Anda di halaman 1dari 5

materi kuliah kriminologi

by budi399 on March 29, 2010

Pengantar Kriminologi.
Pendahuluan.
Kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang sifatnya masih baru apabila kita ambil
definisinya secara etimologis berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan dan logos
yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan, sehingga kriminologi adalah ilmu
/pengetahuan tentang kejahatan. Istilah kriminologi untuk pertama kali (1879) digunakan
oleh P. Topinard, ahli dari perancis dalam bidang antropologi, sementara istilah yang
sebelumnya banyak dipakai adalah antropologi criminal.
Menurut E.H. Sutherland, kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang mempelajari
kejahatan sebagai fenomena social, termasuk didalamnya proses pembuatan undang-
undang, pelanggaran undang-undang dan reaksi terhadap pelanggaran undang-undang.
Bonger mengatakan bahwa kriminologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejahatan
seluas-luasnya.
Sejarah kriminologi.
Meskipun Kriminologi bisa dianggap sebagai ilmu pengetahuan baru yang diakui baru
lahir pada abad ke-19 ( sekitar tahun 1850 )bersamaan dengan ilmu sosiologi tetapi
karangan-karangan tentang kriminologi bisa ditemukan pada zaman kuno yaitu zaman
Yunani dimulai dengan karangan Plato dalam “Republiek” menyatakan antara lain bahwa
emas , manusia adalah sumber dari banyak kejahatan sedangkan Aristotelis menyatakan
bahwa kemiskinan adalah sumber dari kejahatan.
Kemudian abad pertengahan Thomas Aqunio menyatakan bahwa “ orang kaya
memboros-boroskan kekayaanya disaat dia jatuh miskin maka dia akan mudah menjadi
pencuri”
Perkembangan hukum pidana pada Akhir abad ke 19 yang dirasakan sangat tidak
memuaskan membuat para ahli berfikir mengenai efektifitas hukum pidana itu sendiri,
Thomas Moore melakukan penelitian bahwa sanksi yang berat bukanlah faktor yang
utama untuk memacu efektifitas hukum pidana buktinya lewat penelitiannya ditemukan
bahwa para pencopet tetap beraksi disaat dilakukan hukuman mati atas 24 penjahat di
tengah-tengah lapangan. Ini membuktikan bahwa sanksi hukum pidana tidak berarti apa-
apa. Ketidakpuasan terhadap hukum pidana, Hukum acara pidana dan sistem
penghukuman menjadi salah satu pemicu timbulnya kriminologi
Perkembangan ilmu statistik juga mempengaruhi timbulnya kriminologi. Statistik sebagai
pengamatan massal dengan menggunakan angka-angka yang merupakan salah satu
pendorong perkembangan ilmu sosial.
Quetelet (1796-1829) ahli statistik yang pertama kali melakukan pengamatan terhadap
kejahatan. Dialah yang pertama kali membuktikan bahwa kejahatan adalah fakta yang
ada dimasyarakat, dalam penelitiannya Quetelet menemukan bahwa kejahatan memiliki
pola-pola yang sama setiap tahunnya maka beliau berpendapat bahwa kejahatan dapat
diberantas dengan meningkatkan/ memperbaiki kehidupan masyarakat.
Sarjana lain yang menggunakan statistik dalam pengamatan terhadap kejahatan adalah G
Von Mayr ( 1841-1925) ia menemukan bahwa perkembangan antara tingkat pencurian
dengan tingkat harga gandum terdapat kesejajaran (positif). Bahwa tiap-tiap kenaikan
harga gandum 5 sen dalam tahun 1835 – 1861 di bayern. Jumlah pencurian bertambah
dengan 1 dari antara 100.000 penduduk. Dalam perkembangannya ternyata tingkat
kesejajaran tidak selalu tampak. Karena adakalanya berbanding berbalik ( invers) antara
perkembangan ekonomi dengan tingkat kejahatan.
