Cerpen Folklor Baru
Cerpen Folklor Baru
Nim : 076.012
e-mail : amine_kerchak@yahoo.co.id
Gambuhan, Sasap, Genukwatu, Dan Tangkil. Salah satu dusun yang mayoritas
warganya seorang petani adalah Dusun Genukwatu dengan luas wilayah ± 239,67
Ha. Hal itu dikarenakan batas wilayah dusun sebelah barat adalah lahan
dusun juga lahan persawahan milik warga dusun yang juga sebgai batas wilayah
dengan Desa Sambiroto. Sebelah utara berbatasan tepat dengan Dusun Tangkil
yang dibatasi dengan lahan milik warga kedua dusun tersebut. Sedanngkan,
sebelah selatan berbatasan dengan tanaman bamboo yang dimilik oleh warga desa
Jarsono. Jumlah warga dusun ± 135 jiwa dengan 50 kepala keluarga. Jarak dari
membelah area persawahan sekitar 10 menit. Sedangkan jarak Dusun dengan kota
dengan membeli di pasar Brangkal yang jaraknya 4 Km. Tepatnya sebelah selatan
Dusun.
Genukwatu memiliki tempat ibadah berupa sebuah masjid dan lima
Musola yang tersebar di tiap RT. Namun ketika melaksanakan sholat Jum’at
biasanya warga pergi ke masjid Tangkil ataupun Jarsono karena tidak muat
ataupun hal lain. Dusun ini tidak memiliki tempat pendidikan sehingga warga
Modongan dan SMAnya di kota atau kabupaten. Selain sebagai petani warga desa
juga bekerja membuat sepatu. Namun tidak membuat sepatu jadi melainkan hanya
dijadikan sepatu jadi. Sebelumnya Genukwatu tidak seperti ini, dulu hanya
sebagai petani tapi dengan kemajuan zaman semua itu berubah ke arah yang lebih
baik. Sebelum kejadian dimana nama Dusun ini lahir hanya sebuah lahan
persawahan. Namun karena keputusan kepala desa waktu itu maka Genukwatu
yang adil dan bijaksan. Warga desa sangat menghormati beliau. Setiap ada
kegiatan beliau selalu ikut dan berbaur dengan warga desa. Namun ada saja orang
yang iri terhadap kepala desa Sukiman. Dia adalah Wak Bongso salah satu orang
kaya di desa Modongan. Wak Bongso ingin menjadi kepala desa karena dengan
sebagai kompensasinya. Segala usaha pun dilakukan oleh Wak Bongso, baik itu
yang baik ataupun yang kotor. Namun lebih sering dengan casra yang kotor untuk
pembukuan, dan lain-lain yang berhubungan dengan warga sesuai dengan harapan
warga desa. Namun, Wak Bongso dengan akal liciknya membuat seolah-olah
Kemudian Wak Bongso mulai mengahsut para warga desa bahwa kepala desa
yang mereka hormati dan kagumi melakukan tindak korusi terhadap persediaan
padi desa. Tetapi warga desa tidak percaya dengan mudah pada apa yang
dikatakan oleh Wak Bongso. Mereka menganggap Wak Bongso hanya iri
Wak Bongso tak habis akal untuk menjatuhkan kepala desa Sukiman. Ia
kepala desa Sukiman. Beberapa orang suruhan Wak Bongso mendatangi lumbung
padi desa kemudian membakarnya. Warga desa yang sedang jaga malam melihat
asap yang mengepul dari arah lumbung padi desa. Mereka berteriak kebakaran
dan berlari ke arah lumbung padi desa. Berhubung jarak dari desa ke lumbung
padi lumayan jauh sehingga sudah habis hangus terbakar ketika warga samapi di
tempat kejadian yang tersisa hanya abu padi yang tersipan di dalamnya.
