Anda di halaman 1dari 17

Jumlah, posisi lampu & daya listrik yang

dibutuhkan. Rek. PLN
dengan 3 komentar

Jajaran lampu kristal menghidupkan ruang publik. Melengkapi keindahan


interior masjid. Jumlahnya yang demikian banyak ada perhitungannya
sendiri. Sehingga fungsional, estetis, juga hemat energi.

Optimalisasi Daya Listrik.

Perhitungan daya dipengaruhi beberapa faktor, seperti fungsi ruang ( untuk


menentukan terang lampu ), jenis lampu ( mempengaruhi banyaknya cahaya
yang dipancarkan ), dan jumlah armatur/ titik lampu ( agar distribusi cahaya
lebih merata dan sesuai kebutuhan ). Daya listrik terpasang tak boleh
melebihi angka maksimum yang ditentukan untuk setiap ruang.

Menurut SNI, daya pencahayaan maksimum untuk ruang kantor/ industri


adalah 15 watt/ m2. Untuk rumah tak melebihi 10 watt/m2.( tambahan Ir.
Hartono Poerbo, M.Arch : untuk toko 20-40 watt/m2, hotel 10-30 watt/m2,
sekolah 15-30 watt/m2, rumah sakit 10-30 watt/m2 ). Coba terapkan
perhitungan ini pada setiap ruang di rumah, kemudian jumlahkan dan
dirata-rata. Misalnya, rumah anda berukuran 36 m2, maka jumlah daya
untuk lampu harus di bawah 360 watt. Jika jumlahnya berlebih, sebaiknya
kurangi titik lampu atau gunakan jenis lampu hemat energi.

( Titovianto, Pusdiklat Energi & Ketenagalistrikan ).

( SNI adalah standar konservasi energi sistem pencahayaan pada bangunan


yang dimaksudkan sebagai pedoman bagi semua pihak yang terlibat dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengelolaan bangunan untuk
mencapai energi efesien. Standar ini dibuat oleh Badan Standarisasi Nasional
( BSN ) yang bekerja sama dengan instansi terkait. Standar kebutuhan terang
untuk rumah tinggal juga tersedia sehingga bila anda membutuhkannya
untuk keperluan desain, anda bisa mendapatkannya di kantor BSN, Senayan,
Jakarta ).

10 jam hemat energi, solar dan batubara juga dihemat.


Jika kita menghemat daya sebesar 100 watt selama 10 jam, maka kita
menghemat energi sebesar 1000 watt-jam atau 1 kWh. Ini artinya
menghemat energi pada pembangkit listrik sebesar 10 kali lipat, yaitu 10
kWh. Energi sebesar ini setara 0,75 liter solar atau 1,5 kg batubara. ( Pekik
Argo Dahono/ Kompas ).

Contoh perhitungan :

Luas ruang makan : 5 m x 4 m = 20 m2. Daya lampu : 3 buah ( titik lampu )


x 15 watt = 45 watt. Daya : luas ruang = 45 : 20 = 2, 25 watt/m2 
( memenuhi syarat ).

Menentukan posisi lampu.

Anatomi lampu pijar, atau bohlam. Kawatnya akan putus setelah sekian ratus
kali pemakaian. Sekitar 3 bulan.

Menghitung kebutuhan cahaya dalam ruangan memang tidak mudah. Untuk


menentukan secara akurat, biasanya dilakukan oleh para profesional di
bidang perlampuan. Namun, tak ada salahnya jika anda mengerti sedikit
mengenai prinsip penentuan titik lampu. Perhitungan ini gunanya agar
lampu yang digunakan jumlahnya pas dengan kebutuhan. Jika kurang atau
berlebihan, selain boros, juga menyebabkan ketidaknyamanan di mata.
Contoh berikut menggunakan downlight yang memiliki sudut cahaya 30°.
Hitung ketinggian plafon dan tinggi bidang kerja dari atas lantai. Misalnya,
tinggi plafon 3 meter dan bidang kerja 80 cm. Yang dimaksud dengan
bidang kerja adalah area yang paling banyak digunakan untuk berkegiatan di
ruang tsb. Di ruang kerja, misalnya, kegiatan menulis dan membaca di atas
meja, adalah yang paling sering dilakukan. Ketinggian meja tsb, nantinya
menjadi patokan tinggi bidang kerja. Setelah itu dengan rumus Pythagoras
anda bisa menghitung jarak antar titik lampu di ruang tsb.

Lumen adalah jumlah cahaya yang dihasilkan sebuah lampu. Lumen dipakai
sebagai satuan kuat/ terang cahaya. Jarak antara permukaan meja dengan
armatur lampu gantung tidak lebih dari 75 cm. Jarak yang lebih besar
menyebabkan panas yang dikeluarkan lampu akan terasa saat orang akan
berdiri. Jarak ideal antara titik penerangan lampu ( di plafon ) dengan lantai
adalah 2,5 meter. Di ketinggian manapun lampu diletakkan, usahakan agar
jarak ini terpenuhi, supaya terang lampu yang diterima ruang tidak
berkurang.

Menghitung jumlah lampu & daya listrik


 Arus cahaya disimbolkan Ø, satuannya lumen, rumusnya Ø = I x watt.
 Kuat cahaya disimbolkan I, satuannya candle, rumusnya I = Ø watt
 Kuat penerangan disimbolkan E, satuannya lux, rumusan E = Ø : A
 A adalah luas bidang kerja. Ø = E x A. Untuk kantor 200-500. Untuk
rumah 75 – 250.
Untuk sistem penerangan langsung dengan warna plafon dan dinding
terang, CU ( coeffesien of utilization ) –nya 50-65 %. Light loss factor ( LLF )
= 0,7-0,8. LLF tergantung ; kebersihan sumber cahaya, tipe kap lampu,
penyusutan cahaya dari permukaan lampu, dll.

