Anda di halaman 1dari 24

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aliran Darah Otak [1, 2, 3]


Dalam kondisi normal, otak memiliki batas kritis terhadap aliran darahnya,
demikian pula dengan tekanan O2. Jika aliran darah otak (CBF) dikurangi, maka akan
terjadi stres neuronal. CBF normal adalah ~50 ml/100 g jaringan otak/menit.
Kondisi CBF yang berkurang menjadi ~25 ml/100 g/menit, maka akan tampak
perlambatan dari elekto-ensefalograf. Penururunan CBF ~20 ml/100 g/menit akan
menyebabkan hilangnya kesadaran, namun masih dapat ditoleransi tanpa adanya
gangguan fungsi otak berkelanjutan. Kondisi CBF dibawah 18 ml/100 g/ menit
menyebabkan gangguan homeostasis ion dan metabolisme neuron menjadi anaerob.
Keadaan CBF ~10 ml/100 g/ menit menyebabkan hilangnya integritas membran dan
kerusakan jaringan otak yang permanen. Infark jaringan tergantung pada CBF dan
durasi iskemia.

Gambar 2.1 Hubungan Aliran Darah Otak dengan Potensi Gangguan


Fungsi dan Anatomi

3
4

Darah arteri carotis mengandung 13 vol% dari O2, sedangkan vena jugularis
mengandung 6,7 vol%. Perbedaan oksigen arteri dan vena (AVDO2) menunjukkan
volume oksigen yang diserap jaringan otak mencapai 6,3 vol%. Metabolisme oksigen
otak (CMRO2) dapat diketahu melalui persamaan berikut:

CMRO2 = CBF x AVDO2

Hasil yang diperoleh adalah ~3,2 ml O2/100 g jaringan otak/ menit.


Dalam keadaan fisiologis, terdapat hubungan linier antara tekanan oksigen
(PO2) arteri dan PO2 jaringan otak. PO2 arteri ~90 mmHg dan PO2 cerebrovenous ~35
mmHg. Walaupun dengan CBF yang normal, penurunan tekanan parsial oksigen
arteri (PaO2) juga dapat mengakibatkan gangguan fungsi otak. Penurunan PaO2 ke 65
mmHg menyebabkan penurunan kemampuan dalam melaksanan pekerjaan rumit
yang membutuhkan konsentrasi. Ingatan jangka pendek akan terganggu pada PaO 2 55
mmHg. Seseorang dapat pingsan jika PaO2 turun hingga 30 mmHg. Jaringan otak
manusia memiliki titik kritis PO2 antara 15-20 mmHg, jika PO2 lebih rendah dari nilai
tersebut, maka infark dapat terjadi.
Pasokan oksigen dari alveoli ke mitokondria otak tergantung oleh hemoglobin
dan PO2. Mitokondria neuron setidaknya memerlukan PO2 1.5 mmHg agar dapat
mempertahankan metabolisme dalam kondisi aerob. Nilai PO2 minimum jaringan
yang dibutuhkan agar suplai oksigen ke dalam sel masih belum diketahui.
Selain membawa O2, aliran darah otak juga membawa glukosa sebagai bahan
utama pembentuk energi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dan fungsi otak.

2.2 Metabolisme Neuron [3, 4, 5]


Dalam kondisi normal, otak memerlukan energi yang sangat besar. Walaupun
otak hanya 2-3 % dari total berat badan, namun energi yang dipakainya mencapai
20% dari total energi yang diproduksi. Fungsi sinap memerlukan 15% energi, 25%
digunakan untuk mengembalikan gradien konsentrasi ion di membran sel dalam
5

keaadaan fisiologis. Energi yang tersisa digunakan untuk aktifitas biosintesis. Jika
sintesis ATP tidak mencukupi kebutuhan, maka mekanisme homeostasis akan
terganggu. Sebagian besar energi digunakan oleh neuron, sel-sel glia menkonsumsi <
10% energi walaupun hampir dari setengah volume otak terdiri dari sel-sel glia.
Organel yang berfungsi sebagai biomechanical powerhouse (pembangkit energi
biomekanik) untuk memproduksi energi (ATP) melalui fosforilasi oksidatif adalah
mitokondria.

