Anda di halaman 1dari 1

Fokus | 06.05.

2008

Bencana Angin Topan di Myanmar

Angin topan" Nagris" yang melanda Myanmar menewaskan ribuan orang . Rejim
militer Myanmar meminta bantuan Internasional.
Setelah bencana angin topan " Nagris" melanda Myanmar, jumlah korban tewas terus
meningkat. Dicemaskan, lebih dari 15 ribu orang tewas. Jumlah tersebut diungkapkan
Menteri Luar Negeri Nyan Win dalam sebuah pertemuan dengan kalangan diplomat di
Yangoon. Mengenai dampak menyeluruh yang ditimbulkan bencana angin topan tersebut,
serta kepastian jumlah korban tewas masih belum dapat diperhitungkan. Hubungan telepon
ke Yangoon terputus. Saksi mata mengungkapkan bencananya..
"Bencana yang terburuk terjadi pagi hari. Atap hotel saya terbang, dengan dentuman
yang keras. Papan reklame yang besar amburuk. Pohon -pohon bertumbangan, diantaranya
juga pohon besar yang telah berusia seratus tahun. Warga mengatakan, mereka belum pernah
mengalami kejadian seperti ini".Badan Bantuan Internasional memperkirakan sampai tiga
juta orang kehilangan tempat tinggal. Lebih dari 100 ribu lainnya dengan mendesak
memerlukan air minum, bahan pangan dan obat-obatan. Demikian dikatakan Richard Hisley
dari Badan Bantuan Penanggulangan Bencana PBB. Sementara itu rejim militer Myanmar
meminta bantuan Internasional. Sejumlah negara
menawarkan bantuannya. Uni Eropa menyediakan dana
sebesar 2 juta Euro. Dan Jerman memberikan bantuan 500
ribu Euro. Pakar Myanmar Larry Jagen lewat televisi
mengatakan, bila warga dikawasan yang dilanda
bencana, tidak segera ditolong, rejim militer di Yangoon
akan mengalami tekanan dan kesulitan:
"Sekarang persedian bahan pangan pas-pasan. Misalnya harga telor meningkat
seribu persen. Juga dalam waktu dekat persediaan beras semakin menipis. Dengan demikian
pemerintah harus segera menanganinya. Bila masalahnya tidak segera ditangani. sangat
mungkin akan menyulut terjadinya gelombang protes dan demonstrasi menentang
pemerintah, terutama setelah kejadian bulan September tahun lalu".Kelompok warga
Myanmar dipengasingan menuding rejim militer tidak cepat memberikan bantuan, dan
merintangi tugas organisasi bantuan internasional, dengan memberlakukan pembatasan
bepergian. Seorang saksi mata lewat televisi mengungkapkan, diperlukan waktu yang lama,
sampai pihak berwenang menyalurkan bantuan bagi para korban dikawasan bencana.
"Pada hari pertama, sama sekali tidak terlihat tentara, polisi atau petugas pemadam
kebakaran dijalan-jalan. Warga di kota Yanggon, dengan tangan kosong, berusaha
menyingkirkan pohon-pohon yang tumbang. Dari pihak resmi, pada awalnya, sama sekali
tidak ada bantuan".
Sementara itu masih belum jelas, apakah referendum mengenai konstitusi akhir
pekan mendatang akan dilaksanakan. Sampai sekarang rejim militer menyatakan tetap akan
melaksanakannya, sebagai langkah untuk kembalinya Myanmar kejalan demokrasi.(ar)

Source : www.dw-world.de
01.12.2010

Anda mungkin juga menyukai