Anda di halaman 1dari 7

FENOMENA RED SHIFT DAN BIG BANG

I. PENDAHULUAN

A. Kisah Perjalanan Alam Semesta


Alam semesta yang kita lihat saat ini berbeda jauh dengan masa lalu. Jika
manusia mengalami yang namanya pertumbuhan dari bayi sampai dewasa, alam
semesta juga demikian. Di awal sejarahnya, alam semesta merupakan daerah yang
sangat panas dan padat. Suatu keadaan yang berbeda jauh dari alam semesta
yang ada saat ini yang sudah sangat layak menjadi tempat huni. Alam semesta
merupakan sebuah daerah yang sangat besar, terisi dengan berbagai komponen
yang bisa mengejutkan kita, termasuk hal-hal yang jauh dari bayangan kita.

Selama berabad-abad, orang mencari jawaban untuk pertanyaan “bagaimana


asal-usul alam semesta”. Beribu-ribu model alam semesta telah diajukan dan
beribu-ribu teori telah dihasilkan di sepanjang sejarah. Namun tinjauan terhadap
semua teori ini mengungkapkan bahwa pada intinya mereka hanya terbagi dalam
dua model berbeda. Yang pertama adalah konsep alam semesta tak terbatas tanpa
permulaan, yang tidak lagi memiliki dasar ilmiah apa pun. Yang kedua adalah
bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan, yang sekarang ini dikenal dalam
masyarakat ilmiah sebagai “model standar”. Model pertama, yang telah terbukti tak
dapat bertahan, menyatakan bahwa alam semesta telah ada sejak waktu yang tak
terbatas dan akan terus bertahan dalam keadaannya yang sekarang ini. Model
kedua menyatakan bahwa alam semesta ini memiliki permulaan, dan ini telah
dibuktikan dengan temuan-temuan ilmiah yang berkembang.

Teori kosmologi modern dimulai oleh Friedman pada tahun 1920 dan dikenal
juga sebagai model kosmologi standar. Model kosmologi standar dimulai dengan
prinsip di dalam skala besar, alam semesta homogen dan isotropis serta pengamat
tidak berada pada posisi yang istimewa di alam semesta. Model ini juga
menyatakan bahwa alam semesta seharusnya mengembang dalam jangka waktu
berhingga, dimulai dari keadaan yang sangat panas dan padat.
Bintang merupakan salah satu objek yang bisa langsung dikenali saat kita melihat
langit, tentu saja disamping bulan dan planet. Bintang sendiri memiliki beberapa
tipe dan kelas, namun seringnya saat melihat bintang, kita akan langsung
membandingkannya dengan Matahari. Bintang-bintang yang ada di langit terikat
satu sama lainnya dalam suatu ikatan gravitasi yang membentuk galaksi Bima
Sakti.
Bima Sakti juga bukan satu-satunya galaksi yang ada di alam semesta.
Bima Sakti hanya merupakan satu dari miliaran galaksi yang ada dalam alam
semesta teramati. Alam semesta teramati ini terdiri dari galaksi dan materi-materi
lainnya yang secara prinsip bisa teramati dari Bumi saat ini. Tentunya cahaya atau
sinyal lainnya dari obyek-obyek ini membutuhkan waktu untuk mencapai kita.
Tahun 1929, Edwin Hubble yang bekerja di Carniege Observatories di
Pasadena, California mengukur pergeseran merah dari sejumlah galaksi jauh. Hal
ini didasarkan atas hasil pengamatannya pada sejumlah galaksi yang ternyata
memiliki pergeseran garis spektrum menuju ke arah merah (pergeseran Redshift)
dimana semua galaksi saling menjauh dipercepat. Pada saat itu Edwin Hubble
menggunakan teknologi teleskop dengan diameter cermin 152 cm di Observatorium
Mount Wilson. Tidak lama kemudian Edwin Hubble menggunakan teleskop yang
lebih besar dan efektif dengan diameter cermin 250 cm, dan ini merupakan
teleskop terbesar di dunia selama 25 tahun berturut - turut. Tingkat kualitasnya
membuat Edwin Hubble dapat mengamati temuan penting tentang evolusi kosmos.
Akhirnya nama Hubble diabadikan pada sebuah teleskop yang ditempatkan di luar
angkasa dan hingga saat ini Teleskop Hubble telah memberikan informasi lebih
jelas tentang alam semesta. Saat melakukan plot pergeseran merah terhadap jarak
relatif, Hubble menemukan kalau pergeseran merah galaksi jauh ini meningkat
dalam fungsi linear terhadap jarak. Galaksi-galaksi jauh itu bergerak saling menjauh
satu sama lainnya, dan memberikan adanya gambaran kalau alam semesta
ternyata tidak tetap melainkan mengembang[3].