Gambar 2.2 Mitokondria sebagai pembangkit energi biomekanik

Dalam kondisi normal, hampir semua energi dihasilkan dalam kondisi aerob
oleh metabolisme aerob. Krebs mendeskripsikan 3 langkah pembentukan energi:
1. Makanan yang molekulnya lebih besar dipecah menjadi unit yang lebih kecil.
Protein dihidrolisis menjadi asam amino, polisakarida dihiddrolisis menjadi
menjadi monosakarida, dan lemak dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak.
2. Molekul-molekul kecil kemudian didegradasi menjadi menjadi unit yang lebih
kecil yaitu pirufat. Pirufat memiliki fungsi sentral dalam metabolisme, kemudian
dikonversi menjadi unit asetil oleh asetyl CoA.
6

3. Acetyl CoA membawa unit asetil tersebut ke siklus asam sitrat dan dioksidasi
sempurna menjadi CO2. Kemudian proses ini berlanjut ke rantai respirasi dan
sebagian besar energi dihasilkan di tahap ini.
Selama proses oksidasi asetil-KoA di dalam siklus asam sitrat, akan terbentuk
ekuivalen pereduksi dalam bentuk hidrogen atau elektron sebagai hasil kegiatan
enzim dehidrogenase spesifik. Unsur ekuivalen pereduksi ini kemudian memasuki
rantai respirasi tempat sejumlah besar ATP dihasilkan dalam proses fosforilasi
oksidatif. Proses ini bersifat aerobik, yaitu memerlukan oksigen sebagai pengoksidasi
akhir unsur ekuivalen pereduksi. Oleh karena itu, keadaan O2 (anoksia) atau defisiensi
parsial O2 (hipoksia) mengakibatkan hambatan total atau parsial pada siklus tersebut.
Pada keadaan normal, pengadaan ATP berlangsung dalam keadaan aerobik. Pada
keadaan ini, ATP didapat dari reoksidasi flavin nukleotida tereduksi (FH2) atau dari
niasin adenin dinukleotida tereduksi (NADH) melalui reaksi :
FH2 + ½ O2  F + H2O

NADH + H+ + ½ O2  NAD+ + H2O

Proses ini terjadi di mitokondria. Energi yang diperlukan untuk sintesis ATP
didapat dari pengalihan elektron dari NADH / FH2 ke O2 , yang dilaksanakan oleh
sejumlah protein yang membentuk sistem transport elektron (electron transport
system, ETS) atau disebut juga sebagai rantai respirasi (respiratory chain). Protein
penyusun ETS terdapat pada membran dalam (inner membrane) mitokondria.
7

Gambar 2.3 Rantai Respirasi dengan Tranport Elekton dan Aktifitas ATP
Syntetase

Pengalihan elektron dari setiap molekul FH2 menghasilkan cukup energi untuk
sintesis 2 molekul ATP, sedangkan untuk setiap molekul NADH dapat dihasilkan 3
molekul ATP. FH2 dan NADH terbentuk melalui berbagai proses metabolisme, yang
terpenting diantaranya adalah :
1. proses glikolisis (NADH)
2. proses oksidasi asam lemak (NADH dan FH2)
3. pembentukan asetil- KoA dari asam piruvat (NADH)
4. siklus Krebs (NADH dan FH2)
Dari reaksi yang diuraikan di atas dapat difahami bahwa keadaan hipoksia
akan berakibat terganggunya reaksidari NADH dan FH2 , sehingga mengurangi
ketersediaan niasin adenin dinukleotida dan flavin nukleotida di dalam sel.
8

Gambar 2.4 Respirasi Aerobik

Model metabolisme otak berbeda dengan organ lain dalam hal konsumsi
bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan energinya. Secara kontinu, otak hanya
menggunakan glukosa sebagai sumber bahan bakar, kecuali dalam keadaan puasa
atau kelaparan. Dalam keaadaan puasa atau kelaparan, badan keton (asetoasetat dan
3-hidroksi butirat) secara parsial menggatikan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme otak. Asam lemak tidak digunkan sebagai bahan bakar otak karena
terikat oleh albumin dan tidak dapat melalui sawar darah otak.
9

Peran mitokondria terkait dengan stres oksidatif, yaitu: sebagai tempat


menampung Ca2+ intrasel melalui pompa Ca2+ yang membutuhkan ATP, salah satu
jalur aktivasi apoptosis melaui jalur instrinsik dan ekstrinsik, dan sebagai penghasil
radikal bebas yang merupakan konsekuensi fungsi metabolisme oksidatif yang tidak
dapat dihindari.

