Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MANAJEMEN INTERPERSONAL

RINGKASAN BUKU OUTLIER BAB TIGA


“ PERMASALAHAN DENGAN ORANG GENIUS, BAGIAN 1”

Disusun oleh :

1. Firda Priandhini 14010110151039


2. Oktavia Rismawati 14010110151033
3. Yoga Kurniawan 14010110151034
4. Aprilia Wahyuning Sejati 14010110151035
5. Dewi Agustina Rahayu 14010110151047

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010
Bag.1

Dalam acara sebuah televisi yang mengukur tingkat kecerdasan seseorang yaitu 1 vs 100.
Malam itu para mob tengah menghadapi peserta terpintar di Amerika yaitu Chris Langan. Chris
Langan memiliki IQ yang sangat tinggi sebesar seratus sembilan puluh lima. Di Amerika Chris
Langan sangatlah terkenal karena kegeniusannya itu.

Dia sering diundang dalam acara berita dan menjadi profil majalah karena memiliki otak
yang di luar kenormalan manusia. Dalam suatu acara berita televisi 20/20 pernah meminta
seorang neuropsikolog untuk mengetes kembali IQ Langan dan hasilnya sungguh luar biasa.
Pada usia enam bulan dia sudah mulai berbicara, dan saat usia tiga tahun dia sudah
mendengarkan radio setiap minggu yang isinya pembacaan komik oleh pembawa acaranya. Di
sekolah langan bisa mengikuti ujian bahasa asing tanpa ia mempelajarinya dan dia bisa membaca
buku cetak dengan cepat sehingga dia lulus tes tersebut dengan nilai sempurna. Pada usia enam
belas tahun dia sudah bisa memahami mahakarya Beetrand Russel dan Alfred North Whitehead
yang terkenal sulit. Langan sering membolos sekolah dan akan muncul saat ujian saja. Dia
adalah anak yang tekun. Dia bisa mengerjakan soal matematika dan bahasa perancis selama satu
jam. Selain itu dia bisa membaca buku cetak untuk satu semester selama dua hari saja,
melakukan apa pun yang harus dia kerjakan, kemudian kembali mengerjakan apa yang sedang
dia kerjakan sebelumnya.

Bag.2

Tepat setelah Perang Dunia I berakhir, seorang profesor muda di fakultas psikologi di
Stanford University, Lewis Terman, bertemu dan sekaligus melakukan pengamatan terhadap
salah satu anak laki-laki yang dianggapnya sangat luar biasa. Anak itu bernama Henry Cowell,
Cowel merupakan seorang anak yang tumbuh dalam keluarga yang miskin, diusianya yang
masih tujuh tahun, dia sudah bekerja pada salah satu sekolah di sekitar Stanford sebagai tukang
bersih-bersih, dan di sela-sela waktunya bekerja, dia selalu meninggalkan pekerjaannya untuk
memainkan piano di sekolah tersebut. Dan music yang dimainkannya sangat indah. Hal ini
kemudian mendorong Terman untuk melakukan uji IQ kepada Cowell, dan hasil yang
diperolehnya adalah 140, yang berarti hasil ini mendekati tingkat genius. Kemudian di suatu hari
Terman juga menenmukan salah seorang anak perempuan yang hampir sama dengan Cowell, si
anak perempuan tersebut sudah mampu membaca Dickens dan Shakespeare di usia empat tahun,
serta anak-anak lainnya yang sangat cemerlang.

Di tahun 1921 Terman memutuskan untuk mengabdikan dirinya dengan membentuk


sebuah tim untuk meklakukan penelitian di sejumlah sekolah dari SD sampai SMA di California,
dengan modal penelitian dari Commonwealth Foundation. Dia menyeleksi siswa yang paling
cerdas di kelasnya kemudian diberinya test IQ pertama sampai IQ ketiga, dan dari serangkaian
test tersebut didapatlah 1.470 anak dari sekitar 250.000 anak, dengan IQ rata-rata diatas 140 dan
yang tertinggi adalah 200. Dan anak-anak tersebut dinamai dengan “Termites”. Termites tersebut
terus diamati oleh Terman dan tim-nya, dari keberhasilan akademisnya, pernikahan mereka,
penyakitnya, kesehatan psikologinya, serta setiap promosi dan perubahan kerja. Dan kesemuanya
tersebut tercatat dalam bukunya Genetic Studies of Genius. Terman meyakini bahwa si termites
ini akan menjadi pemimpin di berbagai bidang. Akan tetapi keyakianan Terman agak sedikit
tergoyahkan, ketika dia terheran kenapa para Termites ini tidak ada yang mengikuti kegiatan
kompetisi atau aktivitas di California. Terman telah membuat kesalahan besar, dia salah dalam
menilai Termites-nya, dia tidak paham siapa outlier sesungguhnya.

