Anda di halaman 1dari 32

Uang

Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima
secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di
masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang
didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran
bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk
pembayaran utang.Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda
pembayaran.

Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih
kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena
membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga
kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada
akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan
meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.

Pada awalnya di Indonesia, uang —dalam hal ini uang kartal— diterbitkan oleh pemerintah
Republik Indonesia. Namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1, hak
pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah kemudian menetapkan Bank Sentral, Bank
Indonesia, sebagai satu-satunya lembaga yang berhak menciptakan uang kartal. Hak untuk
menciptakan uang itu disebut dengan hak oktroi.

Sejarah

Uang yang kita kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada
mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi
kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri
dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa
yang diperolehnya itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya. Perkembangan
selanjutnya mengahadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri ternyata
tidak cukup untuk memenuhui seluruh kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang yang
tidak dapat dihasilkan sendiri, mereka mencari orang yang mau menukarkan barang yang
dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan olehnya. Akibatnya muncullah sistem'barter'yaitu
barang yang ditukar dengan barang.

Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini. Di
antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan
dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya serta kesulitan untuk memperoleh barang
yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir
sama nilainya. Untuk mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-
benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat
pertukaran itu adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted) benda-benda
yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-
benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari; misalnya garam yang oleh orang Romawi
digunakan sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi
tersebut masih terlihat sampai sekarang; orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang
berasal dari bahasa Latin salarium yang berarti garam.

Barang-barang yang dianggap indah dan bernilai, seperti kerang ini, pernah dijadikan sebagai alat tukar
sebelum manusia menemukan uang logam.

Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan itu
antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan sehingga
penentuan nilai uang, penyimpanan (storage), dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit
dilakukan serta timbul pula kesulitan akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut
sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama.

Kemudian muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar
karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak,
mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan
alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan
perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money). Artinya, nilai intrinsik (nilai bahan)
uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat
itu, setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual atau memakainya, dan mempunyai
hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.

Sejalan dengan perkembangan perekonomian, timbul kesulitan ketika perkembangan tukar-


menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia
(emas dan perak) sangat terbatas.[rujukan?] Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk
transaksi dalam jumlah besar sehingga diciptakanlah uang kertas

Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai
alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat
itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas
atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya. Pada perkembangan
selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran.
Sebagai gantinya, mereka menjadikan 'kertas-bukti' tersebut sebagai alat tukar.

Fungsi

Secara umum, uang memiliki fungsi sebagai perantara untuk pertukaran barang dengan barang,
juga untuk menghindarkan perdagangan dengan cara barter. Secara lebih rinci, fungsi uang
dibedalan menjadi dua: fungsi asli dan fungsi turunan.

Fungsi asli uang ada tiga, yaitu sebagai alat tukar, sebagai satuan hitung, dan sebagai penyimpan
nilai.

Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat mempermudah
pertukaran. Orang yang akan melakukan pertukaran tidak perlu menukarkan dengan barang,
tetapi cukup menggunakan uang sebagai alat tukar. Kesulitan-kesulitan pertukaran dengan cara
barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

Uang juga berfungsi sebagai satuan hitung (unit of account) karena uang dapat digunakan untuk
menunjukan nilai berbagai macam barang/jasa yang diperjualbelikan, menunjukkan besarnya
kekayaan, dan menghitung besar kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai untuk menentukan harga
barang/jasa (alat penunjuk harga). Sebagai alat satuan hitung, uang berperan untuk
memperlancar pertukaran.

Selain itu, uang berfungsi sebagai alat penyimpan nilai (valuta) karena dapat digunakan untuk
mengalihkan daya beli dari masa sekarang ke masa mendatang. Ketika seorang penjual saat ini
menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat
menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa mendatang.

Selain ketiga hal di atas, uang juga memiliki fungsi lain yang disebut sebagai fungsi turunan.
Fungsi turunan itu antara lain uang sebagai alat pembayaran, sebagai alat pembayaran utang,
sebagai alat penimbun atau pemindah kekayaan (modal), dan alat untuk meningkatkan status
sosial.

Syarat-syarat

Suatu benda dapat dijadikan sebagai "uang" jika benda tersebut telah memenuhi syarat-syarat
tertentu. Pertama, benda itu harus diterima secara umum (acceptability). Agar dapat diakui
sebagai alat tukar umum suatu benda harus memiliki nilai tinggi atau —setidaknya— dijamin
keberadaannya oleh pemerintah yang berkuasa. Bahan yang dijadikan uang juga harus tahan
lama (durability), kualitasnya cenderung sama (uniformity), jumlahnya dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat serta tidak mudah dipalsukan (scarcity).

Uang juga harus mudah dibawa, portable, dan mudah dibagi tanpa mengurangi nilai
(divisibility), serta memiliki nilai yang cenderung stabil dari waktu ke waktu (stability of value).

Jenis

Uang rupiah

Uang[1] yang beredar dalam masyarakat dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu uang kartal
(sering pula disebut sebagai common money) dan uang giral. Uang kartal adalah alat bayar yang
sah dan wajib digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual-beli sehari-hari.
Sedangkan yang dimaksud dengan uang giral adalah uang yang dimiliki masyarakat dalam
bentuk simpanan (deposito) yang dapat ditarik sesuai kebutuhan. Uang ini hanya beredar di
kalangan tertentu saja, sehingga masyarakat mempunyai hak untuk menolak jika ia tidak mau
barang atau jasa yang diberikannya dibayar dengan uang ini. Untuk menarik uang giral, orang
menggunakan cek.
Menurut bahan pembuatannya

Dinar dan Dirham, dua contoh mata uang logam.

Uang menurut bahan pembuatannya terbagi menjadi dua, yaitu uang logam dan uang kertas.

Uang logam adalah uang yang terbuat dari logam; biasanya dari emas atau perak karena kedua
logam itu memiliki nilai yang cenderung tinggi dan stabil, bentuknya mudah dikenali, sifatnya
yang tidak mudah hancur, tahan lama, dan dapat dibagi menjadi satuan yang lebih kecil tanpa
mengurangi nilai.

Uang logam memiliki tiga macam nilai:

1. Nilai intrinsik, yaitu nilai bahan untuk membuat mata uang, misalnya berapa nilai emas dan
perak yang digunakan untuk mata uang.
2. Nilai nominal, yaitu nilai yang tercantum pada mata uang atau cap harga yang tertera pada mata
uang. Misalnya seratus rupiah (Rp. 100,00), atau lima ratus rupiah (Rp. 500,00).
3. Nilai tukar, nilai tukar adalah kemampuan uang untuk dapat ditukarkan dengan suatu barang
(daya beli uang). Misalnya uang Rp. 500,00 hanya dapat ditukarkan dengan sebuah permen,
sedangkan Rp. 10.000,00 dapat ditukarkan dengan semangkuk bakso).

Ketika pertama kali digunakan, uang emas dan uang perak dinilai berdasarkan nilai intrinsiknya,
yaitu kadar dan berat logam yang terkandung di dalamnya; semakin besar kandungan emas atau
perak di dalamnya, semakin tinggi nilainya. Tapi saat ini, uang logam tidak dinilai dari berat
emasnya, namun dari nilai nominalnya. Nilai nominal adalah nilai yang tercantum atau tertulis di
mata uang tersebut.

Sementara itu, yang dimaksud dengan "uang kertas" adalah uang yang terbuat dari kertas dengan
gambar dan cap tertentu dan merupakan alat pembayaran yang sah. Menurut penjelasan UU No.
23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang dimaksud dengan uang kertas adalah uang dalam
bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang menyerupai kertas).

Menurut nilainya

Menurut nilainya, uang dibedakan menjadi uang penuh (full bodied money) dan uang tanda
(token money)
Nilai uang dikatakan sebagai uang penuh apabila nilai yang tertera di atas uang tersebut sama
nilainya dengan bahan yang digunakan. Dengan kata lain, nilai nominal yang tercantum sama
dengan nilai intrinsik yang terkandung dalam uang tersebut. Jika uang itu terbuat dari emas,
maka nilai uang itu sama dengan nilai emas yang dikandungnya.

