Anda di halaman 1dari 6

PERLU PENDIDIKAN YANG BERMORAL

Kita dan saya sebagai Generasi Muda sangat perihatin dengan keadaan generasi penerus
atau calon generasi penerus Bangsa Indonesai saat ini, yang tinggal, hidup dan
dibesarkan di dalam bumi republik ini. Untuk menyiapkan generasi penerus yang
bermoral, beretika, sopan, santun, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
perlu dilakukan hal-hal yang memungkin hal itu terjadi walaupun memakan waktu lama.

Pertama, melalui pendidikan nasional yang bermoral (saya tidak ingin mengatakan bahwa
pendidikan kita saat ini tidak bermoral, namun kenyataanya demikian di masyarakat). Lalu
apa hubungannya Pendidikan Nasional dan Nasib Generasi Penerus? Hubungannya
sangat erat. Pendidikan pada hakikatnya adalah alat untuk menyiapkan sumber daya
manusia yang bermoral dan berkualitas unggul. Dan sumber daya manusia tersebut
merupakan refleksi nyata dari apa yang telah pendidikan sumbangankan untuk kemajuan
atau kemunduran suatu bangsa. Apa yang telah terjadi pada Bangsa Indonesia saat ini
adalah sebagai sumbangan pendidikan nasional kita selama ini.

Pendidikan nasional selama ini telah mengeyampingkan banyak hal. Seharusnya


pendidikan nasional kita mampu menciptakan pribadi (generasi penerus) yang bermoral,
mandiri, matang dan dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku
santun, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan
pribadi atau kelompok.Tapi kenyataanya bisa kita lihat saat ini. Pejabat yang melakukan
korupsi, kolusi dan nepotisme baik di legislative, ekskutif dan yudikatif semuanya orang-
orang yang berpendidikan bahkan tidak tanggung-tanggung, mereka bergelar dari S1
sampai Prof. Dr. Contoh lainnya, dalam bidang politik lebih parah lagi, ada partai kembar ,
anggota dewan terlibat narkoba, bertengkar ketika sidang, gontok-gontokan dalam tubuh
partai karena memperebutkan posisi tertentu (Bagaimana mau memperjuangkan aspirasi
rakyat kalau dalam diri partai saja belum kompak).

Dan masih ingatkah ketika terjadi jual beli kata-kata umpatan ("bangsat") dalam sidang
kasus Bulog yang dilakukan oleh orang-orang yang mengerti hukum dan berpendidikan
tinggi. Apakah orang-orang seperti ini yang kita andalkan untuk membawa bangsa ini
kedepan? Apakah mereka tidak sadar tindak-tanduk mereka akan ditiru oleh generasi
muda saat ini dimasa yang akan datang? Dalam dunia pendidikan sendiri terjadi
penyimpangan-penyimpang yang sangat parah seperti penjualan gelar akademik dari S1
sampai S3 bahkan professor (dan anehnya pelakunya adalah orang yang mengerti tentang
pendidikan), kelas jauh, guru/dosen yang curang dengan sering datang terlambat untuk
mengajar, mengubah nilai supaya bisa masuk sekolah favorit, menjiplak skripsi atau tesis,
nyuap untuk jadi pegawai negeri atau nyuap untuk naik pangkat sehingga ada kenaikan
pangkat ala Naga Bonar.

Di pendidikan tingkat menengah sampai dasar, sama parahnya, setiap awal tahun ajaran
baru. Para orang tua murid sibuk mengurusi NEM anaknya (untungsnya, NEM sudah tidak
dipakai lagi, entah apalagi cara mereka), kalau perlu didongkrak supaya bisa masuk
sekolah-sekolah favorit. Kalaupun NEM anaknya rendah, cara yang paling praktis adalah
mencari lobby untuk memasukan anaknya ke sekolah yang diinginkan, kalau perlu nyuap.
Perilaku para orang tua seperti ini (khususnya kalangan berduit) secara tidak langsung
sudah mengajari anak-anak mereka bagaimana melakukan kecurangan dan penipuan.
(makanya tidak aneh sekarang ini banyak oknum pejabat jadi penipu dan pembohong
rakyat). Dan banyak lagi yang tidak perlu saya sebutkan satu per satu dalam tulisan ini.