Rumus menghitung jumlah lampu :

Jumlah lampu ( N ) = kuat penerangan ( E ) x luas bidang kerja ( A )  dibagi 


Ø lumen lampu x LLF x CU
Contoh perhitungan : ruangan kantor berukuran 20 x 10 x 3 m direncanakan
memakai TL 4 x 40 watt dengan penerangan E = 300 lux. Hitung, jumlah
lampu dan daya listrik yang dibutuhkan.

Penyelesaian : dari tabel,

Untuk 1 bh TL 40 watt, jumlah lumen = 40 x 75 = 3000 lumen. Untuk 4 TL


40 watt, jumlah lumen = 4 x 3000 = 12.000 lumen.

Dipilih CU 60 % dan LLF 0,8

Jumlah lampu yang dibutuhkan ( N ) = E x A  dibagi  lampu x CU x LLF  =      


300 x 200 dibagi 12000 x 0,6 x 0,8  =  10,4

Jadi N = 11 buah 4 x TL 40 watt. Pemakaian watt untuk lampu TL 40 watt


termasuk ballast = 50 watt. Jumlah beban dari lampu = 11 x 4 x 50 watt =
2200 watt. Untuk stop kontak peralatan kantor diperhitungkan 20 % dari
beban lampu = 20 % x 2200 watt = 440 watt. Total kebutuhan watt = 2640
watt, atau watt/m2 = 13, 4. Untuk perumahan, jumlah stop kontak
diperhitungkan masing2 satu buah @ 100 watt pada kamar tidur, ruang
tamu dan dapur. Daya cadangan listrik ( generator set diesel ) harus dapat
melayani emergency load. Rumusnya :

Cavity Ratio ( CR ) = 2,5 x area of cavity wall dibagi area of work plane

Tagihan listrik dari mana ?

Pilih bohlam atau neon ? CFL bisa mengurangi tagihan listrik. Apalagi jika tak
lupa mematikan lampu setelah selesai menggunakan ruangan. Memang
harga awal lebih mahal, tapi jika awet dan konsumsi listriknya lebih rendah,
kita bisa berhemat berkali-kali lipat.

Perhitungan rekening listrik dari PLN dilakukan melalui besar pemakaian


kWH atau stand meter ( awal – akhir, dalam satuan kWH ). Penggolongan tarif
didasarkan besar kebutuhan daya, mulai skala rumah tangga, sampai
industri besar. Simulasi rekening bisa diakses di situs www.pln.co.id.
Di situs ini, kita dapat menghitung biaya tagihan, berapa biaya pasang baru
atau mengubah daya listrik. R1 ( 900, 1300 ) dikategorikan rumah tangga
kecil, bea beban dibagi atas blok2. R2 ( 3500 ) dikategorikan rumah tangga
menengah, bea beban tidak dibagi blok konstan dengan nilai yang lebih
tinggi. ( Serial Rumah ).
Ditulis oleh Savitri
8 April 2010 pada 10:34
Ditulis dalam arsitektur, ekonomi, konservasi
Dikaitkatakan dengan Indonesia, Jawa Barat

Keindahan hati manusia, membuat mereka


kembali. Piece ..
tinggalkan komentar »

Jalan layang Pasopati, kian sering digunakan sebagai ciri Kota Bandung.
Kemacetan di mulut jalan sering membuat orang memacu kendaraan terlalu
cepat ketika sampai di jalan lowong, sehingga menimbulkan kecelakaan.
Tragedi yang tak perlu terjadi. Berhati-hatilah mengemudi.

Long week end, wafat Isa al-Masih, bisa ditebak. Bandung kembali diserbu
warga Jakarta dan sekitarnya. Bertepatan usainya Ujian Nasional ( UN )
tingkat SMP. Seminggu sebelumnya, tingkat SMA. Pemajuan jadwal UN
menyebabkan para pelajar membatasi diri dari kegiatan sekunder. Surfing
internet, termasuk diantaranya. Warnet sepi, bahkan banyak yang tutup
sementara. Trafik ke blog GP & C juga drop, sampai setengahnya ( haii ..
para pelajar, kalian ternyata separuh pengunjung tersayangku. Semoga
kalian lulus semua, ya .. ).  Mereka berkutat dengan buku pelajaran dan
latihan soal ujian. Sebagian menambahnya dengan rajin sholat malam dan
sedekah. Memohon kemudahan dari Sang Pencipta.
Mario Teguh berkata, jika kita sudah mempersiapkan diri dengan baik, kita
tak perlu takut hasilnya. Kegiatan kecil, bertahap, namun konsisten
dijalankan akan mendapat hasil yang besar. Termasuk nilai dan kelulusan
UN. Kerjakan soal dengan tenang, dengan cukup nutrisi dan istirahat pada
malam sebelumnya. Berlaku dalam semua situasi, ketenangan batin adalah
sikap terbaik. Damai di hati, lalu hasil UN memuaskan. Damai di hati,
pekerjaan menarik diperoleh. Damai di hati, dipercaya memegang posisi
lebih tinggi. Damai di hati, uang penuh berkah mengucur deras. Isn’t that
nice ? Is that what we want ?
Hukum ditegakkan, korupsi lenyap, Indonesia disegani di Timur Tengah.
Memang, gambaran horor sempat terbayang. Di media, siswa menjerit
histeris dan pingsan, mendengar dirinya tak lulus. Para orang tua gusar,
protes pada kebijakan dan pelaksanaan UN. Mengapa infrastruktur
pendidikan belum merata di seluruh penjuru nusantara, tapi UN ( dan tetap )
dilaksanakan ? ( meski sudah kalah di MA ).  Ini tidak adil bagi anak daerah.
Pemerintah berargumen, standar hasil pendidikan yang berlaku secara
nasional itu perlu, dan mereka sudah melakukan penyesuaian. Nilai UN
bukan satu-satunya faktor kelulusan, ada parameter lain.