Sedangkan yang dimaksud dengan uang tanda adalah apabila nilai yang tertera diatas uang lebih
tinggi dari nilai bahan yang digunakan untuk membuat uang atau dengan kata lain nilai nominal
lebih besar dari nilai intrinsik uang tersebut. Misalnya, untuk membuat uang Rp1.000,00
pemerintah mengeluarkan biaya Rp750,00.

Teori nilai uang

Teori nilai uang membahas masalah-masalah keuangan yang berkaitan dengan nilai uang. Nilai
uang menjadi perhatian para ekonom, karena tinggi atau rendahnya nilai uang sangat
berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi. Hal ini terbukti dengan banyaknya teori uang yang
disampaikan oleh beberapa ahli.

Teori uang terdiri atas dua teori, yaitu teori uang statis dan teori uang dinamis.

Teori uang statis

Teori Uang Statis atau disebut juga "teori kualitatif statis" bertujuan untuk menjawab pertanyaan:
apakah sebenarnya uang? Dan mengapa uang itu ada harganya? Mengapa uang itu sampai
beredar? Teori ini disebut statis karena tidak mempersoalkan perubahan nilai yang diakibatkan
oleh perkembangan ekonomi.

Yang termasuk teori uang statis adalah:

 Teori Metalisme (Intrinsik) oleh KMAPP

Uang bersifat seperti barang, nilainya tidak dibuat-buat, melainkan sama dengan nilai logam
yang dijadikan uang itu, contoh: uang emas dan uang perak.

 Teori Konvensi (Perjanjian) oleh Devanzati dan Montanari

Teori ini menyatakan bahwa uang dibentuk atas dasar pemufakatan masyarakat untuk
mempermudah pertukaran.

 Teori Nominalisme

Uang diterima berdasarkan nilai daya belinya.

 Teori Negara
Asal mula uang karena negara, apabila negara menetapkan apa yang menjadi alat tukar dan alat
bayar maka timbullah uang. Jadi uang bernilai karena adanya kepastian dari negara berupa
undang-undang pembayaran yang disahkan.

[sunting] Teori uang dinamis

Teori ini mempersoalkan sebab terjadinya perubahan dalam nilai uang. Teori dinamis antara lain:

 Teori Kuantitas dari David Ricardo

Teori ini menyatakan bahwa kuat atau lemahnya nilai uang sangat tergantung pada jumlah uang
yang beredar. Apabila jumlah uang berubah menjadi dua kali lipat, maka nilai uang akan
menurun menjadi setengah dari semula, dan juga sebaliknya.

 Teori Kuantitas dari Irving Fisher

Teori yang telah dikemukakan David Ricardo disempurnakan lagi oleh Irving Fisher dengan
memasukan unsur kecepatan peredaran uang, barang dan jasa sebagai faktor yang mempengaruhi
nilai uang.

 Teori Persediaan Kas

Teori ini dilihat dari jumlah uang yang tidak dibelikan barang-barang.

 Teori Ongkos Produksi

Teori ini menyatakan nilai uang dalam peredaran yang berasal dari logam dan uang itu dapat
dipandang sebagai barang.

Uang dalam ekonomi

Uang adalah salah satu topik utama dalam pembelajaran ekonomi dan finansial. Monetarisme
adalah sebuah teori ekonomi yang kebanyakan membahas tentang permintaan dan penawaran
uang. Sebelum tahun 80-an, masalah stabilitas permintaan uang menjadi bahasan utama karya-
karya Milton Friedman, Anna Schwartz, David Laidler, dan lainnya.

Kebijakan moneter bertujuan untuk mengatur persediaan uang, inflasi, dan bunga yang kemudian
akan mempengaruhi output dan ketenagakerjaan. Inflasi adalah turunnya nilai sebuah mata uang
dalam jangka waktu tertentu dan dapat menyebabkan bertambahnya persediaan uang secara
berlebihan. Interest rate, biaya yang timbul ketika meminjam uang, adalah salah satu alat penting
untuk mengontrol inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Bank sentral seringkali diberi tanggung
jawab untuk mengawasi dan mengontrol persediaan uang, interest rate, dan perbankan.

Krisis moneter dapat menyebabkan efek yang besar terhadap perekonomian, terutama jika krisis
tersebut menyebabkan kegagalan moneter dan turunnya nilai mata uang secara berlebihan yang
menyebabkan orang lebih memilih barter sebagai cara bertransaksi. Ini pernah terjadi di Rusia,
sebagai contoh, pada masa keruntuhan Uni Soviet.

Jenis-jenis uang
Uang Kartal

Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam. Uang kartal adalah alat bayar yang sah
dan wajib diterima oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli sehari-hari.

Menurut Undang-undang Bank Sentral No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1, Bank Indonesia
mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang logam dan kertas. Hak tunggal untuk
mengeluarkan uang yang dimiliki Bank Indonesia tersebut disebut hak oktroi.

Jenis Uang Kartal Menurut Lembaga Yang Mengeluarkannya

Menurut Undang-Undang Pokok Bank Indonesia No. 11/1953, terdapat dua jenis uang kartal,
yaitu uang negara dan uang bank.

Uang negara adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah, terbuat dari kertas yang memiliki
ciri-ciri :

 Dikeluarkan oleh pemerintah


 Dijamin oleh undang undang
 Bertuliskan nama negara yang mengeluarkannya
 Ditanda tangani oleh mentri keuangan

Namun, sejak berlakunya Undang-undang No. 13/1968, uang negara dihentikan peredarannya
dan diganti dengan Uang Bank.

Uang Bank adalah uang yang dikeluarkan oleh Bank Sentral berupa uang logam dan uang kertas,
Ciri-cirinya sebagai berikut.

 Dikeluarkan oleh Bank Sentral


 Dijamin dengan emas atau valuta asing yang disimpan di bank sentral
 Bertuliskan nama bank sentral negara yang bersangkutan (di Indonesia : Bank Indonesia)
 Ditandatangani oleh gubernur bank sentral.

Jenis Uang Kartal Menurut Bahan Pembuatnya


A. Uang logam

Uang logam biasanya terbuat dari emas atau perak karena emas dan perak memenuhi syarat-
syarat uang yang efesien. Karena harga emas dan perak yang cenderung tinggi dan stabil, emas
dan perak mudah dikenali dan diterima orang. Di samping itu, emas dan perak tidak mudah
musnah. Emas dan perak juga mudah dibagi-bagi menjadi unit yang lebih kecil. Di zaman
sekarang, uang logam tidak dinilai dari berat emasnya, namun dari nilai nominalnya. Nilai
nominal itu merupakan pernyataan bahwa sejumlah emas dengan berat tertentu terkandung di
dalamnya.

Uang logam memiliki tiga macam nilai.

Nilai Intrinsik yaitu nilai bahan untuk membuat mata uang, misalnya berapa nilai emas dan
perak yang digunakan untuk mata uang. Menurut sejarah, uang emas dan perak pernah dipakai
sebagai uang. Ada beberapa alasan mengapa emas dan perak dijadikan sebagai bahan uang
antara lain :

 Tahan lama dan tidak mudah rusak (Rp. 100,00), atau lima ratus rupiah (Rp. 500,00).

Nilai Tukar, nilai tukar adalah kemampuan uang untuk dapat ditukarkan dengan suatu barang
(daya beli uang). Misalnya uang Rp. 500,00 hanya dapat ditukarkan dengan sebuah permen,
sedangkan Rp. 10.000,00 dapat ditukarkan dengan semangkuk bakso).

Uang kertas adalah uang yang terbuat dari kertas dengan gambar dan cap tertentu dan
merupakan alat pembayaran yang sah. Menurut penjelasan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, yang dimaksud dengan uang kertas adalah uang dalam bentuk lembaran yang terbuat
dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang menyerupai kertas).

Uang kertas mempunyai nilai karena nominalnya. Oleh karena itu, uang kertas hanya memiliki
dua macam nilai, yaitu nilai nominal dan nilai tukar. Ada 2(dua) macam uang kertas :

 Uang Kertas Negara (sudah tidak diedarkan lagi), yaitu uang kertas yang dikeluarkan
oleh pemerintah dan alat pembayaran yang sah dengan jumlah yang terbatas dan
ditandatangani mentri keuangan.

