Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Kesadaran manusia tentang permasalahan lingkungan di tingkat global baru

terjadi beberapa dekade terakhir abad 20, dengan demikian hukum lingkungan

merupakan bidang ilmu yang tergolong masih muda. Tapi sebenarnya panjang

pendeknya sejarah perkembangan hukum lingkungan tergantung dari cara

pandang terhadap apa yang disebut hukum lingkungan itu sendiri. Seperti yang

diungkapkan Prof. Koesnadi Hardjasoemantri dalam bukunya Hukum Tata

Lingkungan :

“Apabila peraturan tentang perumahan termasuk di dalamnya, maka


Code of Hammurabi dari sekian abad sebelum Masehi merupakan peraturan
perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dengan ketentuannya yang
menyatakan, bahwa sanksi pidana dikenakan kepada seseorang apabila ia
membangun rumah sedemikian gegabahnya sehingga runtuh dan
menyebabkan cederanya orang lain”1)

Dengan demikian, hukum lingkungan sudah ada sejak zaman sebelum

Masehi, namun sebatas peraturan-peraturan sederhana yang belum menjangkau

sampai tingkat global.

Sejak ditemukannya Mesin Uap oleh James Watt pada tahun 1765 maka

terjadi perubahan yang sangat drastis dalam peradaban manusia. Pekerjaan yang

mula-mula dikerjakan oleh tangan manusia diganti oleh mesin. Kemudian


1)
Koesnadi Hardjasoemantri. Hukum Tata Lingkungan, hal.36
bermunculan perusahan-perusahan besar dan meluapnya industrialisasi, dan

inilah yang menjadi awal yang kemudian disebut sebagai “Revolusi Industri”.

Dengan demikian untuk kepentingan pertumbuhan industri di negara-negara

dunia pertama atau negara-negara yang telah maju industrinya, sementara

persediaan sumber daya alam di negara-negara dunia pertama semakin terbatas

maka diadakanlah penaklukan dan pengerukan sumber daya alam di negara-

negara dunia ketiga melalui invansi negara-negara Eropa ke Asia dan Afrika.

Pada masa itu negara-negara yang telah mengalami proses industrialisasi

telah banyak diadakan peraturan yang ditujukan kepada antisipasi terhadap

dikeluarkannya asap yang berlebihan baik dalam perundang-undangan maupun

berdasarkan keputusan-keputusan hakim.


BAB II

PEMBAHASAN

Pada tahun 1962, Rachel Carson yang sebenarnya dia adalah seorang

penulis kelautan (karya sebelumnya Under Sea Wind tahun 1941, The Sea

Around Us tahun 1951, The Edge of the Sea tahun 1955 adalah karyanya

mengenai kelautan ) menerbitkan hasil karyanya yang berjudul Silent Spring.

Judul buku yang berarti kesunyian musim semi ini, mengisahkan bagaimana

alam di musim semi yang semula cerah ceria penuh dengan suara burung

berkicau dan organisme hidup tiba-tiba menjadi sunyi karena terusik oleh

kehadiran pestisida yang digunakan secara ekstensif terutama di bidang

pertanian, dan mengakibatkan terbunuhnya berbagai jenis organisme hidup, dan

mengancam kehidupan manusia. Kehadiran buku ini menimbulkan kontroversi

di Amerika Serikat. Berbagai media massa memberitakan tentang buku tersebut,

sementara di sisi lain berbagai tekanan diterimanya terutama dari kalangan

industri kimia agar beliau bersedia menarik kembali buku tersebut. Sampai

akhirnya Kongres Amerika Serikat mengundang Rachel dalam acara dengar

pendapat dan mendengarkan kesaksian langsung dari beliau mengenai isu

bahaya pestisida tersebut bagi ekosistem, tepat sebelum rapat kongres pada

tahun 1963. Dari hasil kesaksian inilah akhirnya dibentuk undang-undang


nasional perlindungan lingkungan di Amerika Serikat (NEPA-National

Environmental Protection Act) pada tahun 1969.2)