Mereka merasa apa yang dikatakan oleh Wak Bongso benar bahwa kepala desa
membakar habis lumbung padi. Tapi pak Sukiman merasa tidak melakukan
tindakan tersebut. Warga makin marah dan meminta kepala desa mundur dari
jabatannya. Untungnya Pai’man meredakan amarah warga dan berusaha untuk
Wak Bongso yang merasa senang atas apa yang di alami oleh kepala desa
Dengan diantar oleh anak buahnya Wak Bongso mendatangi dukun yang kata
salah satu anak buahnya sakti bukan main. Setelah sampai di tepat sang dukun,
Wak Bongso meminta sang dukun untuk menyantet kepala desa Sukiman. Tapi
ada hal yang harus dipenuhi terlebihah dahulu oleh Wak Bongso, yaitu
mengambil sesuatu yang berhubungan dengan kepala desa Sukiman, baik itu
potongan kuku atau rambut asalkan milik kepala desa Sukiman serta ayam hitam
dan genuk yang terbuat dari batu (biasanya terbuat dari tanah liat).
Sukiman potong rambut anak buah Wak Bongso mengambil sedikit rambutnya.
rambut kepala desa Sukiman kedalam genuk watu yang sudah disiapkan bersama
darah ayam hitam. Lalu Wak Bongso memberikan genuk watu pada sang dukun.
Dukun pun memulai ritual santetnya. Di rumah kepala desa terjadi sesuatu pada
pak Sukiman merasa gatal-gatal pada sekujur tubuhnya. Karena digaruk terus
menerus tubuh pak Sukiman menjadi luka. Pihak keluarga bingung dan ketakutan
atas apa yang terjadi memanggil Pai’man. Pai’man yang mendengar beriata
tersebut langsung datang ke rumah kepala desa, sesampainya di sana tubuh pak
Sukiman dipebuhi oleh darah dan nanah akibat digaruk tampa henti.
Merasa kasihan dengan apa yanag di derita oleh kepala desa, Pai’man
bahwa kepala desa Sukiman menderita penyakit yang aneh merasa senang atas
penderitaan kepala desa Sukiman. Di rumah kepala desa Sukiman, haji Jainuddin
mulai mengumandangkan do’a dan berusaha mengobati luka lurah pak Sukiman.
menderita seperti itu. Teryata ada yang menyantet pak Sukiman. Pak Sukiman
dapat sembuh asalkan dapat menemukan sebuah tepat yang menjadi wadah
Haji Jainuddin menanyakan pada pak Pai’man sipa yang tega melakukan
hal tersebut pada pak lurah. Pak Pai’man pun mengingat-ingat siapakah orang
yang tidak suka dengan pak lurah. Yang terbesit di dalam pikirannya hanya ada
nama Wak Bongso. Haji Jainuddin dan yang lain termasuk Pak Pai’man
penyebab penyakit yang di alami oleh pak lurah Sukiman. Wak Bongso malah
hanya bertanya tapi dikira oleh Wak Bongso menuduhnya. Haji Jainuddin
mencoba menengahi agar tidak terjadi keributan, tapi beliau melihat suatu benda
berbentuk genuk dari batu yang aneh. Beliau bertanya pada Wak Bongso kenapa
benda itu di taruh di dalam rumah. Wak Bongso bingung mau menjawab apa
selendangnya. Ternyata darah segar keluar dengan bauu busuk yang menyengat.
Kini semua orang tahu siapa dalang dibalik terbakarnya lumbung padi desa dan
penyakit yang di derita oleh kepal desa Sukiman. Mata warga menjadi merah dan
mencoba untuk memukuli Wak Bongso beserta anak buahnya tapi dapat dicegah
oleh haji Jainuddin dan pak Pai’man. Keesokan harinya tubuh pak Sukiman
berangsur-angsur sebuh dan mulai dapat bekerja lagi di balai desa. Warga yang
dipimpin langsung oleh kepala desa memperbaiki lumbung padi yang terbakar.
Namun kini disekitar lumbung padi didirikan pula rumah yang awalnya hanya
beberapa untuk menjaga lumbung padi agar tidak dirusak atau dicuri orang malah
Oleh karena itu, kepala desa Sukiman mulai meresmikan tempat tersebut
sebagai dusun baru di desa Modongan dengan nama dusun Genukwatu mengingat
apa yang terjadi selama ini yang menimpa desa dan diri pribadi pak Sukiman
karena sebuah genuk. Pak lurah memilih nama tersebut bukan tampa alasan,
genuk diibaratkan sebagai tempat menyimpan beras selain di lumbung padi dan
watu(batu) diibaratkan sebagai semangat warga yang tak dapat pecah seperti batu
tersebut.
Selesai…