 Uang Kertas Bank, yaitu uang yang dikeluarkan oleh bank sentral,

Beberapa keuntungan penggunaan alat tukar (uang) dari kertas di antaranya :

 Penghematan terhadap pemakaian logam mulia


 Ongkos pembuatan relatif murah dibandingkan dengan ongkos pembuatan uang logam.
 Peredaran uang kertas bersifat elastis (karena mudah dicetak dan diperbanyak) sehingga
mudah diseusaikan dengan kebutuhan akan uang
 Mempermudah pengiriman dalam jumlah besar

Uang Giral

Uang giral tercipta akibat semakin mendesaknya kebutuhan masyarakat akan adanya sebuah alat
tukar yang lebih mudah, praktis dan aman. Di Indonesia, bank yang berhak menciptakan uang
giral adalah bank umum selain Bank Indonesia. Menurut UU No. 7 tentang Perbankan tahun
1992, definisi uang giral adalah tagihan yang ada di bank umum, yang dapat digunakan
sewaktu-waktu sebagai alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, atau
telegrafic transfer.

Uang giral bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Artinya, masyarakat boleh menolak
dibayar dengan uang giral.

Terjadinya uang giral

Uang giral dapat terjadi dengan cara berikut.

 Penyetoran uang tunai kepada bank dan dicatat dalam rekening koran atas nama penyetor,
penyetor menerima buku cek dan buku biro gilyet. Uang tersebut sewaktu-waktu dapat diambil
atau penyetor menerima pembayaran utang dari debitur melalui bank. Penerimaan piutang itu
oleh bank dibukukan dalam rekening koran orang yang bersangkutan. Cara di atas disebut
primary deposit.

 Karena transaksi surat berharga. Uang giral dapat diciptakan dengan cara menjual surat
berharga ke bank, lalu bank membukukan hasil penjualan surat berharga tersebut sebagai
deposit dari yang menjual. Cara ini disebut derivative deposit

 Mendapat kredit dari bank yang dicatat dalam rekening koran dan dapat diambil sewaktu-
waktu. Cara ini disebut dengan loan deposit.

Keuntungan menggunakan uang giral

Keuntungan menggunakan uang giral sebagai berikut.

 Memudahkan pembayaran karena tidak perlu menghitung uang


 Alat pembayaran yang dapat diterima untuk jumlah yang tidak terbatas, nilainya sesuai dengan
yang dibutuhkan (yang ditulis oleh pemilik cek/bilyet giro)

 Lebih aman karena risiko uang hilang lebih kecil dan bila hilang bisa segera dilapokan ke bank
yang mengeluarkan cek/bilyet giro dengan cara pemblokiran.

Uang Kuasi

Uang kuasi adalah surat-surat berharga yang dapat dijadikan sebagai alat pembayaran. Biasanya
uang kuasi ini terdiri atas deposito berjangka dan tabungan serta rekening valuta asing milik
swasta domestik.
Mata Uang Sebagai Sumber Sejarah Indonesia
Mungkin ada yang bertanya kapankah mata uang mulai diciptakan dan digunakan sebagai alat
tukar di Indonesia?. Mata uang itu sebenarnya baru diciptakan sejak terjadi peristiwa jual beli
yang semakin rumit. Perdagangan dalam bentuknya yang sederhana adalah saling bertukar
barang, disebut juga barter, antara kedua belah pihak.

Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan barang maka perdagangan menjadi
semakin ramai karena setiap orang pada dasarnya tidak hanya membutuhkan satu jenis barang
melaiñkan berbagai macam barang (misalnya beras, garam, gula, minyak, dsb). Tetapi di
kemudian hari timbul masalah bagaimana kalau berdagang dalam jumlah besar, apalagi nilai
suatu barang tidak sama dengan barang lain. Misalnya satu pikul garam mungkin baru setara
nilainya dengan satu karung beras.

Jadi seandainya pertukaran barang atau barter ini terjadi dalam jumlah besar, kedua pihak bakal
menemui kesulitan membawa barangnya masing-masing, belum lagi jarak yang ditempuh dan
tenaga yang dibutuhkan. OIeh karena sistem barter lama-lama dianggap tidak praktis maka orang
mulai memikirkan alat penukar barang yang praktis, mudah dibawa, tahan lama dan dapat
digunakan sesuai kebutuhan. Demikianlah mata uang mulai diciptakan.

Dari hasil penelitian mata uang yang pernah beredar dan berlaku di Indonesia dapatlah disusun
sejarah perkembangan mata uang Indonesia sebagai berikut:
I. Masa Klasik (Hindu-Budha: abad ke-5-15)
II. Masa Islam (abad ke-13-19)
III.Masa Kolonial (abad ke-16-20)
IV.Masa Kemerdekaan Republik Indonesia (1945-)

I. Masa Klasik (Hindu-Budha: abad ke-5-15)


Sejalan dengan mulai dikenalnya pelayaran (lalu lintas di laut dan sungai) maka perdagangan
tidak hanya dilakukan di satu tempat saja melainkan sudah menjangkau ke tempat-tempat lain
yang jauh, yang terpisah oleh lautan atau sungai. Sebagai akibatnya terjadilah perdagangan antar
pulau dan antar negara. Letak geografis kepulauan Indonesia yang menguntungkan menjadikan
kepulauan Indonesia sebagai salah satu cabang jalan pelayaran perdagangan internasional pada
jaman purba.

Hubungan dagang dengan India mengakibatkan terjadinya perubahan dalam ber-masyarakat,


terutama tata negara, di sebagian daerah Indonesia sebagai akibat penyebaran agama Hindu dan
Budha. Inilah yang kemudian melatari munculnya kerajaan-kerajaan kuna yang bercorak Hindu-
Budha seperti Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Mataram, Kadiri, Singhasari dan Majapahit,
dalam kurun waktu abad ke-5 hingga abad ke-15.

Bukti bahwa kepulauan Indonesia pernah dikunjungi pedagang-pedagang asing dapat diketahui
dari sumber-sumber tertulis seperti prasasti dan kronik (catatan perjalanan) asing. Di dalam
sebuah prasasti yang dikeluarkan oleh penguasa kerajaan Sriwijaya (abad ke-7) dijumpai istilah
dalam bahasa Sansekerta, vaniyaga, artinya ‘saudagar’ atau pedagang’. Kata vaniyaga kemudian
diserap menjadi kata bahasa Indonesia, berniaga, padanan kata dan ‘berdagang’.
Apa yang membuat pedagang-pedagang asing dan India, Cina, Kamboja, Vietnam, Srilangka,
dan Arab datang ke Jawa dan pulau-pulau lain di Indonesia? Tidak lain adalah barang barang
dagangan dan kepulauan Indonesia yang amat diminati oleh pedagang-pedagang asing tersebut
antara lain cengkeh, pala, merica, kayu cendana, kapur barus, kain katun, garam, gula, gading
gajah, cula badak, dan lain-lain. Sedangkan pedagang-pedagang dari kepulauan Indonesia
biasanya mengimpor kain sutera, kain brokat warna-warni dan keramik.

Pedagang-pedagang asing tersebut ketika mengadakan transaksi jual-beli dengan penduduk lokal
menggunakan alat tukar (uang) yang dibawa dan negerinya masing-masing. Akibatnya banyak
mata uang asing dari berbagai negara beredar di kepulauan Indonesia. Hubungan dagang yang
terjalin erat dengan India lambat laun mendatangkan ilham bagi penduduk lokal atau penguasa
suatu kerajaan untuk membuat mata uang sendiri. Mata uang yang mereka buat sedikit-banyak
menyerupai mata uang di India baik dalam wujud maupun satuan nilainya.

Dahulu di Jawa orang menggunakan potongan-potongan emas dan perak sebagai mata uang,
sebagaimana diberitakan oleh kronik Cina dari jaman Dinasti Song (960-1279). Uang itu dibuat
apa adanya, berupa potongan-potongan logam kasar berbentuk setengah bulat, segi empat atau
segitiga. Potongan-potongan logam emas dan perak itu kemudian diberi cap yang menunjukkan
benda itu dapat digunakan sebagai alat tukar. Tanda tera atau cap pada uang kebanyakan berupa
gambar sebuah jambangan dan tiga kuncup/kuntum bunga, atau tiga pucuk/tunas daun.
Diperkirakan uang semacam ini sudah digunakan sejak abad ke-7.