Rupanya buku Carson sangat berpengaruh besar terhadap gerakan

lingkungan tingkat global selanjutnya. Masyarakat dunia pun semakin vokal

menyuarakan keprihatinannya terhadap masalah lingkungan, dan suara ini

memang mula-mula muncul dari negara maju. Mungkin masyarakat negara maju

yang mereka memang merasa hidupnya sudah mapan, aman, dan makmur, tiba-

tiba terancam oleh permasalahan lingkungan tersebut. Dan masyarakat negara

maju tidak hanya mempermasalahan permasalahan lingkungan yang ada di

negara mereka tapi juga mempermasalahkan persoalan lingkungan di negara-

negara dunia ketiga (negara-negara berkembang).3) Inilah yang menjadi awal

pembahasan-pembahasan isu lingkungan tingkat global sampai dengan sekarang,

yang pada waktu itu diawali dengan Konferensi Stockholm di Swedia tahun

1972 yang menghasilkan Deklarasi Stockholm.

1. Deklarasi Stockholm

Perhatian terhadap masalah lingkungan hidup dimulai di kalangan

Ekonomi dan Sosial PBB pada waktu diadakan peninjauan hasil-hasil

2)
Tatang Sopian.Rachel Carson, Kesunyian Musim Semi Akibat Pestisida ditulis pada 12 Mei
2005 dipublikasikan oleh http://www.chem-is-try.org di akses tanggal 15 Desember 2010
3)
Supriadi, S.H, M.Hum. Hukum Lingkungan di Indonesia.. hal. 54
gerakan Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-1 (1960-1970) guna

merumuskan strategi Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-2 (1970-1980).4

Akhirnya tanggal 5-16 Juni 1972 dilaksanakan Konferensi PBB

mengenai Lingkungan Hidup dan Manusia di Stockholm, Swedia yang

diikuti oleh 113 negara dan beberapa puluh peninjau. Konferensi tersebut

diwarnai dengan aksi boikot dari Uni Sovyet dan negara-negara Eropa Timur

sebagai protes terhadap ketentuan yang menyebabkan beberapa negara tidak

diundang dengan kedudukan yang sama dengan peserta lain. Dalam

konferensi inilah tanggal 05 Juni ditetapkan sebagai “Hari Lingkungan

Hidup Sedunia” melalui sebuah resolusi khusus.

2. Deklarasi Rio de Janeiro

Dua puluh tahun setelah konferensi Stockholm, PBB kembali

mengadakan konferensi tentang Lingkungan dan Pembangunan (United

Nations Conference on Environment and Development = UNCED) di Rio de

Janeiro, Brasil, pada tanggal 3-14 Juni 1992, yang lebih populer dengan KTT

Bumi di Rio. KTT ini dihadiri oleh kurang lebih 100 Kepala Negara dan

Kepala Pemerintahan seluruh dunia.

4)
Koesnadi Hardjasoemantri. Op.Cit. hal 6
Seperti yang dikutip dari Buku karya N.H.T Siahaan, S.H, M.H yang

berjudul Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Hasil yang

dicapai dalam KTT Bumi di Rio adalah :

a. Deklarasi Rio (terdiri dari 27 prinsip)


b. Agenda 21
c. Konvensi tentang Perubahan Iklim
d. Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati
e. Prinsip-prinsip tentang Hutan5

