Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. dalam makalah
ini penulis mencoba menganalisis sebuah drama tentang “Sepasang Merpati
Tua”. Dalam menganalisis drama ini penulis mencoba menganalisis
berdasarkan teori semiotik menurut Riffaterre yaitu dengan menentukan
makna dengan menggunakan pembacaan heuristik, pembacaan
hermeneutik, penentuan matriks, model, dan varians, serta menentukan
hubungan intertekstual dalam naskah drama. Makalah ini merupakan
implementasi dari mata kuliah kajian drama yang sedang diprogramkan oleh
penulis.
Dalam penulisan makalah ini tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih kepada dosen yang telah membimbing dalam menjalani mata kuliah
kajian drama untuk lebih memotivasi dan lebih memahami pengkajian
drama.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari akan kekurangan
dalam mengkaji drama ini, begitu pula dalam menyusun makalah ini. semoa
dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Akhir kata saya ucapkan teima
kasih.
Kendari, 15 Mei
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Karya sastra merupakan suatu karya hasil dari pemikiran dan imajinasi
yang terdalam dari manusia. Dalam sastra dapat menghasilkan suatu
keindahan-keindahan baik itu dilihat dari dalam (intrinsik) suatu karya sastra
maupun dari luar (ekstrinsik) drama. Selain itu, keindahan suatu sastra
tersebut juga dapat dilihat dari makna-makna tak terduga yang dihasilkan
oleh suatu karya sastra.
Makna yang terdapat dalam suatu karya sastra terbagi menjadi 2,
yakni makna tersurat yang bisa didapat dari kata-kata atau bentuk dari
karya sastra itu sendiri serta makna tersirat yang merupakan makna yang
paling dalam yang dapat mencakup aspek kehidupan lain di luar dari sastra
yang untuk mengetahuinya dibutuhkan pemahaman sepenuhnya pada suatu
karya sastra.
Untuk menentukan suatu makna, baik itu makna tersurat maupun
makna tersirat dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan-
pendekatan yang ada. Salah satunya adalah dengan menggunakan semiotik
Reffatere. Dalam semiotik Reffatere membagi bentuk pemaknaan menjadi 4
bagian, yakni pemaknaan heuristik, pemaknaan hermeneutik, penentuan
matriks, model, dan varians, serta penentuan hubungan interteks.
Untuk itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai keempat jenis
pemaknaan tersebut melalui analisis suatu naskah drama yang berjudul
“Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto.
B.Rumusan Masalah
Dalam makalah ini terdapat masalah-masalah yang akan dibahas guna
untuk mengetahui suatu makna yang ada dalam karya sastra dalam hal ini
drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto dengan
menggunakan pendekatan Semiotik Reffatere. Adapun masalah-masalah
yang dibahas yaitu sebagai berikut:
C.Tujuan
Dalam makalah ini terdapat tujuan yang ingin dicapai, yakni untuk
mengetahui makna yang terkandung dalam drama “Sepasang Merpati Tua”
karya Bakdi Soemanto dengan melihat tanda-tanda yang terdapat dalam
drama tersebut menggunakan pendekatan semiotik Reffattere. Selain itu,
tujuan lain dibahasnya masalah ini yaitu untuk lebih dalam mengetahui
pendekatan semiotik Reffatere.
D. Manfaat
BAB II
KAJIAN TEORI
Semiotika adalah ilmu tanda, istilah ini berasal dari kata Yunani
semeion yang berarti “tanda”. Winfried North (1993:13) menguraikan asal-
usul kata semiotika; secara etimologi semiotika dihubungkan dengan kata
Yunani sign = sign dan signal = signal, sign.
Semiotika adalah cabang ilmu yang semula berkembang dalam bidang
bahasa. Dalam perkembangannya kemudian semiotika bahkan mulai
merasuki semua segi kehidupan manusia. Semiotik menurut Saussure
seperti dikutip oleh Hidayat, didasarkan pada anggapan bahwa selama
perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama
berfungsi sebagai tanda, harus ada di belakangnya system pembedaan dan
konvensi yang memungkinkan makna itu. Dimana ada tanda, disana ada
system (Hidayat,1998;26).
Menurut Saussure, seperti dikutip Pradopo (1991:54) tanda sebagai
kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya
selembar kertas. Di mana ada tanda di sana ada sistem. Artinya, sebuah
tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap
oleh indra kita yang disebut dengan signifier, bidang penanda atau bentuk
dan aspek lainnya yang disebut signified, bidang petanda atau konsep atau
makna. Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama. Jadi petanda
merupakan konsep atau apa yang dipresentasikan oleh aspek pertama.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa penanda terletak pada tingkatan
ungkapan (level of expression) dan mempunyai wujud atau merupakan
bagian fisik seperti bunyi, huruf, kata, gambar, warna, obyek dan
sebagainya.
Petanda terletak pada level of content (tingkatan isi atau gagasan) dari
apa yang diungkapkan melalui tingkatan ungkapan. Hubungan antara kedua
unsur melahirkan makna.
Tanda akan selalu mengacu pada (mewakili) sesuatu hal (benda) yang lain
yang disebut referent. Lampu merah mengacu pada jalan berhenti. Wajah
cerah mengacu pada kebahagiaan. Air mata mengacu pada kesedihan.
Apabila hubungan antara tanda dan yang diacu terjadi, maka dalam benak
orang yang melihat atau mendengar akan timbul pengertian (Eco, 1979:59).