Selain itu ada mata uang Jawa jaman Hindu-Budha yang berbentuk bundar seperti kancing baju,
namanya uang Mā, singkatan dari māsa. Disebut demikian karena pada salah satu sisi (bagian
yang cembung) ada tanda tera atau cap berupa huruf Nagari, huruf yang berasal dan India,
berbunyi mā. Sedang pada sisi yang lain (bagian yang cekung) terdapat cap bergambar bunga
berkelopak empat. Ada juga uang Ma dengan cap huruf Jawa Kuna. Uang ma tidak hanya
ditemukan di Jawa melainkan juga di Bali dan Sumatra, kebanyakan dibuat dan perak. Uang
yang beratnya sekitar 2,4 gram ini sudah digunakan sejak abad ke-9.

Selain uang Mā juga banyak ditemukan uang emas yang bentuknya seperti butiran jagung
dengan cap huruf Nagari berbunyi tā, singkatan dari tahil. Beratnya sama dengan uang Mā, yaitu
2,4 gram.

Mata uang māsa dan tahil agaknya terus digunakan sejak jaman kerajaan Mataram, Kadiri,
Singhasari hingga awal munculnya kerajaan Majapahit. Tetapi pada jaman keemasan kerajaan
Majapahit (abad ke-14) justru yang banyak beredar adalah mata uang tembaga, kuningan dan
timah. Di dalam prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh raja-raja Majapahit uang mi disebut
pisis, yang pada masa-masa kemudian dikenal sebagai uang gobog. lstilah ‘gobog’ diberikan
oleh masyarakat Jawa sekarang yang berarti tidak laku lagi.

Jadi, uang gobog adalah sebutan untuk uang lokal Majapahit dan kepeng Cina. Mengapa
demikian? Karena pada abad ke-14 banyak pedagang Cina yang bermukim di wilayah kerajaan
Majapahit. Mereka itu kebanyakan bermukim di Tuban dan Gresik, menjadi orang kaya di sana.
Tidak sedikit penduduk pribumi yang menjadi orang kaya dan terpandang. Dalam transaksi
perdagangan penduduk setempat menggunakan uang tembaga (kepeng) Cina dan berbagal
dinasti. Keberadaan orang-orang Cina di kerajaan Majapahit inilah yang kemudian memberikan
ilham bagi penduduk setempat untuk membuat mata uang tembaga yang menyerupai kepeng
Cina, dikenal dengan sebutan uang gobog.

Hiasan pada satu atau kedua sisi uang gobog berupa relief manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan,
tulisan dan lain-lain. Yang menarik di sini adalah gaya manusia yang digambarkan mirip wayang
kulit. Bahkan di antaranya ada yang dapat dikenali dengan baik sebagai tokoh-tokoh dalam
pewayangan seperti Gatutkaca, Semar dan Togog. Hiasan-hiasan pada uang gobog
menggambarkan kehidupan masyarakat Majapahit masa itu seperti penggembala sapi, petapa,
nelayan, pemburu banteng, peternak, penenun, bangsawan dan para pengiringnya, dan lain-lain.

Selain gambar, pada uang gobog juga tertera tulisan. Ada uang gobog dengan tulisan Arab yang
dikenal sebagai “kalimat syahadat”, bunyinya la ilaha ilallah, muhammad rasul allah (tiada
tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah). Sekitar lubang bundar terdapat hiasan yang
menggambarkan pancaran sinar yang dikenal sebagai “sinar (matahari) Majapahit”.

Tulisan huruf Arab pada uang gobog mi adalah suatu bukti bahwa agama Islam telah dianut oleh
sebagian masyarakat kerajaan Majapahit yang mayoritas beragama Hindu dan Budha. Bahwa
masyarakat Majapahit bersikap penuh toleransi terhadap agama Islam ditunjukkan dan
banyaknya makam Islam di dekat ibukota kerajaan Majapahit sendiri, yaitu Desa Sentonorejo,
Trowulan, Jawa Timur. Mungkin uang gobog seperti ini juga dimaksudkan sebagai media
penyebaran agama Islam di samping cara-cara lain seperti lewat dakwah atau pertunjukan seni.
Kegunaan uang-uang tersebut di atas sebagai alat pembayaran dalam jual beli tanah, gadai-tebus
tanah, utang piutang, denda-denda sebagai akibat pelanggaran hukum, juga digunakan sebagai
benda sesaji, bekal kubur bahkan amulet/ajimat.

<--PAGEBREAK-->

II. Masa Islam (abad ke-13-19)


Masa Islam adalah masa perkembangan agama Islam di Indonesia dan munculnya kerajaan-
kerajaan yang bercorak Islam di berbagai daerah dan abad ke-13 hingga abad ke-19. Umumnya
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia letaknya tidak jauh dan pelabuhan yang memungkinkan
masyarakatnya dapat berhubungan dengan pedagang-pedagang asing, khususnya dari Timur
Tengah.

Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Samudra Pasai di daerah Aceh, berdiri pada akhir
abad ke-13. Kemudian bermunculan kerajaan-kerajaan Islam lain seperli Aceh Darusalam,
Palembang, Jambi, Banten, Cirebon, Demak, Surakarta, Sumenep, Banjarmasin, Pontianak,
Gowa, Buton dan Ternate-Tidore. Beberapa dari kerajaan-kerajaan Islam tersebut akhirnya
berada di bawah pemenintah kolonial Belanda dan Inggris.

Ciri-ciri umum mata uang kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia adalah bertuliskan nama-nama
penguasa yang lajim disebut sulthan dan tahun Hijrah dalam tulisan Arab atau Jawi (Arab-
Melayu). Di kerajaan Samudra Pasai dan Aceh Darusalam mata uang yang dibuat dan emas
disebut derham. Derham tertua berasal dan Sultan Ahmad Malik az-Zahir yang memerintah
sekitar tahun 1297-1327. Selain uang emas kerajaan Aceh Darusalam juga mengeluarkan uang
timah yang disebut kasha.

Sementara itu kerajaan Palembang juga mengedarkan uang dari tembaga dan timah; ada dua
macam mata uang dan kerajaan ml yaitu mata uang yang berlubang di tengah, disebut juga piti
teboh, dan mata uang tanpa lubang, disebut piti buntu. Menurut kebiasaan orang Palembang, piti
teboh lajimnya dirangkai dengan seutas rotan. Satu rangkai piti teboh terdiri dan 500 keping
uang, disebut satu cucub atau setali. Sedangkan piti buntu ditempatkan dalam kantong yang
dibuat dari daun nipah disebut kupat. Tiap kupat berisi 250 keping piti buntu. Mata uang tersebut
kebanyakan dibuat pada masa pemerintahan Sultan Najamuddin (abad ke-18).

Masih di sekitar wilayah Sumatra Selatan, yaitu di pulau Bangka, sejak dahulu menjadi tempat
imigran orang-orang Cina. Komunitas Cina ini mendirikan kongsi-kongsi yang bergerak dalam
usaha pertambangan timah. Masing-masing pimpinan perusahaan timah ini mengedarkan mata
uang yang berlaku di lingkungannya. Oleh karena itu pada mata uangnya dicantumkan nama
kongsi (dalam huruf Cina) dan pengusaha timah itu. Uang timah yang disebut kasha ini beredar
pada abad ke-18.

Sementara itu di Jawa berdiri kerajaan-kerajaan Islam seperti di Banten, Cirebon, Yogyakarta,
Surakarta dan Madura. Kerajaan Banten pernah mengedarkan mata uang kasha dari tembaga;
pada salah satu sisi ada tulisan huruf Arab atau Jawa berbunyi pangeran ratu ing banten, gelar
Sultan Maulana Muhammad yang memerintah di Banten pada tahun 1580 — 1596.

Sultan yang memerintah kerajaan Cirebon pernah mengedarkan mata uang yang pembuatannya
dipercayakan kepada seorang Cina. Uang timah yang amat tipis dan mudah pecah ini berlubang
segi empat atau bundar di tengahnya, disebut picis, dibuat sekitar abad ke-17. Sekeliling lubang
ada tulisan Cina atau tulisan berhuruf Latin berbunyi CHERIBON.

