Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal,
jenazah yang rusak , membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam,
huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia
atau kerangka.Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain
seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtua nya.
Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit 2 metode yang digunakan memberikan
hasil positip (tidak meragukan).
Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual,
dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologic, dan secara eksklusi. Akhir-akhir
ini dikembangkan pula metode identifikasi DNA.
TANATOLOGI
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.
Setelah kematian klinis maka erittosit akan menempati tempat terbawah akibat
gaya gravitasi membentuk bercak merah ungu pada bagian terbawah tubuh
kecuali bagian tubuh yang tertekan alas keras.
Darah tetap cair karena adanya fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluh
darah. Lebam mayat mulai tampak 20-30 menit pasca mati, dan menetap setelah
8-12 jam. Sebelum waktu ini lebam mayat masih memucat pada penekanan dan
bisa berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih sempurna
atau perubahan posisi mayat dilakukan dalam 6 am pertama setelah mati klinis.
Jika pada mayat terlentang yang lebam mayatnya belum menetap pada penekanan
menunjukan saat kematian masih kurang dari 8-12 jam dan dilakukan perubahan
posisi mayat menjadi telungkup maka terbentuk lebam mayat baru di daerah dada
dan perut.
Pada lebam mayat darah terdapat dalam pembuluh darah, untuk membedakan
dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi) dilakukan irisan dan kemudian
disiram dengan air, maka pada lebam mayat warna merah darah akan hilang atau
pudar, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.
Kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm
timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer.
Penyebabnya adalah kehabisan cadangan glikogen dan ATO yang bersifat
setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat
sebelum meninggal.
b. Heat stiffening
Kekakuan otot akibat koagulasi protein oleh panas. Otot-otot berwarna merah
muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada
korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek
sehingga menimbulkan flexi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk sikap
petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu
bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab dan cara kematian.
c. Cold stiffening
Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda
ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan
konveksi.
Grafik penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurvas sigmoid atau seperti
huruf S. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran, dan
kelembapan udara, bentuk tubuh, posis tubuh, pakaian. Selain itu suhu saat mati
perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh
akan lebih capat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan
kelembapan rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau
berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil.
Berbagai rumus kecepatan penurunan suhu tubuh pasca mati ditemukan sebagai
hasil dari penelitian di negara barat, namun ternyata sukar dipakai dalam praktek
karena faktor-faktor yang berpengaruh di atas berbeda pada setiap kasus, lokasi,
cuaca, dan iklim.
Proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis
adalah pelunakkan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaaan steril.
Autolisis timbulk akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati
dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera
masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk
bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah
Clostridium welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2s,
dan HCN serta asam amino dan asam lemak.
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan
pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh
dengan bakteri serta terletak dengan dinding perut. Warna kehijauan ini
disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-hemoglobin. Secara bertahap warna
kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busukpun mulai
tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna
hijau kehitaman.
Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan
kemerahan berbau busuk.
Pembentukkan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan
hidung. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan
terabanya derik (krepitasi). Gas ini akan menyebabkan pembengkakan tubuh yang
menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan
longggar, seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju
(pugilistic atitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi
akibat terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi.
Selanjutnya, rambut dengan mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah
menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi
tembem, bibir tebal, lidah membengkan dan sering terjulur diantara gigi. Keadaan
seperti ini sangat berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi
dikenali oleh keluarga.
Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati,
terutama bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan
binatang pengerat khas berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi.
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukkan gas pembusukan nyata, yaitu
kira-kira 36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan
beberapa jam pasca mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung, dan diantara
bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24
jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat
diketahui usia larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat
mati, dengan asumsi bahwa lalat secepatnya meletakkan telur setelah seseorang
meninggal (dan tdak lagi dapat mengusir lalat yang hinggap).
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.
Perubahan warna yang terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus,
menjadi ungu kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan,
endokardium dan intima pembuluh darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah.
Difusi empedu dari kandung empedu mengakibatkan warna coklat kehijauan di
jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa
melunak dan m udah robek. Kemudian alat dalam akan mengerut. Prostat dan
uterus non gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap
perubahan pembusukan.
Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5 derajat
celcius hingga sekitar suhu normal tubuh), kelembapan dan udara yang cukup,
banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan
sepsis. Media tempat mayat dapat juga berperan. Mayat yang terdapat di udara
akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau
dalam tanah. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang berada dalam
tanah : air : udara adalah 1 : 2 : 8. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat
membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya dan hilangnya
panas tubuh yang cepat pada bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri.
5. Adiposera
Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh
hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak
jenuh pasca mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan
saraf yang termumifikasi (Mant dan Furbank, 1957) dan kristal-kristal sferis
dengan gambaran radial (Evans,1962). Adiposera terapung di air, bila dipanaskan
mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut di dalam alkohol panas dan eter.
Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi
lemak superfisial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk
bercak, dapat terlihat di pipi, payudara, atau bokong, bagian tubuh atau
ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh berubah menjadi adiposera.
Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga
bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih
dimungkinkan.
Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan
dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0,5%
asam lemak bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi
20% dan setelah 12 minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini adiposera
menjadi jelas secara makroskopis sebagai bahan berwarna putih kelabu yang
menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh. Pada stadium awal
pembentukannyaa sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi
dengan analisis asam palmitat.
6. Mummifikasi
Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga
terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan.
Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput, dan tidak
membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering.
Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembapan rendah, aliran udara yang baik,
tubuhyang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). Mumifikasi jarang
dijumpai pada cuaca yang normal.
Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat
digunakan untuk memperkirakan saat mati.
1. Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-
kanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga
dengan dasar di tepi kornea (taches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi
lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan
dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam
tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi
sejak kira-kira 6 jam pasca mati.
Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-
kira 10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas.
Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada
penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya
mati.
Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca
mati. Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai
memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih
pucat dan tepinya tidak tajam lagi.
Selama 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi
kuning. Warna kuning juga tampak di sekitar makula yang menjadi lebih gelap.
Pada saat itu pola vaskular koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan
latar belakang merah dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3
jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih
pucat.
Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-
pembuluh besar yang mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar
belakang kuning-kelabu.
Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus
akan sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan
adanya konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam
pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus,
hanya makula saja yang tampak berwarna coklat gelap.
3. Perubahan rambut.
4. Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertmbuhan kuku
yang diperkirakan sekitar 0,1mm/ hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat
kematian bila diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku.
Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum
lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan
kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masing-
masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30 jam.
6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar Kalium yang cukup akurat untuk
memperkirakan saat kematian antara 24 jam hingga 100 jam pasca mati.
7. Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah
pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa
hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta
gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati.
Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan
perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati
dengan lebih tepat.
8. Reaksi supravital
Reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama dengan reaksi
tubuh seseorang yang hidup.
Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya
rangsang listrik masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120
menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60-90
menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah
kulit sampai 1 jam pasca mati.