Anda di halaman 1dari 12

Perbedaan Syarat Pencalonan Presiden dan Kepala Daerah (Suatu Tinjauan atas Hak

Turut Serta dalam Pemerintahan)

Oleh Toni Rico Siahaan1

Penghormatan terhadap hak-hak dasar yang merupakan suatu bentuk pengakuan akan
adanya HAM dalam era demokrasi ini lebih cendrung melihat secara objektif kemajuan yang
diperoleh dari proses demokrasi di Indonesia yang punya implikasi terhadap penegakan
HAM.2 Upaya penegakan HAM di Indonesia selalu digerakan berkembang lebih baik, terlihat
dari berbagai upaya pembentukan instrument HAM nasional melalui produk hukumnya,
diantaranya Undang-undang no. 39 tahun 1999 tentang HAM; Perpu No. 1 tahun 1999 yang
mendasari awal proses Peradilan HAM di Indonesia yang kemudian dicabut dengan UU
Pengadilan HAM yang terbaru; UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM ; dan
produk Amandemen UUD Tahun 1945.

Hak turut serta dalam pemerintahan merupakan salah satu jenis hak yang diatur dalam
UU no. 39 tahun 1999 dan UUD NRI Tahun 1945, yang menjamin bahwa setiap warga
Negara punya hak dan kesempatan yang sama untuk turut ambil bagian dalam
pemerintahaan.3 Namun, terkadang dalam pelaksanaannya dan penerapannya tidaklah sesuai
prinsip dari hak tersebut. Seperti misalnya permasalahan pro dan kontra isu “pembatasan
calon presiden dan wakil presiden independen” serta pro kontra “diterimanya calon Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Indepeden”.

Pada tanggal 23 juli 2007 ditetapkan Keputusan MK No 5/PUU-V/2007 yang


menganulir UU 32/2004 pasal 56, 59 dan 60 tentang persyaratan pencalonan kepala daerah
yang memberikan peluang kepada calon independen untuk maju dalam Pilkada mendapat
tanggapan yang beragam. Masyarakat yang menyambut positif mempunyai keyakinan bahwa
dengan munculnya calon kepala daerah dari luar mekanisme partai politik akan memberikan
pilihan yang lebih luas dan menjadikan persaingan lebih sehat. Dampak selanjutnya yang
1
Mahasiswa FH angkatan 2008
2

Thomson Martua Parulian Sinaga, “Calon Independen: Era Baru Demokratisasi Kita”, diunduh dari
http://thomsonmartuaparulian.wordpress.com/2007/11/04/calon-independen-era-baru-demokratisasi-kita/.
3
Lihat Indonesia, Undang-undang HAM, UU Nomor 39 Tahun 1999, LN No. 165 Tahun 1999, Pasal
43.
diharapkan adalah munculnya calon dari luar partai akan menyehatkan proses demokrasi dan
akhirnya menghasilkan pemimpin yang lebih berkualitas.4

Putusan MK tersebut yang memutus memberikan peluang kepada calon kepala


Daerah independen untuk maju dalam Pemilu, juga menggerakan isu untuk diterimanya
Calon Presiden yang berasal dari non partai Independen. Beberapa tokoh (M Fadjroel
Rachman, Mariana, Bob Febrian, dll) yang mau ikut dalam bursa pemilihan presiden tahun
2009 melalui jalur independen, tetapi terbentur dengan UU pemilihan presiden, berusaha
mengajukan permohonan pengujian undang-undang nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden terhadap UUD 1945 kepada Mahkamah Konstitusi (MK)
dengan alasan bahwa pembatasan pengajuan pasangan calon Presiden dan calon Wakil
Presiden yang hanya boleh dilakukan oleh partai politik (Parpol) atau gabungan parpol telah
membatasi hak konstitusional warga negara.5

Akan tetapi, dalam putusannya kali ini yang diucapkan pada 29 September 2009,
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi UU N0.42 tahun 2008 terkait syarat
pencalonan presiden.6 Keputusan MK dalam hal ini memang sangat realistis dan tidak
ditawar lagi. Sebab MK mendasarkan landasannya pada pasal 6 A UUD 1945 yang
menyebutkan bahwa yang menyatakan calon presiden maupun wakil presiden diajukan oleh
parpol atau gabungan parpol sebelum pemilu. Dengan adanya pasal ini tentunya sangat tegas,
bahwa hanya parpol dan gabungan parpol yang dapat mengusulkan pasangan calon presiden
atau wapres. Tidak ada tafsiran lain dalam menyingkapi pasal ini. Putusan ini berati calon
presiden harus tetap melalui mekanisme partai dan tertutup kemungkinan adanya ikut
sertanya calon presiden independen dalam pemilu 2009.

