Anda di halaman 1dari 25

1

JUDUL :

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dari suatu kurikulum ke kurikulum berikutnya sejak kurikulum 1975, 1984,

1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) tujuan pembelajaran matematika yang diamanatkan di

sekolah, yaitu SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA

(Sekolah Menengah Atas), dan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) atau sekolah-

sekolah sederajat dengan itu pada dasarnya sama. Tujuan yang hendak di capai

intinya adalah siswa yang mampu menggunakan matematika yang dipelajarinya

dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pelajaran lain yang memanfaatkannya.

Selanjutnya melalui belajar matematika diharapkan pada diri siswa terbentuk pola

piker yang kritis, logis, kreatif dan sikap konsisten, cermat, objektif, jujur dan

disiplin.

Matematika mempunyai peran besar dalam kehidupan sehari-hari. Hampir

tiap hari kehidupan kita melibatkan kegiatan yang bersifat matematika, misalnya

menghitung dan mengukur. Hampir semua mata pelajaran yang dipelajari siswa di

sekolah memanfaatkan matematika dalam beberapa bagian bahasannya.

Matematika merupakan ratu sekaligus pelayan bagi ilmu lain.

Pendidikan matematika yang diajarkan pada pendidikan jalur sekolah

menengah merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan diperlukan untuk

menguasai mata pelajaran tersebut sesuai dengan tuntunan kurikulum dan

diharapkan memiliki keterampilan dalam mempelajari matematika sebagai


2

perluasan dari matematika Sekolah Dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan

sehari-hari.

Penyelenggaraan pendidikan yang efektif, hasil belajar yang baik dan

memuaskan adalah merupakan harapan orang tua peserta didik dan seluruh pihak

yang terkait. Namun, pada kenyataannya bahwa harapan tersebut seringkali tidak

terwujud. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain siswa itu sendiri,

materi pelajaran, guru dan orang tua, strategi belajar mengajar yang disiapkan

oleh guru paling tidak guru harus menguasai materi yang diajarkan dan terampil

dalam mengajarkannya. Mengingat pendidikan selalu berkenaan dengan upaya

pembinaan manusia maka keberhasilan pendidikan sangat bergantung kepada

unsur manusianya. Unsur manusia yang paling menentukan berhasil tidaknya

pendidikan adalah guru. Guru merupakan ujung tombak pendidikan. Guru secara

langsung mempengaruhi, membina, mengembangkan kemampuan siswa agar

menjadi manusia yang cerdas, terampil dan bermoral tinggi. Oleh karena itu, guru

dituntut untuk memiliki kemampuan dasar yang diperlukan sebagai pembimbing

sekaligus pengajar yang tercermin dalam kompetensi guru.

Perbaikan kegiatan belajar mengajar matematika harus diupayakan secara

optimal agar mutu pendidikan dapat meningkat. Hal ini mutlak dilakukan karena

majunya ilmu pengetahuan dan teknologi berimplikasi pada meluasnya cakrawala

berpikir manusia terdidik sesuai dengan tuntunan zaman.

Proses belajar matematika dengan menggunakan metode ceramah, pemberian

tugas dan latihan untuk pokok bahasan tertentu merupakan kegiatan pokok,

namun proses belajar seperti itu akan lebih efektif apabila siswa dilibatkan secara
3

aktif dengan cara menemukan pengertian, prinsip-prinsip melalui proses belajar

tersebut.

Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun

aspek penalarannya mempunyai peranan yang amat penting dalam upaya

penguasaan ilmu dan teknologi. Ini berarti bahwa sampai batas tertentu

matematika perlu dikuasai oleh segenap warga Negara Indonesia, baik

penerapannya maupun pola berpikirnya.

Rendahnya pemahaman tentang matematika disebabkan karena siswa hanya

cenderung belajar menghafal. Pembelajaran matematika secara konvensional

dengan guru sebagai pusat dan sumber belajar merupakan salah satu penyebab

kecendrungan siswa untuk menghafal.