Gambar 2.5 Kerusakan membran akibat influks Ca2+ kedalam


sitoplasma sel

2.3 Etiologi dan Patofisiologi Iskemia [3,5.6.7]


Sumbatan pada pembuluh darah, utamanya pada pembuluh darah intra kranial
menyebabkan pasokan darah ke jaringan otak menjadi berkurang atau terhenti sama
sekali. Sebab-sebab sumbatan pembuluh darah sangat beragam.
Secara garis besar, penyebab iskemi pada otak adalah melalui trauma otak dan
cerebro vascula accident. Kondisi iskemia otak atau sumbatan pembuluh darah otak
yang paling umum dikenal adalah stroke. Penurunan aliran darah otak hingga nol
akan menyebabkan kematian jaringan otak dalam 4-10 menit. Kisaran nilai < 16 – 18
10

mL/100 g jaringan otak/menit, dapat menyebabkan infark dalam 1 jam. Iskemia


terjadi jika aliran darah < 20 mL/100 g jaringan otak/menit, jika keadaan ini
berlangsung selama beberapa jam hingga hari, maka dapat menyebabkan infark. Jika
aliran darah yang terganggu ini segera diatasi, maka pasien hanya akan mengalami
gejala yang sementara.

Gambar 2.6 Sumber-Sumber Emboli dan Trombus


Dampak dari iskemi akibat penyumbatan aliran darah otak dapat sangat
beragam, tergantung dari bagian (area) fungsional otak yang mana yang terganggu
pasokan darahnya.
11

Gambar 2.7 Aliran Darah yang Berhubungan Erat dengan Daerah Fungsional
Otak

Gambar 2.8 Infark Cerebri

2.4 Patogenesis Kerusakan Otak pada Iskemia [8,9]


Iskemia menimbulkan kerusakan atau kematian sel otak melalui serangkaian
peristiwa. Penurunan aliran darah akan menyebabkan penurunan produksi energi.
Kegagalan produksi energi ini akan meyebabkan depolarisasi membrane dan
pelepasan asam amino eksitator yang tidak terkontrol seperti glutamat di ruang
ekstraselluler dan menimbulkan kondisi yang disebut excitotoxicity. Glutamat bekerja
pada berbagai reseptor seperti NMDA dan AMPA, yang menyebabkan calcium
overload pada sel-sel syaraf. Kalsium akan mengaktifkan enzim proteolitik yang akan
12

mendegradasi struktur intra dan ekstra seluler, juga enzim lain seperti phospholipase
A2 dan cyclooxygenase yang menghasilkan radikal bebas. Neuronal nitric oxide
synthase juga dipengaruhi kalsium dan menghasilkan nitric oxide yang mampu
bereaksi dengan superoksida membentuk radikal yang lebih reaktif yakni
peroksinitrit. Sekunder selama iskemi, gen proinflamasi diaktifkan dan menyebabkan
pelepasan mediator inflamasi seperti tumor necrosis factor, interleukin 1β. Adesi dari
mediator ini akan mengaktifkan sel-sel inflamasi yang juga akan menghasilkan
radikal bebas sebagai suatu system pertahanan.
13

Gambar 2.9 Patogenesis Kerusakan Otak pada Iskemia (Fisher M., Schaebitz
W., 2000)
14