Partono, “Calon Independen dalam Pilkada : Kebijakan Mana Yang Efektif?” Diunduh
dihttp://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBQQFjAA&url=http%3A%2F
%2Fimages.azkatono.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment
%2F0%2FSClN0AoKCoYAAFFcLDI1%2FAnalisis%2520Kebijakan_calon%2520independen.doc%3Fnmid
%3D95800631&rct=j&q=analisis%20kebijakan%20calon
%20independen&ei=fdn5TMT2L86mrAf_tcX7Bw&usg=AFQjCNEDpxYJpgFtmDUL3Rm3v7DXKrCxyQ&si
g2=qpe2K214TrgLKiUsMn5x8Q&cad=rja
5
Majalah Bulanan Kabari, “Dan..Kandaslah Para Calon Presiden Independen”, terbit 19 Februari
2009.
6
Lihat, Risalah Sidang Perkara Nomor 26/PUU-VII/2009 Perihal Pengujian Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Terhadap Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Acara Pengucapan Putusan (III), Jakarta, 2009.
Terdapat banyak pro dan kontra terkait dengan keputusan MK ini.7 Bahkan MK
mendapat sorotan dan kritik pedas akibat tiga hakim yaitu abdul Mukhti Fadjar, Maruarar
Siahaan serta Akhil Muchtar. Mereka mengkritik keputusan MK terlalu berlebihan dan
menginginkan agar MK membuka peluang bagi calon independen dalam pemilu. Meskipun
demikian, MK tetap berpegang pada keputusan yang telah disepakati yakni tidak
memperbolehkan jalur perseorangan dalam pertarungan pemilu medatang.

Inilah kemudian melahirkan permasalahan adanya perbedaan syarat pencalonan


seorang Kepala daerah dan Presiden. Calon Kepala Daerah diberi jalan untuk maju dengan
jalur perorangan atau independen, tetapi Calon Presiden harus mencalonkan diri melalui
mekanisme partai. padahal keduanya sama-sama berada pada lembaga eksekutif yang
menjalankan roda pemerintahan, yang akhirnya juga merupakan bentuk pelanggaran Hak
Warga Negara untuk turut ambil bagian dalam pemerintahaan.

Tulisan ini akan menguraikan pembahasan atas permasalahan ini dan ingin mencoba
memberikan sebuah rekomendasi kebijakan apa yang sebaiknya dipilih dalam rangka
memenuhi tuntutan persamaan persyaratan pencalonan di kedua lembaga eksekutif tersebut.

Syarat Pencalon Kepala Daerah dalam Pilkada

Sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 5/PUU-V/20078, calon


independen atau calon perseorangan (artinya bukan calon dari Parpol atau gabungan Parpol)
diperkenankan untuk ikut Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah). Mahkamah Konstitusi
menjatuhkan putusan ini dalam perkara permohonan Pengujian UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah terhadap UUD 1945. Perkara itu diajukan oleh pemohon Lalu
Ranggalawe, anggota DPRD Kabupaten Lombok Tengah, NTB, dari PKB, dengan kuasa
hukumnya Suriahadi, SH dan Edy Gunawan, SH. Putusan yang diambil oleh Mahkamah
Konstitusi ini bukanlah sesuatu yang mudah karena adanya tarik-menarik antara kepentingan
Parpol dan mereka yang berada di luar Parpol.