Pemahaman merupakan aspek mendasar dalam belajar matematika. Dalam

proses pemahaman ini, siswa berusaha untuk mengkaitkan informasi yang telah

dia peroleh dengan informasi baru sehingga saling terhubung seperti jaring laba-

laba. Pemahaman akan membiasakan siswa belajar bagaimana belajar. Sebagai

hasilnya, informasi yang tertanam di benak siswa tidak tersimpan sebagai satuan-

satuan yang terisolasi tetapi sebagai satuan-satuan yang saling berhubungan.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Perbaikan-perbaikan dapat dilakukan oleh pihak guru dan sekolah baik pada aspek

proses pembelajaran maupun pada aspek evaluasi yang diterapkannya. Hal ini

dimaksudkan agar siswa memiliki penguasaan matematika yang lebih bermakna

dan nalar siswa berkembang lebih baik.


4

Dalam pembelajaran matematika, siswa tidak hanya diharapkan menguasai

konsep, prinsip, fakta dan keterampilan yang berkenaan dengan matematika,

tetapi juga keterampilan untuk hidup di masyarakat. Keterampilan untuk hidup di

masyarakat antara lain rasa percaya diri yang tinggi, sikap saling menghargai dan

memiliki, sikap sosial yang tinggi, sikap kepemimpinan dan keterampilan

menyelesaikan masalah secara bersama. Keterampilan semacam ini dapat

dikembangkan dengan belajar kooperatif. Dengan demikian, penerapan belajar

kooperatif sangat diperlukan dalam pembelajaran matematika.

Kooperatif memberikan landasan teoritis bagaimana siswa dapat sukses

balajar bersama orang lain. Kooperatif memandang siswa sebagai mahluk

sosial,dengan kata lain kooperatif adalah cara belajar mengajar berbasis peace

education. Yaitu suatu metode belajar mengajar masa depan yang pasti. Dalam

pembelajaran, seorang guru harus mampu mencermati dan memahami siswa

tentang strategi yang tepat digunakan dalam proses belajar mengajar dan tidak

terlepas dari kondisi lingkungan sekolah.

Pembelajaran kooperatif dalam pelaksanaannya mengacu pada belajar

kelompok. Dalam hal ini diharapkan siswa dapat belajar lebih aktif, mempunyai

rasa tanggung jawab yang besar, berkembangnya daya kreasi serta

mengemukakan permasalahan yang dihadapi dalam diskusi kelompok sehingga

dapat berjalan dengan baik demi pencapaian tujuan belajar.

Jumlah siswa yang terlibat dalam kelompok pada pembelajaran kooperatif

juga bervariasi, tergantung dari model pembelajaran kooperatif yang dipilih dan

diterapkan dalam pembelajaran. Variasi jumlah siswa dalam kelompok sangat


5

menentukan efektivitas pelaksanaan pembelajaran kooperatif yang

memungkinkan siswa mengalami pembelajaran bermakna yang mendukung

peningkatan hasil belajar khususnya mata pelajaran matematika. Pembelajaran

kooperatif tipe STAD (Student Teams-Achievement Divisionss) adalah salah satu

tipe pembelajaran kooperatif yang lebih sederhana dibandingkan dengan tipe-tipe

lain pada kooperatif. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pelaksanaannya

meliputi empat komponen pokok, yaitu (1) presentasi kelas, (2) kerja kelompok,

(3) kuis atau tes, dan (4) penilaian kelompok. Pembelajaran kooperatif tipe STAD

menekankan pada penemuan konsep melalui kelompok kecil.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengangkat permasalahan dengan judul

“Efektivitas Pembelajaran Kooperatif tipe STAD(Student Teams-

Achievement Divisions) Pokok Bahasan … Terhadap Hasil Belajar

Matematika Siswa Kelas … Sekolah …”.

B. Rumusan Masalahs
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya dan

mengacu pada tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini, maka dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut :

1. Seberapa besar hasil belajar matematika siswa kelas … yang diajar dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD ?

2. Seberapa besar hasil belajar matematika siswa kelas … yang diajar dengan

menggunakan pembelajaran konvensional ?


