Anda di halaman 1dari 6

Makalah Agama

HADITS

Nama :putri ervina nur malasari

Kelas: x pn2

Smk: Icb – cinta wisata

Alamat: jl. Pahlawan No.19b


Pengertian Hadits
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari
Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam.
Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas,
dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-
Qur'an.

Pengertian Matan

Matan secara bahasa artinya kuat, kokoh, keras, maksudnya adalah isi, ucapan atau
lafazh-lafazh hadits yang terletak sesudah rawi dari sanad yang akhir.

Pengertian Rawi

Rowi menurut bahasa, adalah orang yang meriwayatkan hadits dan semacamnya.
Sedangkan menurut istilah yaitu orang yang menukil, memindahkan atau
menuliskan hadits dengan sanadnya baik itu laki-laki maupun perempuan.

Pengertian Sanad

Sanad atau isnad secara bahasa artinya sandaran, maksudnya adalah jalan yang
bersambung sampai kepada matan, rawi-rawi yang meriwayatkan matan hadits dan
menyampaikannya. Sanad dimulai dari rawi yang awal (sebelum pencatat hadits)
dan berakhir pada orang sebelum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni
Sahabat. Misalnya al-Bukhari meriwayatkan satu hadits, maka al-Bukhari dikatakan
mukharrij atau mudawwin (yang mengeluarkan hadits atau yang mencatat hadits),
rawi yang sebelum al-Bukhari dikatakan awal sanad sedangkan Shahabat yang
meriwayatkan hadits itu dikatakan akhir sanad.

Kedudukan Hadits sebagai Sumber Hukum Islam

Seperti yang kita ketahui, bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum primer/utama
dalam Islam. Akan tetapi dalam realitasnya, ada beberapa hal atau perkara yang
sedikit sekali Al-Qur’an membicarakanya, atau Al-Qur’an membicarakan secara
global saja, atau bahkan tidak dibicarakan sama sekali dalam Al-Qur’an. Nah jalan
keuar untuk memperjelas dan merinci keuniversalan Al-Qur’an tersebut, maka
diperlukan Al-Hadits/As-Sunnah. Di sinilah peran dan kedudukan Hadits sebagai
tabyin atau penjelas dari Al-Qur’an atau bahkan menjadi sumber hukum
sekunder/kedua_setelah Al-Qur’an.
Fungsi Hadits Terhadap Al-qur’an

Alquran dan Hadis adalah dua sumber hukum syariat Islam yang tetap dan kekal
selamanya. Seorang Muslim tidak mungkin memahami syariat Islam secara mendalam
dan lengkap tanpa kedua sumber Islam tersebut. Seorang mujtahid dan seorang alim pun
tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya.

Banyak ayat Alquran dan Hadis yang memberikan pengertian bahwa Hadis itu sumber
hukum Islam selain Alquran yang wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah maupun
larangan. Uraian di bawah ini merupakan paparan tentang kedudukan Hadis dan
fungsinya Hadis terhadap Alquran, sebagai sumber hukum Islam dengan melihat
beberapa dalil, baik nakli, maupun akli.

Hadits Qauliyah

Yang dimaksud dgn perkataan Nabi Muhammad shalallahu'alaihiwasalam. ialah


perkataan yg pernah beliau ucapkan dalam berbagai bidang syariat akidah akhlak
pendidikan dan sebagainya.
Contoh perkataan beliau yg mengandung hukum syariat seperti berikut. Nabi
Muhammad saw. bersabda Hanya amal-amal perbuatan itu dgn niat dan hanya bagi
tiap orang itu memperoleh apa yg ia niatkan .. . Hukum yg terkandung dalam sabda
Nabi tersebut ialah kewajiban niat dalam segala amal perbuatan utk mendapatkan
pengakuan sah dari syara'.

Hadits Fi’liyah

Fi'liyah atau Perbuatan Perbuatan Nabi Muhammad shalallahu'alaihiwasalam.


merupakan penjelasan praktis dari peraturan-peraturan yg belum jelas cara
pelaksanaannya.
Misalnya cara cara bersalat dan cara menghadap kiblat dalam salat sunah di atas
kendaraan yg sedang berjalan telah dipraktikkan oleh Nabi dgn perbuatannya di
hadapan para sahabat.
Perbuatan beliau tentang hal itu kita ketahui berdasarkan berita dari sahabat Jabir
radhiallahu'anhu katanya Konon Rasulullah shalallahu'alaihiwasalam.
bersalat di atas kendaraan menurut kendaraan itu menghadap. Apabila beliau
hendak salat fardu beliau turun sebentar terus menghadap kiblat. .

Hadits Taqririyah

Taqririyah Arti taqrir Nabi ialah keadaan beliau mendiamkan tidak mengadakan
sanggahan atau menyetujui apa yg telah dilakukan atau diperkatakan oleh para
sahabat di hadapan beliau.
Contohnya dalam suatu jamuan makan sahabat Khalid bin Walid Radhiallahu'anhu
menyajikan makanan daging biawak dan mempersilakan kepada Nabi utk
meni’matinya bersama para undangan.
Rasulullah shalallahu'alaihiwasalam. menjawab Tidak . Berhubung binatang ini
tidak terdapat di kampung kaumku aku jijik padanya! Kata Khalid Segera aku
memotongnya dan memakannya sedang Rasulullah melihat kepadaku. .

