Anda di halaman 1dari 7

MENGATASI DAN SOLUSI DARI

KRISIS FINANSIAL GLOBAL

JURUSAN TEKNIK INFORAMTIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2008
I. Latar Belakang

Kekhawatiran masuknya kembali IMF ke Indonesia dalam menghadapi krisis


finansial global sudah banyak dibahas. Namun, apa dan bagaimana alternatifnya,
terutama tak hanya menyangkut dana talangan yang mungkin diperlukan Indonesia jika
terjadi kesulitan likuiditas yang diramalkan terjadi pada 2009

Tak bisa dimungkiri bahwa tatanan ekonomi global sedang dilanda krisis,
khususnya yang ditimbul dari pasar komoditas. Dari waktu ke waktu, harga minyak
mentah selalu memecahkan rekor tertinggi. Terakhir, tercatat harga minyak berada di
level USD 146 per barel. Sementara itu, dunia juga sedang dilanda ancaman krisis
pangan. Pertemuan organisasi pangan dan pertanian dunia atau FAO (Food and
Agriculture Organization) menempatkan komoditas pangan sebagai ancaman krisis
ekonomi dunia.

Tentu saja krisis global akan berdampak pada setiap negara sehingga perlu ada
upaya bahu membahu mengatasi krisis tersebut. Solusi permasalahan mustahil bisa
dicapai bila upaya yang dilakukan bersifat parsial dan tentatif. Diperlukan upaya seluruh
negara di dunia, terutama negara-negara maju untuk memelopori penyelamatan
perekonomian dunia. Hal ini tak bisa disangkal sebab negara maju memiliki sumber daya
ekonomi lebih banyak dan kuat ketimbang negara berkembang. Dengan demikian, upaya
negara maju mengatasi krisis diharapkan dapat berhasil.
II. Masalah

Ratusan ribu bahkan jutaan pekerja dan buruh di Indonesia, kini cemas. Ancaman
pemutusan hubungan kerja, setiap hari membayang di depan mata. PHK sepertinya
memang tidak bisa dihindarkan oleh hampir semua sektor usaha. Ini merupakan dampak
langsung dari krisis keuangan dunia, yang kini melanda hampir seluruh dunia industri.

Krisis yang bermula dari hancurnya pasar keuangan dan bursa saham, kemudian
merembet hampir ke seluruh sektor, dari sektor riil, pertanian, pariwisata, hingga jasa.
Bagi para pengusaha, tidak ada pilihan lain, kecuali mengambil langkah pengetatan, dan
efisiensi.

Salah satu langkah yang dilakukan adalah melakukan pemutusan hubungan kerja. karena
dianggap merupakan keputusan sepihak. Mereka meminta agar pengusaha mencari
alternatif lain, untuk mengatasi krisis keuangan. Karena PHK akan semakin
menyengsarakan buruh, di saat sulitnya mencari pekerjaan.

Bahkan sejumlah organisasi buruh, mengirimkan surat resmi kepada pemerintah,


untuk menolak PHK dan meminta pemerintah membantu mencari solusi, agar tidak
terjadi PHK missal. Karena masih banyak celah, untuk menghindari PHK.

Demonstrasi yang digelar para buruh bukan hanya menolak maraknya PHK, namun juga
terbitnya surat keputusan bersama 4 Menteri, tentang Kebijakan Kenaikan Upah. Para
buruh menilai SKB tersebut, sangat merugikan karena ada peluang pengusaha, untuk
tidak menaikkan upah pada tahun 2009.

Bagi penguasa, protes yang dilakukan buruh adalah hal yang wajar. Namun mereka
mengingatkan, tidak ada dunia usaha yang bisa menghindar dari dampak krisis keuangan
global.

Pemerintah sendiri, sudah mengantisipasi dampak krisis global, dengan menerbitkan


sejumlah aturan, untuk melindungi pengusaha maupun pekerja. Dari SKB 4 Menteri yang
sudah direvisi, mendorong perjanjanjian kerja bersama atau PKB di setiap perusahaan
hingga membuka krisis center.
Dari cacatan Departemen Tenaga Kerja, hingga awal Desember telah ada permohonan
PHK untuk 23.927 buruh. Dari jumlah tersebut 17.418 buruh sudah resmi kena PHK.
Sementara 6.597 telah dirumahkan dari total permohonan 19.091 pegawai.

III. Uraian Masalah

Orang lain makan nangka tetapi kita kena getahnya. Krisis finansial awalnya di
negeri orang (Amerika Serikat), tetapi kita sendiri terkena akibatnya. Rasanya sangat
tidak adil. Semua itu akibat dari perilaku ekonomi negara yang disebut ”maju” namun
serakah. Daya beli mereka cenderung menurun. Resesi global sudah melanda di semua
negara termasuk di negara-negara maju. Pasalnya pertumbuhan ekonomi terus merosot
sampai titik negatif. ILO memerkirakan resesi global akan berakibat pada pengangguran
yang besar yakni mencapai sekitar 20 juta orang di seluruh dunia. Dampak krisis itu
sudah mulai meminta korban dalam bentuk menurunnya ekspor barang-barang Indonesia.
Biang keroknya karena permintaan dari negara-negara maju yang menurun. Bahkan ada
yang menghentikan kontrak pembelian terhadap produk-produk industri garmen-tekstil,
kayu dan produk perkebunan. Di sisi lain diperkirakan suku bunga pinjaman dalam
negeri akan semakin bergerak naik. Jelas saja cicilin pokok dan bunga kredit oleh
perusahaan akan semakin berat.