6

3. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa kelas … antara

yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD

dengan yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui seberapa besar hasil belajar matematika siswa kelas …

yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Untuk mengetahui seberapa besar hasil belajar matematika siswa kelas …

yang diajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

3. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar matematika siswa

kelas … antara yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif

tipe STAD dengan yang diajar menggunakan Pembelajaran konvensional.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti : Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
serta pengalaman dalam melakukan penelitian dan memberikan gambaran
kepada peneliti sebagai calon guru tentang pembelajaran di sekolah
sehingga dapat dijadikan acuan dalam pengembangan ide-ide dalam
rangka perbaikan pembelajaran.
2. Bagi guru : Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
alternative untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan
peningkatan kualitas belajar mengajar diharapkan juga akan
meningkatkan prestasi belajar.
7

3. Bagi siswa : Diharapkan penelitian ini memberikan pemahaman yang


kuat tentang materi matematika dan pemahaman tersebut dapat tersimpan
lama dalam memori siswa.
4. Bagi sekolah : Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan tentang belajar mengajar

a. Pengertian belajar

Belajar ialah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto,

2003).Belajar ialah sebagai suatu proses kegiatan yang menimbulkan kelakuan

baru atau merubah kelakuan lama sehingga seseorang lebih mampu memecahkan

masalah dan menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi yang dihadapi dalam

hidupnya (Sahabuddin, 1997).

Belajar pada manusia merupakan suatu proses psikologis yang berlangsung

dalam interaksi aktif subjek dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-

perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap yang bersifat

konstan/menetap. Perubahan-perubahan itu dapat berupa sesuatu yang baru yang

segera nampak dalam prilaku nyata (Winkel, 1991). Belajar ialah proses orang

memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap (Gredler,1991). Belajar

adalah suatu perkembangan dari seseorang yang dinyatakan dalam cara bertingkah
8

laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Belajar itu perubahan-perubahan

bersifat psikhis (Hamalik,1983).

Bila dianalisis pengertian belajar tersebut di atas, mengandung unsur-unsur

yang sama, yaitu : 1) belajar itu merupakan suatu kegiatan yang disadari dan

mempunyai tujuan, 2) proses belajar itu mengakibatkan perubahan tingkah laku

dan perubahan itu disebabkan oleh pengalaman-pengalaman atau latihan-latihan

dan bukan disebabkan oleh pertumbuhan dan kematangan, dan 3) perubahan

tingkah laku dalam belajar sifatnya menetap.

Belajar dapat pula diartikan secara luas dan secara sempit. Secara luas,

belajar diartikan sebagai kegiatan psikofisik menuju perkembangan pribadi

seutuhnya. Secara sempit, belajar diartikan sebagai usaha penguasaan materi

pelajaran.

b. Pengertian mengajar

Menurut Slameto (1995 : 29) mengajar adalah penyerahan kebudayaan

berupa pengalaman dan kecakapan kepada anak didik kita. Adapun definisi lain di

negara-negara modern yang sudah maju mengatakan bahwa mengajar adalah

bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Definisi ini menunjukkan bahwa

yang aktif adalah siswa, yang mengalami proses belajar. Guru hanya

membimbing, menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa.

Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan kepada

siswa.

Mengajar didefinisikan oleh Sudjana (2003 : 37) sebagai alat yang

direncanakan melalui pengaturan dan penyediaan kondisi yang memungkinkan


9

siswa melakukan berbagai kegiatan belajar seoptimal mungkin. Pasaribu (1983 :

7) mengajar adalah suatu kegiatan mengorganisir (mengatur) lingkungan sebaik-

baiknya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu kegiatan

membimbing dan mengorganisasikan lingkungan sekitar anak didik agar tercipta

lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan terjadinya proses belajar

yang optimal.

2. Tinjauan tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang akhir-

akhir ini sangat popular karena diterapkan dalam banyak bidang studi. Beberapa

ahli menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam

membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, tetapi juga membantu

siswa menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis, kemauan membantu

teman kelompok, dan sebagainya.

Pembelajaran kooperatif sesungguhnya merupakan ide lama. Semenjak abad

pertama setelah masehi, para filosof sudah mengemukakan bahwa agar seorang

belajar, dia harus memiliki teman belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa

akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila

mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya

(Slavin, 2000).

Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana

keberhasilan individual ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan

kelompoknya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik-teknik


10

pembelajaran kooperatif lebih banyak meningkatkan hasil belajar daripada

pengalaman pembelajaran tradisional (Lundgren L, 1994). Huber, Bogatzke dan

Winter (Slavin, 2000) yang membandingkan pembelajaran kooperatif tipe STAD

(Student Teams-Achievement Divisions) dengan kelompok kerja tradisional

menemukan bahwa kelompok STAD mendapatkan skor yang lebih baik pada tes

matematika.

a. Pengertian pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran dalam

pendekatan kontruktivistis. Teori belajar kontruktivistis itu sendiri merupakan

teori belajar yang dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif. Menurut teori

belajar kontruktivistis, siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi

informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan

merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak lagi sesuai. Belajar itu lebih dari

sekedar mengingat. Agar siswa benar-benar memahami dan dapat menerapkan

pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala

sesuatu untuk dirinya dan berusaha dengan susah payah dengan ide-ide (Slavin,

2000).

Dalam pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih mudah menemukan dan

memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan

masalah-masalah tersebut dengan temannya (Slavin, 2000). Agar pembelajaran

kooperatif dapat terlaksana dengan baik, siswa harus diberi lembar kegiatan yang

berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk dikerjakan. Selama kerja
11

kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang

disajikan guru dan saling membantu teman kelompok mencapai ketuntasasan.

Di dalam kelas kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompok-

kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa, campuran siswa berkemampuan

tinggi, sedang, rendah, jenis kelamin dan suku/ras, serta saling membantu satu

sama lain. Selama belajar secara kooperatif, siswa tetap bersama-sama dengan

kelompoknya selama beberapa minggu. Mereka diajarkan keterampilan-

keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya,

seperti menjadi pendengar yang aktif, memberi penjelasan kepada teman

sekelompok yang baik, berdiskusi dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik,

siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan

untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah

mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu teman

sekelompok mencapai ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika salah satu

teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran.

b. Unsur-unsur penting dalam belajar kooperatif

Menurut Johnson (1994) dan Sutton (1992) terdapat lima unsur penting

dalam belajar kooperatif, yaitu : 1) Saling ketergantungan yang bersifat positif

antara siswa.Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja

sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak

akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa

bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil

terhadap suksesnya kelompok. 2) Interaksi antara siswa yang semakin meningkat.


12

Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara siswa. Hal ini terjadi dalam

hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota

kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara alamiah

karena kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya

kelompok. Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan

mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam belajar

kooperatif adalah dalam hal tukar menukar ide mengenai masalah yang sedang

dipelajari bersama. 3) Tanggung jawab individual. Tanggung jawab individual

dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal (a)

membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak hanya sekedar

“membonceng” pada hasil kerja teman sekelompoknya. 4) Keterampilan

interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk

mempelajari materi yang diberikan seorang siswa dituntut untukbelajar bagaimana

berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap

sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan

menuntut keterampilan khusus. 5) Proses kelompok. Belajar kooperatif tidak akan

berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota

kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik

dan membuat hubungan kerja yang baik.

c. Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif

Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slavin (1995) adalah sebagai

berikut. 1) Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai

criteria yang ditentukan. 2) Tanggung jawab individual, bermakna bahwa


13

suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok.

Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan

memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa

bantuan yang lain. 3) Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa

siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka

sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang dan

rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi

semua anggota kelompok sangat bernilai.

d. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif

Dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif di kelas, ada beberapa tahap

yang perlu diperhatikan sebagai berikut (Slavin, 2000). Yang pertama adalah

tahap persiapan, meliputi: (1) materi pelajaran, (2) menetapkan siswa dalam

kelompok, (3) menentukan skor awal, dan (4) menyiapkan siswa untuk bekerja

kooperatif.

Dalam persiapan materi pelajaran, materi pembelajaran kooperatif dirancang

sedemikian rupa untuk pembelajaran secara berkelompok. Sebelum menyajikan

materi pelajaran, dibuat lebih dahulu lembar kegiatan dan lembar jawaban yang

akan dipelajari siswa dalam kelompok kooperatif. Pada tahap menetapkan siswa

dalam kelompok, kelompok-kelompok dalam pembelajaran kooperatif

beranggotakan 4-5 orang siswa yang terdiri dari siswa tinggi, sedang dan rendah

prestasi belajarnya. Selain itu, juga dipertimbangkan kriteria heterogenitas lainnya

yakni jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan dan lain sebagainya.