2.5 Etiologi dan Patofisiologi Stres Oksidatif


2.5.1 Radikal Bebas dan Oksidan [10,11]
Pengertian oksidan dan radikal bebas di bidang kedokteran sering dibaurkan
karena keduanya memiliki sifat yang mirip. Aktifitas kedua senyawa ini sering
menghasilkan akibat yang sama walaupun prosesnya berbeda.
Di bidang ilmu kimia pengertian oksidan dan radikal bebas dibedakan.
Oksidan adalah senyawa penerima elektron yaitu senyawa-senyawa yang dapat
menarik elektron, misalnya Fe3+ . Radikal bebas adalah atom/molekul (kumpulan
atom) yang mempunyai elektron bebas yang tidak berpasangan (unpaired electron)
pada orbit/lintasan luarnya, misalnya OH dan OOH. Elektron yang tidak
berpasangan ini cenderung menarik elektron dari senyawa lain. Akibatnya terbentuk
radikal bebas yang baru dari senyawa lain tersebut. Bila molekul yang mendapat
serangan radikal bebas merupakan molekul biologis fungsional maka fungsi biologis
dari molekul tersebut dapat. Pada organism aerobic, radikal bebas yang terbentuk dari
oksigen dan atau nitrogen terus dibentuk.
Kemiripan sifat antara radikal bebas dan oksidan terletak pada agresivitas
untuk menarik elektron di sekelilingnya. Berdasarkan sifat ini, radikal bebas dianggap
sama dengan oksidan. Pemahaman radikal bebas sebagai oksidan memang tidak
salah, tetapi perlu diketahui bahwa tidak setiap oksidan merupakan radikal bebas.
Radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan dengan senyawa oksidan non-radikal.
Hal ini berkaitan dengan tingginya reaktivitas senyawa radikal bebas tersebut, yang
mengakibatkan terbentuknya senyawa radikal baru. Bila senyawa radikal baru
tersebut bertemu dengan molekul lain, akan terbentuk radikal baru lagi, dan
seterusnya sehingga akan terjadi reaksi berantai (chain reactions). Reaksi seperti ini
akan berlanjut terus dan baru akan berhenti apabila reaktivitasnya diredam
(quenched) oleh senyawa yang bersifat antioksidan, seperti glutation.
Jadi oksidan dan radikal bebas keduanya dapat menarik elektron. Pada
umumnya radikal bebas adalah oksidan karena dapat menarik elektron, dan tidak
15

setiap oksidan merupakan radikal bebas (ada oksidan yang tidak memiliki elektron
tidak berpasangan).
Radikal bebas dapat bereaksi dengan berbagai molekul biologis seperti lipid,
protein dan DNA, merubah struktur dan juga fungsinya. Karena itu setiap organisme
dilengkapi dengan sistem antioksidan yang fungsi utamanya adalah untuk mencegah
radikal bebas merusak molekul lain.

2.5.2 Antioksidan [10,11]


Antioksidan adalah substansi yang dapat mencegah atau menghambat
terjadinya stres oksidatif (serangan radikal bebas) dengan memberikan elektron pada
molekul yang telah diambil elektronnya oleh molekul radikal bebas.
Antioksidan adalah suatu molekul yang mampu untuk memperlambat dan
mencegah oksidasi pada suatu molekul. Oksidasi adalah suatu reaksi kimia yang
memindahkan elektron dari satu substansi kepada agen pengoksidasi. Reaksi oksidasi
dapat menghasilkan radikal bebas, yang memicu terjadinya reaksi berantai yang dapat
merusak sel. Antioksidan menghentikan proses ini dengan menghilangkan tahapan
lanjut dari radikal bebas, dan menghambat reaksi oksidasi lain dengan mengoksidasi
dirinya sendiri. Kadar antioksidan yang rendah, atau hambatan pada enzim-enzim
antioksidan akan menyebabkan stres oksidatif dan akan menimbulkan kerusakan pada
sel. Stres oksidatif memegang peranan penting pada berbagai macam penyakit.
Antioksidan dapat berupa enzim (misalnya superoksida dismutase atau SOD,
katalase, dan glutation peroksidase), vitamin (misalnya vitamin E, C, A, dan -
karoten), dan senyawa lain (misalnya flavonoid, albumin, bilirubin, seruloplasmin,
dan lain-lain). Antioksidan enzimatis disebut juga antioksidan primer atau
antioksidan endogen, merupakan sistem pertahanan utama (primer) terhadap kondisi
stres oksidatif. Enzim-enzim tersebut merupakan metaloenzim yang aktivitasnya
sangat tergantung pada adanya ion logam. Aktivitas SOD bergantung pada logam Fe,
Cu, Zn, dan Mn, enzim katalase bergantung pada Se (Selenium). Antioksidan
16