Kembali ke pendidikan nasional yang bermoral (yang saya maksud adalah pendidikan
yang bisa mencetak generasi muda dari SD sampai PT yang bermoral. Dimana proses
pendidikan harus bisa membawa peserta didik kearah kedewasaan, kemandirian dan
bertanggung jawab, tahu malu, tidak plin-plan, jujur, santun, berahklak mulia, berbudi
pekerti luhur sehingga mereka tidak lagi bergantung kepada keluarga, masyarakat atau
bangsa setelah menyelesaikan pendidikannya.Tetapi sebaliknya, mereka bisa membangun
bangsa ini dengan kekayaan yang kita miliki dan dihargai didunia internasional. Kalau
perlu bangsa ini tidak lagi mengandalkan utang untuk pembangunan. Sehingga negara
lain tidak seenaknya mendikte Bangsa ini dalam berbagai bidang kehidupan.

Dengan kata lain, proses transformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik harus
dilakukan dengan gaya dan cara yang bermoral pula. Dimana ketika berlangsung proses
tranformasi ilmu pengetahuan di SD sampai PT sang pendidik harus memiliki moralitas
yang bisa dijadikan panutan oleh peserta didik. Seorang pendidik harus jujur, bertakwa,
berahklak mulia, tidak curang, tidak memaksakan kehendak, berperilaku santun, displin,
tidak arogan, ada rasa malu, tidak plin plan, berlaku adil dan ramah di dalam kelas,
keluarga dan masyarakat. Kalau pendidik mulai dari guru SD sampai PT memiliki sifat-sifat
seperti diatas. Negara kita belum tentu morat-marit seperti ini.

Kedua, Perubahan dalam pendidikan nasional jangan hanya terpaku pada perubahan
kurikulum, peningkatan anggaran pendidikan, perbaikan fasilitas. Misalkan kurikulum
sudah dirubah, anggaran pendidikan sudah ditingkatkan dan fasilitas sudah dilengkapi
dan gaji guru/dosen sudah dinaikkan, Namun kalau pendidik (guru atau dosen) dan
birokrat pendidikan serta para pembuat kebijakan belum memiliki sifat-sifat seperti diatas,
rasanya perubahan-perubahan tersebut akan sia-sia. Implementasi di lapangan akan jauh
dari yang diharapkan Dan akibat yang ditimbulkan oleh proses pendidikan pada generasi
muda akan sama seperti sekarang ini. Dalam hal ini saya tidak berpretensi menyudutkan
guru atau dosen dan birokrat pendidikan serta pembuat kebijakan sebagai penyebab
terpuruknya proses pendidikan di Indonesia saat ini. Tapi adanya oknum yang berperilaku
menyimpang dan tidak bermoral harus segera mengubah diri sedini mungkin kalau
menginginkan generasi seperti diatas.

Selain itu, anggaran pendidikan yang tinggi belum tentu akan mengubah dengan cepat
kondisi pendidikan kita saat ini. Malah anggaran yang tinggi akan menimbulkan KKN yang
lebih lagi jika tidak ada kontrol yang ketat dan moralitas yang tinggi dari penguna
anggaran tersebut. Dengan anggaran sekitar 6% saja KKN sudah merajalela, apalagi 20-
25%.

Ketiga, Berlaku adil dan Hilangkan perbedaan. Ketika saya masih di SD dulu, ada beberapa
guru saya sangat sering memanggil teman saya maju kedepan untuk mencatat dipapan
tulis atau menjawab pertanyaan karena dia pintar dan anak orang kaya. Hal ini juga
berlanjut sampai saya kuliah di perguruan tinggi. Yang saya rasakan adalah sedih, rendah
diri, iri dan putus asa sehingga timbul pertanyaan mengapa sang guru tidak memangil
saya atau yang lain. Apakah hanya yang pintar atau anak orang kaya saja yang pantas
mendapat perlakuan seperti itu.? Apakah pendidikan hanya untuk orang yang pintar dan
kaya? Dan mengapa saya tidak jadi orang pintar dan kaya seperti teman saya? Bisakah
saya jadi orang pintar dengan cara yang demikian?