Beberapa petunjuk untuk menentukan kelompok kooperatif, yaitu: (1) merangking


14

siswa, (2) menentukan jumlah kelompok, (3) membagi siswa dalam kelompok.

Selanjutnya adalah tahap menentukan skor awal. Skor awal merupakan skor rata-

rata siswa secara individual pada tes sebelumnya atau nilai akhir siswa secara

individual pada semester sebelumnya. Sedangkan tahap menentukan siswa untuk

bekerja secara kooperatif, sebelum memulai pembelajaran sebaiknya dimulai

dengan latihan-latihan kerja sama kelompok. Hal ini dilakukan untuk memberikan

kesempatan kepada setiap kelompok untuk lebih saling mengenal masing-masing

anggota kelompoknya. Guru juga perlu memperkenalkan keterampilan kooperatif

dan menjelaskan tiga aturan dasar pembelajaran kooperatif berikut: (1) tahap

berada dalam kelompok, (2) ajukan suatu pertanyaan kepada kelompok sebelum

mengajukan pertanyaan kepada guru, dan (3) berikan umpan balik pada aide-ide

dan hindari mengkritik orang. Selain tiga aturan dasar tersebut, guru juga perlu

menjelaskan aturan-aturan lain di dalam pembelajaran kooperatif, antara lain: (1)

siswa mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman sekelompok

telah mempelajari materi pelajaran, (2) tidak seorang pun siswa selesai belajar

sebelum senua anggota kelompok menguasai materi pelajaran, dan (3) dalam satu

kelompok harus saling berbicara sopan.

Kedua, adalah tahap pembelajaran (presentasi pelajaran). Terdapat enam

langkah utama dalam pembelajaran kooperatif (Arends, 1997). Pelajaran dalam

pembelajaran kooperatif dimulai dengan guru mengkomunikasikan tujuan-tujuan

pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Langkah ini diikuti dengan

penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Dalam menyajikan

materi pelajaran, hal-hal yang perlu ditekankan meliputi: (1) mengembangkan


15

materi pelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok,

(2) pembelajaran kooperatif menekankan belajar adalah memahami makna, bukan

hafalan, (3) mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan, (4) member penjelasan mengapa jawaban pertanyaan

tersebut benar atau salah, dan (5) beralih pada konsep lain, jika siswa telah

memahami pokok masalahnya. Selanjutnya siswa diorganisir dalam kelompok-

kelompok belajar. Langkah ini diikuti dengan langkah di mana siswa di bawah

bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas (misalnya

LKS). Langkah terakhir dari pembelajaran kooperatif meliputi penyajian dari

produk akhir kelompok atau mengetes (mengevaluasi) materi yang telah dipelajari

siswa selama bekerja kelompok. Hasil evaluasi digunakan untuk menilai

perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan

kelompok. Sebelum evaluasi diadakan turnamen yang berfungsi sebagai reviu

materi pelajaran (Suryanti, 1998).

Untuk lebih jelasnya, langkah-langkah pembelajaran kooperatif di kelas

disajikan dalam table berikut.

TABEL I: Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Langkah guru


Fase 1: Pendahuluan Guru menyampaikan tujuan dan

memotivasi.
Fase 2: Penyajian informasi/materi Guru menyampaikan informasi /

materi dengan demonstrasi atau teks.


Fase 3: Pembentukan kelompok Guru menginformasikan cara

pembentukan kelompok.
Fase 4: Kerja dan belajar kelompok Guru membantu kelompok saat
16

siswa mengerjakan tugas/ LKS.


Fase 5: Evaluasi Guru mengetes materi pelajaran atau

kelompok menyajikan hasil

pekerjaannya.
Fase 6: Pengenalan Guru menemukan cara-cara untuk

mengenali karya dan prestasi

individu maupun kelompok.

