Anda di halaman 1dari 6

Perbedaan antara Skor dan Nilai

Apa yang terjadi selama ini, banyak di antara para guru sendiri yang masih mencampuradukkan
antara dua pengertian yaitu skor dan nilai.

Skor : adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka – angka bagi
setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa.

Nilai : adalah angka ubahan dari skor dengan menggunakan acuan tertentu, yakni acuan normal
atau acuan standar.

Pengubahan skor menjadi nilai dapat dilakukan untuk skor tunggal, misalnya sesudah
memperoleh skor ulangan harian atau untuk skor gabungan dari beberapa ulangan dalam rangka
memperoleh nilai akhir untuk rapor.

Sebagai ilustrasi, silakan membaca keterangan lebih lanjut yang dicontohkan di bawah
ini. Di dalam tes yang terdapat pada setiap modul, di PPSP selalu dilengkapi dengan kunci dan
pedoman skoring. Skor maksimum yang disebutkan tidak selalu tetap. Adakalanya 40, 45, 50,
100, dan sebagainya. Skor maksimum tersebut ditentukan berdasarkan atas banyak serta bobot
soal – soal tesnya.

Seorang siswa yang memperoleh skor 40 bagi te yang menghendaki skor maksimum 40,
mempunyai arti bahwa siswa tersebut sudah menguasai 100% dari tujuan instruksional khusus
yang dirancangkan oleh guru. Akan tetapi jika skor 40 tersebut diperoleh dari pengerjaan soal tes
yang menghendaki skor maksimum 100, maka skor 40 mencerminkan 40% penguasaan tujuan
saja.

Dengan demikian, maka angka 40 yang diperoleh seorang siswa setelah ia selesai
mengikuti sebuah tes, belum berbicara apa – apa sebelum diketahui berapa skor maksimum yang
diharapkan jika siswa tersebut dapat mengerjakannya dengan sempurna. Angka 40 ini disebut
skor mentah.

Atas dasar itulah maka untuk dapat dicatat sebagai suatu prestasi belajar, guru diwajibkan
untuk mengubah skor mentah yang diperoleh langsung dari mengerjakan tes, menjai skor
berstandar 100.
Contoh:

Skor maksimum yang diharapkan 40

A memperoleh skor 24.

Ini berarti bahwa sebenarnya A tersebut hanya menguasai:

x 100% tujuan instruksional khusus tersebut atau hanya 60% dari tujuan instruksional

khusus tersebut.

Dalam daftar nilai, dituliskan A mendapat nilai 60.

Jadi di sini tampak perbedaannya :

24 adalah skor

60 adalah nilai

B memperoleh skor 36

Ini terarti bahwa B menguasai x 100% dari tujuan

atau 90 % dari tujuan pelajaran.

Dalam daftar nilai, B dituliskan mendapatkan nilai 90.

Sebelum sampai pada pembicaraan pengubahan skor menjadi nilai secara lebih lanjut,
para pembaca kami untuk memahami skor yang akan diubah tersebut. Secara rinci skor dapat
dibedakan atas tiga macam, yaitu skor yang diperoleh (obtained score), skor sebenarnya ( true
score)., dan skor kesalahan ( error score).

Skor yang diperoleh adalah sejumlah biji yang dimiliki oleh testee sebagai hasil
mengerjakan tes. Kelemahan – kelemahan butir tes, situasi yang tidak mendukung, kkecemasan,
dan lain – lain faktor dapat berakibat terhadap skor yang diperoleh ini. Apabila faktor – faktor
yang berpengaruh ini muncul, baik sebagian ataupun menyeluruh, penilai tidak dapat mengira –
ngira seberapa cermat skor yang diperoleh siswa ini mampu mencerminkan pengetahuan dan
keterampilan siswa yang sesungguhnya.
Skor sebenarnya ( true score) seringkali juga disebut dengan istilah skor univers – skor
alam (universe score), adalah nilai hipotesis yang sangat tergantung dari perbedaan individu
berkenaan dengan pengetahuan yang dimilki secara tetap. Sebagai contoh adalah apabila
seseorang diminta untuk mengerjakan sebuah tes berulang – ulang, maka rata – rata dari hasil
tersebut menggambarkan resultante dari variasi hasil yang tidak ajek. Inilah gambaran mengenai
skor sebenarnya. Akan tetapi di dalam praktek tentu tidak mungkin bahwa penilai minta kepada
testee untuk mengerjakan sebuah tes secara berulang – ulang. Gambaran ini hanya untuk
menunjukkan contoh saja dalam menjelaskan pengertian skor sebenarnya.