( Entah, dengan keputusan Mahkamah Konstitusi ( MK ) kemarin, yang


membatalkan UU Badan Hukum Pendidikan. ITB yang sudah 8 tahun
mengimplementasi BHMN ( Badan Hukum Milik Negara ) sedang berpikir
keras merespon keputusan tsb. Tentunya, mahasiswa gembira kalau biaya
kuliah terjangkau lagi seperti dulu. Generasi muda adalah aset bangsa yang
wajib dicerdaskan, dengan pendidikan sebagai ujung tombaknya. Indonesia
adalah negeri dengan sumber alam terkaya di dunia. Amien Rais berkata,
Indonesia ini terlalu kaya untuk dicuri. 350 tahun kita pernah dicuri oleh
Belanda. Negeri kincir angin itu, sebagian besar dibangun dari rempah2,
keringat dan darah bangsa Indonesia, para pendahulu kita. Sebelumnya,
nusantara dijarah oleh bangsa Portugis dan Inggris. Sesudahnya, oleh
Jepang. Sekarang, oleh perusahaan2 asing yang menancapkan kukunya
dalam2 di bumi persada.

Karena mismanajemen yang kelewat parah di negeri ini ( disebabkan


lemahnya penegakan hukum dan korupsi yang menempatkan Indonesia
kembali di posisi juru kunci di Asia Pasifik ), hutang Indonesia sampai lebih
1600 trilyun.  Setiap tahun, kita harus membayar 50 trilyun, baru bunganya
saja. Itu sebabnya, penuntasan skandal Century menjadi penting. Menjadi
pintu masuk bagi perbaikan sistem dan aparat yang korup. Kasus Gayus
Tambunan, staf Ditjen Pajak, yang sedang hangat dibicarakan, juga
momentum untuk membersihkan Direktorat Pajak, kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan. Kita harus terus mengawal reformasi di segala lini, hingga
Indonesia sampai ke perfoma puncaknya. Disegani bangsa2 lain di level
dunia, termasuk di Timur Tengah.

Keramik Dinasti Ming dan blok Ambalat, pelajar dan mahasiswa studi gratis ?
Australia bisa menggratiskan pendidikan bagi warganya hingga jenjang
perguruan tinggi. Indonesia, mestinya bisa. Utopis ? Tidak. Ada puluhan ribu
artefak kuno di dasar perairan Indonesia yang bisa dijual untuk membayar
seluruh hutang, bahkan surplus. Kemarin ( 31/3/2010 ), Danlanal Cirebon,
Letkol laut Deny Septiana menyerahkan 2.386  keramik yang diperkirakan
dari Dinasti Ming, kepada Panitia Nasional BMKT ( Benda Muatan Kapal
Tenggelam ). Belum lagi, kalau kita bisa mengeksplorasi minyak di blok
Ambalat dan mengawasi penggunaannya, setelah sebelumnya mengawal
reformasi di jajaran pemerintah dan penegak hukum kita. Jika kita bisa
melakukannya, maka angka pertumbuhan ekonomi kita tidak hanya 4,3 di
masa krisis global . Nomor 3  setelah Cina dan India di G-20. Indonesia
mestinya bisa seperti India yang angkanya 7, kata George Soros, ahli
finansial ( juga filsuf, dermawan, dan spekulan sukses di saat yang lain
bangkrut ). Dengan angka itu lapangan pekerjaan baru, bisa tercipta.

Allah Maha Kaya. Yang Maha Pemurah berkenan menganugerahkan mahligai


mutu manikam di zamrud khatulistiwa untuk kita huni. Kita sangat
bersyukur. Kekuatan besar diiringi tanggung jawab besar, kata paman Spider
Man. Kekayaan besar juga menuntut kemampuan besar untuk mengelola.
Iman tebal untuk menjaganya ( juga hati untuk tetap rendah hati ).
Selanjutnya, peran besar untuk mendorong terciptanya perdamaian dunia.
Setelah Amerika gagal melakukannya, apakah Indonesia harus maju ?  Allah
memberi sumber alam terkaya dengan harapan ( peran ) besar pada bangsa
ini, don’t you think ?
Anak, kebanggaan orang tua. Semata ?
Pendidikan penting. Agama penting. Keduanya bersinergi membentuk rakyat
yang cerdas dan pemerintah yang amanah. Pejabat pemerintah diambil dari
stok yang ada di masyarakat. Masyarakatnya baik, pemerintahnya akan baik
juga. Lalu, bagaimana dengan kasus sms bocoran jawaban UN yang 85 %
benar, atau kertas jawaban yang nilainya bagus, ditukar dengan yang jelek
sehingga siswa yang pintar dan jujur justru tidak lulus ? Sistem UN harus
terus diperbaiki dari hulu hingga hilir. Semua pemangku kepentingan
mengawal. Bagi siswa yang merasa dirugikan, bisa berkaca,  kekurangan apa
yang masih dia lakukan di aspek kehidupannya yang lain. Mungkin kurang
hormat pada orang tua, atau guru ? Atau sombong ?  Allah Maha Adil, tak
mungkin Beliau mendzalimi hamba-Nya. Di sisi lain,  Mario berkata, siapa
tahu malaikat mau menyetip jawaban yang salah jika kalian sudah bersikap
yang terbaik, sehingga masih bisa lulus UN. Saya baca di koran, ada siswa
yang tidak sempat belajar pada saat UN, tapi  bisa lulus. Ajaib ?

