i i it j t l i ti
j
ଶ
ଷ V + ଵଶ ଵ
ଶë + 2
ଵ
+ ଶଷହ
ଽଶܷ ĺ ଼
ଷ଼ ë + ଵହଷ
ହସ ܺ݁ + 3
ଵ
ଽସ
ଷ ܭ + ଵଷଽ
ହ ܽܤ+ 3
ଵ
(Oxtoby, 2001).
c
Bentuk inti ditentukan oleh dua gaya yang berlawanan yaitu gaya
tegangan permukaan yang cendrung mempertahankan bentuk sferik bola (agar
luas permukaan minimum) dan gaya coulomb yang cendrung mengarah kebentuk
terdistorsi karena gaya tolak menolak antar proton (Bundjali, 2002).
½
Pembelahan inti ö menjadi fragment
öଵ dan
öଶ , secara energetika
kebolehjadiannya diperhitungkan dari dua jenis energy yang saling berlawanan
yaitu energy yang mendorong pembelahan (Ef) dan energy yang menghalangi
pembelahan (Eb) Halliday, 1986).
Pembelahan inti terjadi jika nuklida-nuklida tersebut memerlukan
tambahan energy sebesar selisih energy (Eb ± Ef) di atas, yang dapat dipenuhi
ଶଷହ
jika inti tersebut menangkap neutron termal. Misalnya pada ଽଶܷ , dengan
menangkap neutron termal akan memperoleh energy eksitasi sebesar 6,4 MeV
ଶଷହ ଶଷହ
sedangkan selisih (Eb ± Ef ) untuk ଽଶܷ hanya 5,3 MeV, maka ଽଶܷ dapat dibelah
ଶଷଷ ଶଷଽ
dengan neutron termal. Hal yang sama terjadi pula pada ଽଶܷ dan ܲ ݑ, maka
ketiga isotop tersebut disebut µ¶6 6 6e¶¶ yaitu isotop yang dapat dibelah
dengan neutron termal Halliday, 1986).
ଶଷ଼
Sedangkan ଽଶ ܷ , dengan menangkap neutron termal hanya memperoleh
energy eksitasi sebesar 4,75 MeV, lebih kecil dari pada energy pengaktivannya
ଶଷ଼
(Eb-Ef) sebesar 5,5 MeV. Maka ଽଶ ܷ kurang berpeluang untuk dibelah dengan
ଶଷ଼
neutron termal. Untuk membelah ଽଶ ܷ diperlukan neutron yang berenergi lebih
besar, misalnya neutron cepat (E 1 MeV). Dalam tabel 4.3. tampak nilai energy
pengaktivan (Eb-Ef) dan energy eksitasi yang diperoleh pada penangkapan neutron
untuk beberapa nuklida di sekitar isotop uranium (Bundjali, 2002).
c
kira-kira 0,7% terdapat dalam uranium alam, maka diperlukan proses khusus
untuk memperkaya (menaikkan prosentase) isotop ini. Kebanyakan reaktor atom
komersial menggunakan ଶଷହ
ଽଶܷ yang telah diperkaya sekitar 3% (Beiser, 1982)
½
Netron yang mudah membelah inti adalah netron lambat yang memiliki
energi sekitar 0,04 eV (atau lebih kecil), sedangkan netron-netron yang dilepaskan
selama proses pembelahan inti (fisi) memiliki energi sekitar 2 MeV. Oleh karena
cc
itu , sebuah raktor atom harus memiliki materaial yang dapat mengurangi kelajuan
netron-netron yang energinya sangat besar sehingga netron-netron ini dapat
dengan mudah membelah inti. Material yang memperlambat kelajuan netron
dinamakan {erar(Halliday, 1986)
Moderator yang umum digunakan adalah air. Ketika netron berenergi
tinggi keluar keluar dari sebuah elemen bahan bakar, netron tersebut memasuki air
di sekitarnya dan bertumbukan dengan molekul-molekul air. Netron cepat akan
kehilangan sebagian enrginya selama menumbuk molekula air (moderator)
terutama dengan atom-atom hidrogen. Sebagai hasilnya netron tersebut
diperlambat Halliday, 1986).
