Anda di halaman 1dari 13

c 

 

 
Dimuat tanggal 30-03-2008 13:38

cccc

Hutan mangrove adalah sebutan untuk sekelompok tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut
pantai. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland,
vloedbosschen, atau juga hutan payau. Kita sering menyebut hutan di pinggir pantai tersebut
sebagai hutan bakau. Sebenarnya, hutan tersebut lebih tepat dinamakan hutan mangrove. Istilah
'mangrove' digunakan sebagai pengganti istilah bakau untuk menghindarkan kemungkinan salah
pengertian dengan hutan yang terdiri atas pohon bakau Rhizophora spp. Karena bukan hanya
pohon bakau yang tumbuh di sana. Selain bakau, terdapat banyak jenis tumbuhan lain yang
hidup di dalamnya.

áccc

Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah
:

þ? memiliki jenis pohon yang relatif sedikit;


þ? memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan
menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil
pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.;
þ? memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya,
khususnya pada Rhizophora;
þ? memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.

Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri
khusus, diantaranya adalah :

þ? tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada
saat pasang pertama;
þ? tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;
þ? daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;
þ? airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin.
2c c!c

Berbagai laporan dan publikasi ilmiah menunjukkan bahwa hutan mangrove ditemukan hampir
disetiap propinsi di Indonesia. Walaupun di daerah pantai Propinsi D.I. Yogyakarta dilaporkan
beberapa jenis vegetasi mangrove tumbuh, namun mungkin karena luasan yang kecil atau karena
tidak membentuk tegakan yang kompak sehingga tidak dikategorikan sebagai hutan, maka luasan
hutan mangrove di Propinsi D.I. Yogyakarta tersebut sampai saat ini belum dilaporkan.
Meskipun secara umum lokasi mangrove diketahui, namun terdapat variasi yang nyata dari luas
total hutan mangrove Indonesia, yakni berkisar antara 2,5 juta ± 4,25 juta ha. Beranjak dari
perkiraan luas hutan mangrove yang berstatus kawasan hutan di Indonesia pada tahun 1993
seluas 3.765.250 ha, total luas areal berhutan mangrove berkurang sekitar 1,3 % dalam kurun
waktu 6 tahun (1993 sampai 1999). Angka penurunan luas hutan mangrove dalam kurun waktu
antara tahun 1993 ± 1999 ini jauh lebih kecil dibandingkan dalam kurun waktu 1982 ± 1983.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan Kusmana (1995) diketahui bahwa dalam kurun
waktu antara tahun 1982 ± 1993 (11 tahun), luas hutan mangrove turun sebesar 11,3 % (4,25 juta
ha pada tahun 1982 menjadi 3,7 juta ha pada tahun 1993) atau 1 % per tahun.

Ditjen RLPS, Departemen Kehutanan pada tahun 1999/2000 menginformasikan bahwa potensi
mangrove di Indonesia adalah 9,2 juta ha, dan 5,3 juta ha di antaranya atau sekitar 57,6 % dari
luas hutan mangrove di Indonesia dalam kondisi rusak, dimana sebagian besar, yakni sekitar 69,8
% atau 3,7 juta ha terdapat di luar kawasan hutan dan sisanya sekitar 30,2 % atau 1,6 juta ha
terdapat di dalam kawasan hutan. Sedangkan rehabilitasi hutan mangrove melalui pembangunan
plot-plot percontohan penanaman mangrove yang sudah dilaksanakan oleh Ditjen RLPS sampai
tahun 2001 hanya sekitar 21.130 ha.