Bag. 3

Tes kecerdasan yang paling sering digunakan disebut sebagai Raven’s Progressive
Matrices, salah satu test yang tidak membutuhkan keahlian berbahasa maupun pengetahuan
sebelumnya. Hak ini merupakan penilaian tentang keahlian berfikir secara abstrak. Setelah
beberapa tahun lamanya, penelitian dilakukan untuk menentukan bagaimana keberhasilan
seseorang pada sebuah test IQ. Seseorang dengan nilai IQ di bawah 70 dinilai sebagai sebagai
cacatmental dan orang yang memiliki IQ 100 termasuk orang yang rata-rata dan sedikit standart
untuk dapat lulus kuliah. Karena semakin tinggi nilai anda maka semakin tinggi pula pendidikan
yang dapat anda raih dan banyak pula hal-hal yang dapat anda raih, bahkan ada pula yang
mengatakan bahwa akan lebih lama lagi.

Menurut psikolog Liam Hudson, bahwa sudah banyak bukti pula bahwa seseorang yang
memiliki IQ dengan angka 170, maka kemungkinan besar akan dapat berfikir lebih baik
dibandingkan dengan seseorang yang hanya memiliki IQ di bawah 70. Perbandingan antara IQ
100 sampai 130 efeknya tidak begitu signifikan diantara dua orang yang memiliki rata-rata IQ
tersebut. Liam Hudson mencontohkan IQ dengan pemain basket bahwa seseorang yang memiliki
tinggi yang lebih banyak maka dia memiliki banyak kesempatan untuk dapat memasukkan bola
ke keranjang disbanding dengan orang yang hanya memiliki tinggi rendah.

Menurut pemikiran pemenang hadiah Nobel di Amerika semestinya memiliki IQ yang


tinggi dan mendapat nilai yang baik dan kemudahan untuk dapat diterima di universitas yang
terbaik. Ternyata hadiah Nobel, diterima adalah orang yang pintar masuk ke kampus yang tidak
sebagus Universitty of Illinois (universitas yang terkenal dan bagus di Amerika).

Psikologi Barry Schwartz menunjukkan bahwa perguruan tinggi yang terpandang akan
menyingkirkan proses ujian masuk yang rumit dan hanya mengadakan test IQ, yang mana akan
dipilih mana orang yang memiliki IQ tertinggi dan di atas rata-rata, yang hanya akan dipilih
orang-orang yang baik dan cukup baik. Untuk orang-orang yang tidak cukup baik akan langsung
ditolak. Pengakuan Schwartz bahwa pandangannya akan langsung ditolak, ternyata
pemikirannya masuk akal. Bahwa pengetahuaanya tentang IQ anak laki-laki tidak begitu banyak
menolong saat dihadapkan pada orang-orang yang lebih pintar.

Contoh atas efek batasan IQ dalam dunia nyata adalah pada sekolah Hukum di University
of Michigan bahwa pada sebuah institusi di Amerika Serikat menggunakan kebijakan affirmative
action yang latar belakangnya kurang menguntungkan. Lain hal dengan contoh lainnya bahwa
mahasiswa minoritas dan non-minoritas biasanya mahasiswa yang berkulit putih akan
mendapatkan nilai yang lebih baik, karena sangat mengejutkan memiliki nilai ujian dan
kelulusan yang sangat tinggi. Beberapa tahun yang lalu, University of Michigan memutuskan
untuk menganalisa keadaan mahasiswa minoritas di sekolah hukum setelah lulus. Semua hal
yang telah memungkinkan untuk mendapatkan tanda-tanda kesuksesan di dunia nyata dan
hasilnya sangat mengejutkan. Richard Lemperr seorang konstributor peneliti dari Michigan
menjelaskan bahwa mereka tidak sesukses mahasiswa yang berkulit putih tetapi banyak pula
yang cukup sukses. Akan tetapi, yang sama suksesnya dengan rekan yang berkulit putih dan juga
tidak mencolok perbedaannya.