Sebutan kriminologi sendiri diperkenalkan oleh Topinard ( 1830-1911) seorang ahli
antropologi dari perancis.
Aliran Pemikiran Dalam Kriminologi
Yang dimaksud dengan aliran pemikiran disini adalah cara pandang (kerangka acuan,
Paradigma, perspektif) yang digunakan oleh para kriminolog dalam melihat, menafsirkan,
menanggapi dan menjelaskan fenomena kejahatan.
Oleh karena pemamahaman kita terhadap dunia social terutama dipengaruhi oleh cara
kita menafsirkan peristiwa-peristiwayang kita alami/lihat, sehingga juga bagi para
ilmuwan cara pandang yang dianutnya akan dipengaruhi wujud penjelasan maupun teori
yang dihasilkannya. Dengan demikian untuk dapat memahami dengan baik penjelasan-
penjelasan dan teori-teori dalam kriminologi perlu diketahui perbedaan aliran
pemikiran/paradigma dalam kriminologi.
Teori adalah bagian dari suatu penjelasan mengenai sesuatu sementara suatu penjelasan
dipandang sebagai masuk akal akan dipengaruhi oleh fenomena tertentu yang
dipersoalkan didalam keseluruhan bidang pengetahuan. Adapun keseluruhan bidang
pengetahuan tersebut merupakan latar belakang budaya kontemporer yang berupa dunia
informasi. Hal-hal yang dipercayai ( belief ) dan sikap-sikap yang membangun iklim
intelektual dari setiap orang pada suatu waktu dan tempat tertentu.
Didalam sejarah intelektual terhadap masalah “penjelasan” ini secara umum dapat
dibedakan dua cara pendekatan yang mendasar yakni pendekatan spiritistik atau
demonologik dan pendekatan naturalistic, yang kedua-duanya merupakan pendekatan
yang dikenal pada masa kuno maupun modern.
Penjelasan demonologik mendasarkan pada adanya kekuasaan lain atau spirit ( roh).
Unsur utama dalam penjelasan spiristik adalah sifatnya yang melampaui dunia empiric;
dia tidak terikat oleh batasan-batasan kebendaan atau fisik, dan beroperasi dalam cara-
cara yang bukan menjadi subyek dari control atau pengetahuan manusia yang bersifat
terbatas.
Pada pendekatan naturalistik penjelasan diberikan secara terperinci dengan melihat dari
segi obyek dan kejadian-kejadian dunia kebendaan dan fisik. Secara garis besar
pendekatan ini dibagi tiga bentuk sistem pemikiran atau bisa disebut sebagai paradigma
yang digunakan sebagai kerangka untuk menjelaskan fenomena kejahatan, adapun ketiga
paradigma/ aliran ini adalah aliran klasik, positivisme dan aliran kritis.
a. Aliran Klasik
Aliran ini mendasarkan pada pandangan bahwa intelegensi dan rasionalitas merupakan
ciri fundamental manusia dan menjadi dasar bagi penjelasan perilaku manusia, baik yang
bersifat perorangan maupun kelompok. Intelegensi mampu membawa manusia untuk
berbuat mengarahkan dirinya sendiri, dalam arti lain ia adalah penguasa dari dirinya
sendiri. Ini adalah pokok pikiran aliran klasik dengan dilandasi pemikiran yang demikian
maka penjahat dilihat dari batasan-batasan perundang-undangan yang ada.
Kejahatan dipandang sebagai pelanggaran terhadap undang-undang hukum pidana,
penjahat adalah setiap orang yang melakukan kejahatan. Secara rasionalitas maka
tanggapan masyarakat adalah memaksimalkan keuntungan dan menekan kerugian yang
ditimbulkan oleh kejahatan. Kriminologi disini sebagai alat untuk menguji sistem
hukuman yang dapat meminimalkan kejahatan.
