Anda di halaman 1dari 5

TERKURUNG DALAM GUA

Anak-anak bingung,. Mereka berpandang-pandangan. Rupanya sedari tadi ada orang yang
mengintai, menunggu kesempatan untuk menjebak mereka! Dan sekarang, mereka sendiri ikut
terkurung di situ!

Dari balik pintu terdengar suara seseorang. Orang itu berbicara dengan nada agak geli. Gaya
bicaranya terulur-ulur.

“Kalian mincul pada saat keliru, itulah soalnya kenapa kalian kukurung. Sekarang kalian
terpaksa mendekam disitu, sampai besok!”

“Siapa anda?” tanya Chimo galak. “Berani-beraninya mengurung kami di sini!”

“Kurasa kalian membawa bekal makanan dan minuman,” kata orang yang di luar. “Aku tadi
melihatnya. Kalian mujur! Sekarang, lebih baik tenang sajalah. Itulah upahnya, jika terlalu ingin
tahu!”

“Ayo buka pintu!” Seru Chimo. Ia marah, karena orang yang di luar berbicara dengan nada
mengejek.

“Rupanya orang itu sejak tadi memperhatikan kita dari satu tempat. Atau mungkin pula
membuntuti terus sampai ke rumah tua. Dan waktu itulah ia melihat perbekalan kita. Rupanya
dia yang kau dengar, Jemima-sewaktu kita berada di atas menara.”

“Yah sekarang bagaimana?” tanya Jemima. Anak itu ketakutan, tapi ia berusaha memberanikan
diri.

“Apa yang bisa kita lakukan?” kata Indra. “Tak ada! Kita terkunci dalam ruang gua di parut
tebing. Tak ada orang di dekat kita, kecuali yang mengurung kita tadi. Aku ingin dengar, siapa
yang punya akal sekarang!”

“Aduh, galaknya!” kata Jemima. “Kurasa memang tak ada yang bisa kita lakukan sekarang,
kecuali menunggu sampai dibebaskan kembali. Mudah-mudahan saja orang tadi nanti masih
ingat, bahwa kita terkurung di sini. Kecuali dia, tak ada yang tahu bahwa kita berada ditempat
ini.”

“Uhh, seram!” kata Dani. “Tapi kurasa Bu Penruthlan pasti akan ribut jika kita tidak kembali
malam ini. Pasti ia akan mengerahkan orang-orang untuk mencari kita!”

“Tapi apakah yang bisa mereka lakukan!” kata Indra. “Katakanlah mereka berhasil mengikuti
jejak kita sampai ke menara tua-tapi mereka kan tidak tahu-menahu tentang lubang masuk yang
tersembunyi dalam tempat pediangan!”

“Lebih baik jangan kita pikirkan terus soal itu,” kata Chimo, sambil membuka perbekalan. “Kita
makan saja dulu.”
Sehabis makan, mereka lantas memeriksa tumpukan kotak peti yang ada dalam ruangan itu.
Beberapa di antaranya nampak beberapa yang sudah tua sekali. Peti-peti dan kotak-kotak itu
semuanya kosong. Di situ juga terdapat sebuah koper besar yang terbuat dari kayu kokoh. Koper
seperti itu, biasanya dipakai pelaut yang berlayar. Pada tutupnya tertulis nama ‘Abram
Trelawny’. Anak-anak membuka tutup koper itu. Ternyata tak ada isinya. Mereka Cuma
menemukan sebuah kancing, terbuat dari kuningan.

“Abram Trelawny,” kata Dani, ambil memperhatikan nama yang tertulis di atas tutup koper.
“Mestinya ia salah seorang kelasi yang kapalnya terpancing oleh pencoleng, sehingga pecah
berantakan membentur karang. Dan koper ini kemudian terdampar ke pantai dibawa ombak, lalu
diangkut ke sini. Kurasa gua ini dulu tempat orang yang tinggal dalam rumah tua itu
menyembunyikan bagiannya dari hasil pencolengan.”

“Ya, kurasa kau benar,” kata Chimo. “Mungkin karena itulah pada pintu terpasang kunci dan
pasak. Pencoleng itu mungkin banyak menyimpan barang berharga di sini, hasil merampok
kapal-kapal terdampar! Dan ia tidak mau ada pencoleng lain menyelinap ke sini untuk
merampok harta karunnya. Huhh-rupanya mereka itu semuanya jahat-jahat! Yah-kelihatannya di
sini tidak ada apa-apa yang menarik.”

Anak-anak merasa bosan, terkurung dalam ruangan gua itu. Cuma sebuah senter saja yang
dinyalakan, karena mereka takut jika semua dipakai serempak, mungkin baterai akan cepat habis.

“Kata orang tadi, kita muncul pada saat yang keliru,” kata Chimo, sambil duduk di lantai.
“Kenapa dia mengatakan begitu? Mungkinkah malam ini sedang ditunggu kedatangan barang-
barang selundupan? Seperti kita ketahui, minggu ini mereka sudah dua kali memberi isyarat ke
arah laut. Mungkinkah perahu yang ditunggu-tunggu belum datang juga? Jika begitu halnya,
mereka pasti menunggu kedatangannya malam ini! Dan karena itulah orang tadi mengatakan,
kita muncul pada saat yang keliru!”