Putusan ini kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor


12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
7

Lihat, “Mahkamah Konstitusi Tolak Calon Presiden Independen”, Koran Tempo (18/02/2009)
8
Lihat, Risalah Sidang Perkara No.5/PUU-V/2007 Perihal Pengujian Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Acara Pengucapan Putusan, Jakarta, 2007.
pemerintahan daerah. Dalam undang-undang tersebut diatur mengenai mekanisme pilkada
yang diikuti oleh calon independen.9 Kemudian, KPU melanjutkan dilanjutkan dengan
dikeluarkannya peraturan teknisnya yaitu peraturan KPU No. 68 Tahun 2009 tentang
pedoman teknis cara pencalonan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Calon independen/perseprangan10 harus orang yang benar-benar kompatibel dan kompeten.11
Jangan sampai calon kepala daerah adalah calon asal-asalan sebagai buntut kekecewaan
masyarakat terhadap partai politik.

Dengan keberlakuaan UU No. 12 Tahun 2008 tersebut, syarat pencalonan menjadi


seorang kepala daerah dapat ditempuh melalui jalur mekanisme partai maupun melalui jalur
perorangan (independen).

Syarat Pencalonan Presiden dalam Pemilihan Presiden

Hal yang berbeda terdapat pada pemilihan Presiden yang dalam pencalonannya
dipersyaratkan harus melalui jalur mekanisme partai Politik. Dalam pemilihan presiden tidak
diberikan kesempatan pada calon yang berasal dari perorangan. Hal ini dapat dilihat beberapa
ketentuan dalam UUD 1945 dan UU Pemilihan Presiden.

a. Dalam UUD 1945 (amandemen)

Pada tahun 2001 MPR mengamandemen UUD 1945 untuk yang ketiga kalinya
dengan tujuan agar UUD 45 yang merupakan Konstitusi Negara Indonesia menjadi konstitusi
yang dinamis dan sesuai dengan perkembangan kondisi Negara. Terkait pengaturan
pencalonan presiden dan wakil presiden diatur persyaratan pada pasal 6 UUD NRI 1945,
yang berbunyi12 :

(1) Calon presiden dan calon wakil presiden harus seorang warga Negara Indonesia
sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena
kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati Negara, serta mampu secara

9
Lihat UU No. 12 Tahun 200, Undang-undang tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
10
Lihat, pasal 1 butir 8 peraturan KPU No. 68 Tahun 2009, Pasangan calon perseorangan adalah
peserta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang didukung oleh sejumlah orang yang
memenuhi syarat sebagai pemilih berdasarkan Undang-Undang.
11
Lihat, Pasal 9 – 11 Peraturan KPU No. 68 Tahun 2009
12
Lihat, Undang Undang Dasar Republik Indonesia (amandemen) Tahun 1945, Pasal 6.
rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden
dan Wakil Presiden.

(2) Syarat-syarat untuk menjadi presiden diatur lebih lanjut dengan Undang-undang.

Isi pasal ini merupakan hasil perubahaan/amandemen. Dalam pasal ini diatur jelas
mengenai persyaratan dari calon presiden dan wakil presiden, yang lebih lanjut diatur dalam
UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil presiden.

Kemudian, pada amandemen ini, pada pasal 6 ini disisipkan kembali satu pasal
tambahan yang ditulis pasal 6A, yang mengatur mengenai13:

a. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat.

b. Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik yang nerupakan peserta pemilihan umum

c. Calon Presiden dan Wakil Presiden yang dilantik menjadi Presiden dan Wakil
Presiden adalah calon yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari
jumlah suara dalam pemilu.

Setelah pengaturan dalam UUD 1945 amandemen, pemerintah mengajukan RUU


Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yang kemudian pada tahun 2003 diundangkan
dengan nomor UU No. 23 Tahun 2003 yang kemudian diganti menjadi UU No. 42 tahun
2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden.

Pasal 6A UUD 1945 mengatakan bahwa pasangan Presiden dan wakil Presiden harus
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ini berarti pasangan calon Presiden
dan wakil Presiden harus bergabung dengan partai politik atau setidaknya memiliki hubungan
dengan partai politik. Jadi berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia 1945 dikehandaki
bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden selain harus seorang WNI, sehat rohani
dan jasmani untuk menjalankan pemerintahan, terdapat hal khusus yang mengharuskan setiap
pasangan calon untuk berasal dari partai politik. Tentunya pengaturan yang tertuang dalam
UUD 1945 ini, tidak mengingini adanya Calon yang berasal dari jalur perorangan
(independen), tetapi melalui mekanisme kepartaiaan, sebagaimana sistem demokrasi yang
dianut Negara Indonesia yaitu sistem kepartaian.