B. Teori Big Bang dengan Bukti


Begitu ditetapkan kenyataan bahwa alam semesta mulai terbentuk setelah
sebuah ledakan besar, para ahli astrofisika mencapai kemajuan pesat dalam
penelitian-penelitian mereka. Menurut George Gamow, apabila alam semesta
terbentuk dalam ledakan besar dan tiba-tiba, pastilah tertinggal sejumlah radiasi dari
ledakan tersebut yang menyebar rata di seluruh alam semesta.

Gambar 1. Ilustrasi Bigbang

Pada tahun-tahun setelah hipotesis ini disampaikan, temuan-temuan ilmiah


susul menyusul terjadi, dan semuanya membuktikan kebenaran Big Bang. Pada
tahun 1965, dua orang peneliti bernama Arno Penzias dan Robert Wilson
menemukan suatu bentuk radiasi yang hingga saat itu tak teramati, yang disebut
sebagai “radiasi latar belakang kosmis”. Radiasi ini tidak seperti benda-benda alam
semesta lainnya karena keseragamannya yang luar biasa. Radiasi ini tidak
terlokalisasi, juga tidak memiliki sumber yang jelas; justru tersebar merata di mana-
mana. Segera disadari bahwa radiasi ini adalah peninggalan Big Bang, yang masih
memancar sejak ledakan besar itu terjadi. Gamow telah meneliti frekuensi radiasi
tersebut, dan menemukan bahwa besarnya mendekati nilai yang telah diramalkan
oleh para ilmuwan. Penzias dan Wilson dianugerahi Penghargaan Nobel atas
temuan mereka itu.
George Smoot dan tim NASA-nya hanya membutuhkan waktu delapan menit
untuk mencocokkan tingkatan-tingkatan radiasi yang dilaporkan oleh Penzias dan
Wilson, berkat satelit ruang angkasa COBE. Sensor-sensor yang sensitif pada
satelit berhasil memberikan kemenangan baru bagi teori Big Bang. Sensor-sensor
itu membenarkan keberadaan suatu bentuk yang rapat dan panas sisa dari Big
Bang. COBE memotret sisa-sisa nyata dari Big Bang, dan kelompok ilmuwan
dipaksa mengakuinya.
Bukti lainnya berhubungan dengan jumlah relatif Hidrogen dan Helium di alam
semesta. Perhitungan menunjukkan bahwa proporsi gas hidrogen helium di alam
semesta cocok dengan hitungan teoretis dari apa yang seharusnya tersisa setelah
Big Bang.
Penemuan bukti penting ini menyebabkan teori Big Bang diterima
sepenuhnya oleh dunia ilmiah. Dalam sebuah artikel di Scientific American yang
terbit bulan Oktober 1994 disampaikan bahwa “model Big Bang adalah satu-satunya
model yang diakui pada abad ke- 20”.

II. RED SHIFT(Pergeseran Merah)

Pergeseran merah merupakan sebuah teori yang mendukung teori Bigbang.


Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Edwin Hubble dan Milton Humason pada
tahun 1929 dan menjadi terkenal dengan red shift Hubble. Konsep alam semesta
yang mengembang dari satu titik di masa lalu dikembang oleh Hubble karena
penemuan red shift ini.

Gambar 2. Redshift dan blueshift

Pergeseran Merah adalah gejala bahwa frekuensi cahaya kalau diamati, di


bawah situasi tertentu, bisa lebih rendah daripada frekuensi cahaya ketika
terpancar di sumber. Ini biasanya terjadi kalau sumber menjauh dari pengamat,
seperti pada efek Doppler. Secara khusus, istilah pergeseran merah dipakai untuk
menjelaskan pengamatan bahwa spektrum cahaya yang terpancar oleh galaksi
jauh bergeser ke frekuensi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan spektrum
bintang yang lebih dekat. Ini diambil sebagai bukti bahwa galaksi menjauh dari satu
sama lain, bahwa alam semesta berkembang dan dimulai sejak Ledakan Dahsyat.

