KLASIFIKASI MIKROBA
Taksonomi adalah ilmu yang mempelajari klasifikasi, identifikasi, dan
nomenklatur. Untuk tujuan klasifikasi, organisme dikelompokkan pada organisasi
(katagori) takson dari hirarki tertinggi sampai terendah. Untuk hewan species adalah
organisme yang mampu melakukan perkawinan dan memperoleh keturunan yang fertil.
Klasifikasi adalah metode pengorganisasian, pengelompokan, dan pengurutan
informasi. Pengelompokan biasanya berdasarkan karakter pembeda dan penyama.
Karakter pembeda dipakai untuk membedakan kelompok satu dengan kelompok
lainnya. Sedangkan karakter penyama adalah karakter yang dimiliki bersama dalam
satu kelompok. Pengurutan biasanya berupa pengurutan hirarki, di mana hirarki tertinggi
biasanya diurutan pertama, sedangkan hirarki terendah diurutan paling akhir.
Identifikasi adalah pengunaan praktis kriteria klasifikasi untuk membedakan
organisme satu dengan yang lainnya. Nomenklatur adalah penamaan yang
menunjukkan karakteristik organisme untuk setiap hirarki katagori takson. Penamaan ini
harus bersifat universal dan mampu dipahami oleh semua ilmuwan yang ada di dunia.
Oleh karena itu pengunaan bahasa universal sangat penting. Bahasa universal untuk
penamaan organisme adalah bahasa Latin dan Yunani. Kedua bahasa ini telah menjadi
bahasa sains dan elit bagi ilmuwan pada abad Permulaan sampai abad Pertengahan.
Dengan demikian terdapat bahasa pemersatu untuk sains khususnya biologi.
Linnaeus telah membangun sistem klasifikasi organisme. Sistem klasifikasi
Linnaeus masih digunakan untuk klasifikasi tanaman dan hewan. Dengan modifikasi
sistem Linnaeus dapat diterapkan untuk klasifikasi jamur dan bakteri. Sistem klasifikasi
Linnaeus menerapkan sistem hirarki yang dimulai dari hirarki tertinggi dan diakhiri hirarki
terendah. Hirarki tertinggi sistem klasifikasi Linnaeus adalah Kingdom, sedangkan hirarki
terendah adalah Species. Setelah introduksi takson Domain oleh Woese, maka hirarki
tertinggi adalah Domain.
Domain
Kingdom
Phyllum
Class
Ordo
Family
Genus
Species
SEJARAH KETURUNAN
Meskipun tidak ada metode pasti dalam mengklasifikasi suatu benda, maka
ketika suatu organisme hendak diklasifikasi, maka timbul suatu pertanyaan “berasal dari
manakah dia?”. Organisme selalu memiliki sejarah perkembangan genetik masing-
masing. Secara kasat mata kita dapat melihat bahwa banyak organisme memiliki
persamaan meskipun mereka berbeda. Hal ini karena organisme memiliki nenek
moyang bersama.
Pada abad 19 ahli biologi mulai sadar bahwa species dinamis tidak statis. Oleh
karena itu species berubah setiap saat. Penemuan fosil memperkuat pemikiran tersebut
bahwa bentuk kehidupan kuno berbeda dengan bentuk kehidupan sekarang. Penemuan
fosil yang menunjukkan proses perubahan organisme secara gradual semakin
memperkuat dugaan tersebut. Dengan kenyataan seperti itu, maka suatu kelompok
species dapat berubah pada kurun waktu tertentu menjadi species baru yang berbeda
dengan kelompok species lain yang dulu merupakan satu kelompok species. Kelompok
species lain dapat masih bertahan (tidak berubah) atau berubah ke arah berlawanan.
SISTEM ALAMI KLASIFIKASI
Tidak ada aturan baku dalam mendisain klasifikasi. Kita dapat mengkalsifikasi
organisme berdasarkan kriteria yang kita anut. Namun terdapat beberapa pertanyaan
“apa yang dapat kita pelajari darri klasifikasi?”, “seberapa pentingkah?”, “Adakah
klasifikasi alternatif dari klasifikasi yang kita pakai dan hal itu memberikan lebih banyak
informasi?” Kriteria yang kita pakai dalam klasifikasi harus dapat memberikan informasi
penting dan berguna. Kita lebih mementingkan kriteria patogenik dan non-patogenik
daripada bentuk organisme.