Kerajaan Sumenep di Madura mengedarkan mata uang yang berasal dari uang-uang asing yang
kemudian diberi cap bertulisan Arab berbunyi ‘sumanap’ sebagai tanda pengesahan. Uang
kerajaan Sumenep yang berasal dari uang Spanyol disebut juga real batu karena bentuknya yang
tidak beraturan. Dulunya uang perak ini banyak beredar di Mexico yang kemudian beredar juga
di Filipina (jajahan Spanyol). Di negeri asalnya uang mi bernilai 8 Reales. Selain uang real
Mexico, kerajaan Sumenep juga memanfaatkan uang gulden Belanda dan uang thaler Austria.

Kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan utamanya adalah Pontianak, Banjarmasin dan Maluka


(Kalimantan Selatan). Kerajaan-kerajaan ini mengedarkan uang tembaga yang disebut duit.
Kerajaan Banjarmasin mengedarkan uang dengan memanfaatkan mata uang ‘duit’ VOC yang
salah cetak. Kesalahan cetak ini dapat dilihat dari tulisan VOC dan angka tahun yang terbalik.
Tetapi pada sisi yang lain terdapat gambar perisai dengan tulisan Arab berbunyi ‘banjarmasin’.

Di daerah Sulawesi, yaitu Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, berdiri kerajaan Gowa dan
Buton. Kerajaan Gowa pernah mengedarkan mata uang dan emas yang disebut jingara, salah
satunya dikeluarkan atas nama Sultan Hasanuddin, raja Gowa yang memerintah dalam tahun
1653-1669. Di samping itu beredar juga uang dan bahan campuran timah dan tembaga, disebut
kupa. Kerajaan Buton di Sulawesi Tenggara lebih unik lagi, mengedarkan sejenis uang dan katun
yang disebut kampua atau bida. Uang katun ini konon dibuat atau ditenun oleh puteri-puteri
keraton di bawah pengawasan Menteri Besar. Setiap tahun coraknya dibuat berbeda untuk
mencegah pemalsuan. Siapa saja yang berani meniru atau memalsukan uang kampua ini diancam
hukuman mati. Uang ini beredar sampai ke daerah Sulawesi Selatan dan Maluku hingga akhir
abad ke-19.

III. Masa Kolonial (abad ke-16 – 20)


Masa kolonial yaitu masa ketika banyak bangsa asing, terutama bangsa-bangsa Eropa,
menjelajah ke berbagai penjuru dunia (Asia, Afrika, Amerika dan Australia) untuk dijadikan
koloni atau tanah jajahan mereka. Bangsa-bangsa asing yang pernah menjajah Indonesia adalah
Belanda, Inggris, Portugis dan Jepang. Masa ini berlangsung dari abad ke-16 sampal abad ke-20,
dan dapat dirinci menjadi:

a. Masa Kolonial Belanda;

 Kompeni Belanda (VOC) tahun 1602 - 1799

 Republik Batavia tahun 1799 - 1806 - Louis Napoleon (Belanda di bawah kekuasaan
Perancis) tahun 1806 – 1811

 Kerajaan Belanda tahun 1816 – 1942

 Pemerintahan Sipil Hindia Belanda (NICA) tahun 1945 – 1949

b. Masa Kolonial Inggris


- Kompeni Inggris (EIC) di Jawa tahun 1811 – 1816

c. Masa Pendudukan Jepang tahun 1942 – 1945

d. Masa Kolonial Portugis (di Timor Timur) abad ke-16 – 1975

Bangsa-bangsa tersebut, kecuali Jepang, pada mulanya datang ke Indonesia bermaksud untuk
berdagang. Tetapi lama-lama mereka menguasai tanah dan menjajah daerah-daerah di Indonesia.
Pada awal abad ke-16, pedagang-pedagang Portugis memperkenalkan serta mengedarkan uang
yang disebut mat atau pasmat dan real yang dibuat dari perak. Bangsa ini pernah menguasai
separo daratan di Pulau Timor; tahun 1975 – 1999 pernah menjadi bagian dari wilayah Republik
Indonesia sebagai propinsi Timor Timur (propinsi ke-27). Sejak tahun 2000, Timor Timur
memerdekakan diri di bawah pengawasan PBB, dan merdeka penuh tahun 2004 dengan nama
Republik Demokratik Timor Leste. Selama Timor Timur menjadi koloni Portugal, pemerintah
kolonial pernah memberlakukan mata uang dengan satuan centavos dan escudos.

Kemudian pada akhir abad ke-16 armada kapal dagang Belanda mendarat di Pulau Jawa. Pada
tahun 1602 mereka mendirikan persekutuan dagang di Hindia-Timur, dikenal dengan nama VOC
(Vereenigde Oost-Indische Compagnie) atau Kompeni Belanda. Tujuan mereka di Indonesia
adalah merebut Sunda Kelapa untuk dijadikan pusat kegiatan kompeni. Sunda Kelapa kemudian
diganti namanya menjadi Batavia. Dari sini Kompeni Belanda mulai menjalankan siasatnya yaitu
mengusir orang-orang Portugis dan merebut beberapa daerah pelabuhan penting bagi sektor
perdagangan. Pada masa Kompeni Belanda banyak beredar mata uang dengan berbagai satuan
nilai seperti schelling, dukat, dukatoon, doit, stuiver, rijksdaalder, gulden, dan sebagainya. Mata
uang tersebut dicetak di propinsi-propinsi di negeri Belanda dan Indonesia, terutama di Batavia.

Ketika Kompeni Belanda mengalami kesulitan memperoleh bahan baku logam untuk membuat
mata uang, dicari alternatif lain untuk mencetak uang kertas yang menyerupai kertas berharga
(sertifikat). Menjelang runtuhnya VOC (1799) dibuat semacam uang darurat dari potongan-
potongan batangan tembaga berbentuk persegi empat yang dicetak di Batavia, disebut uang bonk.

Setelah VOC bubar Indonesia di bawah kendali pemerintahan Republik Batavia (1799 — 1806),
mengikuti situasi di negeri Belanda, karena pada waktu itu pengaruh Revolusi Perancis (1789)
sampai ke negara-negara Eropa, termasuk Belanda. Revolusi Perancis mengubah sistem monarki
(kerajaan/kekaisaran) menjadi republik. Mata uang keluaran masa ini dicirikan dengan tulisan
“INDIÆ BATAVORUM’, dengan satuan nilai gulden dan stuiver.

Kemudian, tahun 1806 — 1811 di Indonesia beredar uang logam yang dibubuhi tulisan inisial
LN, demikian juga pada kertas-kertas berharga diberi cap bertulisan LN, singkatan dari ‘Louis
Napoleon’. Louis Napoleon adalah adik kaisar Perancis, Napoleon Bonaparte, yang amat
terkenal dalam sejarah Perancis. Ia diangkat oleh kaisar menjadi raja di Belanda. Oleh karena itu
tidak mengherankan kalau mata uang keluaran masa ini menampilkan wajah Louis Napoleon,
baik yang berlaku di Belanda maupun Indonesia. Satuan nilainya adalah gulden, rijksdaalder,
doit dan stuiver.

Pada masa pemerintahan Inggris di Indonesia, khususnya di Jawa (1811-1816), beredar berbagai
macam mata uang yang dibuat dari emas, perak, tembaga dan timah. Salah satu yang dikenal
adalah ‘Rupee Jawa’ yang pada kedua sisinya tertera tulisan huruf Jawa dan Arab.
Jauh sebelum ini, mata uang Kompeni Inggris dengan monogram UEIC (United East India
Company) telah beredar di daerah-daerah di Sumatra, contohnya Bengkulu, sejak tahun 1783
dengan satuan nilai suku dan keping.

Masa pemerintahan Inggris di Jawa tidak berlangsung lama. Pada tahun 1816 pemerintah-an
diserahkan kembali kepada kerajaan Belanda, dengan demikian Indonesia kembali menjadi
jajahan Belanda yang pada waktu itu disebut Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indië).

Pada masa itu pemerintah Hindia-Belanda menghadapi berbagai perlawanan dari penguasa-
penguasa lokal di Indonesia sehingga terjadilah perang, di antaranya adalah Perang Diponegoro
(1825-1830) di Jawa Tengah, Perang Paderi (1821- 1837) di Sumatra Barat, dan Perang Aceh
(1873-1903). Perang tersebut menelan biaya yang sangat besar, yang mengakibatkan kas
keuangan negeri Belanda menjadi kosong.