enzimatis bekerja dengan cara mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru
atau mengubah radikal bebas yang baru terbentuk menjadi molekul yang kurang
reaktif.
Di samping antioksidan yang bersifat enzimatis, ada juga antioksidan non-
enzimatis yang dapat berupa senyawa nutrisi maupun non-nutrisi. Kedua kelompok
antioksidan non-enzimatis ini disebut juga antioksidan sekunder atau antioksidan
eksogen seperti vitamin A, C, E, dan -karoten. Glutation, asam urat, bilirubin,
albumin, dan flavonoids juga termasuk kelompok ini. Kerja sistem antioksidan non
enzimatik yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas
atau dengan cara menangkapnya (free radical scavenger). Akibatnya, radikal bebas
tidak akan bereaksi dengan komponen seluler.
Halliwell dan Gutteridge (1999) menjelaskan mekanisme kerja antioksidan
yakni sebagai antioksidan pencegah dan antioksidan pemutus rantai. Antioksidan
pencegah bertujuan mencegah terbentuknya radikal bebas. Pencegahan ini melalui
aktivitas dua enzim yakni katalase dan peroksidase. Antioksidan pemutus rantai
bekerja dengan cara mencegah reaksi rantai berlanjut, atau menghentikan reaksi
rantai berlanjut. Termasuk dalam kelompok ini diantaranya vitamin E, vitamin C,
GSH dan sistein.

2.5.3 Pembentukan Radikal Bebas pada Iskemi Otak [10,11,12,13]


Radikal bebas yang terbentuk pada iskemi otak digolongkan menjadi dua
yakni ROS dan NO.
ROS atau reactive oxygen spesies meliputi hidrogen peroksida (H2O2), ion
superoksida (●O2-), radikal peroksil (●OOH), radikal hidroksil (●OH), dan singlet
oksigen (1O2).
Ion superoksida (●O2-) dibentuk dengan menambahkan satu elektron terhadap
oksigen. Senyawa ini diproduksi di beberapa tempat yang memiliki rantai transpor
17

elektron seperti mitokondria. Pembentukan radikal ion superoksida ini melalui


beberapa mekanisme sebagai berikut :
- reaksi samping dalam reaksi yang melibatkan Fe++ misalnya dalam proses
fosforilasi oksidatif, oksigenasi hemoglobin, hidroksilasi oleh enzim
monooksigenase (dalam sitokrom P450 dan sitokrom b4).
- reaksi dalam mitokondria dan granulosit yang dikatalisis oleh NADH /
NADPH oksidase.
- reaksi yang dikatalisis oleh xantin oksidase (XO). Dalam keadaan normal di
dalam sel tidak terdapat enzim xantin oksidase. Enzim ini berasal dari enzim
xantin dehidrogenase. Ketika terjadi iskemi atau hipoksia, xantin
dehidrogenase akan mengalami perubahan proteolisi menjadi xantin oksidase.
Perubahan ini bersifat ireversibel. Artinya bila suplai oksigen kembali normal
akan terbentuk senyawa superoksida yang dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan.
Ion superoksida tidak terlalu reaktif tetapi dapat membentuk radikal peroksil
(●OOH). Radikal peroksil ini sangat reaktif karena dapat membentuk radikal baru
dan H2O2 melalui reaksi
●OOH + XH  ●X + H2O2
Hidrogen peroksida (H2O2) terbentuk karena aktivitas enzim-enzim oksidase
yang mengkatalisis reaksi dalam retikuloendoplasmik dan peroksisom. Hidrogen
peroksida merupakan senyawa oksidan yang sangat kuat dan dapat mengoksidasi
berbagai senyawa dalam sel. Hidrogen peroksida tidak hanya bersifat sebagai
oksidator, melainkan juga dapat membentuk radikal bebas bila bereaksi dengan
logam transisi seperti Fe++ dan Cu+ dalam reaksi Fenton. Efek negatif lain dari
oksidator hidrogen peroksida adalah kemampuannya untuk membentuk ion hipoklorit
(CLO-) melalui reaksi yang dikatalisis oleh ezim mieloperoksidase dalam sel
inflamasi seperti granulosit, monosit, dan makrofag.
Keberadaan senyawa hidrogen peroksida dapat berbahaya bila bersama-sama
dengan ion superoksida karena akan membentuk radikal hidroksil (●OH) melalui
18