Perbedaan antara skor yang diperoleh dengan skor sebenarnya, disebut dengan isilah
kesalahan dalam pengukuran atau kesalahan skor, atau dibalik skor kesalahan. Hubungan antara
ketiga macam skor tersebut adalah sebagai berikut:

Skor yang diperoleh = skor sebenarnya + skor kesalahan

3. Norm – Referenced dan Criterion – Referenced

Dari sederetan skor yang telah diubah ke standar 100 inilah maka dapat diperoleh
gabungannya, misalnya gabungan antara nilai ulangan ke-1, ke-2, ke-3, dan seterusnya, yang
merupakan catatan untuk dirata – rata dan menggambarkan penguasaan siswa terhadap materi
yang diajarkan, atau menggambarkan sejauh mana siswa mencapai tujuan instruksional umum
dari suatu unit bahan yang dipelajari dalam satu ukuran waktu.

Sebelum ini telah disinggung sedikit tentang penggunaan norm – referenced dan criterion
– referenced. Di dalam penggunaan criterion – referenced siswa dibandingkan dengan sebuah
standar tertentu, yang dalam uraian sebelum ini, dibandingkan dengan standar mutlak, yaitu
standar 100. Uraian dalam contoh siswa A dan B diatas, siswa juga dibandingkan dengan
standar tertentu, yaitu skor maksimum. Penggunaan standar mutlak ini terutama
dipertahankan dalam penerapan prinsip belajar tuntas.

Dalam penggunaan norm – referenced, prestasi belajar seorang siswa dibandingkan dengan
siswa lain dalam kelompoknya. Kualitas seseorang sangat dipengaruhi oleh kualitas
kelompoknya. “Seorang siswa yang apabila terjun ke kelompok A termasuk “hebat”,
mungkin jika pindah ke kelompok lain hanya menduduki kualitas “ sedang “ saja. Ukurannya
adalah relatif. Oleh sebab itu, maka dikatakan pula diukur dengan standar – relative. Ukuran
demikian juga disebut menggunakan norm – referenced atau norma kelompok.

Dasar pikiran dari penggunaan standar ini adalah adanya asumsi bahwa di setiap populasi
yang heterogen, tentu terdapat:

1. Kelompok baik

2. Kelompok sedang

3. Kelompok kurang

Dimulai dengan bakat yang dibawa sejak lahir yang dalam hal ini tampak sebagai indeks
kecerdasan atau Intelligence Quotient (IQ), maka seluruh populasi tergambar sebagai sebuah
kurva normal. Apabila anak – anak itu belajar, maka prestasi atau hasil belajar yang
diakibatkan itu pun akan tergambarkan sebagai kurva normal.

GAMBAR BLM AQ ISI

Penggunaan penilaian dengan norma kelompok atau relatif ini untuk pertama kali
dikemukakan pada tahun 1908( Cureton 1971),dengan landasan dasar bahwa tingkat
pencapaian belajar siswa akan tersebar menurut kurva normal. Dengan demikian maka
penilaian berdasarkan kurva normal merupakan hal yang tidak dapat dibantah lagi.

Apabila standar relatif dan standar mutlak ini dihubungkan dengan pengubahan skor
menjadi nilai, akan terlihat demikian:

a. Dengan standar mutlak

1) Pemberian skor terhadap siswa, didasarkan atas pencapaian siswa terhadap tujuan
yang ditentukan

2) Nilai diperoleh dengan mencari skor rata – rata langsung dari skor asal ( skor
mentah).
Contoh

- Dari ulangan ke-1, memperoleh skor 60 ( mencapai 60% tujuan).

- Dari ulangan ke-2, memperoleh skor 80 ( mencapai 80 % tujuan)

- Dari ulangan ke-3, memperoleh skor 50 (mencapai 50% tujuan)

Maka nilai siswa tersebut : 60 + 80 + 50 = 63,3

Dibulatkan 63

b. Dengan standar relative

1) Pemberian skor terhadap siswa juga didasarkan atas pencapaian siswa terhadap tujuan
yang ditentukan

2) Nilai diperoleh dengan 2 cara:

a. Mengubah skor dari tiap – tiap ulangan lalu diambil rata – ratnya.

b. Menjumlahkan skor tiap – tiap ulangan, baru diubah ke nilai

Anda mungkin juga menyukai