3Ê
3
Kebutuhan akan energi listrik sebagai penggerak utama pembangunan
terus meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional yang
dipicu oleh pertumbuhan sektor industri jasa dan konstruksi. Pada tahun 1990
diprediksi tingkat pertumbuhan kebutuhan energi listrik di Indonesi sekitar 8,2 %
setiap tahunnya, kenyataannya ramalan tersebut jauh berbeda dengan kenyataan
bahwa di tahun 1992 kebutuhan energi listrik Indonesia justru meningkat secara
mengejutkan yakni 18% rata-rata setiap tahun. Sampai tahun 2010 pertumbuhan
rata-rata kebutuhan energi listrik berkisar pada 7% setiap tahun (Tabel 1) (PME-
Indonesia, 2010).
Ketergantungan pada penyediaan tenaga listrik berbasis energi fosil
dengan menempatkan bahan bakar minyak yakni solar pada porsi yang cukup
tinggi, memberikan dampak pada krisis energi listrik. Batubara masih menduduki
peringkat tertinggi, yaitu 45%, Gas alam 27%. Sisanya dipasok dari energi
minyak sebesar 13% dan energi terbarukan 15% (PME-Indonesia, 2010).
cÑ
½ £ ½ ÿ ½ ½ ½ ½ ½ c ½ cc ½ c½
99,012 104,985 111,858 119,222 127,194 135,691 144,763 154,448 164,794
- 6.03 6.55 6.58 6.69 6.68 6.69 6.69 6.70
115,116 122,692 130,714 139,332 148,649 158,579 169,182 180,500 192,590
21,902 23,343 24,869 26,509 28,282 30,171 32,188 34,342 36,642
27,503 28,356 29,356 30,529 31,578 31,601 31,608 31,566 31,380
0
Satuan massa atom (disingkat u) adalah tepat 1/12 massa satu atom 12C.
Karena 1 mol 12C bobotnya tepat 12 g, maka satu atom bobotnya 12/N0 gram, dan
ଵ ଵଶ ష
1 u = ଵଶ ቀ ଶଶଵଷ௫ଵ ష ቁ
= 1, 660540 x 10-24 g
= 1, 660540 x 10-27 Kg
Perubahan energi dalam reaksi nuklir hampir selalu dinyatakan dengan
satuan energi yang lebih memudahkan daripada joule, yaitu elektron volt (eV) dan
mega elektron volt (MeV). Elektron volt didefinisikan sebagai energi yang
diberikan kepada elektron bila dipercepat melalui beda energi sebesar tepat 1 V)
1 eV = 1, 602177 x 10 -19 C x 1 V
= 1, 602177 x 10 -19 J
Mega elektron volt adalah sejuta kali lebih besar :
1 MeV = 1, 602177 x 10 -13 J
Perubahan massa dalam 1 u = 1, 660540 x 10-27 Kg, berkaitan dengan )
¨E = c2 ¨m
= (2, 9979246 x 10 8 ms-1)2 (1, 660540 x 10 -27 Kg)
= 1, 492419 x 10-10 J
Bila diubah ke MeV,
ଵସଽଶସଵଽ୶ଵ ష
ଵଶଵ୶ଵ ష ெ ష
= 931, 494 MeV
Ê Ê
3
Ê
Ê 3
3 3
kira-kira 0,7% terdapat dalam uranium alam, maka diperlukan proses khusus
untuk memperkaya (menaikkan prosentase) isotop ini. Kebanyakan reaktor atom
komersial menggunakan ଶଷହ
ଽଶܷ yang telah diperkaya sekitar 3% (Waris, 2010).
ଶଷହ ଷ
ଽଶܷ yang diperkaya =
ଵ
ݔͷ͵ǤͲͲͲݐ
ଶଷହ
ଽଶܷ yang diperkaya =ͳǤ ͷͻͲݐ
ଶଷହ
ଽଶܷ yang diperkaya =ͳͷͻͲͳݔଽ gram
ଶଷହ ଵହଽ௫ᇾଵᇿ̰ଽ
ଽଶܷ
ÿ
dalam mol = = c
ଶଷହ
cè
½
ଶଷହ
Jika inti atom isotop ଽଶܷ ditembak dengan netron termal, dalam reaksi
ଶଷ
awal terbentuk terlebih dahulu ଽଶ ܷ yang tidak stabil dan segera meluruh.