reaksi Haber Weiss yang memerlukan Fe+++ dan Cu++. Dari berbagi bentuk ROS,
radikal hidroksil merupakan senyawa yang paling reaktif dan berbahaya.
Baik parenkim serebral maupun endotel vaskuler berpotensi untuk
menghasilkan radikal bebas. Terdapat suatu korelasi positif antara konsentrasi
oksigen dan pembentukan radikal bebas. Pada kondisi dimana tidak terdapat oksigen
sama sekali maka ROS tidak dapat terbentuk. Pada ischemic core, dimana terdapat
iskemi yang permanen, penghentian aliran darah tidak tercapai secara instan, tetapi
masih terdapat sisa oksigen untuk beberapa waktu. Pada daerah sekitar ischemic
core, yakni penumbra aliran darah juga menurun tetapi oksigen masih tersedia.
Selama iskemi, aliran darah akan mengalami perubahan, menyebabkan reperfusi atau
malah iskemi yang lebih parah. Jika yang terjadi adalah reperfusi maka akan diikuti
dengan peningkatan pembentukan radikal bebas yang dramatis.
Selain ROS, juga dikenal Nitric oxide (NO) yang merupakan radikal bebas
yang larut dalam lemak dan juga larut air, dihasilkan melalui aksi NO Synthase
(NOS). NOS menggunakan arginin dan O2 sebagai substrat untuk menghasilkan NO .
NO dan ●O2- secara individual sudah cukup reaktif, namun dapat juga bergabung
menjadi anion yang lebih toksik, yaitu peroxynitric (ONOO-). Toksisitas radikal
bebas dan ONOO- diperoleh dari kemampuan mereka dalam memodifikasi
makromolekul, terutama DNA, dan kemampuan menginduksi jalur apoptosis dan
nekrosis.

2.5.4 Enzim Prooksidan dan Antioksidan [14,15,16]


Enzim Prooksidan
Berdasarkan oksidan yang dihasilkan, ada tiga kelompok besar dari enzim
prooksidan yakni (1) nitric oxide synthases; (2) cyclooxygenases, xanthine
dehydrogenase, xanthine oxidase dan NADPH oxidase; and (3) myeloperoxidase dan
monoamine oxidase.
NOS menggunakan arginin dan O2 sebagai substrat untuk menghasilkan NO .
Tiga isoform NOS terdapat pada parenkim SSP yakni (1) : neuronal NOS (nNOS,
19

NOS1), suatu constitutive isoform yang terdapat pada neuron, (2) inducible isoform
(iNOS, NOS2) yang diinduksi microglia/macrophages, astrocytes dan sel endotel, (3)
constitutive form (eNOS, NOS3) yang terletak di endotel. nNOS dan eNOS adalah
Ca2+-dependent, sedangkan iNOS merupakan Ca2+-independent.
Produksi NO oleh nNOS dan iNOS terjadi selama iskemik otak. NO yang
diproduksi oleh eNOS diketahui memiliki efek neuroprotektif karena menyebabkan
vasodilatasi. Neuron yang mengandung nNOS sangat resisten terhadap kerusakan
akibat hipoksia maupun iskemi karena NO yang dihasilkan oleh nNOS neuron akan
membunuh neuron sekitarnya yang tidak memiliki nNOS.
Peningkatan eNOS akan memproteksi neuron karena menyebabkan
peningkatan CBF pada area penumbra.
Produksi iNOS pada sel-sel non neuron juga terbukti menyebabkan kerusakan
pada iskemi serebral. produksi Inducible nitric oxide meningkat 24 hingga 48 jam
setelah iskemi dan terjadi pada neutrofil dan sel-sel vascular serebral.
Cyclooxygenase-1, cyclooxygenase-2 (COX-2), xanthine dehydrogenase,
xanthine oxidase, dan NADPH oxidase menggunakan O2 untuk membentuk oksidan
dan terdapat pada berbagai jenis sel dalam parenkim otak. Semuanya merupakan
constitutively expressed enzymes kecuali COX-2 yang merupakan inducible enzim.
NO yang diproduksi oleh iNOS akan meningkatkan aktifitas COX-222.
Kelompok enzim prooksidan yang ketiga yakni myeloperoxidase dan
monoamine oxidase, membentuk asam hipoklorat dan H2O2 sebagai produk
utamanya dalam leukosit dan sel parenkim. Satu hal yang menarik yakni ekspresi dari
enzim prooksidan ini bersifat cell specific berbeda dengan ekspresi antioksidan yang
bersifat subcellular site specificity.
Enzim Antioksidan
Superoxide Dismutase adalah antioksidan enzimatis yang spesifik
menghilangkan radikal bebas superoksida dengan cara merubah superoksida menjadi
H2O2. Ada tiga jenis SOD yakni copper/ zinc SOD (CuZnSOD, SOD1), manganese
SOD (Mn- SOD, SOD2), and extracellular SOD (ECSOD, SOD3), merupakan
20