Jadi, ditukarnya jawaban kalian yang benar juga terjadi atas seizin-Nya.
Tekanan ortu pada anaknya pada masa ini kian kuat. Anak seolah menjadi
aset kebanggaan orang tua semata. Anak harus berhasil. Dan, keberhasilan
di mata sebagian besar penduduk republik ini masih berorientasi materi.
Berhasil artinya punya rumah mentereng, mobil mewah, jabatan basah, atau
uang banyak. Ortu lupa kebaikan sebagian dari kita yang membuat negeri ini
merdeka, republik ini masih bertahan,  setelah serangkaian bencana alam
dahsyat, serbuan produk dan pengaruh asing yang merusak.  Narkoba dan
teroris, yang jaringannya sudah mendunia. Sulit ditaklukkan.

Pandang rendah koruptor, Indonesia bersih.


Ada orang yang berdedikasi menyelamatkan manusia tak dikenalnya dari
kobaran api. Ada yang membantu menyambung hidup ( juga harapan ) bagi 
para korban banjir, longsor dan gempa.  Ada yang membawa orang2 gila
yang berkeliaran di jalanan ke rumahnya, dimanusiakan. Ada yang
merehabilitasi  dan merawat puluhan pecandu narkoba seperti  putra sendiri
dengan kocek pribadi. Ada orang cacat yang memacu semangat rekannya
agar tak menyerah pada nasib,  sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan
bagi orang lain.  Ada guru dan perawat yang bersedia mengabdi di pelosok2
terpencil karena panggilan hati. Ada yang ke daerah2 konflik, bahkan
sampai ujung Palestina dan Afganistan. Demi mengukir nama Indonesia di
ingatan kolektif bangsa lain.

Orang2 baik ini yang membanggakan. Bukan, orang yang bermobil, berumah
mewah, yang sibuk menimbun kekayaannya setinggi gunung, terlebih
dengan cara mark up, menipu orang atau korupsi. Lalu, ongkang2 kaki
menikmati jarahannya di Singapura atau kawasan wisata prestisius, tak
peduli sebagian penduduk negeri ini masih mengais hidup atau meregang
nyawa akibat dari ulahnya, langsung atau tidak. Bisakah masyarakat
memandang rendah orang kaya model begini ?  Selama
ini, judgement rendah (  langsung memalingkan muka pada orang yang tidak
selevel, meski ia sudah berbuat banyak bagi lingkungannya ) pada orang
sederhana  terbukti manjur meningkatkan angka korupsi. Orang2
berbondong-bondong make over rumah, mobil dan penampilannya demi
‘pengakuan sosial’ itu, meski dengan menghalalkan segala cara.
Hukuman sosial ( memandang rendah ) sebaiknya dialihkan pada para
koruptor atau orang kaya yang tak jelas asal usulnya itu. Kalau penjara tak
cukup menjerakan, hukuman sosial yang konsisten,  menjadi jurus
pamungkasnya. Atau, terpikir hukuman mati seperti di Cina ? Karena penjara
kita sudah kelebihan penghuni, hingga berjejal-jejal bak ikan pindang.
Gerakan anti korupsi didukung penuh seluruh komponen masyarakat
dengan memandang rendah para pelakunya. Orang akan berpikir 1000 kali
jika mau korupsi. Indonesia akan lebih cepat mencapai peran dan perfoma
riil-nya.

Menjadi orang baik lebih penting. UN siapa takut ?


Dan, pelajar tidak stres menjalani UN atau menerima hasilnya. Orang tua
sudah punya paradigma baru, yang namanya keberhasilan hakiki. Di mata
Allah, berujud damai di hati. Menekan ( mengintimidasi ) anak bukan harga
mati. Masih banyak jalan keberhasilan. Jalan lebih manusiawi. Menjadi orang
penting itu baik, tapi menjadi orang baik itu lebih penting. Knowledge is
power, but character is more, moto SMA 3.  Saya tidak takut UN, saya takut
tidak lulus UN, kata 2 pelajar ketika ditanyai. Dunia ini tak selebar daun
kelor, adikku. Andre Wongso yang membakar semangat pasukan biru Maung
Bandung, Persib, hanya lulusan SD. Ia disegani sebagai motivator nomor satu
di Indonesia. Andre belajar dari pengalaman hidupnya yang serba sulit sejak
kecil. Jika anda lunak pada kehidupan, maka kehidupan akan keras pada
anda.  Jika anda keras pada kehidupan, maka kehidupan akan lunak pada
anda, kata Andre bijak. Bekerja keraslah selagi muda.
( Jangan kalah dengan UN. Jangan menyerah, jangan menyerah …, kata
d’Masiv ).