13
Lihat, Undang Undang Dasar Republik Indonesia (amandemen) Tahun 1945, Pasal 6 A.
Karenanya terlihat bahwa calon independen, tidak memiliki landasan konstitusi jelas
di dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia, UUD 45 hasil amandemen
ketiga dalam pasal 6A ayat 2 diatur Pasangan calon Presiden dan wakil Presiden diusulkan
oleh partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.14

b. Dalam UU No. 42 tahun 2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden

Setelah dilakukan amandemen dalam UUD 1945, pemerintah mengajukan RUU


Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yang kemudian pada tahun 2003 diundangkan
dengan nomor UU No. 23 Tahun 2003 dan kemudian diganti menjadi UU No. 42 tahun 2008
tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Undang-Undang tersebut mengatur
mengenai pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang dalam undang-undang ini dengan
tegas diatur mengenai peranan partai politik dalam pemilihan Presiden dan wakil Presiden
karena sesuai dengan bunyi UUD 45 pasal 6A UUD 1945.

Pada undang-undang ini diatur mengenai persyaratan dari calon Presiden dan Calon
Wakil Presiden, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 5 UU No. 42 tahun 2008.15 Pasal
ini menjelaskan lebih lanjut ketentuan persyaratan seorang calon presiden yang diamanatkan
oleh UUD 1945 tadi.

Kemudian dalam UU ini juga diatur permasalahan tata cara ketentuan pencalonan
Presiden dan Wakil Presiden, yaitu16 :
Pasal 8
“Calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh
Partai Politik atau Gabungan Partai Politik.”
Pasal 9

14
“Dalam ayat ini ditentukan: Pertama, calon Presiden dan Wakil Presiden harus diajukan secara resmi
oleh partai politik. Artinya, untuk diajukan sebagai calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden diperlukan
dukungan partai politik peserta pemilihan umum. Kedua, partai politik yang mencalonkan paket calon Presiden
dan Wakil Presiden itu dapat bekerjasama satu sama lain. Ketiga, pelaksanaan pemilihan Presiden itu terkait
langsung dengan pemilihan umum. Pengikatan kerjasama antar partai poltik, haruslah dilakukan sebelum
pelaksanaan pemilihan umum, sehingga hasil pemilihan umum tidak dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk
memilih mitra kerjasama yang memungkinkan terjadi politik dagang sapi di tingkat elite politik . Karena itu,
paket calon Presiden dan Wakil Presiden itu harus didaftarkan sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Dengan
adanya ketentuan demikian, diharapkan pula dalam jangka panjang akan timbul kecenderungan penciutan
jumlah partai politik secara alamiah, karena adanya kebutuhan alamiah di antara partai-partai poltik itu untuk
daling bekerjasama.” Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, (Depok:
PSHTN FHUI, 2002), hal. 8-9.
15

Lihat, Undang-undang Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. UU Nomor 42 Tahun
2008, Pasal 5.
16
Lihat, Undang-undang Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. UU Nomor 42
Tahun 2008, Pasal 8, 9 dan 10.
“Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta
pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari
suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden.”17
Pasal 10
(1) “Penentuan calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden dilakukan secara
demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik
bersangkutan.
(2) Partai Politik dapat melakukan kesepakatan dengan Partai Politik lain untuk
melakukan penggabungan dalam mengusulkan Pasangan Calon.
(3) Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
hanya dapat mencalonkan 1 (satu) Pasangan Calon sesuai dengan mekanisme
internal Partai Politik dan/atau musyawarah Gabungan Partai Politik yang
dilakukan secara demokratis dan terbuka.
(4) Calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden yang telah diusulkan dalam satu
pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak boleh dicalonkan lagi oleh Partai Politik atau
Gabungan Partai Politik lainnya.”18

Yang sangat menarik disini ialah dikatakan bahwa pasangan Presiden dan wakil
Presiden harus diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ini berarti pasangan
calon Presiden dan wakil Presiden harus bergabung dengan partai politik atau setidaknya
memiliki hubungan dengan partai politik.