Dengan contoh yang saya rasakan ini (dan banyak contoh lain yang sebenarnya ingin
saya ungkapkan), saya ingin memberikan gambaran bahwa pendidikan nasional kita telah
berlaku tidak adil dan membuat perbedaan diantara peserta didik. Sehingga generasi
muda kita secara tidak langsung sudah diajari bagaimana berlaku tidak adil dan membuat
perbedaan. Jadi, pembukaan kelas unggulan atau kelas akselerasi hanya akan membuat
kesenjangan sosial diantara peserta didik, orang tua dan masyarakat. Yang masuk di kelas
unggulan belum tentu memang unggul, tetapi ada juga yang diunggul-unggulkan karena
KKN. Yang tidak masuk kelas unggulan belum tentu karena tidak unggul otaknya tapi
karena dananya tidak unggul. Begitu juga kelas akselerasi, yang sibuk bukan peserta
didik, tapi para orang tua mereka mencari jalan bagaimana supaya anaknya bisa masuk
kelas tersebut.
Kalau mau membuat perbedaan, buatlah perbedaan yang bisa menumbuhkan peserta
didik yang mandiri, bermoral. dewasa dan bertanggungjawab. Jangan hanya mengadopsi
sistem bangsa lain yang belum tentu cocok dengan karakter bangsa kita. Karena itu,
pembukaan kelas unggulan dan akselerasi perlu ditinjau kembali kalau perlu hilangkan
saja.

Contoh lain lagi , seorang dosen marah-marah karena beberapa mahasiswa tidak
membawa kamus. Padahal Dia sendiri tidak pernah membawa kamus ke kelas. Dan
seorang siswa yang pernah belajar dengan saya datang dengan menangis memberitahu
bahwa nilai Bahasa Inggrisnya 6 yang seharusnya 9. Karena dia sering protes pada guru
ketika belajar dan tidak ikut les dirumah guru tersebut. Inikan! contoh paling sederhana
bahwa pendidikan nasional kita belum mengajarkan bagaimana berlaku adil dan
menghilangkan Perbedaan.

Harapan
Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral,
dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia
pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan
generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku jujur, berakhlak
mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta
mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.