Kalian kenal Bob Sadino ? Ya, Om Bob yang suka bercelana pendek ke
mana2. Beliau pengusaha sukses agrobisnis. Ia pernah jadi supir taksi untuk
menyambung hidup. Tapi, tengok kehidupannya sekarang. Hidup nyaman,
mensyukuri hidup, puas bermain dengan anak cucu. Gambaran sukses yang
didambakan orang. Kalian tak mengira Om Bob hanya lulusan SMA, kan ?
Tidak bergelar insinyur pertanian, master atau doktor seperti kita kira.
Sukses, menurut beliau, adalah setitik keberhasilan dari segunung
kegagalan. Lebih banyak gagalnya daripada suksesnya. Kita baru benar2
gagal jika berhenti mencoba. Sukses tercapai di puncak ( perfomanya ) dan
berlangsung lama. Kemudian, kerajaan bisnisnya berangsur-angsur
didelegasikan pada kaum muda. Regenerasi yang mulus.

Ingat masa mudamu, sebelum datang masa tuamu.


Lewat 60 tahun, umumnya manusia mengalami penurunan fisik, yang
berpengaruh pada ketajaman penilaian, insting bisnis, kegesitan bertindak
dan keberanian mengambil resiko. Serangkai tool yang diperlukan
wirausahawan sejati. Wanita di atas usia 35 tahun, umumnya memasuki
masa tidak subur. Pra menopause. Produksi estrogen, progesteron dan
testoteron menurun. Badan terasa panas, mudah letih, gatal2 dan kering.
Sulit tidur, tak berselera, dan tak ingin melakukan apa pun, kata
penderitanya yang parah. Sulih hormon dalam pengawasan dokter dan
apoteker profesional sesuai kebutuhan spesial masing2 penderita, menjadi
solusinya. Tapi, di Amerika sendiri, terapi ini masih sangat mahal. Kalau
begitu, ingat masa sehatmu sebelum masa sakitmu. Ingat masa kayamu
sebelum masa miskinmu. Ingat masa mudamu, sebelum masa tuamu.
Demikian, agama menasehati. Gunakan masa mudamu sebaik-baiknya.
Mengumpulkan pahala dan biaya hidup di hari tua.
Tapi, saya masih takut gagal, Mbak. Hmm ..  Apa nasehat ‘kalau takut gagal
masalahnya, jangan gagal, solusinya’ bisa berlaku di sini ? Bingung ?
Solusinya, jangan bingung. Cari tahu, agar tidak bingung lagi. Saya merasa,
dari pengalaman hidup, ada orang2 tertentu di dunia ini yang seperti diberi
bulan-bulanan masalah. Belum selesai satu masalah, sudah muncul masalah
lain. Bertubi-tubi. Padahal, dari orang tua, tak banyak bekal hidup yang
diberi. Terjadi, penyiksaan verbal puluhan tahun. Anak dibanding-
bandingkan. Dihina, dibentak, direndahkan terang-terangan di muka umum.
Di keramaian peron kereta api atau kepadatan pengunjung konser. Ada
sindrom sejenis ortu yang merasa harkatnya naik jika sudah merendahkan
orang lain, termasuk anaknya. Mantan staf dekat dan anak2 yang lain, yang
tak menyadari parut emosional ini, menerapkan sindrom serupa ke
sekitarnya. Satu-satunya cara yang diketahuinya dalam mengasuh anak.
Membaca atau mencari tahu teknik mengasuh anak yang lebih baik ? Ogah,
ah. Malas baca. Malas mikir.
Mereka memilih ( lebih mudah ) terus menyakiti orang terdekatnya, hingga
berakhir selingkuh, yang berujung derita pada anak2 . Anak2 yang
diperlakukan buruk, ‘alarm’-nya tak berfungsi ketika para penyiksa ( penipu,
manipulator, predator, pemerkosa, psikopat )  datang mendekatinya. Sinyal
penyiksa ini mirip dengan ortunya. Anak tak bisa membedakan mana orang
yang jahat, lampu merahnya tidak menyala, insting bahaya tak berujung
tindakan untuk menjauhi atau menghentikannya. Terjadilah kekerasan
seperti yang dialami penyanyi kondang Rihanna, Chris Brown dan top model
Tyra Bank. Jika, anda merasa terus bertemu orang yang salah, cek masa lalu
anda. Kesalahan terbesar dalam hidup, adalah ketika kita salah memilih
orang. Anak2  yang disiksa ( secara verbal atau fisik ) sangat rentan bertemu
dengan orang2 sesat ini. Istilahnya, mereka sudah jatuh, tertimpa tangga
pula. Kesengsaraan demi kesengsaraan seperti membutuhi perjalanan
hidupnya. Anda baca beritanya di koran ; anak dilecehkan ayah kandungnya,
direnggut tetangganya, diperdagangkan orang yang baru dikenalnya
( trafficking ), disiksa dan dihamili pacarnya, dinodai pengajarnya, dihabisi
pembunuh berdarah dingin, serial killer, dsb.
Pengalaman traumatik, membuahkan kepekaan.
Ya, ada orang2 tertentu yang harus setengah mati berusaha untuk bisa
dikatakan normal oleh masyarakat, atau sekedar mendapatkan sesuatu yang
menjadi haknya. Di saat anak seusianya, mendapatkan begitu mudahnya dari
ortu dan lingkungannya. Seperti di jalan tol, mulus. Smooth, dan menerima
banyak pujian dengan begitu gampangnya. Sementara, ada anak lain yang
berjuang keras, terkuras energinya, hanya untuk meredakan pikiran2 negatif
di kepalanya, hasil omelan dan penistaan orang terdekatnya yang
mengendap di selama belasan bahkan puluhan tahun di kepalanya. Letih,
sebelum berperang melawan persaingan hidup yang makin keras dan rumit.
Tapi, sekali kita bisa melampaui trauma masa kecil itu, mengatasi
rintangan2 berat yang seperti tak ada habisnya, tahu2 kita sudah sampai di
puncak gunung. Menjadi seseorang, yang kita kira kita tak mampu. Hampir
tak menapak, atau justru tersungkur tawadhu. Nikmat. ( Ingat, bagaimana
para biksu shaolin menempa diri ? Mengangkat 2 ember penuh air lalu
penuh batu ke puncak gunung secepatnya. Ribuan kali ? Tubuh mereka jadi
sekuat baja dan seringan bulu )