Peluruhan uranium yang tidak stabil ini pecah menjadi dua inti yang lebih ringan.
ଽ ଵସଷ
Misalnya fisi tersebut menghasilkan peluruhan-peluruhan ଷ ܭ + ହܽܤ , maka
energi pembelahan inti dapat dihitung melalui proses berikut:
ଵ
+ ଶଷହ ଶଷ ଽ ଵସଷ ଵ
ଽଶ ܷ ĺ[ ଽଶܷ ]*ĺ ଷ ܭ+ ହ ܽܤ+͵
]
ଵସଷ ଵସଷ
] ĺ ହ ܽ + ିଵߚ + ߛ ĺ ହ଼ ݁ܥ+
ିଵߚ + ߛ ՜ ଵସଷ
ହଽܲ ିଵ ߚ ߛ ՜
ࡺࢊ ିଵߚ ߛ
ଽ
ĺଷ
+ ିଵߚ + ߛ ĺ ଽ
ଷ଼ ë +
ିଵߚ + ߛ ՜ ଽ
ଷଽ ܻ ିଵߚ ߛ ՜
ࢆ ିଵߚ ߛ
ଵ
+ ଶଷହ ଶଷ ଵସଷ ଽ
ଽଶ ܷ ĺ[ ଽଶ ܷ ]*ĺ ܰ݀ + ସV +͵ ଵ + 8 ିଵߚ ͺ ߛ
E= ¨mc2
ଶଷହ
E= [massa ଽଶ ܷ + ଵ -ଵସଷ ଽ
ܰ݀ - ସV - ͵ ଵ ] x 931,5 MeV/ {a
cMeV
Ñ
3 0
dibangkitkan per unit pembangkit berkisar dari 40 MWe hingga 1000 MWe.
Hingga tahun 2005 terdapat 443 PLTN berlisensi di dunia.
Cadangan uranium 53 ribu ton di Indonesia dapat diolah menjadi bahan
bakar fisil (ଶଷହ ଶଷହ
ଽଶܷ ) sebesar 6,766 x 10 mol ଽଶ ܷ . Jika energi yang dilepaskan untuk
5
ଶଷହ ଶଷହ
satu atom ଽଶ ܷ adalah 197,6 MeV , maka energi untuk 6,766 x 105 mol ଽଶ ܷ
1 mol ଶଷହ
ଽଶܷ terdapat 6,022137 x 10
23
atom ଶଷହ
ଽଶ ܷ .
Jika energi tersebut dinyatakan dalam satuan joule (J), dimana 1 MeV =
energi panas yang diperoleh diubah menjadi energi listrik dengan efisiensi 30%.
ଵଶ଼ଽଽ୶ଵ
Maka , W =
ଷଵଶଶସୱ
= 407,9 GWatt
= c£££
pebangkit listrik tenaga fosil dengan PLTN Indonesia dapat menjalankan PLTN
selama 40 tahun tanpa harus memikirkan cara mendaur ulang bahan bakar yang
cadangan bahan bakar fosil kedalam bentuk energi alternatif yang ramah
lingkungan .
½
Ê Ê
3
3
Batan, 2006, Nuklir Energi Masa Depan,
http://www.batan.go.id/bkhh/index.php/artikel/13-nuklir-masa-
depan.html ( 26 Oktober 2010).
Chang, R., 2004, Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2, Erlangga,
Jakarta.
Halliday, D., dan Resnick, R., 1986, 6 6Úa Mer
6 6 3e6a, Erlangga,
Jakarta.
Keenan, C. W., dkk, 1984, 36{6a Ú 6er 6a
6 6 3eea{ 66 ,
Erlangga, Jakarta.
Soedojo, P., 2001. Azas-Azas Ilmu Fisika Modern Jilid 4. Gadjah Mada
Universitas Press, Yogyakarta.