Berbarengan dengan itu tuntutan karyawan perusahaan untuk menaikan upah


minimum kabupaten dan kota semakin menjadi-jadi plus penolakan SK Bersama Empat
Menteri. Maka bertambah lengkap dan rumitlah permasalahan yang dihadapi dunia bisnis
itu. Akibat logisnya adalah pabrik perlu menurunkan kapasitas produksinya; ada yang
sampai sekitar 40%. Buntutnya adalah perusahaan harus mengambil keputusan tidak
populer sekaligus ”menyakitkan” yakni rasionalisasi dalam bentuk pemutusan hubungan
kerja (PHK) dan merumahkan sebagian karyawannya. Hal itu terjadi antara lain di daerah
pertekstilan yang kebanyakan di pulau Jawa, perkayuan di Riau dan Kalimantan yang
jumlahnya mencapai puluhan ribu dan bahkan mungkin bisa ratusan ribu karyawan.
Karena itu bagaimana sebaiknya PHK itu dikelola di tingkat makro dan mikro?
Di tingkat makro sebaiknya pihak-pihak terkait seperti Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi, Departemen Perindustrian, dan Departemen Dalam Negeri serta
Gubernur Bank Indonesia dan KADIN mencari terobosan-terobosan yang sifatnya
operasional baik berskala jangka pendek maupun jangka panjang. Pemerintah bersama
para asosiasi perusahaan harus melakukan analisis atau audit ulang finansial dan
manajemen perusahaan dalam menemukan upaya-upaya efisiensi sehingga dapat
memperkecil terjadinya PHK besar-besaran. Selain itu harus sudah disiapkan bentuk
program jaminan sosial termasuk pesangon yang memungkinkan para karyawan yang
terkena PHK bisa berbisnis sendiri. Pengembangan usaha di sektor rill juga perlu
diprioritaskan sebagai katup pengaman terjadinya pengangguran yang semakin
membengkak. Pemerintah daerah dengan semangat otonomi daerahnya perlu menyiapkan
peluang kerja dalam bentuk program padat karya berbagai proyek daerah. Jadi intinya
jangan sampai timbulnya krisis finansial global ini mengakibatkan fenomena kemiskinan
semakin meluas.

Sementara itu di tingkat mikro, perusahaan harus melakukan langkah-langkah


persiapan dan pelaksanaan PHK dengan sistematis yang meliputi;

Pertama, menyiapkan segala informasi tentang kondisi kesehatan perusahaan


secara jujur dan obyektif berikut penetapan besaran jaminan sosial dan pesangon yang
pantas sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dicari kemungkinan jalan keluar untuk
menerima kembali mereka yang terkena PHK seandainya kondisi bisnis perusahaan
mulai pulih kembali. Dalam tahap ini sebaiknya pihak manajemen sudah berkonsultasi
dengan pihak serikat pekerja, biro bantuan hukum perusahaan, dan biro psikologi.

Kedua, menyampaikan dan menjelaskan semua alasan terjadinya PHK ke seluruh


karyawan. Tentunya hal ini cukup dilakukan oleh direksi atau manajer di tiap unit kinerja
masing-masing. Pihak manajemen harus sudah siap menjawab semua persoalan yang
menyangkut kondisi perusahaan dan alasan PHK.

Ketiga, pihak manajemen sebaiknya sudah siap dan tenang menghadapi berbagai
keluhan dan tuntutan bahkan resistensi karyawan yang terkena PHK. Hindari adanya
tindakan konfrontasi yang bisa menimbulkan konflik berkepanjangan dengan mereka.
Kembalikan setiap usaha mengatasi konflik melalui jalur peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan kesepakatan kerja internal.

Keempat, menyampaikan surat keputusan tentang PHK, pesangon dan atau


jaminan sosial, dengan tidak lupa menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan.
Intinya benar-benar memanusiakan karyawan.

Dan kelima advokasi pelatihan dan pengembangan kewirausahaan bagi


karyawan. Diharapkan para karyawan dapat menggunakan uang tersebut untuk modal
bisnisnya.

IV. Kesimpulan

Dalam sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh negara, PHK sangat kecil
sekali kemungkinannya bakal terjadi. Sebab, prinsip ekonomi Islam yang dianut adalah
penyerapan pasar domestik yang sangat didukung oleh negara dalam rangka memenuhi
kebutuhan individu masyarakatnya. Ekspor bukan lagi tujuan utama hasil produksi.
Sebab, sistem mata uangnya juga sudah sangat stabil, yaitu dengan menggunakan standar
emas (dinar dan dirham). Dengan demikian, negara tidak membutuhkan cadangan devisa
mata uang negara lain karena semua transaksi akan menggunakan dinar/dirham atau
dikaitkan dengan emas.

Selain itu, dalam sistem ekonomi Islam, negaralah yang mengelola sumber kekayaan
yang menjadi milik rakyat. Hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat. Dengan demikian,
jaminan sosial bagi masyarakat, seperti pendidikan dan kesehatan, akan terpenuhi. Dalam
kondisi seperti ini, daya beli masyarakat akan sangat kuat dan stabil. Harga tinggi bukan
merupakan persoalan dalam sistem ekonomi Islam. Dengan terpenuhinya kebutuhan
individu, pola hidup masyarakat pun menjadi lebih terarah. Mereka tidak lagi
terperangkap dalam pola hidup individualis, dengan bersaing dan harus menang, dengan
menghalakan segala cara.
Sudah waktunya bagi Pemerintah dan masyarakat untuk memilih jalan keluar terbaik dari
permasalahan ini. Caranya adalah dengan mengambil jalan yang ditawarkan Islam, yakni
dengan menerapkan sistem ekonomi Islam.

Anda mungkin juga menyukai