Pada awal sistem klasifikasi organisme dicetuskan oleh Linnaeus karakter
bersama dipakai sebagai petunjuk hubungan kekerabatan. Hal ini terjadi karena saat itu
belum ditemukan ilmu yang mampu menjelaskan hubungan kekerabatan (genetika).
Ketika genetika telah ditemukan, maka sistem klasifikasi organisme mengarah ke
hubungan kekerabatan (filogeni). Darwin memilih klasifikasi berdasarkan sejarah evolusi
sebagai sistem alami. Darwin menyatakan bahwa Linnaeus berhasil membuat sistem
alami klasifikasi berdasarkan persamaan karakter yang merefleksikan sejarah evolusi
pada tumbuhan dan hewan.
Mikroba khususnya bakteri dan protista sulit diklasifikasi. Hal ini karena mereka
sederhana dan memiliki morfologi serupa. Beberapa karakter yang dapat dipakai untuk
klasifikasi bakteri adalah struktur dinding sel (pewarnaan Gram), persentase G+C
genom, suhu pertumbuhan, kemampuan membentuk spora, sumber elektron,
kemampuan fotosintesis, motilitas, bentuk sel, variasi sumber karbon dan nitrogen, dan
kebutuhan khusus nitrisional (vitamin, dll). Karakter tersebut bukan mencerminkan suatu
sistem alami klasifikasi bakteri, tetapi tidak ada alternatif lain yang memuaskan dalam
klasifikasi bakteri. Alhasil kriteria tersebut dibakukan dalam sebuah manual klasifikasi
dan identifikasi bakteri (Bergey's Manual of Determinative Bacteriology).
TEKNIK KLASIFIKASI
Pendekatan Numerik (Numeric Approach)
Ketika mempelajari anggota Enterobacteriaceae, Edwards dan Ewing
membangun prinsip karakterisasi, klasifikasi, dan identifikasi organisme sebagai berikut.
Klasifikasi dan identifikasi organisme harus berdasarkan morfologi keseluruhan dan pola
biokimia. Karakter tunggal (partogenik, variasi inang, reaksi biokimia) jika tidak memiliki
nilai penting, tidak dapat dipakai sebagai dasar klasifikasi dan identifikasi organisme.
Pada taksonomi numerik (taksonomi fenetik) mengunakan 50—200
karakteristik biokimia, morfologi, dan karakter koloni (termasuk sensitivitas terhadap
antibiotik) digunakan untuk menentukan derajat kesamaan di antara beberapa
organisme. Dalam kajian numerik, peneliti sering mengkalkulasi koefisien persentase
persamaan di antara galur-galur maupun species-species. Dendogram atau matriks
persamaan memperlihatkan hubungan individual antar-galur dan dibuat berdasarkan
koefisien persentase persamaan di antara mereka. Dendogram pada Gambar 7.1
menunjukkan bahwa group 1 terdiri atas 4 galur Citrobacter freundii di mana 3 galur
memiliki persamaan sekitar 95% di antara mereka, sedangkan 1 galur memiliki
persamaan 90% dengan 3 galur pertama. Group 2 terdiri atas 3 galur Citrobacter
diversus yang memliki persamaan sekitar 95% di antara mereka dan 70% dengan C.
freundii (group 1). Escherichia coli (group 3) memiliki persamaan sekitar 50% dengan
Citrobacter.
Gambar 7.1 Contoh sebuah dendogram
Gambar 7.2 reasosiasi dua DNA tunggal menghasilkan 3 pola yaitu reasosiasi
sempurna (atas), reasosiasi sebagian (tengah), tanpa reasosiasi (bawah)
Eubacteria
Beberapa pengelompokan (division) pada Eubacteria mencerminkan filogeni di
anggota mereka (Tabel 7.1). Meskipun demikian masih terdapat pengelompokan yang
belum mencerminkan filogenetik Eubacteria.