Apabila galaksi diamati pada panjang gelombang tampak, cahaya yang


pertama kali di deteksi adalah cahaya bintang-bintang yang mengisi galaksi.
Apabila spektrum galaksi dipotret pada panjang gelombang tampak, didapatkan
garis-garis absorbsi bintang yang merupakan bagian atmosfer terluar bintang yang
lebih dingin. Misalkan garis-garis absorbsi tertentu yang panjang gelombangnya
sudah diketahui dari eksperimen laboratorium di bumi adalah λem, sedangkan
panjang gelombang hasil pengamatan adalah λobs, yang umumnya tidak sama
dengan hasil laboratorium. Maka dapat disimpulkan bahwa galaksi tersebut
mengalami pergeseran panjang gelombang atau redshift (z), yang dirumuskan
sebagai berikut:
λobs −λ em
z=
λem

Dimana
Z = redshift
λobs = panjang gelombang observasi
λem = panjang gelombang emisi / intrinsik

Apabila objek yang diamati bergerak ke arah pengamat, maka panjang


gelombang cahayanya akan bergeser ke arah panjang gelombang yang lebih
pendek sehingga nilai z < 0, yang disebut sebagai Blue Shift (Pergeseran Biru).
Demikian juga sebaliknya, bila sumber menjauh, panjang gelombangnya akan
bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang disebut dengan Red Shift
(Pergeseran Merah). Pada umumnya sebagaian besar galaksi mempunyai nilai
z>0.

Pergeseran merah bisa disebabkan oleh tiga hal yaitu:

1. Gerak-gerik sumber. Jika sumber cahaya menjauh dari pengamat, maka


pergeseran merah (z > 0) terjadi; jika sumber mendekati pengamat, maka
pergeseran biru (z < 0) terjadi. Hal ini berlaku untuk semua gelombang dan
diterangkan oleh efek Doppler. Jika sumber bergerak menjauh dari
pengamat dengan kecepatan v dan kecepatan ini jauh lebih kecil daripada
kecepatan cahaya c, maka pergeseran merah dapat diperkirakan dengan z
≈ v/c
2. Perluasan ruang. Model yang sekarang dipakai oleh kosmologi
menganggap benar perluasan ruang. Cahaya akan mengalami pergeseran
merah jika ruang meluas.
3. Efek gravitasi. Teori relativitas umum memuat bahwa perpindahan cahaya
itu lewat bidang gravitasi yang kuat akan mengalami pergeseran merah atau
biru. ‘ Ini diketahui sebagai Pergeseran Einstein. Efek ini sangat kecil tetapi
dapat diukur di Bumi menggunakan efek Mossbauer. Namun efek ini cukup
berarti di dekat lubang hitam dan sewaktu benda mendekat ke cakrawala,
perubahan merah menjadi tak terhingga. Pergeseran Merah Gravitasi
ditawarkan sebagai keterangan pergeseran merah dari quasars di 1960-an,
walaupun ini secara umum tidak disetujui sekarang.

Adanya pergeseran merah spektrum cahaya dari galaksi ke panjang


gelombang yang lebih panjang dan juga untuk pergeseran biru ke panjang
gelombang yang lebih pendek, tidak diketahui sampai dengan abad ke – 20.
Pada tahun 1912, Vesto Slipher dari Observatorium Lowell, menentukan
pergeseran panjang gelombang dari objek galaksi M31, yang kemudian
diketahui dari sedikit galaksi yang mengalami pergeseran ke arah panjang
gelombang yang lebih biru. Di tahun 1925, Slipher telah berhasil
menentukan pergesaran garis-garis spektral dari sekitar 40 galaksi, dan
menemukan bahwa semua galaksi tersebut mengalami pergeseran merah.
Di tahun 1929, sebagian besar galaksi yang mengalami redshift telah
berhasil ditentukan oleh seorang kosmolog, Edwin Hubble, yang bertujuan
untuk mempelajari apakah besarnya pergeseran merah dari galaksi juga
bergantung pada jaraknya terhadap pengamat.

Anda mungkin juga menyukai