KTT Rio menjawab kembali persoalan-persoalan lingkungan, yang

setelah dilangsungkan konferensi Stockholm 1972, permasalahan-

permasalahan lingkungan tersebut justru semakin serius. Pembangunan yang

sudah meningkatkan kesejahteraan penduduk, kemudian dapat menimbulkan

peristiwa yang mengancam kehidupan berupa hujan asam, lautan yang

semakin kotor, udara yang semakin tercemar, tanah yang semakin tandus,

serta banyak jenis flora dan fauna punah.6

3. Protokol Kyoto

Perjalanan menuju Protokol Kyoto berawal dari follow up KTT Bumi di

Rio tahun 1992. Dimana setelah pertemuan tersebut ada pertemuan-

pertemuan lanjutan yang membahas persoalan perubahan iklim. Pertemuan-


5)
N.H.T Siahaan, S.H, M.H. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Edisi Kedua.
Erlangga, Jakarta, 2004. hal 145
6)
Emil Salim, Pola Pembangunan Terlanjutkan, dalam Hari Depan Kita Bersama. PT.
Gramedia, Jakarta, 1988. dipublikasikan oleh Google Buku dalam www.books.google.co.id diakses
tanggal 15 Desember 2010
pertemuan tersebut disebut Konferensi Para Pihak yang lebih poluler dikenal

dengan CoP (Conference of Parties). Konferensi Para Pihak adalah badan

tertinggi konvensi yang memiliki wewenang membuat keputusan. Lembaga

ini merupakan asosiasi Para Pihak yang meratifikasi konvensi. CoP

diselenggarakan setahun sekali, kecuali dalam kondisi tertentu jika Para

Pihak menentukan lain.7)

CoP-1 dilaksanakan di Berlin, Jerman pada tahun 1995 yang

menghasilkan Mandate Berlin, CoP-2 dilaksanakan di Geneva, Swiss pada

tahun 1996 yang menghasilkan Geneva Declaration. Kemudian dalam CoP-

3 yang dilaksanakan 01 – 10 Desember di Kyoto, Jepang, dihasilkan apa

yang disebut ”Protokol Kyoto”. Nama resmi persetujuan ini adalah Kyoto

Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change.

CoP-3 dihadiri sebanyak 10.000 delegasi, pengamat, wartawan, dan

pertemuan ini menjadi pertemuan terbesar sepanjang sejarah perjanjian

internasional tentang lingkungan.

Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen mengurangi

emisi Gas Rumah Kaca atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika

mereka menjaga atau menambah jumlah emisi gas-gas tersebut, yang telah

dikaitkan dengan pemanasan global. Jika sukses diberlakukan, Protokol


7)
Daniel Murdiyarso. Sepuluh Tahun Perjalanan Negoisasi Konvensi Perubahan Iklim.
Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2003, hal. 29
Kyoto diperediksi akan mengurangi rata-rata cuaca global antara 0,020C dan

0,280C pada tahun 2050.

4. Konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Berkelanjutan di Johanesburg,

Afrika Selatan

KTT ini dilaksanakan tanggal 2-4 September 2002 di Johanesburg,

Afrika Selatan. KTT ini lebih memfokuskan pada “Pembangunan

Berkelanjutan”. Pada konferensi ini disepakati suatu hal yang amat penting

dan utama, yaitu masalah air minum dan sanitasi.8

5. Konferensi Perubahan Iklim di Bali, 2007

Nama resmi konferensi ini adalah Climate Change Conference yang

diselenggarakan di Bali tanggal 3-14 Desember 2007 yang merupakan

Konferensi Para Pihak ke-13 (CoP-13). Pertemuan ini dihadiri sekitar 10.000

orang dari 160 negara. Ada 300 LSM Internasional yang terlibat, Yayasan

Leuser Indonesia dan LSM Lingkungan dari Indonesia.9)

Salah satu keputusan terpenting adalah Bali Action Plan (Rencana Aksi

Bali) dan ini berkaitan dengan kerjasama jangka panjang untuk menangani

8)
Supriadi, S.H, M.Hum. Op.Cit. hal. 81
9)
Buletin Leuser Vol.6 2008 No. 10. Dari Konferensi Perubahan Iklim di Bali Bumi dalam
Ancaman Pemanasan Global. Yayasan Leuser Indonesia, Januari 2008 diakses dari versi web-nya di
www.leuserfoundation.org tanggal 15 Desember 2010
perubahan iklim. Keputusan tersebut meluncurkan sebuah proses

komprehensif untuk memastikan bahwa peraturan dalam UNFCCC

dilaksanakan pada saat ini, hingga dan setelah 2012. Bali Action Plan

memandatkan perundingan tentang implementasi dari mitigasi, adaptasi alih

teknologi, pendanaan melalui sebuah badan tambahan dibawah konvensi

bernama Ad Hoc Working Group on Long-Term Cooperative Action. Badan

tambahan ini harus menyelesaikan tugasnya pada tahun 2009, dan

menyampaikan hasil kerjanya yang akan diadopsi pada COP 15 di

Kopenhagen, Denmark.