“Coba kita tidak terkurung dalam gua terkutuk ini!” kata Indra jengkel. “Kita akan bisa
mengintip perbuatan mereka-dan barangkali juga bisa mencegahnya! Atau cepat-cepat
melaporkan pada polisi.”

Dani melirik arlojinya.


“Baru setengah tiga!” keluhnya. “Masih lama kita harus menunggu di sini. Sebaiknya kita
melewatkan waktu dengan permainan. Daripada menunggu, tanpa berbuat apa-apa!”

Anak-anak menghibur diri dengan bermain-main, sampai bosan. Segala macam permainan yang
teringat oleh mereka, mereka mainkan.

“Untung tidak Cuma satu senter yang kita bawa!” kata Jemima. Pukul setengah sepuluh malam,
anak-anak mulai merasa mengantuk.

“Kita mencoba tidur saja sekarang,” kata Dani, sambil menguap lebar-lebar.
Saudara-saudaranya setuju. Mereka lantas membaringkan diri di atas tempat yang berpasir itu.
“Chim! Kurasa ada orang di balik pintu!” kata Indra dengan suara pelan. Indra mengulangi kata-
katanya.

“Diamlah sebentar,” kata Chimo. “Coba kita memasang telinga, barangkali saja akan terdengar
sesuatu.

Anak-anak duduk tanpa berbicara. Semua mendengarkan baik-baik. Kemusian Chimo


menyenggol Dani. Ia mendengar sesuatu.

“Ssst, diam!” bisiknya. Mereka mendengarkan lagi, sambil menahan nafas.

Dari balik pintu terdengar bunyi seperti ada yang menggaruk-garuk. Kemudian bunyi itu
terhenti.

Dari luar terdengar suara berisik.

Kemudian Chimo bangkit dan pergi ke pintu dengan langkah menyelinap. Ya – jelas terdengar
sekarang, di luar ada orang. Mungkin mereka berdua, karena kedengaran suara berbisik-bisik.

“Siapa di luar?” tanya Chimo dengan tiba-tiba.

“Aku bisa mendengar suaramu. Siapa di situ?”

“Aku! Yan.”

“Yan? Astaga! Betul kau yang di situ, Yan?”

“He-eh.”

Anak-anak yang terkurung dalam gua, melongo keheranan. Yan! Malam-malam begini, Yan ada
di balik pintu gua tempat mereka terkurung! Mimpikah mereka?

“Yan – kau membawa lampu?”

“Tidak! Tidak ada lampu,” jawab anak kecil itu.

“Di sini gelap. Bolehkah aku masuk?”

“Ya tentu saja, Yan,” jawab Chimo. “Tapi dengar baik-baik! Kau tahu cara membuka kunci dan
menarik gerendel pintu?” Chimo agak sangsi, apakah anak kecil yang liar seperti Yan, bisa
mengetahui hal-hal yang sebetulnya gampang itu.

“He-eh, bisa,” jawab Yan. “Kalian terkunci di situ?”


“Betul!, kata Chimo. “Tapi barangkali saja anak kuncinya masih ada di luar. Coba kau periksa,
dengan meraba-raba.

“Di sini ada anak kunci.” Katanya, “tapi sulit diputar! Tanganku tidak kuat memutarnya.”

“Coba dengan dua tangan,” kata Chimo mendesak.

Kemudian terdengar nafas Yan terengah-engah. Rupanya anak kecil itu berusaha memutar anak
kunci dengan sekuat tenaga. Tapi tetap tidak berhasil!

“Sialan!” kata Dani mengumpat. “Padahal kita sudah dekat pada kebebasan.”

Tiba-tiba Jemima menerobos maju, mendorong Dani ke samping. Ia mendapat akal baru.

“Yan! Dengar baik-baik, Yan!” Keluarkan anak kunci dari lubangnya. Lalu selipkan kedalam
lewat celah di bawah daun pintu. Kaudengar, Yan?”

“He-eh, mengerti,” jawab Yan. Terdengar bagaimana anak itu sibuk menarik-narik anak kunci.
Menyusul bunyi keras, ketika alat pengunci itu tercabut dari lubangnya. Lalu tiba-tiba benda itu
tersembul dari celah sebelah bawah dau pintu. Yan menggeserkannya ke dalam dengan hati-hati.

Secepat kilat Chimo menyambar anak kunci, lalu memasukkannya ke lubang sebelah dalam.
Begitu masuk, langsung diputar. Dan pintu terbuka.
LORONG PENCOLENG

Chimo membuka pintu.


“Kita harus cepat-cepat pergi dari sini!” kata Dani. “Siapa tahu, jangan-jangan orang tadi akan
muncul lagi.”

Betul, nanti saja bercerita,” kata Chimo. Disuruhnya anak-anak bergegas ke luar. Setelah semua
berada di luar, dicabutnya anak kunci dari lubang sebelah dalam, lalu dikuncinya pintu kembali
dari luar.

Anda mungkin juga menyukai