Jika mau lebih dalam merenung, orang dengan serangkaian ujian berat ini
pastinya ada apa-apanya. Kenapa ia ditempa begitu berat ? Kenapa Allah
begitu sibuknya mendatangkan banyak cobaan dan orang brengsek pada
kita ? Kan, lebih gampang dibiarkan seperti yang lainnya, lempeng2 saja.
Allah menyiapkan sesuatu yang besar, yang hanya bisa ditangani oleh
orang2 yang sudah ditempanya. Orang yang harus mengerahkan seluruh
kemampuannya dari A sampai Z, otak kanan, kiri, kecil dan belakang, agar
bisa survive. Instingnya terasah tajam, nuraninya digosok bening,
pengetahuannya ditimba luas, ototnya dibetot sekuat baja, stamina dipacu
hingga Himalaya.
Membulatkan lingkaran, memenuhi takdir.
Oprah Winfrey, salah satu yang berangkat dari masa kecil tak bahagia,
kemudian menjelma figur yang berpengaruh di dunia. Menentukan
kemenangan Obama, disamping Jesse Jackson, veteran politikus yang sekulit
dengannya. Banyak pengarang besar lahir dari masa kecil traumatik.
Berbekal kepekaan di atas rata2 orang pada umumnya. Makin tragis
hidupnya, makin banyak yang harus dipelajarinya, agar bisa keluar dari
siklus derita. Makin luas pengetahuan dan wawasannya. Makin besar
kemampuannya mempengaruhi orang. Para motivator top terasah dari
pengalaman  hidupnya yang sulit. Sania Twain dan Titiek Puspa menjadi
legenda karena kegigihan berjuang sejak remaja membesarkan adik-
adiknya. Jadi, tilik apa peran anda di dunia ? Istilah Oprah, membulatkan
lingkaran anda.

Jadi, UN bukan akhir dunia. Apa pun hasilnya. Rencana besar sudah
disiapkan-Nya untuk kalian. Jemputlah dengan persiapan matang dan ibadah
kusyu’. Oke ?

Supir angkot bak guide. Putra E.Douwess Dekker di Lembang.


Setelah nonton “Oasis” di Metro TV  tentang Desa Jelekong, desa pelukis
yang dirintis bapak Odin Rohidin, tangan saya tiba2 gatal melukis. Butuh
sedikitnya 2 kanvas untuk melampiaskan hasrat yang berkecamuk. Arah
destinasi jelas, diskon 30 % di Gramedia dan pembukaan gerai Electronic
Solution di Istana Plaza ( 1 – 4 April 2010 ), lengkap dengan harga2
promonya yang menggiurkan dompet. Dengan prediksi macet, saya memilih
naik angkot. Look, what I find out ?
“Wah, kalau mau ke Setiabudi, mesti naik ini dulu, nanti berhenti di Gandok.
Lalu, diteruskan naik angkot Ledeng ke Setiabudi, ” kata supir dengan logat
Sunda yang kental pada mahasiswa baru keturunan Tionghoa, yang
menyetop angkotnya di depan kampus Unpad. Sesampainya, di pertigaan
Gandok yang macet, si supir menawarkan si mahasiswa turun berganti
angkot.”Atau nanti di Lamping saja, daripada muter lagi, jalan. Capek.” Si
mahasiswa mengiyakan.