antioksidan enzimatis berdasarkan lokasi dan distribusi seluler. CuZnSOD adalah


enzim sitosol yang utama dengan kadar 0.1 % dari keseluruhan protein pada sel
mamalia. MnSOd adalah enzim mitokondria, sedangkan ECSOD adalah isoform yang
terdapat pada ekstraseluler space, CSF dan pembuluh darah serebral.
Semua jenis SOD mengdismutasi O2 membentuk H2O2, yang kemudian akan
dihilangkan oleh peroxisomal catalase atau GSHPx. Glutation diregenerasi dari
oksidasi GSH oleh GSH reductase. Lipid peroxides lain juga dihilangkan oleh
GSHPx.
SOD akan mencegah apoptosis neuron dan mengurangi kerusakan pada
iskemi otak dengan cara menekan produksi peroksinitrit, peroksidasi lipid, dan
disfungsi mitokondria. SOD juga melindungi otak dari toksisitas NMDA dan NO.

2.5.5 Stres Oksidatif [17,18]


Radikal bebas yang terbentuk melebihi kapasitas pertahanan antioksidan akan
menimbulkan suatu kondisi stres oksidatif yang berpotensial menimbulkan kerusakan
pada molekul sel. Stres oksidatif merupakan keadaan tidak seimbangnya antara
senyawa oksigen dan nitrogen reaktif (RONS) dengan anti oksidan. Ketidak
seimbangan ini cenderung karena produksi RONS yang berlebihan sehingga jumlah
normal anti oksidan tidak dapat menetralkannya
Stres oksidatif berperan pada pathogenesis sejumlah kelainan neurologis
termasuk stroke. Otak cenderung mengalami kerusakan karena stres oksidatif
dikarenakan beberapa hal yaitu (1) otak kaya akan polyunsaturated fatty acid, yang
mudah diserang radikal bebas menyebabkan peroksidasi lipid, (2) otak memiliki
kapasitas antioksidan seperti catalase dan glutathione peroksidase yang lebih rendah,
(3) otak memiliki kandungan besi yang tinggi.
21

2.5.6 Mekanisme Kerusakan Sel pada Stres Oksidatif [17,19,20,21,22,23,24]


Ketika radikal bebas terbentuk maka akan bereaksi dengan makromolekul sel
yang penting dalam mempertahankan integritas sel yaitu asam lemak, DNA, dan
protein, menyebabkan peroksidasi lipid, oksidasi protein dan DNA.
Dampak terhadap Asam Lemak
Fosfolipid dan glukolipid merupakan komponen terpenting dari membrane sel
yang mengandung asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh ini sangat rentan
terhadap serangan senyawa radikal menimbulkan reaksi rantai yang dikenal dengan
peroksidasi lipid. Akibat akhir dari reaksi rantai ini adalah terputusnya rantai asam
lemak menjadi berbgai senyawa yang bersifat toksik terhadap sel, antara lain berbagai
macam senyawa aldehid seperti MDA, 9-hidroksinonenal yang bersifat toksik pada
neuron dan white matter termasuk axon dan oligodendrocytes, menyebabkan
apoptosis Selain itu dapat pula terjadi ikatan silang antara 2 rantai asam lemak atau
antara asam lemak dan peptide yang timbul karena reaksi dua radikal. Hal tersebut di
atas menyebabkan kerusakan parah membrane sel sehingga membahayakan
kehidupan sel.
Dampak terhadap DNA
Radikal bebas dapat menimbulkan beberapa perubahan pada DNA seperti
hidroksilasi timin dan sitosin, pembukaan inti purin dan pirimidin serta terputusnya
rantai fosfodiester DNA. Kerusakan ini akan diperbaiki oleh DNA repair system.
Tetapi jika kerusakan tersebut parah, tidak akan dapat diperbaiki dan replikasi sel
terganggu. Masalahnya, perbaikan DNA ini justru sering menimbulkan mutasi,
karena kesalahan system perbaikan (error prone).
Kerusakan DNA dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Reaksi
secara langsung dapat terjadi pada molekul gula, basa, maupun nucleoprotein.
Kerusakan tidak langsung dapat terjadi antara lain sebagai akibat kenaikan kalsium
sitosol, yang dapat mengaktivasi enzim endonuklease sehingga pemecahan DNA
meningkat.
22