Hadits Mutawatir
Secara bahasa, mutawatir adalah isim fa’il dari at-tawatur yang artinya berurutan.
Sedangkan mutawatir menurut istilah adalah “apa yang diriwayatkan oleh sejumlah
banyak orang yang menurut kebiasaan mereka terhindar dari melakukan dusta
mulai dari awal hingga akhir sanad”. Atau : “hadits yang diriwayatkan oleh perawi
yang banyak pada setiap tingkatan sanadnya menurut akal tidak mungkin para
perawi tersebut sepakat untuk berdusta dan memalsukan hadits, dan mereka
bersandarkan dalam meriwayatkan pada sesuatu yang dapat diketahui dengan indera
seperti pendengarannya dan semacamnya”.

Hadits Masyhur

Dari segi bahasa ialah yang termasyhur @ terkenal.

Dari segi istilah ialah hadis yang diriwayatkan oleh tiga atau lebih perawi dalam
setiap thabaqatnya namun belum mencapai darjat mutawatir.

Misalnya hadis Rasulullah SAW :

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan sekaligus, akan tetapi Allah
mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama.” (Riwayat Bukhari)

Hukum beramal dgn Hadis Masyhur

Boleh beramal dan berhujjah dengan Hadis Masyhur yang sahih dan hasan sahaja.
Jika ia dhaif @ Maudu’, tidak boleh beramal dgnnya.

Hadits Ahad
Dari segi bahasa ialah satu.

Dari segi istilah ialah hadis yang diriwayatkan oleh seorang atau 2 orang perawi yang
jumlahnya tidak mencapai darjat mutawatir.

Hukum beramal dengan Hadis Ahad

Wajib beramal dan berhujjah dgn Hadis Ahad, tetapi tidak kufur sesiapa yang
menolaknya.

IJTIHAD
Dalam kaitan pengertan ijtihad menurut istilah, ada dua
kelompok ahli ushul flqh (ushuliyyin) -kelompok mayoritas
dan kelompok minoritas- yang mengemukakan rumusan definisi.
Dalam tulisan ini hanya akan diungkapkan pengertian ijtihad
menurut rumusan ushuliyyin dari kelompok mayoritas.

Menurut mereka, ijtihad adalah pengerahan segenap


kesanggupan dari seorang ahli fxqih atau mujtahid untuk
memperoleh pengertian tingkat dhann terhadap sesuatu hukum
syara' (hukum Islam).

Bentuk-bentuk ijtihad
1. Ijtihad Intiqa’i.
Di dalam Al Quran dan Al Hadis telah disebutkan patokan-patokan dasar ajaran
Islam. Patokan itu memberikan petunjuk bahwa Al Quran dan Al Hadis ada yang
bersifat absolut, ada yang bersifat relatif Keberadaan nash yang mayoritas bersifat
relatif merupakan salah satu sebab terjadinya perbedaan pendapat para ulama dalam
memahami maknanya, sehingga hampir semua masalah keagamaan tidak terlepas
dari perbedaan-perbedaan pendapat.
Para ulama terdahulu telah memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya,
bukan berarti bahwa apa yang mereka tetapkan atau hasilkan delam bentuk ijtihad
itu, adalah suatu ketetapan yang final untuk sepanjang masa. Tetapi perlu ditilik
kembali apakah sesuai dengan situasi dan kondisi zaman. Sedangkan para mujtahid
sekarang dituntut untuk mengadakan studi perbandingan di antara pendapat-
pendapat itu dan diteliti dalil-dalil yang dijadikan landasan.
Upaya tersebut bukan berarti menolak pendapat para pendahulu kita, malainkan di
transpormasikan sesuai dengan perkembangan zaman. Kita tidak bisa berkomitmen
dalam suatu mazhab atau pendapat, melainkan kita harus meneliti secara
keseluruhan, agar bisa mendapatkan ketetapan yang kuat menurut pandangan kita
sekarang dan lebih sesuai dengan realitas masalah umat Islam.
2. Ijtihad Insya’i.
Ijtihad ini sangat diperlukan karena berbagai permasalahn yang timbul dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi sekarang yang pernah terbetik
dalam hati para mujtahid terdahulu seperti organ tubuh, donor mata, inseminasi
buatan, dan sebagainya. Masalah-masalah ini raib dari pembahasan fiqh klasik dan
semuanya memerlukan pemecahan secara ijtihad.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta globalisasi dunia telah banyak
membawa pengaruh perubahan pola pikir dan sikap hidup masyarakat. Sikap
rasional yang menjadi ciri utama masyarakat moderen membuat praktik-praktik
ilmu fiqh kurang mampu lagi menjawab permasalah baru tersebut, bahkan
kadangkala fiqh kaku berhadapan dengan zaman kekinian.

3. Ijtihad Komparatif.
Ijtihad komparatif ialah mengabungkan kedua bentuk ijtihad di atas (intiqai dan
isnya’i). Dengan demikian di samping untuk menguatkan atau mengkopromikan
beberapa pendapat, juga diupayakan adanya pendapat baru sebagai jalan keluar
yang lebih sesuai dengan tuntunan zaman.
Pada dasarnya hasil ijtihad yang dihasilkan oleh ulama terdahulu merupakan karya
agung tetap utuh, bukanlah menjadi patokan mutlak, melainkan masih memerlukan
ijtihad baru. Karena itu, diperlukan kemampuan memngutak-atik hasil sebuah
ijtihad, dengan jalam menggabungkan kedua bentuk ijtihad di atas.

Anda mungkin juga menyukai