Ketiga, adalah turnamen. Turnamen merupakan suatu struktur di mana

permainan itu terjadi yang biasanya diadakan di akhir minggu atau akhir suatu

bahan kajian, setelah guru mengajar di kelas dan kelompok-kelompok telah

mendapatkan waktu untuk latihan-latihan dengan lembar kegiatan. Permainan

disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan pelajaran yang dirancang

untuk mengetes pengetahuan yang diperoleh siswa dari penyampaian pelajaran di

kelas dan kegiatan-kegiatan kelompok. Permainan-permainan itu dimainkan pada

meja-meja turnamen, di mana setiap meja terdiri dari 3 siswa yang berkemampuan

sama, masing-masing mewakili kelompok yang berbeda. Permainan itu berupa

pertanyaan-pertanyaan yang diberi angka secara sederhana di sebuah lembar yang

sama. Seorang siswa akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan

berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut.

Turnamen ini berperan sebagai reviu materi pelajaran (Suryanti, 1998).

Keempat, yaitu kuis. Setelah diadakan turnamen, siswa mendapatkan kuis

secara individual untuk mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan secara

individual. Dalam mengerjakan kuis, siswa dalam kelompok tidak diperbolehkan

saling membantu. Dengan demikian, siswa sebagai individu bertanggung jawab


17

untuk memahami materi pelajarannya. Kemudian kuis dinilai dan skor yang

diperoleh disumbangkan sebagai skor kelompok.

Keempat, yaitu penghargaan kelompok. Yang pertama dilakukan pada tahap

mini adalah menghitung skor individu dan skor kelompok. Segera setelah

turnamen dan kuis, diadakan penghitungan skor kelompok dan menyiapkan

penghargaan pada tim yang memperoleh nilai baik. Untuk menentukan skor

kelompok berdasarkan skor turnamen. Pertama kali harus dilakukan pengecekan

poin-poin tiap siswa, kemudian menjumlahkan skor semua siswa dan

membaginya dengan sejumlah anggota kelompok yang ada. Sedangkan kuis selain

digunakan untuk menentukan skor perkembangan secara individual juga dapat

digunakan sebagai skor kelompok. Perhitungan skor perkembangan kelompok

dapat dilihat pada table berikut (Slavin, 2000).

TABEL 2: Perhitungan Nilai Perkembangan

Skor Tes Nilai Perkembangan


Lebih dari 10 poin di bawah skor 5

awal
Sepuluh hingga satu poin di bawah 10

skor awal
Skor awal hingga 10 poin di atasnya 20
Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30
Nilai sempurna (tidak berdasarkan 50

skor awal)

Selanjutnya yang dilakukan adalah menghargai prestasi kelompok. Terdapat

tiga tingkat penghargaan kelompok, yaitu : (1) kelompok dengan rata-rata skor 40,

sebagai kelompok baik, (2) kelompok dengan rata-rata skor 45, sebagai kelompok
18

hebat, dan (3) kelompok dengan rata-rata skor 50, sebagai kelompok super. Dalam

kelompok super dan kelompok hebat, sebaiknya guru memberikan penghargaan

berupa sertifikat atau hadiah-hadiah lainnya tergantung pada kreativitas guru.

Kelima, yaitu menghitung ulang skor awal dan pengubahan kelompok.

Setelah satu periode penilaian (setelah 3 sampai 4 minggu pertemuan) dilakukan

penghitungan ulang skor evaluasi sebagai skor awal siswa baru. Selain itu, juga

perubahan kelompok. Hal ini perlu dilakukan karena akan memberikan

kesempatan kepada siswa bekerja dengan siswa lain dan memelihara agar

pembelajaran tetap segar.

e. Pembelajaran kooperatif tipe STAD

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya di

Universitas John Hopkins. Salah satu model pembelajaran kooperatif dengan tipe

yang paling sederhana. Tipe ini mengacu kepada belajar kelompok siswa,

menyajikan informasi akademik baru kepada siswa tiap minggunya menggunakan

persentase verbal atau teks. Siswa dalam satu kelas dipecah menjadi beberapa

kelompok yang beranggotakan 4 atau 5 orang siswa. Setiap kelompok harus

heterogen dalam artian satu kelompok terdapat jenis kelamin, ras, etnik maupun

tingkat kecerdasan yang berbeda-beda.