Pemerintah Hindia-Belanda berusaha mengisi kas dengan berbagai cara, antara lain menjual
beberapa lahan tanah kepada perusahaan partikelir (swasta) yang membuka usaha perkebunan.
Pemilik perkebunan selain orang Belanda sendiri juga orang-orang asing seperti Cina, Arab,
Jerman, Inggris, Perancis dan Jepang. Mereka membuka usaha perkebunan teh, kopi, tembakau,
tebu, dan karet, tersebar di berbagai daerah seperti Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Untuk
membayar gajih buruh yang bekerja di perkebunannya, mereka menciptakan uang yang disebut
‘token perkebunan’, semacam alat tukar yang hanya beredar dan berlaku di tempat tertentu,
seperti token untuk perkebunan teh, token untuk perkebunan tembakau, dan sebagainya. Token
perkebunan yang pernah beredar di Indonesia bentuknya sangat unik, ada yang berbentuk
segitiga, segilima, segienam, bahkan berbentuk seperti mata. Bahannya selain logam dan kerfas,
juga dari bambu.

Cara lainnya, Belanda menciptakan “tanam paksa” atau kultuurstelsel, yaitu rakyat Indonesia
dipaksa menanam tebu, kopi, karet dan teh yang sangat laku di pasaran internasional. Dengan
cara ini Belanda memperoleh pemasukan uang yang sangat besar, tetapi sebaliknya rakyat
Indonesia sangat menderita.

Pada masa itu satuan mata uang yang beredar adalah gulden dan cent, dengan nilai-nilainya yang
dikenal dengan istilah ringgit (2½ Gulden/Rupiah), suku (50 Sen), tali (25 Sen), ketip atau picis
(10 Sen), kelip (5 Sen), dan benggol atau gobang (2½ Sen). Selain uang logam dicetak pula uang
kertas keluaran De Javasche Bank; inilah bank pertama yang berdiri di Indonesia pada abad ke-
19, sekarang menjadi Bank Indonesia.

Pada pertengahan abad ke-20 terjadi Perang Dunia II dan Jepang muncul sebagai kekuatan baru
di Asia. Bala tentara Jepang menduduki wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara. Pada tahun
1942 Jepang berhasil menduduki Indonesia, dalam waktu singkat pemerintah Hindia-Belanda
dibuat bertekuk lutut di bawah tentara pendudukan Jepang. Pada masa itu uang kertas yang
beredar pertama kali tertera tulisan dalam bahasa Belanda dengan satuan gulden, oleh karena itu
disebut “Gulden Jepang”. Ketika pemerintah pendudukan Jepang melarang penggunaan bahasa
Belanda maka dibuatlah uang kertas dengan tulisan bahasa Indonesia dan Jepang (huruf Kanji)
dengan satuan rupiah. Oleh karena itu uang ini disebut “Rupiah Jepang”.

Semua uang kertas keluaran pemerintah pendudukan Jepang ini tidak ada nomor seri dan tanda
tangan Menteri Keuangan, Gubernur Bank atau Direktur Bank, jadi tidak seperti lajimnya uang
kertas sekarang. Namun demikian uang pendudukan Jepang ini berlaku terus sampal beberapa
saat setelah Jepang menyerah kalah (tahun 1945).

<--PAGEBREAK-->

IV. Masa Kemerdekaan Republik Indonesia (1945 –….)


Kemerdekaan Indonesia yang masih berusia muda ternyata mendapat rongrongan dari berbagai
pihak, tidak hanya dari luar tetapi juga dari dalam. Rongrongan dari luar adalah pihak
pemerintah sipil Hindia-Belanda (NICA = Netherlands-India Civil Administration) yang ingin
berkuasa kembali di Indonesia, bekas negeri jajahannya. Usaha tentara NICA untuk menduduki
Indonesia kembali menimbulkan revolusi fisik; mereka menghadapi perlawanan sengit dari
pejuang-pejuang Republik Indonesia (RI).

Perang Kemerdekaan tidak hanya melibatkan senjata tetapi juga uang. Pada masa itu juga terjadi
“perang ekonomi”, karena kedua pihak yang bermusuhan yaitu RI dan NICA bersama-sama
mencetak dan mengedarkan uang untuk merebut simpati masyarakat. Uang keluaran NICA
waktu itu disebut “uang merah”, sedangkan uang keluaran pemerintah RI atau ORI (Oeang
Repoeblik Indonesia) yang didukung oleh pejuang-pejuang RI disebut ‘uang putih”. Untuk
mematahkan perlawanan pejuang-pejuang RI, tentara NICA mengadakan razia besar-besaran
terhadap percetakan-percetakan ORI yang berada di Jakarta. Menghadapi blokade musuh ini,
akhirnya pemerintah RI menetapkan kebijakan kepada daerah-daerah untuk mencetak ORI
sendiri (disebut ORIDA). Oleh karena itu ada ORI daerah Yogyakarta, daerah Banten, Lampung,
Jambi, Palembang, Bengkulu, dan lain-lain.

Kemudian, pada tahun 1949-1950 Belanda melancarkan taktik baru, divide et impera, yaitu
mencoba memecah belah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negara Federasi RIS
(Republik Indonesia Serikat), sehingga di beberapa daerah timbul gerakan separatis/
pemberontakan yang intinya ingin memisahkan diri dari negara kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Akibatnya timbul berbagai pemberontakan seperti PRRI (Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia), RMS (Republik Maluku Selatan), DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam
Indonesia) dan lain-lain, yang masing-masing mencetak dan mengedarkan mata uang di
daerahnya sendiri.
Setelah melampaui perjuangan yang berat akhirnya kedaulatan negara RI pulih kembali tahun
1951, dan saat itulah Indonesia mulai melangkah ke masa pembangunan. Meskipun dalam hal
keuangan sudah mulai mantap, tetapi kegiatan pembangunan di Indonesia masih saja terusik oleh
rongrongan dari dalam, sebab tahun 1950-1965 Indonesia menghadapi berbagai gerakan
pengacau keamanan seperti pemberontakan PRRI, APRA, RMS, hingga G3OS/ PKI. Adapun
uang yang beredar pada masa itu, selain menggambarkan usaha pembangunan ekonomi
(pertanian dan industri), juga menggambarkan pentingnya membentuk pertahanan dan keamanan
(hankam). Adanya gambar sukarelawan dan sukarelawati pada uang kertas contohnya,
menunjukkan bahwa negara RI waktu itu membutuhkan para sukarelawan/wati untuk ikut ambil
bagian dalam pertahanan dan keamanan (bela negara). Masa antara fahun 1950-1965 disebut
masa Orde Lama (ORLA).

Kemudian, mulai tahun 1966 Indonesia melangkah ke masa Orde Baru (ORBA). Program
pembangunan dijalankan secara bertahap dan terarah melalui REPELITA (Rencana
Pembangunan Lima Tahun). Agar program yang dicanangkan pemerintah dapat berjalan dengan
baik dan berhasil maka rakyat Indonesia perlu mendukung usaha itu. Oleh karena itulah
pemerintah kemudian mengimbau dengan berbagai cara, di samping melalui media massa
(televisi, radio, surat kabar) juga memanfaatkan benda yang sangat dibutuhkan masyarakat setiap
saat yaitu: uang.

Uang ternyata menjadi alat siar yang ampuh bagi pemerintah guna menanamkan kesadaran
masyarakat. Contohnya, pemerintah mencanangkan program Keluarga Berencana (KB) untuk
menekan laju pertambahan penduduk. Pada uang itu ditulis slogan “Keluarga Berencana —
Menuju Kesejahteraan Rakyat”. Cara mi ternyata berhasil, buktinya Presiden Suharto waktu itu
(8 Juni 1989) memperoleh piagam Penghargaan Kependudukan dari PBB (Perserikatan Bangsa-
Bangsa) atas keberhasilannya menanamkan kesadaran kepada masyarakat untuk ikut
melaksanakan keluarga berencana.