6. Konferensi Perubahan Iklim di Copenhagen, Denmark tahun 2009

Konferensi ini merupakan CoP-15 yang dilaksanakan di Kopenhagen,

Denmark pada tanggal 07-12 Desember 2009. Tugas utama konferensi

Kopenhagen adalah membuat rencana rinci baru untuk menggantikan

Protokol Kyoto, yang akan berakhir tahun 2012. KTT (COP) ke-15

Perubahan Iklim akhirnya menerima "Kesepakatan Kopenhagen"

(Copenhagen Accord) sebagai lampiran keputusan konferensi di

Kopenhagen. Copenhagen Accord merupakan draft keputusan yang dibahas

dan dirumuskan oleh 26 negara peserta konferensi atas undangan Perdana

Menteri Denmark sebagai Presiden COP ke-15. Ke-26 negara tersebut yaitu
Ethiopia, Sudan, Aljazair, Lesotho, Grenada, Bangladesh,

Maldives,Kolombia, China, India, Brazil, Afrika Selatan, Saudi

Arabia,Indonesia, Swedia, Inggris, Perancis, Jerman, Spanyol, AS,

Rusia,Australia, Norwegia, Jepang, Korea Selatan, Mexico, Gabon,dan

Papua Nugini.

Draft keputusan tersebut lebih baik dibandingkan "Bali Action Plan"

yaitu telah menyebutkan angka berupa penanganan dampak perubahan iklim

harus bisa menahan temperatur global dibawah dua derajat celcius pada 2020

dan jumlah dana sampai 100 miliar dolar AS pada 2020 untuk penanganan

dampak perubahan iklim.10)

7. Kerjasama Indonesia – Norwegia

Indonesia dan Norwegia sepakat untuk bersama-sama menghadapi

tantangan perubahan iklim melalui kerjasama pengurangan emisi gas rumah

kaca dari perusakkan dan penggundulan hutan (REDD+). Hal ini ditegaskan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Norwegia Jens

Stoltenberg dalam pertemuan bilateral RI-Norwegia yang berlangsung di

Oslo, 26 Mei 2010.

10)
Marty Natalegawa “Copenhagen Accord” Diterima Sebagai Keputusan Tak Mengikat.
Antara News tanggal 19 Desember 2009. dipublikasikan melalui website resmi Forum Masyarakat
Sipil Indonesia Untuk Keadilan Iklim www.csoforum.net diakses tanggal 15 Desember 2010
Seperti penulis kutip dari website resmi Kementrian Luar Negeri

Republik Indonesia bahwa kedua Kepala Pemerintahan menegaskan bahwa

penandatanganan Letter Of Intens (LoI) menunjukkan komitmen kedua

negara untuk senantiasa bekerjasama dalam kerangka REDD+ melalui tiga

tahap yaitu : tahap pengembangan kapasitas guna mempersiapan sistem

pengawasan dan evaluasi, implementasi sistem tersebut melalui pilot region

dan perwujudan sistem yang nationwide dengan menyalurkan dana bantuan

Norwegia melalui badan keuangan. Untuk itu, Pemerintah Norwegia akan

membantu Indonesia sebesar USD 1 milyar, dalam bentuk hibah. Presiden RI

menggarisbawahi bahwa kerjasama dalam menghadapi global warming ini

dapat menjadi model yang kreatif dan inovatif antara negara maju dan

negara berkembang. Menurut PM Norwegia, LoI memberikan penjelasan

mengenai tahapan-tahapan kerjasama menuju pada upaya kedua negara

memerangi global warming.11

BAB III

PENUTUP
11)
Kerjasama RI-Norwegia yang dikutip dari website resmi Kementrian Luar Negeri Indonesia
di www.deplu.go.id diakses tanggal 15 Desember 2010
Dari Uraian Bab 1 dan Bab II, maka dapat disimpulkan bahwa sejarah