Dampak terhadap Protein


Radikal bebas dapat bereaksi dengan asam-asam amino penyusun protein
terutama sistein. Sistein mengandung gugus sulfihidril (SH) yang sangat peka
terhadap serangan radikal bebas.
Pembentukan ikatan disulfide menimbulkan ikatan intra atau antar molekul
sehingga protein kehilangan fungsi biologisnya seperti enzim, reseptor, dan pompa
ion. Malfungsi pompa ion dapat meningkatkan produksi oksidan. Sebagai contoh
adalah pompa kalsium. Malfungsi pompa kalsium menyebabkan kenaikan konsentrasi
kalsium sitoplasma sehingga merangsang aktivitas beberapa enzim seperi kalpain dan
NOS. Rangsangan terhadap kalpain menyebabkan perubahan XD menjadi XO yang
dapat meningkatkan produksi oksidan. Rangasangan aktivitas NOS menyebabkan
peningkatan produksi NO yang jika bereaksi dengan O2- menghasilakn peroksinitrit
yang sangat reaktif.
23

Gambar 2.10. Mekanisme kerusakan sel pada stres oksidatif (Halliwell,.1992)

Selain melalui reaksi langsung dengan makromolekul sel seperti disebutkan di


atas, kerusakan sel pada stress oksidatif juga melibatkan mitokondria, DNA repair
enzyme seperti apurinic/apyrimidinic endonuclease/redox factor-1 (APE/Ref-1), dan
faktor transkripsi seperti NF-kB .
24

Mitokondria sebagai Target Kerusakan Stres Oksidatif pada Iskemi


Otak[25,26,27,28,29,30,31]

Gambar 2.11. Mitokondria sebagai Target Radikal Bebas (Chan.,2001)

Pengaruh ROS pada mitokondria pada iskemi otak ditunjukkan dengan


dilepaskannya sitokrom c, suatu protein pada membrane mitokondria yang
memegang peranan penting pada mitochondrial respiratory chain. Sitokrom c yang
dilepaskan dari mitokondria menuju sitosol akan berikatan dengan Apaf-1 kemudian
caspase 9 untuk membentuk suatu komplek yang akan mengaktifkan caspase 3 dan
caspase lain seperti caspase 2,6,8,10. Caspase 3 yang aktif ini akan memecah enzim
nuclear DNA repair yang memicu kerusakan DNA inti dan kematian sel. Caspase
3 juga dapat memecah protein termasuk poly(ADP-ribose) polymerase. Selain itu,
aktifasi reseptor NMDA (N-methyl D aspartate) dan pembentukan superoksida dan
NO oleh nNOS juga akan menginduksi mitokondria untuk melepas sitokrom c.
25

Pembengkakan dan kerusakan mitokondria pada iskemi otak juga dapat memicu
pelepasan sitokrom c.
SOD akan mencegah apoptosis neuron dan mengurangi kerusakan pada
iskemi otak dengan cara menekan produksi peroksinitrit, peroksidasi lipid, dan
disfungsi mitokondria. SOD juga melindungi otak dari toksisitas NMDA dan NO.

DNA Repair Enzyme dan Faktor Transkripsi sebagai Target Kerusakan Stres
Oksidatif pada Iskemi Otak [21]
Radikal bebas yang terbentuk baik selama iskemi maupun reperfusi akan
mengubah redox state dari sel baik pada komponen sitosol maupun mitokondria.
Perubahan ini akan mengakibatkan pengurangan cepat kadar DNA repair enzyme
(APE/Ref-1) sehingga menyebabkan apoptosis. Selain itu radikal bebas juga
melibatkan faktor transkripsi terutama NF-kB. Aktivasi dari NF-kB diikuti dengan
translokasi dari NF-kB ini ke dalam nucleus dan berikatan dengan reseptor NF-B
pada beberapa gene termasuk COX-2, iNOS, metalloproteinase (MMPs), intraseluler
adhesion molecules (ICAM-1) dan sitokin. Ekpresi gene ini akan memicu
pembentukan radikal bebas yang menyebabkan nekrosis maupun apoptosis.
26

Gambar 2.12 Keterlibatan DNA Repair Enzym dan Faktor Transkripsi


(Chan.,2001)

Anda mungkin juga menyukai