Untuk mengungkapkan makna karya sebagai gejala semiotik menurut
Riffaterre, diperlukan metode yaitu metode pembacaan heuristik, metode
pembacaan hermeneutik, penentuan matriks, model, dan varians, serta
penentuan hubungan interteks dalam karya.
Pembacaan heuristik adalah pembacaan yang mengacu pada keadaan
sebenarnya dalam teks. Apa yang dikatakan dalam teks merupakan arti
yang ditangkap dalam pembacaan heuristik tersebut atau dengan kata lain
pembacaan heuristik adalah pembacaan dengan melihat tanda-tanda
referensial lewat tanda-tanda linguistik sehingga dapat menemukan arti
secara linguistik. Kemudian pembacaan hermeneutik adalah kelanjutan dari
pembacaan heuristik yang mencari makna yang tersirat yang terdapat
dalam suatu karya. Dalam pembacaan hermeneutik pembaca dituntut untuk
membaca karya secara keseluruhan teks kemudian mengambil kesimpulan
dari apa yang terdapat dalam suatu karya dengan menghubungkannya
dengan kejadian di luar teks sehingga menghasilkan makna keseluruhan
teks sebagai sistem tanda. Berikutnya adalah penentuan matriks, model,
dan varians. Ketiga obyek ini saling berhubungan antara satu sama lain.
Matriks adalah suatu obyek yang bisa dikatakan hampir sama dengan tema
yang menjadi pokok masalah dalam suatu karya sastra. Kemudian model
yang merupakan bentuk-bentuk yang mempertegas tentang pokok masalah
dalam suatu karya. Varians merupakan jenis-jenis dari model yang
menjelaskan tentang masalah. Kemudian terakhir penentuan hubungan
interteks yang ada dalam karya. Langkah ini adalah langkah terakhir dalam
menentukan pemaknaan dalam suatu karya sastra menggunakan
pendekatan semiotik Riffaterre.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pembacaan Heuristik
Dalam makalah ini terdapat tanda yang diperoleh dari naskah drama
“Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto. Adapun masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini pertama-tama akan diamati menggunakan
pembacaan heuristik, yakni penentuan makna yang langsung berasal dari
teks yang dimaksud atau dengan kata lain penentuan arti secara linguistik
teks yang akan dijadikan bahan kajian.
Dalam pembahasan ini akan dibahas tanda yaitu seorang wanita, yang
dalam drama ini diperankan oleh seorang nenek. Menurut pembacaan
heuristik, wanita adalah makhluk ciptaan Tuhan yang di mana wanita adalah
makhluk yang perlu dilindungi yang hidup dalam angan-angan , takut
kehilangan , tapi menuntut kenyataan-kenyataan.
Dalam drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto, wanita
dalam hal ini diperankan oleh nenek adalah seorang wanita yang
mencerminkan wanita sebagaimana mestinya, yaitu yang selalu haus
dengan kasih sayang dan takut akan kehilangan. Hal ini ditunjukkan dalam
adegan nenek yang berusaha untuk manja di depan kakek untuk
mendapatkan kasih sayang walaupun dengan umur yang sudah tidak muda
lagi. Selain itu, wanita dalam drama ini juga memiliki sifat mudah menangis
seperti yang dimiliki wanita pada umumnya yaitu menggunakan air mata
sebagai senjata untuk melemahkan lelaki. Dalam naskah ini ditunjukkan
nenek menangis ketika disindir oleh sang kakek pada dialog-dialog yang ada
dalam naskah drama ini. Adapun dialog tersebut adalah sebagai berikut:
Nenek: Ah, wanita. Bagaimanapun sudah tua, aku tetap wanita.
(Berdiri, pergi ke kursi dan duduk). Dunia wanita yang hidup
dalam angan-angan, takut kehilangan, tapi menuntut
kenyataan-kenyataan.
Kakek: Bagus!
Nenek: Apa maksudmu?
Kakek: Tindakan terpuji, itu namanya.
Nenek: He, apa sih maksudmu, Pak?
Kakek: Mengaku dosa di depan orang banyak!
Nenek: Hu…hu….hu…(Menangis).
Dari kutipan dialog di atas terdapat adegan di mana si nenek
menangis. Hal inilah yang merupakan sifat dasar dari seorang perempuan
yang merupakan makhluk yang harus selalu disayang dan di kasihi.
Selain itu dalam naskah juga memunculkan Kartini yang menurut
kakek memiliki sikap yang sama dengan si nenek yaitu sama-sama memiliki
sikap berani. Berani di sini adalah salah satu sikap yang dimiliki oleh seorang
wanita.
B. Hermeneutik
BAB IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
B.Saran
Adapun saran yang bisa diberikan dalam makalah ini mengenai
permasalahan yang telah dibahas adalah bahwa wanita adalah yang perlu
disayangi dan dilindungi terlebih lagi jika dia adalah pasangan kita. Oleh
karena itu, cintailah pasangan masing-masing, karena dengan begitu maka
ketentraman dalam menjalin hubungan akan tercapai dan akan membuat
kita bahagia.
DAFTAR PUSTAKA
Wahid, Sugira. 2004. Kapita Selekta Kritik Sastra Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia dan Daerah . UNEM: Makassar.
Alwi, Hasan, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka:
Jakarta.
Tugas kajian drama
Universitas Haluoleo
Kendari
2009