Anda di halaman 1dari 2

BID’AH

Oleh,
M. Ali Maghfur
“Apa yang dianggap baik oleh kaum muslimin, maka itu menurut Allah baik, dan apa y
ang dianggap jelek oleh kaum muslimin, maka itu menurut Allah jelek”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad (no.3418), al-Hakim (no 4439), at- Thabarâni, a
l-Baihaqi dan lain-lain. Hadits ini tidak marfu’ sampai Nabi tetapi mauquf sampai
shahabat Abdullah bin Mas’ud dengan sanad shahih menurut al-Hakim.
Hadits ini dalam kitab-kitab ushul fiqh dijadikan salah satu dalil ijma’ (konsensu
s ulama mujtahidin) dan dalam kitab-kitab kaidah fiqh dijadikan dalil dalam kaid
ah al-‘Adah Muhakkamah. Hadits ini marfu sampai Rasulullah sehingga dapat dijadik
an hujjah (dalil) untuk mentakhsish keumuman hadits tentang semua bid ah adalah
sesat.
Sehingga sudah tepat bagi ulama yang menetapkan hadits di atas sebagai dalil ada
nya bid ah hasanah (bid ah yang tidak dilarang dalam agama). Andai hadits di at
as tidak bisa diterima sebagai dalil, maka masih ada dalil lain yang dijadikan u
lama sebagai pijakan tentang bid ah hasanah seperti yang akan diterangkan, insya
Allah.
As-Syafi i mengatakan, "Setiap perkara baru yang bertentangan dengan Al Quran, a
s-Sunnah, Ijma dan atsar (ucapan para shahabat) adalah bid ah yang jelek, dan j
ika tidak bertentangan dengan dasar-dasar tersebut, maka dikatakan bid ah mahmud
ah (baik)”.
Harmalah bin Yahya mendengar Imam as-Syafi i berkata, “Bid ah ada dua, yaitu bid a
h yang terpuji dan bid ah yang jelek, setiap yang sesuai dengan as-Sunah adalah
terpuji dan yang bertentangan dengan as-Sunah adalah tidak terpuji”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari mengatakan “Yang jelas sesungguhnya bid’ah j
ika masuk dalam kategori dasar hukum yang dinilai baik oleh syara maka itu adal
ah bid’ah hasanah. Dan jika masuk dalam kategori dasar hukum yang dinilai jelek ol
eh syara maka itu adalah bid’ah sayyi ah, dan yang selain itu adalah bid’ah mubahah
. Dan bid’ah dibagi menjadi lima”.
Menurut Sayyid Muhammad dalam al-Mafahim, bahwa tidak semua dalil baik al Qur an
atau hadits langsung dapat difahami mentah tanpa adanya pemahaman mendalam yang
benar dan tahqiq. Diantaranya adalah hadits:
“Semua bid’ah adalah sesat”
Hadits ini harus difahami bahwa yang dimaksud adalah bid’ah jelek saja dengan tanp
a memasukkan bid’ah hasanah (yang baik), karena kata kullu tidak berarti mencakup
terhadap keseluruhan. Seperti QS. Al-Anbiya , 30:

"Dan Kami telah menjadikan setiap sesuatu yang hidup dari air "
Bukan berarti ayat tersebut difahami bahwa semua makhluk hidup dijadikan oleh Al
lah dari air, karena makhluk jin dijadikan dari api. Seperti QS. Ar-Rahman, 15:
• •
“Dan Dia menciptakan jin dari nyala api”
Serta firman Allah

”Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan
Aku bertujuan merusakkan bahtera itu, Karena di hadapan mereka ada seorang raja
yang merampas tiap-tiap bahtera”. (QS. Al Kahfi; 79)
Hal yang semacam ini tampaknya tidak difahami oleh orang yang tidak faham tentan
g bid’ah tetapi merasa sangat faham tentang bid’ah, sehingga dengan mudah menilai sa
lah dan hina ulama yang membagi hukum-hukum bid ah.
Memang, sebenarnya masalah tentang ada dan tidaknya istilah bid’ah hasanah, kalang
an ulama ahlussunnah masih berselisih dan semua mempunyai hujjah-hujjah yang kua
t meski perbedaan tersebut hanya secara lafadz atau istilah saja. As-Syathibi ya
ng menginkari terhadap adanya istilah bid ah hasanah berpendapat bahwa bid’ah hasa
nah tidak dinamakan bid ah, karena dalil yang ada menunjukkan keumuman bahwa sem
ua bid ah adalah dhalalah, dan as-Syathibi tetap memperbolehkan melakukan hal-ha
l yang dianggap bid ah hasanah karena adanya dalil secara umum yaitu al mashalih
al mursalah yang meskipun masih diperselisihkan oleh para pakar ahli ushul fiqh
. Oleh karena itu alangkah lebih bijaknya jika masalah ini didudukkan sebagai m
asalah khilafiyyah ijtihadiyyah, sehingga mulut kita tidak dengan enteng menyala
hkan ulama yang lain, karena selain masalah ini adalah ijtihadiyyah, juga penila
ian buruk kepada ulama Islam dengan tidak beradab bukanlah sifat dan jiwa as-sal
af as-shalih.
Diantara ulama yang mengatakan adanya bid’ah hasanah adalah as-Syafi i, Ibnu Hajar
al-Asqalani, Izziddin bin Abdis Salam, an-Nawawi, as-Suyuthi, al-Qarafi, al-Gha
zali, Ibnu Hajar al-Haitami, Abu Syamah dan ulama-ulama yang lain.
Sebagian ulama juga ada yang membagi bid ah menjadi dua, yaitu bid ah syar iyyah
dan bid ah lughawiyyah. Jika bid ah syar iyyah semua dlalalah, sedangkan bid a
h lughawiyyah dibagi menjadi dua, yaitu hasanah (baik) dan madzmumah (tercela).
Dalil yang digunakan dalam menentukan adanya bid’ah hasanah adalah:
1. Perkataan Sayyidina Umar saat membuat tarawih berjamaah, "Ini adalah pel
ing ni matnya bid ah "
2. Pengumpulan Al Quran pada zaman khalifah Abu Bakar bersama Umar dan Zaid
bin Tsabit. Saat Zaid mendapat mandat untuk mengumpulkan Al Quran, beliau menga
takan kepada Abu Bakar, "Bagaimana mungkin engkau melakukan sesuatu yang tidak p
ernah dilakukan oleh Rasulallah?".
3. Sabda Rasulullah:
“Siapa saja yang membuat perilaku baik, maka dia mendapatkan pahala dari perilaku
tersebut dan pahala orang-orang yang melakukannya sampai hari kiamat”
Lebih jelasnya baca kitab al-I tisham karya as-Syathibi, Qawa id al-Ahkam karya
Izziddin bin Abdissalam, Mafahim karya Sayyid Muhammad dan al-Fath al-Mubin kary
a Ibnu Hajar al-Haitami.

Anda mungkin juga menyukai