”Tah, eta di sana, angkot Ledengnya, Dik.” Si supir tersenyum sumringrah,


dibalas senyum si mahasiswa baru dengan mimik lega. ( Orang baru tahu
Bandung, rupanya ). “Terima kasih, Mang,” kata si mahasiswa.”Sami2”, sahut
si supir senang. Saya duduk persis di belakang supir, ikut senang. Ini supir
kayak guide saja. Tahu seluk beluk Bandung. Ramah pula. ( Di Jalan
Lembang, setelah Setiabudi, ada kediaman Kesworo ( 64 tahun ), putra Dr.
Setiabudi alias Ernest Douwess Dekker, keponakan Multatuli yang
mengarang “Max Havelar”. Putra pahlawan nasional ini membuka pabrik
kerupuk palembang dan memberi pekerjaan pada rakyat kecil di sekitarnya.
Bule Belanda yang turun temurun membantu orang Indonesia. Bule yang jadi
pahlawan di sini. Keren, ya .. ).
Dengan keramahan dan sopan santun, siapa yang tak betah di Bandung ? 
Kemacetan yang seperti menjadi keseharian Kota Bandung, tak terlalu
dihiraukan lagi,  jika keindahan hati manusia menyapanya. Hati panas,
langsung sueejuuk. Supir angkot ini salah satu bentuk hidupnya. Si
mahasiswa dan saya, saksinya. Buat yang dianugerahi kepekaan lebih, akan
bisa menikmati ‘sajian’  kalbu dari-Nya. Buah yang bisa dipetik dari para
pengecap masa kecil suram, jika pandai memaknai semua peristiwa dalam
hidupnya. Rasanya jauh lebih nikmat dari berjemur di Pantai Kuta, Bali.
Minum kelapa muda seraya melihat bule2 surfing atau bergelimpangan di
pasir,  mencoklatkan badan ( aneh ya, orang kita ingin memutihkan kulit,
bule2 malah ingin melegamkan kulit. Kulit sawo matang, seksi dan eksotis,
kata mereka. Weird  ). Sungguh. Pantas, Jero Wacik, Menbudpar kita mem-
favoritkan Kota Bandung, setelah kampung halamannya sendiri, Bali. Jalur
penerbangan dari Kuala Lumpur diputuskannya bisa langsung ke Bandung.
Pilih jalanan mulus atau warga yang santun ?
Tiba di IP, isi rak buku sudah berceceran, sebagian. Rupanya, anak sekolah
mengekspresikan ‘kemerdekaan’-nya setelah ujian dengan mengaduk
barang murah meriah yang dipajang di Gramedia. Mencari-cari buku cerita
yang disukai. Komik asyik, dsb. Saya sampai rebutan dengan 2 anak
menggunakan komputer customer service. Novel “Gajah Mada, Perang Bubat”
di database ternyata kosong stoknya. Saya lalu melenggang ke bagian alat
tulis. 2 kanvas yang saya pilih, ternyata di data base harganya lebih tinggi.
Setelah didiskon, memang masih lebih murah daripada harga yang tertera di
tepi kanvas. Melihat usaha asisten kasir mengecek kembali ke rak dan
permintaan maaf sang kasir, hati siapa yang tidak luluh ? Ah, masih
lumayan. Bungkus, kata saya. Dibandingkan pramuniaga butik, kasir
swalayan dan pedagang pasar tradisional ketika saya menjadi turis domestik
di Bali,  perlakuan yang saya terima hari ini masih menyenangkan. Saya
meninggalkan IP dengan perasaan puas.
Saya teringat, tulisan orang Bandung di Surat Pembaca PR kemarin, yang
mengeluhkan kantong ekstra yang tidak diberikan pramuniaga sebuah toko
donat, untuk temannya dari Malaysia. Padahal, ia sudah memborong banyak.
Ia merasa perlu menulis di PR, agar keberatan si pramuniaga tidak membuat
orang Malaysia menganggap orang Bandung pelit. Satu bentuk kecintaan
warga Bandung terhadap kotanya. Patut diapresiasi. Itukah sebabnya, dari
hari ke hari, pelayanan penggiat wisata belanja di Bandung terus membaik ?
Bahkan, sampai level supir angkot. Mungkinkah, pihak Organda juga mem-
briefing anggotanya tentang kepuasan wisatawan ?  Anda pilih kota
mentereng dipenuhi gedung pencakar langit, tapi warganya dingin, acuh tak
acuh,  seperti negara tetangga ? Atau, kota macet dengan jalan berlubang,
penuh bangunan antik, dan warganya santun, ramah dan senang
membantu ? Kalau anda betul2 humanis tentu anda memilih yang kedua.
Kota indah, dengan gedung pintar dan jalanan mulus, sekaligus warganya
ramah bersahaja, bisakah ? Tantangan bagi Kota Bandung, selanjutnya.

( Jika anda menemui anomali dari sikap rata2 penghuni Kota Bandung,
seperti sebuah komen dari pengunjung blog ini, yang pernah ketemu orang
berucap kasar yang katanya dari Bandung, anda mesti bisa membedakan
mana warga Bandung asli dan mana warga pendatang yang baru belajar
bahasa yang katanya Sunda. Bahasa Sunda adalah bahasa tersulit setelah
bahasa Perancis, kata orang. Ada undak unduk, tingkatannya. Lebih mudah,
tentu, mencomot sana sini semau gue, lalu mengaku dari Bandung dan
mengaku sedang berbahasa Sunda. Tapi, roh Sunda-nya ( tutur kata dan
perilaku santun ) tak dihayati. Nama Bandung dipertaruhkan.

40.000 PKL menyesaki Bandung. 80 % pendatang.


Kota tak hanya kumpulan gedung. Namun, harmoni antara lingkungan fisik
dan warga kota. Keduanya berinteraksi selama kota berkembang. Perubahan
positif memberi manfaat. Degradasinya berdampak merugikan. Contoh,
keberadaan PKL di Alun-alun, Bandung. Di mana ada orang berkumpul,
maka di situ pula para PKL muncul. Larangan PKL di 7 titik, termasuk Alun2
tak dihiraukan. Apa daya, desakan perut lebih mengemuka. Sementara,
pemerintah tak bisa berbuat banyak untuk mengangkat rakyat kecil. PKL
menjadi katup pengaman ekonomi.