Pencalonan diri sebagai calon Presiden dan Kepala Daerah merupakan Hak setiap
warga Negara

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setiap warga Negara mempunyai hak yang
sama untuk berpartisipasi dalam pemerintahan termasuk untuk mencalonkan diri sebagai
presiden ataupun kepala daerah yang merupakan bagian dari hak politik setiap manusia. Hak
ini menjadi hak konstitional sebagaimana dijamin dalam pasal 28 (3) yang mengatur bahwa
“setiap warga Negara memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan” hak ini
mensyaratkan adanya partisipasi politik yang bebas dan sejajar (equal).19 Kandungan yang
sama juga dicantumkan dalam pasal 21 DUHAM yang mengatakan bahwa yang termasuk
dalam hak berpartisipasi dalam pemerintahan ini adalah adanya penyelenggaraan pemilihan

17
Ibid., pasal 9
18
Ibid., pasal 10
19
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia,
Panduan bantuan hukum di Indonesia: pedoman anda memahami dan menyelesaikan masalah hukum,( Jakarta :
Yayasan Obor Indonesia), 2006, hal. 323.
umum yang dilakukan secara periodik, bebas, dan rahasia. Hak ini juga secara khusus dijamin
dalam pasal 43 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, yang mencangkup hak hak untuk ikut
serta dalam pemilihan umum yang bebas, rahasia dan adil serta hak untuk membentuk dan
menjalankan pemerintahan.20

UUD 1945 dan UU HAM telah nyata-nyata menjamin hak setiap warga Negara untuk
mempunyai kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Tentunya, seharusnya hal yang
sama juga dapat diterapkan secara nyata dalam posisi presiden dan kepala daerah dalam
pemerintahan. Setiap warga Negara wajib diberikan kesempatan yang sama untuk
mencalonkan diri dalam pemilihan presiden maupun kepala daerah tanpa adanya batasan
seperti diwajibkan melalui mekanisme partai politik.

Perbedaan Persyaratan Calon Presiden dan Kepala Daerah, Pelanggaran HAM-kah?

Pada dasarnya Presiden dan Kepala daerah merupakan sama-sama Lembaga eksekutif
yang memiliki peran menjalankan roda pemerintahan, yang menjadi perbedaan hanyalah
pada ruang lingkupnya saja. Namun, dengan adanya perbedaan persyaratan dimana ada
pembatasan terhadap calon yang berasal dari perorangan (independen), mengakibatkan
sepertinya tidak adil, yang menunjukan adanya ketimpangan pengaturan yang berujung
terlanggarnya hak konstitusi warga negara untuk diberikan kesempatan mencalonkan diri
sebagai presiden.

Terlebih lagi bila melihat pendapat Refly Harun, seorang Analis hukum konstitusi,
alumnus University of Notre Dame, AS yang menyatakan bahwa UUD 1945 sama sekali
tidak melarang calon presiden independen.21 UUD 1945 tidak mengatur Calon Presiden
Independen. Namun, sesuatu yang tidak diatur dalam konstitusi tidak berarti inkonstitusional.
Bila doktrinnya seperti itu, banyak hal yang harus dianggap inkonstitutional dalam kehidupan
ketatanegaraan kita. Contohnya jabatan wakil kepala daerah. Pasal 18 ayat (4) UUD 1945
hanya menyebutkan mengenai pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Pasal tersebut sama
sekali tidak menyinggung mengenai pemilihan wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali

20

Ibid.,
21
Refly Harun, Analis hukum konstitusi, alumnus University of Notre Dame, AS, “Gonjang-ganjing
Capres Independen”, diaskses pada http://www.jppr.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=
173&Itemid=80.
kota. Praktik yang berkembang selama ini hampir tidak ada yang mempersoalkan jabatan
wakil kepala daerah merupakan sesuatu yang bertentangan dengan konstitusi.22