Tapi para pemimpin bangsa ini tidak melakukannya. Maka harapan tinggal harapan saja.
Karena itu, mulai sekarang, semua pejabat mulai dari level tertinggi hingga terendah di
legislative, eksekutif dan yudikatif harus segera menghentikan segala bentuk petualangan
mereka yang hanya ingin mengejar kepentingan pribadi atau kelompok sesaat dengan
mengorbankan kepentingan negara. Sehingga generasi muda Indonesia memiliki panutan-
panutan yang bisa diandalkan untuk membangun bangsa ini kedepan.
EDUCATIONAL NEED a moral
You and I as very perihatin Youths with state of the next generation or future generations
of the Indonesia nation today, who live, lived and grew up in the earth of this republic. To
prepare the next generation of moral, ethical, courteous, polite, faithful and devoted to
God Almighty to do the things that allowed it to happen even if takes a long time.
First, through a national education immoral (I do not want to say that our current
education is immoral, but this fact in the community). What does the National Education
and the Fate of the Successor Generation? Are closely interwoven. Education is
essentially a tool for setting up a moral human resources and superior quality. And
human resources is a real reflection of what has been education sumbangankan to
progress or decline of a nation. What has happened to the Indonesian people today is as a
contribution to our national education so far.
National education has been mengeyampingkan many things. Our national education
should be able to create personal (future generations) a moral, independent, mature and
mature, honest, noble, virtuous noble character, behave politely, shameless and arrogant
and not concerned with the interests of the nation rather than personal or kelompok.Tapi
fact we can see today. Officials who engage in corruption, collusion and nepotism in both
the legislative, executive and judiciary are all educated people who are not even half-
hearted, their degree of S1 until Prof. Dr. Another example, in the fields of politics even
worse, there are twin parties, board members involved drugs, a fight when the trial,
gontok-engage in conflict within the party since gaining a certain position (How would
fight for people's aspirations within the party if it is not compact).
And still remember when the sale and purchase of the words vituperation ("bastards") in
Bulog trial conducted by people who understand the law and highly educated. Do people
like this that we rely on to bring this nation forward? Do they not realize their behavior
will be imitated by the younger generation now in the future? In the world of education
itself there is deviation-perverts are very severe, such as the sale of an academic degree
from S1 to S3 even the professor (and oddly enough the perpetrator is a person who
understands about education), much class, teachers / lecturers who cheat by often come
too late to teach, change the value to get into your favorite school, plagiarized thesis or a
thesis, nyuap to become civil servants or nyuap to move up so there is a promotion la
Naga Bonar.
At the basic education up to secondary level, the same severity, the beginning of each
new school year. Parents busy with his son NEM (untungsnya, NEM was not used again,
who knows what else the way they are), if need be inflated to get into the schools
favorite. Even if the low son NEM, the most practical way is to find the lobby to enter the
desired their children to school, if necessary nyuap. The behavior of parents like this
(especially among the rich) is indirectly already teach their children how to commit fraud
and deception. (Hence not weird now so many individual officials swindler and liar
people). And many more who do not need I mention one by one in this paper.
Back to the national education a moral (I mean the education that young people can print
from elementary school to a moral PT. Where is the education process must be able to
bring students toward maturity, independence and responsibility, shameless, not wishy-
washy, honest, polite, berahklak noble, virtuous noble character so that they no longer
depend on family, community or nation after completing pendidikannya.Tetapi contrary,
they can build this nation with the wealth we have and internationally respected
throughout the world. If this nation no longer needs to rely on debt to development. So
that other countries do not arbitrarily dictate this nation in various spheres of life.
In other words, the transformation process to students of science should be done with
style and way too immoral. Where when the ongoing transformation process of science in
elementary through PT the educator must have a morality that can be used as role models
by students. An educator must be honest, cautious, berahklak noble, do not cheat, do not
obtrude, behave well mannered, disciplined, no arrogance, no shame, not wishy washy, to
be fair and friendly in the classroom, family and community. If teacher educators ranging
from elementary school to PT has the properties as above. Our country may not be messy
like this.
Second, changes in national education should not only fixated on curriculum changes,
increased budget for education, improvement of facilities. Suppose that the curriculum
has been revamped, the education budget has been upgraded and fully equipped facilities
and salaries of teachers / lecturers have increased, but if educators (teachers or lecturers)
and the education bureaucrats and policy makers do not have the properties as above, it
feels these changes will in vain. Implementation in the field will be far from the expected
and the impact of the education process on the younger generation will be the same as
today. In this case I do not pretend to corner the teacher or teachers and education
bureaucrats and policy makers as the cause of the collapsed educational process in
Indonesia today. But the actors who behave in deviant and immoral should soon change
as early as possible if you want a generation as above.
In addition, the higher education budget is not necessarily going to change quickly the
current state of our education. In fact, a high budget will lead to more high CCN if there
are no strict controls and high morality of the budget user. With a budget of about 6%
only have rampant corruption, especially 20-25%.
Third, apply fair and Eliminate the difference. When I was in school first, there are some
teachers I very often call my friends came forward to take notes on the board or to answer
questions because he's smart and rich kid. It also continues until I go to college. What I
feel is sadness, low self-esteem, envy and despair that leads into the question of why the
teacher did not memangil me or the other. Is that smart or just a rich kid who deserves
treatment like that.? Is education only for people who are smart and rich? And why I'm
not so smart and rich people like my friend? Can I be someone smart in a way that so?
With the examples that I feel this (and many other examples that I really wanted to
express), I wanted to illustrate that our national education has been unjust and make
differences among learners. So that our youth are indirectly been taught how to apply
unfair and make a difference. Thus, opening of superior class or grade acceleration will
only create social inequalities among students, parents and the community. Who entered
in the class are not necessarily superior, but there is also a diunggul-unggulkan because
of corruption. Who do not attend class is not necessarily superior because it is not
superior to his brain but because the funds are not superior. Likewise, accelerated classes,
who are busy rather than the learner, but their parents that their child find a way how to
get in that class.
If you want to make a difference, make a difference that can foster independent learners,
moral. mature and responsible. Do not just adopt the system of other nations that do not
necessarily fit with the character of our nation. Therefore, opening of superior grade and
acceleration need to be revised if necessary to eliminate everything.
Another example again, a lecturer angry because some students did not bring a
dictionary. Though he himself never took a dictionary to class. And a student who had
studied with me came up with tears told me that English was the value 6, which should be
9. Because he often protested to the teacher when learning and do not come home lessons
teacher. Inikan! The simplest example that our national education has not been taught
how to be fair and eliminate the difference.
Hope
Thus, if we want to print the next generation of independent, virtuous, mature and
responsible. Consequently, all involved in education in Indonesia should be able to
provide role models who can be role models the young generation. do not just sue the
younger generation to behave honestly, noble, virtuous noble character, behave politely,
immoral, shameless and arrogant and not concerned with the interests of the nation rather
than personal or group.
But the leaders of this nation does not do it. So the only hope of living expectations.
Therefore, from now on, all the officials from the highest to the lowest level in
legislative, executive and judiciary should immediately halt all forms of adventure who
just want to pursue their personal or group interest at the expense of the interests of the
country shortly. So Indonesia's young generation has a role model-a model that can be
relied upon to build this nation forward.

Anda mungkin juga menyukai