*****

Ternyata perjalanan sejarah mata uang di Indonesia begitu panjang, meliputi kurun waktu ± 15
abad. Aspek yang dapat diteliti dari kehadiran mata uang tidak hanya aspek ekonomi, melainkan
juga aspek politik dan sosial. Menarik untuk ditelusuri bahwa penggunaan nama mata uang
Indonesia, rupiah, tidak lahir begitu saja melainkan melalui proses yang panjang. Untuk sekedar
diketahui bahwa ‘rupiah’ berasal dari kata rupya (bahasa Sansekerta) yang artinya perak. Oleh
karena itu sering kita mendengar ungkapan dalam percakapan sehari-hari orang mengucapkan
contohnya 500 Rupiah menjadi “500 perak”, walau kenyataannya uang itu bukan dibuat dari
perak melainkan kertas. Kita harus mengakui bahwa satuan mata uang Indonesia sebenarnya
serumpun dengan satuan mata uang India, yaitu rupee, karena memang ada hubungan historis.

Satu contoh lagi, dalam percakapan orang sering menggunakan kata duit, padanan kata dari
‘uang’. Padahal duit, duyt, atau doit adalah satuan mata uang dari jaman Kompeni Belanda yang
tidak lagi digunakan pada masa sekarang. Banyak juga ungkapan-ungkapan bahasa Indonesia
yang berhubungan dengan uang seperti: setali tiga uang (artinya ‘sama saja’ atau ‘tidak ada
bedanya’), mata duitan (yang dipikirkan cuma uang), roman picisan (karya sastra bernilal
rendah), dan sebagainya.

Demikian sejarah singkat tentang mata uang yang pernah beredar di Indonesia. Selama uang
masih dibutuhkan masyarakat sebagai alat pembayaran, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di
seluruh dunia, selama itulah sejarah umat manusia akan terus tercatat dan dikenang dengan uang
sebagai medianya.

Uang Yang Beredar Di Indonesia Pada Masa


Penjajahan
Menjelang masa pendudukan Jepang dalam Perang Dunia II yang di wilayah Asia Tenggara
dikenal dengan “Dai Tõ-a Senso” atau “Perang Asia Timur Raya” jenis-jenis uang yang beredar
di wilayah Hindia Belanda ini terdiri dari :
1. Uang-kertas-bank De Javasche Bank “Seri Coen” emisi tahun 1925 ditanda-tangani oleh
Presiden, L.J.A. Trip, dan Direktur, J.F.V. Rossem, terdiri dari pecahan-pecahan f 1.000, f 500, f
300, f 200, f 100, f 50, f 25, f 10, dan f 5.
2. Uang-kertas-bank De Javasche Bank “Seri Wayang Orang” emisi tahun 1934 ditanda tangani
oleh Presiden, Dr.G.G. van Buttingha Wichers, dan Direktur, Praasterink, terdiri dari pecahan-
pecahan seperti “Seri Coen”, kecuali pecahan f 300. Cetakan ulang dengan tanda-tahun 1937
ditanda -tangani oleh Presiden Dr.G.G. van Butiingha Wichers dan Sekretaris J.C. van Waveren,
sedang cetak ulang dengan tanda-tahun 1939 selain ditanda-tangani oleh Dr. G.G. van Buttingha
Wichers, juga oleh Sekretaris Dr. R. E. Smits.
3. Uang-kertas-pemerintah Hindia Belanda emisi 15 Juni 1940 dan diedarkan mulai tahun 1941
bertanda gambar “Uang-logam Pecahan f 1” sesuai dengan nilainya. Uang ini selain ditanda-
tangani oleh Direktur Keuangan L. Götzen juga ditanda-tangani-serta oleh Presiden dan Direktur
De Javasche Bank
4. Uang-logam-pemerintah Hindia Belanda emisi tahun 1930-an terdiri dari pecahan f 2,50, f 1, f
0,50, f 0,25, dan f 0,10 terbuat dari perak, pecahan f 0,05 terbuat dari bahan nikel, dan pecahan
2½ sen, 1 sen, dan ½ sen terbuat dari tembaga.
Jumlah uang yang beredar saat itu tercatat sebesar f 610 juta, yang berarti adanya kenaikan
sebesar f 250 juta atau sekitar 41% dibandingkan dengan tahun 1940 sebesar f 360 juta, yang
disebabkan oleh pembiayaan peperangan. Rincian menurut jenis uang adalah uang-kertas-bank
sebesar f 365 juta, uang-kertas-pemerintah sebesar f 75 juta, serta uang-logam-pemerintah dari
perak f 95 juta, dan uang logam lainnya sebesar f 75 juta.

Peredaran Uang Semasa Pendudukan Jepang


Dengan didudukinya wilayah Hindia Belanda oleh Tentara Jepang “Bala Tentara Dai Nippon”
pada awal Maret 1942 diedarkan pula uang-kertas Jepang yang disebut sebagai “uang invasi”
atau “uang militer” (gunpyo). Uang tanpa tanda tahun ini dicetak di Jepang bertanda gambar
utama di bagian muka pohon pisang sehingga disebut pula “banana money”. Karena wilayah ini
merupakan jajahan Belanda yang tentunya juga menggunakan bahasa Belanda maka uang Jepang
ini dipersiapkan dengan menggunakan juga bahasa Belanda dengan sebutan “De Japansche
Regeering Betaalt Aan Toonder” serta nilainya dalam “Gulden” dan “Cent” terdiri dari pecahan-
pecahan dari 10 gulden, 5 gulden, 1 gulden, ½ gulden, dan dari pecahan-pecahan kecil 10, 5, dan
1 cent.

Dengan “Oendang-oendang No. 1” pimpinan Bala Tentara Jepang mengumumkan dalam surat-
surat kabar bahwa mulai tanggal 11 Maret 1942 uang-uang Jepang ini mulai berlaku di samping
tetap berlakunya uang-uang De Javasche Bank dan Uang Pemerintah Hindia Belanda.

Uang-uang Jepang yang diedarkan di wilayah pendudukan Jepang lainnya wilayah Asia
Tenggara mempunyai ciri-ciri warna dan ukuran yang serupa kecuali nilai dan kode huruf seri-
nomornya yang dibedakan. Di Semenanjung Melayu kerkode seri “M” dengan satuan nilai
Dollar, di Philipina berkode seri “P” dengan nilai Pesos, di Birma (kini Myanmar) berkode seri
“B” dan dalam nilai “Rupee”, dan di Oceania menggunakan kode seri “O” serta dalam nilai
Shilling.

Mulai 1 April 1943 “Nanpo Koihatsu Kinko” didirkan sebagai Bank Sirkulasi dan mulai
diedarkan uang Jepang baru dengan sebutan “Nanpatsu” dan bertanda “Dai Nippon Teikoku
Seihu” serta dalam nilai “Roepiah”. Pecahan-pecahannya terdiri dari ½, 1, 5, dan 10 Rupiah.
Untuk wilayah Sumatera khusus diedarakan pecahan 100 Rupiah dan 1.000 Rupiah. Secara
sporadis Jepang juga mengedarkan dengan sangat terbatas uang logam terbuat dari aluminium
terdiri dari pecahan 10, 5, dan 1 sen. Terakhir pada tahun 1944 dicetak lagi versi baru uang
Jepang ini dengan tanda “Pemerintah Dai Nippon” yang dicetak oleh “Percetakan Kementerian
Keuangan Jepang”.

Sebenarnya uang-uang Jepang yang diedarkan tanpa adanya jaminan (emas) ini merupakan alat
pembayaran yang tidak sah, karena berdasarkan Konvensi Den Haag 1899 dan 1907, di mana
Jepang ikut meratifisirnya, negara yang menduduki suatu negara lain dilarang mengeluarkan
uangnya sendiri. Dengan demikian maka penukarannya dengan uang yang diberlakukan setelah
perang usai sebenarnya dapat diabaikan. Namun untuk tidak merugikan masyarakat pemilik uang
Jepang, maka penukarannya dilaksanakan dengan perbandingan nilai f 1 Nanpo = 3 sen. Selama
masa pendudukan Jepang ini uang-uang yang telah beredar sebelumnya, baik uang-kertas-bank
De Javasche Bank, uang-kertas-pemerintah maupun uang-logam yang dikeluarkan pemerintah
Hindia Belanda tidak pernah dinyatakan dicabut dari peredaranm, dinyatakan tidak berlaku,
ataupun diumumkan untuk ditukarkan, sehingga tetap merupakan alat pembayaran yang sah.