Akan tetapi, apabila melihat kembali alasan penolakan uji materil terhadap UU
Pemilihan Presiden yang membatasi pencalonan presiden independen, memang sulit untuk
mengubah pengaturan pembatasan ini, karena UUD 1945 (amandemen) sendiri telah
menyatakan dengan tegas bahwa pencalonan presiden harus dari partai politik. Pasal 6A ayat
(2) UUD 45 hasil amandemen ketiga diatur “Pasangan calon Presiden dan wakil Presiden
diusulkan oleh partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan
umum”.23

Bila kita berpegang pada UUD 45 hasil amandemen pasal 6A (2) tersebut maka
jawaban untuk pencalonan presiden independen adalah melanggar konstitusi yakni UUD
1945. Karena pertama, hal tersebut telah diatur secara tegas dalam konstitusi; kedua, sistem
demokrasi yang dipakai oleh NKRI adalah sistem kepartaian ; dan ketiga, bilapun ada calon
yang mengatasnamakan ia independen maka tidak mungkin ada partai politik atau gabungan
partai politik yang akan memajukannya sebagai calon, karena partai politik atau gabungan
partai politik tersebut akan amat disibukkan oleh calon-calon yang berasal dari tokoh-tokoh
mereka.

Terlepas dari itu semua, bila kita melihat kembali hak warga Negara yang telah
dinyatakan secara tegas dalam UUD 1945 dan UU HAM (seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya), maka tentunya perlu diupayakan kesamaan penhaturan dalam persyaratan
pencalonan di kedua lembaga eksekutif tersebut. Perlu adanya kekonsistenan akan adanya
pengaturan yang sama terkait dibolehkan calon independen untuk presiden dan kepala daerah.

Pemberian kesempatan bagi Calon Presiden Independen ikut dalam Pilpres seperti
Calon Kepala Daerah Independen dalam Pilkada

Sebenarnya ada kemungkinan untuk melakukan terobosan yang mengakomodasi


pengaturan persyaratan yang sama perihal calon perseorangan di pilpres dan pilkada agar

22
Ibid., Seandainya UU Pilpres menerima usul untuk mengadopsi calon perseorangan, hal itu sama
sekali tidak bisa dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Kendati harus diakui, ide untuk mengadopsi calon
perseorangan jelas tidak mudah untuk diakomodasi mengingat hegemoni parpol dalam pembentukan undang-
undang.
23
Asshiddiqie, Op.cit.,
tidak adanya suatu pelanggaran hak warga Negara yang telah nyata dijamin dalam UUD 1945
maupun UU HAM. Kemungkinan itu dapat dicapai dengan mengamandemen Pasal 6A Ayat
(2) sehingga membuka peluang pencalonan independen pasangan capres/cawapres dengan
tanpa tergantung dukungan partai atau gabungan partai politik, kemungkinan terobosan yang
lain adalah DPR dan Presiden berani membuat Undang-Undang Pemilu yang
mengakomodasi keperluan pencalonan independen ini. Dasarnya, Negara RI adalah negara
hukum, artinya hukum yang berdaulat, dan bagian dari hukum yang berdaulat adalah undang-
undang.

Sehingga dapat ditarik benang merah, dari usulan pencalonan Presiden dan Wakil
Presiden independen dapatlah terlaksana apabila ada inisiatif dari Lembaga-lembaga Tinggi
Negara dalam hal ini MPR,DPR dan Presiden untuk mengamandemen UUD 1945 dan
Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai Pencalonan Presiden dan Wakil
Presiden melalui partai politik atau gabungan partai politik menjadi pencalonan Presiden dan
wakil Presiden melalui partai politik atau gabungan partai politik atau independen.

Kesimpulan

Presiden dan Kepala Daerah merupakan sama-sama lembaga eksekutif yang menjalankan
roda pemerintahan. Namun, dalam pengisian jabatan kedua lembaga eksekutif tersebut
terdapat perbedaan persyaratan yang cukup signifikan yakni adanya pembatasan bagi calon
presiden independen, yang tidak di calon kepala daearah independen. Tentunya perbedaan ini
merupakan diskriminasi yang sangat memicu adanya pembatasan hak warga Negara untuk
ikut dalam bursa calon pemilihan presiden dengan jalur perorangan (independen).