Yang dikatakan oleh Lempert menggunakan penilaian yang seharusnya dipedulikan oleh
sekolah Hukum dan mahasiswa minoritas tidak jauh tertinggal. Mereka sama suksesnya dengan
mahasiswa yang berkulit putih. Walaupun dengan nilai akademis mahasiswa minoritas di
Michigan yang tidak sebaik mahasiswa berkulit putih , namun kualitas mahasiswa di sekolah
hukum itu cukup tinggi sehingga mereka masih berada di atas rata-rata.

Bag.4

Bila kecerdasan hanya berpengaruh sampai titik tertentu, maka saat seseorang melewati titik
tersebut pasti banyak hal yang tidak berhubungan dengan kecerdasan yang lebih berperan.
Misalnya dengan cara menuliskan sebanyak mungkin kegunaan yang dapat anda pikirkan atas
benda- benda berikut ini :

1. Batu bata
2. Selimut
Ini adalah sebuah contoh yang disebut test penyebaran, namun dengan test penyebaran ini
tentunya tidak ada jawaban yang benar. Apa yang dicari oleh pemberi test adalah jumlah
keunikan jawaban Anda. Dan apa yang dinilai dari test tersebut bukan kecerdasan analisis tetapi
sesuatu yang sangat berbeda, yakni sesuatu yang lebih dekat dengan kreativias. Sebagai contoh
adalah sejumlah jawaban dari test “kegunaan benda- benda” yang didapatkan Liam Hudson dari
seorang siswa bernama Poole dari sebuah SMA terbaik di Inggris, tantang kegunaan batu bata
dan selimut.

(Batubata) alat untuk berkelahi, untuk membangun rumah, untuk digunakan dalam
permainan rolet Rusia kalau kita ingin tetap hidup pada saat yang bersamaan, untuk diletakkan di
setiap sudut bulu angsa di atas tempat tidur. Sebagai pemecah botol Coca Cola kosong.

(Selimut) untuk digunakan saat tidur, sebagai penitup hubungan seks terlarang di hutan,
sebgai tenda, untuk membuat tanda asap, untuk layer perahu, mobil, dan atau kereta luncur.
Sebagai target latihan tembak untuk orang- orang yang rabun jauh, sebagai alat digunakan untuk
mengkap orang yang meloncat dari bangunan yang terbakar.

(Batubara) mendirikan bangunan, untuk dilempar.

(Selimut) menjaga tubuh tetap hangat, memadamkan api, diikat ke pohon dan digunakan
sebagai tempat tidur, sebagai pengganti alat usungan.
Dimanakah imajinasi Florence? IQ Florence memang cukup tinggi dari pada Poole.tetapi
hal itu tidak berarti banyak karena kedu siswa itu telah berada di atas batasan. Menjadi pengacara
sukses lebih dari sekedar memiliki IQ yang tinggi, namun juga melibatkan pemikiran yang
kreatif seperti Poole.

Bag.5

Pada saat Termites mencapai usia dewasa, kesalahan Terman yaitu ia jatuh cinta dengan
orang-orang yang berada di puncak skala nilai kecerdasan. Beberapa anak geniusnya mulai
menerbitkan buku dan artikel akademis serta sukses dalam bisnisnya. Tetapi tidak ada satupun
sekelompok besar orang genius memenangkan Hadiah Nobel. Dua anggota timnya sebenarnya
menguji dua siswa SD yang akhirnya menjadi pemenang Nobel William Shockley dan Luis
Alvares dan menolak keduanya, IQ mereka tidak cukup tinggi. Dalam sebuah kritikan, sosiolog
Pitirim Sorokin menunjukan bila Terman menyatukan sekelompok anak-anak dengan latar
belakang yang sama dengannya tanpa memperdulikan nilai IQ-nya, tanpa adanya imajinasi atau
standart kegeniusan.

Dengan kata lain apa yang telah dikatakan dia awal Bab ini tentang kecerdasan luar biasa
Chris Langan tidak begitu berguna jika kita ingin memahami seberapa besar kemungkinan
dirinya meraih kesuksesan di dunia. Dia adalah pria dengan pemikiran satu dari sejuta dan
kemampuan untuk memahami “Principia Mathematica”di usia 16 tahun. Tetapi kenapa? kalau
kita ingin tahu lebih banyak tentang kemungkinan dirinya menjadi seorang outlier yang
sesungguhnya. Kita harus tahu lebih banyak tentang dirinya lagi.

Anda mungkin juga menyukai