Guru mempresentasikan sebuah pelajaran, kemudian dengan menggunakan

lembar kerja akademik, siswa saling membantu untuk menguasai bahan ajar

melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok. Setelah

memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menuntaskan pelajaran, akhirnya


19

seluruh siswa dikenai kuis individual tentang bahan ajaran tersebut. Pada saat itu,

setiap anggota kelompok tidak boleh bekerja sama atau saling membantu.

Skor kuis siswa dibandingkan dengan rata-rata skor mereka yang lalu dan

poin diberikan berdasarkan seberapa jauh siswa dapat menyamai atau melampaui

kinerja mereka terdahulu. Poin-poin ini dijumlahkan untuk mendapatkan skor tim

dan tim-tim yang memenuhi criteria tertentu dapat diberi sertifikat atau

penghargaan lain. Keseluruhan siklus kegiatan ini, yaitu dari presentasi guru

sampai mengerjakan kuis biasanya memerlukan waktu 3-5 periode pertemuan.

Ide utama dibalik STAD adalah untuk memotivasi siswa saling membantu

dalam hal menguasai keterampilan-keterampilan yang diajarkan guru. Apabila

siswa menginginkan tim mereka mendapat penghargaan tim, mereka harus

membantu teman satu tim dalam mempelajari bahan ajar tersebut. Mereka

mengajar teman timnya dan mengakses kekuatan dan kelemahan mereka untuk

membantu agar mereka berhasil dalam kuis. Meskipun siswa belajar bersama,

mereka tidak boleh saling membantu dalam mengerjakan kuis.

3. Tinjauan tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2001 : 895) prestasi diartikan

sebagai yang telah dicapai (telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Menurut

Arifin (1991 : 3), prestasi berarti hasil usaha. Dalam hubungannya dengan usaha

belajar, prestasi berarti hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan

kegiatan belajar pada kurun waktu tertentu. Prestasi belajar siswa mampu
20

memperlihatkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/pengalaman

dalam bidang keterampilan, nilai dan sikap.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi

merupakan hasil usaha yang telah dicapai oleh seseorang sedangkan prestasi

belajar adalah hasil yang dapat dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan

belajar dalam kurun waktu tertentu.

Seorang siswa yang telah melakukan kegiatan belajar matematika dapat

diukur prestasinya setelah melakukan kegiatan belajar tersebut dengan

menggunakan suatu alat evaluasi. Jadi, prestasi belajar matematika merupakan

hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari matematika dalam

kurun waktu tertentu dan diukur dengan menggunakan alat evaluasi (tes).

4. Pengertian efektivitas pembelajaran kooperatif tipe STAD

a. Pengertian efektivitas

Proses belajar mengajar yang ada baik di sekolah dasar maupun di sekolah

menengah sudah mempunyai target bahan ajar yang harus dicapai oleh setiap guru

yang didasarkan pada kurikulum yang berlaku pada saat itu. Kurikulum yang

sekarang ada sudah jelas berbeda dengan kurikulum zaman dulu. Ini ditengarai

oleh system pendidikan dan kebutuhan akan pengetahuan mengalami perubahan

sesuai dengan kebutuhan zaman.

Bahan ajar yang banyak terangkum dalam kurikulum tentunya harus

disesuaikan dengan waktu yang tersedia pada hari efektif yang ada pada tahun

ajaran tersebut. Namun, terkadang materi yang ada dikurikulum lebih banyak

daripada waktu yang tersedia. Ini sangat ironis sekali dikarenakan semua mata
21

pelajaran dituntut untuk bias mencapai target tersebut. Untuk itu perlu adanya

strategi efektivitas pembelajaran.

Efektivitas berasal dari Bahasa Inggris yaitu Effective yang berarti berhasil,

tepat atau manjur. Efektivitas menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan. Suatu

usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya. Secara ideal,

efektivitas dapatdinyatakan dengan ukuran-ukuran yang agak pasti, misalnya

usaha X adalah 60% efektif dalam mencapai tujuan Y.