Salah satu tokoh dalam aliran ini adalah Cesare Beccaria ( 1738 – 1794 ) merupakan
tokoh yang menentang kesewenang-wenangan lembaga peradilan pada saat itu. Dalam
bukunya Dei Delitti e delle pene secara gamblang dia menyebutkan keberatan-
kebaratannya atas hukum pidana.
Aliran ini melahirkan aliran Neo-Klasik dengan ciri khas yang masih sama tetapi ada
beberapa hal yang diperbaharui antara lain adalah kondisi si pelaku dan lingkungan mulai
diperhatikan. Hal ini dipicu oleh pelaksanaan Code De Penal secara kaku dimana tidak
memperhitungkan usia, kondisi mental si pelaku, aspek kesalahan. Semua faktor tersebut
tidak menjadi pertimbangan peringanan hukuman, penjatuhan hukuman dipukul rata
berdasarkan prinsip kesamaan hukum dan kebebasan pribadi.
b. Aliran Positivisme
Aliran pemikiran ini bertolak pada pandangan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh
faktor-faktor diluar kontrolnya, baik yang berupa faktor biologi maupun kultural. Ini
berarti manusia bukanlah mahluk yang bebas untuk mengikuti dorongan keinginannya
dan intelegensinya, akan tetapi mahluk yang dibatasi atau ditentukan perangkat
biologinya dan situasi kulturalnya. Manusia berubah bukan semata-mata akan
intelegensianya akan tetapi melalui proses yang berjalan secara perlahan-lahan dari aspek
biologinya atau evolusi kultural. Aliran ini melahirkan dua pandangan yaitu
Determinisme Biologik yang menganggap bahwa organisasi sosial berkembang sebagai
hasil individu dan perilakunya dipahami dan diterima sebagai pencerminan umum dari
warisan biologik. Sebaliknya Determinis Kultural menganggap bahwa perilaku manusia
dalam segala aspeknya selalu berkaitan dan mencerminkan ciri-ciri dunia sosio kultural
yang melingkupinya. Mereka berpendapat bahwa dunia kultural secara relatif tidak
tergantung pada dunia biologik, dalam arti perubahan pada yang satu tidak berarti akan
segera membuat perubahan yang lainnya.
Salah satu pelopor aliran positivis ini adalah Cesare Lombrosso (1835-1909) seorang
dokter dari itali yang mendapat julukan Bapak Kriminologi Modern lewat teorinya yang
terkenal yaitu Born Criminal, Lombrosso mulai meletakkan metodologi ilmiah dalam
mencari kebenaran mengenai kejahatan serta melihatnya dari banyak faktor.
Teori Born Criminal ini di ilhami oleh teori evolusi dari darwin. Lombrosso membantah
mengenai Free Will yang menjadi dasar aliran klasik. Doktin Avatisme membuktikan
bahwa manusia menuruni sifat hewani dari nenek moyangnya. Gen ini dapat muncul
sewaktu-waktu dan menjadi sifat jahat pada manusia modern.
Dalam perkembangan teorinya bahwa manusia jahat dapat dilihat dari ciri-ciri fisiknya
lewat penelitian terhadap 3000 tentara dan narapidana lewat rekam mediknya beberapa
diantaranya telingan yang tidak sesuai ukuran, dahi yang menonjol, hidung yang
bengkok.
Pada dasarnya teori lombrosso ini membagi penjahat dengan empat golongan, yaitu :
1. Born Criminal yaitu orang yang memang sejak lahir berbakat menjadi penjahat seperti
paham avatisme
2. Insane Criminal yaitu orang termasuk dalam golongan orang idiot, embisil,dan
paranoid
3. Ocaccasial criminal atau criminaloid adalah pelaku kejahatan yang berdasarkan pada
pengalaman yang terus menerus sehingga mempngaruhi pribadinya.