Persiapan Belanda
Dalam mengantisipasi kesemerawutan jenis uang yang beredar selama masa pendudukan seperti
digambarkan di atas, maka pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1943 telah mulai menyiapkan
pengganti uang-uang yang beredar selama peperangan. Berdasarkan Surat Keputusan Ratu
Belanda tanggal 2 Maret 1943 (Staatsblad 1943 No. 8D) yang mengizinkan pemerintah Hindia
Belanda (NICA) mencetak uang kertas baru pada American Bank Note Company terdiri dari
pecahan-pecahan f 100, f 50, f 25, f 10, f 5, f 2,50, f 1, dan f 0,50 dengan sebutan “Nederlandsch
Indische Gouvernementsgulden” (= Rupiah Pemerintahan Hindia Belanda), istilah yang tidak
pernah digunakan sebelumnya. Uang NICA ini di samping mengunakan nilai gulden juga
menggunakan istilah “Roepiah”. Karena kebanyakan uang NICA yang beredar ini dari pecahan
50 cent yang dicetak dengan warna merah, maka uang ini juga disebeut “uang merah”.

Setelah fihak Jepang menyerah kepada fihak Sekutu pada 15 Agustus 1945, maka wilayah
“Hindia Belanda” sementara itu menjadi wilayah tanpa kekuasaan dan di saat inilah yang
dimanfaatkan oleh pimpinan Bangsa Indonesia dengan memproklamasikan Kemerdekaan Negara
pada 17 Agustus 1945 sebagai Negara Republik Indonesia. Sementara tentara Sekutu mendapat
tugas untuk melucuti tentara Jepang yang masih berada di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Untuk wilayah Sumatera dan Jawa ditugaskan kepada fihak Inggris dan di wilayah Indonesia
Timur lainnya kepada fihak Amerika Serikat.

Tentara Inggris tiba di Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945. Fihak Belanda yang merasa
masih memiliki Hindia Belanda telah mempersiapkan diri dengan membentuk badan
pemerintahan sipil “Netherlands Indies Civil Administration” atau “NICA” yang dipimpin oleh
Pejabat Gubernur Jendral, H. J. van Mook. Pembentukan NICA dimaksudkan akan membantu
penyelesaian masalah-masalah pemerintahan sipil setelah masa pendudukan. Dengan alasan
untuk menyelamatkan tentara Belanda (KL dan KNIL) yang dalam masa pendudukan ditawan
oleh Jepang, van Mook dengan NICA-nya ikut mendarat di pulau Jawa. Dalam kenyataannya
mereka malah dipersenjatai kembali oleh Belanda untuk bisa ikut melawan RI.
Lahirnya ORI

Empat-belas bulan setelah tanggal Proklamasi Kemerdekaan Repu-blik Indonesia, atau tepatnya
pada tanggal 30 Oktober 1946, mata uang resmi Pemerintah Republik Indonesia praktis baru
terbit. Sejarah mencatat bahwa tanggal 30 Oktober 1946 adalah awal sejarah penerbitan uang RI
ini sehingga tanggal tersebut kemudian ditetapkan sebagai “Hari Keuangan”.
Pada saat itu Wakil Presiden RI pertama, Mohammad Hatta, berpidato di Radio Republik
Indonesia (RRI) Yogyakarta mengantarkan lahirnya “Oeang Repoeblik Indonesia” (ORI) yang
akan menggantikan uang kertas De Javasche Bank dan uang Jepang yang masih beredar saat itu.
Sehari sebelumnya, Menteri Keuangan telah mengeluarkan Surat Keputusan berlakunya ORI
secara sah sejak 30 Oktober 1946 mulai pk. 00.00, serta penarikan uang Hindia Belanda dan
uang pendudukan Jepang dari peredaran.

Penerbitan atau emisi pertama dari ORI ini yang mencantumkan tanggal pengeluaran “Djakarta,
17 Oktober 1945” dan ditanda-tangani oleh Menteri Keuangan waktu itu, Mr. A. A. Maramis,
terdiri dari pecahan-pecahan 1 sen, 5 sen, dan 10 sen, selanjutnya dalam pecahan-pecahan rupiah
dari ½ rupiah, 1 rupiah, 5 rupiah, 10 rupiah, dan 100 rupiah. Pada saat diterbitkannya nilai tukar
1 rupiah ORI sama dengan 50 rupiah uang Jepang di pulau Jawa, atau 100 rupiah uang Jepang di
pulau Sumatera.

Daftar Mata Uang Negara di Dunia

Berikut ini adalah daftar mata uang negara sedunia. Contoh cara membacanya adalah pada baris
yang pertama berarti negara Abbesinia memiliki mata uang Dollar Abbesinia. Mata uang yang
sama bukan berarti memiliki mata uang yang sama, namun hanya namanya saja yang sama,
sedangkan secara fisik berbeda. Contohnya seperti Dollar yang memiliki banyak jenis seperti
dollar amerika, dollar singapura, dollar zimbabwe dan lain sebagainya.

"Nama Negara" : "Nama Mata Uang"

Abbesinia : Dollar
Afghanistan : Afgani
Afrika Selatan : Rand
Afrika Tengah : Franc
Albania : Lek
Aliazair : Dinar
Amerika Serikat : Dollar
Angola : Kwanza
Argentina : Peso
Australia : Dollar
Austria : Shilling
Bangladesh : Taha
Belanda : Gulden
Belgia : Franc
Bolivia : Boliviarnus
Brazil : Cruzeiro
Brunei Darussalam : Dollar
Bulgaria : Lev
Canada : Dollar
Cekoslovakia : Koruna
Ceylon : Rupee
Chad : Franc
Chili : Peso
Cina : Yuan
Denmark : Krone
Dominika : Peso
EI Salvador : Kolon
Emirat Arab : Dirham
Equador : Sucrve
Ethiopia : Birr
Filipina : Peso
Finlandia : Markka
Ghana : Cedi
Guatemala : Queizal
Haiti : Courde
Honduras : Lempira
Hongaria : Forint
Hongkong : Dollar
India : Rupee
Indonesia : Rupiah
Inggris : Pound Sterling
Irak : Dinar
Iran : Real
Irlandia : Pound
Islandia : Krona
Italia : Lire
Jamaika : Dollar
Jepang : Yen
Jerman : Deutsche Mark
Kamboja : Riel
Kamerun : Franc
Kenya : Shilling
Kolumbia : Peso
Kongo : Franc
Korea Selatan. : Won
Korea utara : Won
Kuba : Peso
Kuwait : Dinar
Laos : New Kip
Libanon : Pound
Liberia : Dollar
Libia : Dinar
Luxemburg : Franc
Malaysia : Ringgit
Malvinas : Pound
Maroko : Dirham
Meksiko : Peso
Mesir : Pound
Monako : Franc
Mongolia : Tugrik
Mozambik : Escudo
Muangthai : Bath
Myanmar : Kyat
Namibia : Rand
Nepal : Rupee
New Zealand : Dollar
Nicaragua : Kordoba
Nigeria : Naira
Norwegia : Kroon
Oman : Rial
Pakistan : Rupee
Panama : Balboa
Papua Nugini : Kina
Paraguay : Guarani
Perancis : Franc
Peru : Sole
Polandia : Zloty
Portugal : Escudo
Qatar : Riyal
Rumania : Leu
Rusia : Rubel / Ruble / Rouble
Saudia Arabia : Riyal
Senegal : Franc
Singapura : Dollar
Siprus : Pound
Spanyol : Peseta
Srilanka : Rupee
Sudan : Pound
Suriah : Pound
Suriname : Guilder
Swedia : Kroon
Swiss : Franc
Syria : Pound
Taiwan : Dollar
Tanzania : Shilling
Thailand : Baht
Tunisia : Dinar
Turki : Lira
Uganda : Shilling
Uruguay : Peso
Vatikan : Lira
Venezuela : Bolivar
Vietnam : Dong
Yaman : Imani
Yordania : Dinar
Yugoslavia : Dinar
Yunani : Drachma
Zaire : Zaire
Zambia : Kwacha
Zimbabwe : Dollar

Anda mungkin juga menyukai