Di dalam kamus Bahasa Indonesia, Efektivitas berasal dari kata efektif yang

berarti mempunyai efektif, pengaruh atau akibat, atau efektif juga dapat diartikan

dengan memberikan hasil yang memuaskan. Dari uraian di atas dapat dijelaskan

kembali bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang

dinyatakan dan menunjukkan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan

dengan hasil yang di capai.

b. Pengertian pembelajaran

Pembelajaran berasal dari kata belajar, yang memiliki arti yaitu aktivitas

perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku yang dimaksud itu nyata

memiliki arti yang sangat luas yaitu perubahan tingkah laku dari tidak tahu

menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti. Pada kenyataannya,

pembelajaran adalah merupakan proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan

di mana saja tanpa ada ruang dan waktu karena memang pembelajaran biasa

dilakukan kapan saja dan di mana saja. Walaupun banyak orang beranggapan

bahwa pembelajaran hanya dilakukan di sekolah atau lembaga tertentu.


22

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa efektivitas dapat

tercapai apabila pemilihan tujuan, peralatan dan metode (cara) yang tepat dalam

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini, efektivitas yang

ingin dilihat adalah efektivitas penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe

STAD.

5. Tinjauan materi

B. Kerangka Berpikir

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dipandang berkualitas jika berlangsung

efektif, bermakna dan ditunjang oleh sumber daya yang wajar. Dikatakan berhasil

jika siswa menunjukkan tingkat penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas

belajar yang harus dikuasai dengan sasaran dan tujuan pembelajaran. Oleh karena

itu, guru sebagai pendidik dan pengajar bertanggung jawab merencanakan dan

mengolah kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tuntutan pembelajaran yang

ingin dicapai pada setiap mata pelajaran.

Proses belajar mengajar bukanlah hal yang sederhana karena siswa tidak

sekedar menyerap informasi dari guru, tetapi melibatkan berbagai kegiatan

maupun tindakan yang harus dilaksanakan terutama bila diinginkan hasil belajar

yang lebih baik. Salah satu belajar mengajar yang menekankan berbagai kegiatan

dan tindakan tertentu dalam belajar mengajar karena pendekatan dalam proses

belajar mengajar pada hakekatnya merupakan upaya dalam mengembangkan

keaktifan belajar oleh siswa dan guru.

Sebagaimana umum diketahui bahwa dalam pembelajaran konvensional

hanya berorientasi pada target penguasaan materi. Salah satu contoh fenomena
23

pembelajaran konvensional adalah menghafal. Berdasarkan segi penguasaan

materi, menghafal terbukti berhasil dalam kompetisi belajar jangka pendek, tetapi

gagal dalam membekali anak didik memecahkan persoalan dalam kehidupan

jangka panjang. Sehingga pada umumnya anak dalam proses belajar mengajar

memiliki tingkat hasil belajar yang rendah. Hal ini bukan sebuah indikasi bahwa

anak mempunyai kompetisi belajar yang lemah, tetapi hal ini disebabkan oleh

kurangnya inovasi dan kreatifitas pendidik dalam mendidik siswa. Salah satu

bentuk kreatifitas dan inovasi pengajaran guru adalah penggunaan pembelajaran

kooperatif tipe STAD. Dipandang efektif karena akan memberikan peluang

kepada siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Strategi tersebut tumbuh dari

penelitian pembelajaran kooperatif.

C. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan kajian teori, kerangka berpikir yang dikemukakan di atas, maka

dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

Terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan yang diajar

dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional.

Secara statistik hipotesis ini dirumuskan sebagai berikut :

H0 : µ1 = µ2 versus H1 : µ1 ≠ µ2

dengan

µ1 : Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD


24

µ2 : Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan

menggunakan metode pembelajaran konvensional

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk

mengetahui efektivitas penggunaan tipe Student Teams-Achievement Divisions

(STAD) terhadap hasil belajar matematika.

B. Variabel dan Desain Penelitian

1. Variabel penelitian

Variabel dalam penelitian ada dua jenis, yakni variabel terikat dan variabel

bebas. Variabel bebasnya adalah pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-

Achievement Divisions (STAD) dan pembelajaran konvensional, sedangkan

variabel terikatnya adalah hasil belajar matematika.

2. Desain penelitian

C. Definisi Operasional Variabel


25

Anda mungkin juga menyukai