Daftar Pustaka

Asshiddiqie, Jimly. Demokratisasi Pemilihan Presiden Dan Peran MPR di Masa Depan,
http://www.theceli.com/modules.php?name=Downloads&d_op=viewdownload&cid
=11.

__________, Konsolidasi Naskah UUD 1945 setelah Perubahan Keempat. Depok: Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas.

“DPD Dukung Calon Independen dan Partai Lokal”,http://www.suarak ar ya -onlin e.co m/


news.html?id=137217.
“Draft Pasal Capres Independen,”http ://www.indo media.co m/sripo/2004 /05/07/0705
nas2.htm.

”DPD Ikuti Jejak Golkar,”http://www.jawapos.com /i ndex.php?act=deta il_c &id=214447

Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Ke I,II,III dan IV

Indonesia, Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU


Nomor 39 Tahun 199, LN No. 165 Tahun 1999.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat. Depok:
PSHTN FHUI, 2002.

Lihat, Risalah Sidang Perkara Nomor 26/PUU-VII/2009 Perihal Pengujian Undang-Undang


Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden Dan Wakil
Presiden Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Acara Pengucapan Putusan (III), Jakarta, 2009.

“Mahkamah Konstitusi Tolak Calon Presiden Independen”, Koran Tempo (18/02/2009)

Majalah Bulanan Kabari, “Dan..Kandaslah Para Calon Presiden Independen”, terbit 19


Februari 2009.

Partono, “Calon Independen dalam Pilkada : Kebijakan Mana Yang Efektif?” Diunduh di
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBQQFjAA&url=http
%3A%2F%2Fimages.azkatono.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment
%2F0%2FSClN0AoKCoYAAFFcLDI1%2FAnalisis%2520Kebijakan_calon
%2520independen.doc%3Fnmid%3D95800631&rct=j&q=analisis%20kebijakan
%20calon
%20independen&ei=fdn5TMT2L86mrAf_tcX7Bw&usg=AFQjCNEDpxYJpgFtmDU
L3Rm3v7DXKrCxyQ&sig2=qpe2K214TrgLKiUsMn5x8Q&cad=rja

Peraturan KPU No. 68 Tahun 2009, Pasangan calon perseorangan adalah peserta Pemilihan
Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang didukung oleh sejumlah orang
yang memenuhi syarat sebagai pemilih berdasarkan Undang-Undang.
“Pemerintah dukung calon non-Parpol,”http ://p inguin.stt telko m.ac. id/ modules/news/
article.php?storyid=364.

Refly Harun, Analis hukum konstitusi, alumnus University of Notre Dame, AS, “Gonjang-
ganjing Capres Independen”, diaskses pada http://www.jppr.or.id/index.php?
option=com_content&task=view&id= 173&Itemid=80.

Risalah Sidang Perkara No.5/PUU-V/2007 Perihal Pengujian Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah terhadap Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Acara Pengucapan Putusan,
Jakarta, 2007.

Santoso, Topo. “Prospek dan Urgensi Uji Materil UU No. 32 Tahun 2004,” Hukum dan
Pembangunan No. 3. (Juli – September 2004).

Silalahi, Harry Tjan. “Calon independen Presiden RI”, http://www.csis.or.id/ scholars


opinionview.asp?op_id=114&id=53&tab=0 .

Thomson Martua Parulian Sinaga, “Calon Independen: Era Baru Demokratisasi Kita”,
diunduh dari http://thomsonmartuaparulian.wordpress.com/2007/11/04/calon-
independen-era-baru-demokratisasi-kita/.

Undang-undang Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. UU Nomor 42


Tahun 2008.

UU No. 12 Tahun 2008, Undang-undang tentang perubahan kedua atas Undang-Undang


Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia,
Panduan bantuan hukum di Indonesia: pedoman anda memahami dan menyelesaikan
masalah hukum,( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia), 2006, hal. 323.

Anda mungkin juga menyukai