Anda di halaman 1dari 2

Maling, Copet, Rampok & Koruptor

Pada suatu hari, disebuah kampung (sebutlah kampung X), terlihat sebuah keributan yang cukup
menarik perhatian saya. Setelah saya dekati ternyata seorang laki-laki berumur sekitar 40-an
tahun tengah menjadi bulan-bulanan masyarakat kampung. Oleh pemuda-pemuda kampung, laki-
laki tua tadi dikeroyok, dipukul, ditendang, bahkan tak jarang ibu-ibupun terlihat mengayunkan
sebatang bambu ke tubuhnya. Dari keterangan salah seorang warga yang pada saat itu ikut
menonton atraksi pukul-memukul tersebut, laki-laki tadi ternyata kepergok mencuri seekor ayam.

Mesakke tenan mbah.

Dilain hari, secara tidak sengaja saya membaca sebuah berita dikoran tentang tewasnya seorang
pencopet yang dihakimi massa setelah melakukan aksinya di sebuah terminal bus. Ada lagi yang
memberitakan tentang pembakaran hidup-hidup seorang perampok oleh warga.

Saat ini banyak sekali kita melihat ataupun mendengar seorang pejabat negara ataupun wakil
rakyat “yang seharusnya terhormat” melakukan aksi-aksi penggelapan uang negara yang oleh
berbagai media sering di istilahkan dengan sebutan koruptor. Namun ironisnya jarang sekali kita
mendengar seorang koruptor tewas dibakar hidup-hidup, dipukuli massa ataupun ditembak mati
oleh polisi. Padahal sudah menjadi rahasia umum kalau seorang penjabat negara ataupun wakil
rakyat “yang seharusnya terhormat” melakukan aksi penggelapan uang negara selalu dalam jumlah
besar, tetapi kenapa justru yang melakukan pencurian kecil-kecilanlah yang sering ditemukan
tewas sebelum diajukan ke pengadilan.

Disini bukannya saya membela ataupun berusaha membenarkan orang yang melakukan pencurian
kecil-kecilan. Yang namanya mengambil barang yang bukan miliknya, baik itu dalam jumlah kecil
atupun besar, tetap saja namanya maling, dan itu tidak dibenarkan oleh hukum dan agama.

Lalu apa sih bedanya antara maling/copet/rampok/apapun istilahnya dengan koruptor? Kenapa
orang-orang yang menggelapkan uang negara dalam jumlah besar harus disebut koruptor?
Padahal mereka tetap saja sama dengan maling/copet/rampok!

Disinilah yang sering membuat saya bingung. Kenapa orang-orang yang justru lebih jahat (karena
membuat rakyat sangat sengsara) harus diberikan sebuah sebutan yang lebih “halus” dimata
masyarakat? Saya merasa, masyakarat kita telah termakan oleh kamuflase peristilahan media.
Yang membuat saya lebih heran lagi, sepertinya gelar seorang koruptor menjadi sebuah gelar
kehormatan sehingga orang berlomba-lomba untuk menjadi koruptor, maling uang rakyat.

Banyak usaha yang telah dilakukan untuk membuat jera para koruptor (maling/copet/rampok) ini,
tetapi mereka tetap saja ndableg. Masih saja banyak yang tetap melakukannya. Ya karena itu tadi,
istilah koruptor sepertinya merupakan sebuah trend masa kini.

Oke, sekarang mari kita mencoba bertanya kepada diri kita masing-masing. Jika seandainya
disuruh dan wajib harus memilih, sebutan/gelar mana yang sekiranya akan kita pilih untuk diri kita
sendiri?
MALING / COPET / RAMPOK / KORUPTOR

Disuruh milih kok maksa sih mbah?

Saya yakin akan lebih banyak memilih sebutan koruptor. Karena kalau dibandingkan dengan tiga
gelar lainnya, gelar koruptor terdengar lebih halus. Berbeda dengan sebutan/gelar maling, copet
dan rampok, ini terasa lebih kasar dan jahat. Padahal keempat sebutan diatas adalah sama!

KORUPTOR = MALING
KORUPTOR = COPET
KORUPTOR = RAMPOK
KORUPTOR = …?

Jadi, agar mereka-mereka itu jera dan malu, mari kita ganti istilah koruptor menjadi maling, copet
atau rampok! Mari kita panggil mereka-mereka itu dengan sebutan MALING, COPET atau
RAMPOK!

Salam Hangat,

Novia Agustiar Rahmat


http://opik.unitiga.com

Anda mungkin juga menyukai