4. Criminal of Passion yaitu orang yang melakukan kejahatan karena cinta, marah atapun
karena kehormatan.
c. Aliran Kritis
Pemikiran Kritis lebih mengarhkan kepada proses manusia dalam membangun dunianya
dimana dia hidup. Menurut aliran ini tingkat kejahatan dan ciri-ciri pelaku terutama
ditentutakan oleh bagaimana undang-undang disusun dan dijalanka. Sehubungan denga
itu maka tugas dari kriminologi adalah bagaimana cap jahat tersebut diterapkan terhadap
tindakan dan orang-orang tertentu.
Pendekatan kritis ini secara relatif dapat dibedakan antara pendekatan “interaksionis” dan
“konflik”. Pendekatan interaksionis berusaha untuk menentukan mengapa tindakan-
tindakan dan orang-orang tertentu didefinisikan sebagai kriminal di masyarakat tertentu
dengan cara mempelajari “persepsi” makna kejahatan yang dimiliki masyarakat yang
bersangkutan. Mereka juga mempelajari kejahatan oleh agen kontrol sosial dan orang-
orang yang diberi batasan sebagai penjahat, juga proses sosial yang dimiliki kelompok
bersangkutan dalam mendifinisikan seseorang sebagai penjahat.
Hubungan antara kejahatan dan proses kriminalisasi secara umum dijelaskan dalam
konsep “penyimpangan” ( deviance ) dan reaksi sosial. Kejahatan dipandang sebagai
bagian dari “penyimpangan sosial” dengan arti tindakan yang bersangkutan “berbeda”
dengan tindakan orang pada umumnya dan terhadap tindakan menyimpang ini
diberlakukan reaksi yang negatif dari masyarakat.
Menurut pendekatan “konflik” orang berbeda karena kekuasaan yang dimilikinya dalam
perbuatan dan bekerjanya hukum. Secara umum dapat dijelaskan bahwa mereka yang
memiliki kekuasaan yang lebih besar dan mempunyai kedudukan yang tinggi dalam
mendifinisikan kejahatan adalah sebagai kepentingan yang bertentangan dengan
kepentingan dirinya sendiri. Secara umum kejahatan sebagai kebalikan dari kekuasaan;
semakin besar kekuasaan seseorang atau sekelompok orang semakin kecil
kemungkinannya untuk dijadikan kejahatan dan demikian juga sebaliknya.
Orientasi sosio-psikologis teori ini pada teori-teori interaksi sosial mengenai
pembentukan kepribadian dan konsep “proses sosial” dari perilaku kolektif.
Dalam pandangan teori ini bahwa manusia secara terus menerus berlaku uintuk terlibat
dalam kelompoknya dengan arti lain hidupnya merupakan bagian dan produk dari
kumpulan kumpulan kelompoknya. Kelompok selalu mengawasi dan berusaha untuk
menyeimbangkan perilaku individu-individunya sehingga menjadi suatu perilaku yang
kolektif.
Dalam perkembangan lebih lanjut aliran ini melahirkan teori “kriminologi Marxis”
dengan dasar 3 hal utama yaitu; (1) bahwa perbedaan bekerjanya hukum merupakan
pencerminan dari kepentingan rulling class (2) kejahatan merupakan akibat dari proses
produksi dalam masyarakat, dan (3) hukumj pidana dibuat untuk mencapai kepentingan
ekonomi dari rulling class.
Daftar Pustaka
Bonger, W.A , Pengantar Tentang Kriminologi, Pustaka Sarjana, Jakarta 1982
Romli Atmasasmita, Teori Dan Kapita Selekta Kriminologi, Refika Aditama, Bandung
1992
Susanto I.S, Kriminologi, FH Universitas Diponegoro, Semarang, 1995
Topo Santoso & Eva Achjani, Kriminologi, Rajawali Press, 2004
Yoblonsky Lewis, Criminologi Crime and Criminality Fourth Edition, Harper & Row
Publhiser, New York, 1990

Anda mungkin juga menyukai