Fredi Rigaswara, ketua satpol PP, Bandung pernah mengatakan, sulitnya


menertibkan pedagang kaki lima ( PKL ) di Bandung. PKL di kota lain relatif
bisa ditertibkan. Dengan pendekatan kultural ( Solo ) dan represif
( Surabaya ). Di Solo, jumlah PKL hanya 4000. Surabaya, cuma 14.000. Di
Bandung, jumlah PKL mencapai 40.000. 80 % -nya adalah pendatang.
Bandingkan dengan luas wilayahnya sendiri. Bandung dibandingkan
Surabaya. Anda bayangkan mengaturnya. Para PKL ini jika ditertibkan,
bahkan ada yang mengobrak-abrik dagangannya sendiri agar dipotret media
sehingga aparat satpol yang disudutkan, dituduh memaksa dengan
kekerasan. Anda lihat banyak pengamen dan gelandangan di perempatan
jalan dan sudut2 taman kota. Kalau anda mau bertanya, anda akan tahu,
kebanyakan mereka datang dari luar kota Bandung. Para pelaku curanmor,
perampokan, kejahatan serius, kebanyakan dari luar kota, bahkan luar Jawa.
Terdesak kebutuhan hidup dan tuntutan sukses ( kaya ) di tanah rantau.
Keramahan warga Bandung mempunyai 2 sisi. Satu sisi menarik wisatawan
dan investor. Sisi lainnya, menarik predator yang kepepet hidup atau
dibutakan nafsu. Anda yang mampir ke Bandung, mesti tetap waspada dan
melindungi diri. Terutama setelah jam 9 malam. Saat geng motor dan
pelaku dark side mengambil alih ‘kekuasaan’ atas kota yang tenang ini. 3
minggu lalu, saya ‘mengembara’ di trotoar Jalan Asia Afrika dengan tustel di
tangan. Di depan Gedung Asia Afrika, selop saya putus talinya. Meski, saya
tak mengulum Mentos, saya ingin tetap cool berjalan dengan  kaki kanan
tanpa alas. Merasakan tekstur trotoar di sana, jiwa raga. Namun, niat saya
tak kesampaian. Sebuah Toyota Avanza diam2 mengikuti saya.
Pengemudinya melongok menawari tumpangan kepada saya.
Ingat statistik trafficking di Jawa Barat cukup tinggi, saya lalu berpikir, apa si
pengemudi sedang menawar saya ? Kuatir dari pintu2 berkaca gelap itu tiba2
keluar beberapa orang menyekap saya, saya urung bersikap cool. Saya
memilih lari terbirit-birit mencari toko sepatu terdekat di bawah tatapan
heran orang2 yang saya lewati. Ada gerai Bata di Dalem Kaum. Saya harus
punya selop super kuat, mencegah terulangnya peristiwa ini. Saya tak ingin
tinggal nama, seperti peristiwa penculikan di koran2. Saya harus punya alas
kaki cadangan, kemana pun saya pergi. Berlari gesit, kapan pun saya
mau. Citizen journalist tanpa alas kaki, sepertinya memelas, ya .. )
Migran dipulang paksa. 2 makhluk aneh.
Dari IP, saya naik angkot lagi  dengan 2 kanvas dan 3 buku di tangan. Ada
gadis muda di seberang tempat duduk saya. Mungkin baru sweet seventeen.
Katanya baru pulang dari Malaysia. Datang dari arah bandara Husein
Sastranegara. Jadi pembantu bergaji 1,8 juta. Saat itu pukul 20.45 malam. Di
sebelah TKI muda, seorang wanita berusia 34 tahun, berkerudung,
menimpali,” Kalau segitu mah di Bandung juga ada. 1- 1,5  juta mau ? Nggak
usah jauh2 ke negeri orang. Negeri sendiri lebih aman. Penyiksaan TKI
nggak ada. Di tempat bule lebih bagus lagi gajinya”. ( Di Ciumbuleuit atas
yang berhawa dingin, tempat tinggal si kerudung, memang banyak
keturunan bule. Sebagian mereka dari tentara Belanda yang tidak kembali ke
negerinya. Perkawinan silang dengan pribumi membuat status mereka
dipertanyakan ( dipandang sebelah mata ) oleh keturunan murni di Belanda.
Mereka memilih tetap tinggal di Indonesia, mendiami rumah peninggalan
orang tuanya ).
Saya menoleh heran,”Kalian berdua saling kenal ?”. Keduanya menggeleng.
Inosen. Kalian aneh, kata saya. Orang lain, boro2 menyapa dan mau tahu
kesulitan orang. Ini malah nawarin kerjaan. Hari gini. Si kerudung tersenyum
dan berkata,”Saya juga kenalan di angkot dengan penumpang dari Unpad,
tadi. Saya mah sudah biasa nawarin kerja ke orang yang perlu dibantu. Anak
ini mau balik ke Cirebon dan kekurangan uang. Kebetulan, saya tahu info,
orang2 yang perlu pembantu. Tinggal dihubungkan, kan ? Saya mengernyit
sekaligus takjub masih orang sebaik ini di Bandung.
Ah, cek dulu identitasnya, kata saya.”Coba lihat KTP-nya. Masuk kota
Bandung harus jelas asal usulnya”. Si TKI hanya bisa menyodorkan paspor.
Saya lihat cap 9 September 2009. Kadaluarsa. Apa remaja ini termasuk para
migran yang dipulangkan secara paksa oleh pemerintah Malaysia karena
melebihi izin tinggal ? Potensi masalah. Ia lalu saya sarankan kangen-
kangenan dulu dengan keluarganya di Cirebon yang telah 2 tahun ia
tinggalkan, mengurus kartu  identitas jika ingin bekerja menerima tawaran si
kerudung. Saya turun, hanya bisa membantu ongkos angkot si TKI sampai
terminal. Dalam hati saya berdoa agar Allah memberinya pekerjaan di
Cirebon saja, dekat dengan keluarganya.

Saya berjalan ke rumah, seraya mencerna pengalaman hari itu. Di antara


hiruk pikuk kota dan kesibukan warganya, masih ada seuntai kebaikan yang
mendamaikan hati. Warga Bandung yang nyunda dan santun terus terngiang
di benak saya. Mungkin juga di benak sebagian orang yang pernah
bertandang di kota ini. Mereka pasti ingin datang lagi. Memacetkan jalan2
Bandung lagi, untuk wisata belanja atau kuliner. Studi, atau lainnya. Tak ada
yang seperti ini di tempat lain. Saya tahu apa yang sebetulnya yang mereka
cari. Keindahan hati manusia memang tiada duanya.  Good job, people..

Anda mungkin juga menyukai