perkembangan hukum lingkungan adalah

1. Deklarasi Stockholm pada tanggal 05 Juni 1972 di Stockholm, Swedia

2. Deklarasi Rio de Janeiro pada tanggal 3-14 Juni 1992 di Rio de Janeiro

Brasil

3. Protokol Kyoto, yaitu Conference of Parties (COP) ke-3 pada tanggal 01-10

Desember di Kyoto, Jepang

4. Konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Berkelanjutan pada tanggal 2-4

September di Johanesburg, Afrika Selatan

5. Konferensi Perubahan Iklim pada tanggal 3-14 Desember 2007 di Bali,

Indonesia

6. Konferensi Perubahan Iklim di Copenhagen, Denmark pada tanggal 7-14

Desember 2009

7. Kerjasama Indonesia – Norwegia, penandatanganan kerjasama antara

Norwegia dan Indonesia tentang pengurangan emisi gas rumah kaca dari

perusakkan dan penggundulan hutan (REDD+) pada tanggal 26 Mei 2010 di

Oslo, Norwegia.

DAFTAR PUSTAKA
Koesnadi Hardjasoemantri. Hukum Tata Lingkungan,

Supriadi, S.H, M.Hum. Hukum Lingkungan di Indonesia.

Daniel Murdiyarso. Sepuluh Tahun Perjalanan Negoisasi Konvensi Perubahan


Iklim. Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2003.

N.H.T Siahaan, S.H, M.H. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan,


Edisi Kedua. Erlangga, Jakarta, 2004.

Tatang Sopian.Rachel Carson, Kesunyian Musim Semi Akibat Pestisida ditulis


pada 12 Mei 2005 dipublikasikan oleh http://www.chem-is-try.org di
akses tanggal 15 Desember 2010

Emil Salim, Pola Pembangunan Terlanjutkan, dalam Hari Depan Kita Bersama.
PT. Gramedia, Jakarta, 1988. dipublikasikan oleh Google Buku dalam
www.books.google.co.id diakses tanggal 15 Desember 2010

Buletin Leuser Vol.6 2008 No. 10. Dari Konferensi Perubahan Iklim di Bali
Bumi dalam Ancaman Pemanasan Global. Yayasan Leuser Indonesia,
Januari 2008 diakses dari versi web-nya di www.leuserfoundation.org
tanggal 15 Desember 2010

Marty Natalegawa “Copenhagen Accord” Diterima Sebagai Keputusan Tak


Mengikat. Antara News tanggal 19 Desember 2009. dipublikasikan
melalui website resmi Forum Masyarakat Sipil Indonesia Untuk Keadilan
Iklim www.csoforum.net diakses tanggal 15 Desember 2010

Kerjasama RI-Norwegia yang dikutip dari website resmi Kementrian Luar


Negeri Indonesia di www.deplu.go.id diakses tanggal 15 Desember 2010

TUGAS MAKALAH

“SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN”


DISUSUN OLEH :

Nama :
NIM :
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Dosen Pengasuh :

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG


FAKULTAS HUKUM
2010
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Kami telah berhasil

menyelesaikan makalah dengan judul “Sejarah Perkembangan Hukum

Lingkungan”. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah

Bahasa Indoneosa pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah

Palembang.

Kepada mahasiswa yang membaca makalah ini diharapkan membaca

buku-buku Hutum Lingkungan yang ada lainnya. Harapan saya dengan

dikeluarkannya makalah ini dapat membantu para mahasiswa dalam memahami

sejarah perkembangan hukum lingkungan khususnya serta disiplin ilmu hukum

lainnya.

Segala kritik dan saran demi perbaikan makalah ini kami terima untuk

kemajuan ke depan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Palembang, Desember 2010

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................

BAB III PENUTUP.......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................

Anda mungkin juga menyukai