" c#!#$c

Hutan mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat serta memiliki jenis pohon yang selalu
berdaun. Keadaan lingkungan di mana hutan mangrove tumbuh, mempunyai faktor-faktor yang
ekstrim seperti salinitas air tanah dan tanahnya tergenang air terus menerus. Meskipun mangrove
toleran terhadap tanah bergaram (halophytes), namun mangrove lebih bersifat facultative
daripada bersifat obligative karena dapat tumbuh dengan baik di air tawar. Hal ini terlihat pada
jenis Bruguiera sexangula, Bruguiera gymnorrhiza, dan Sonneratia caseolaris yang tumbuh,
berbuah dan berkecambah di Kebun Raya Bogor dan hadirnya mangrove di sepanjang tepian
sungai Kapuas, sampai ke pedalaman sejauh lebih 200 km, di Kalimantan Barat. Mangrove juga
berbeda dari hutan darat, dalam hal ini jenis-jenis mangrove tertentu tumbuh menggerombol di
tempat yang sangat luas. Disamping Rhizophora spp., jenis penyusun utama mangrove lainnya
dapat tumbuh secara "coppice´. Asosiasi hutan mangrove selain terdiri dari sejumlah jenis yang
toleran terhadap air asin dan lingkungan lumpur, bahkan juga dapat berasosiasi dengan hutan air
payau di bagian hulunya yang hampir seluruhnya terdiri atas tegakan nipah Nypa fruticans.

%&c

Flora mangrove terdiri atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi. Menurut Hutching dan
Saenger (1987) telah diketahui lebih dari 20 famili flora mangrove dunia yang terdiri dari 30
genus dan lebih kurang 80 spesies. Sedangkan jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan
mangrove Indonesia adalah sekitar 89 jenis, yang terdiri atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9
jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit (Soemodihardjo et al, 1993).

Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok, yakni :

1.? Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan
kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan
secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-
bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan
mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya adalah
rvicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera,
Laguncularia dan Nypa.
2.? Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan
murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas,
contoh : c coecaria, Xylocarpus, Heritiera, regiceras. regialitis, rcrostichum,
Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera.

3.? Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, rcanthus, Derris, Hibiscus, Calamus,
dan lain-lain.

Flora mangrove umumnya di lapangan tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai
sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan tanggapan ekofisiologis
tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi
yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi)
tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan. Beberapa faktor lingkungan
yang penting dalam mengontrol zonasi adalah :

þ? Pasang surut yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air (water table)
dan salinitas air dan tanah. Secara langsung arus pasang surut dapat menyebabkan
kerusakan terhadap anakan.
þ? Tipe tanah yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka
air dan drainase.
þ? Kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies terhadap kadar garam.
þ? Cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari species intoleran seperti
Rhizophora, rvicennia dan Sonneratia.
þ? Pasokan dan aliran air tawar

$c

Ekosistem mangrove merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna khas mangrove maupun
fauna yang berasosiasi dengan mangrove. Berbagai fauna tersebut menjadikan mangrove
sebagai tempat tinggal, mencari makan, bermain atau tempat berkembang biak.

Penelitian mengenai fauna mangrove di Indonesia masih terbatas, baik di bidang kajiannya
maupun lokasinya. Sampai saat ini, beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasikan
mengenai fauna yang berasosiasi khusus dengan hutan mangrove mengambil lokasi di Pulau
Jawa (Teluk Jakarta, Tanjung Karawang, Segara Anakan ± Cilacap, Segara Anak ± Jawa Timur,
Pulau Rambut, Sulawesi (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, Ambon, Sumatera (Lampung,
Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara), dan Kalimantan Barat.

Fauna mangrove hampir mewakili semua phylum, meliputi protozoa sederhana sampai burung,
reptilia dan mamalia. Secara garis besar fauna mangrove dapat dibedakan atas fauna darat
(terrestrial), fauna air tawar dan fauna laut. Fauna darat, misalnya kera ekor panjang (Vacaca
spp.), Biawak (Varanus salvator), berbagai jenis burung, dan lain-lain. Sedangkan fauna laut
didominasi oleh Mollusca dan Crustaceae. Golongan Mollusca umunya didominasi oleh
Gastropoda, sedangkan golongan Crustaceae didominasi oleh Bracyura. Para peneliti
melaporkan bahwa fauna laut tersebut merupakan komponen utama fauna hutan mangrove.

ü$c

' 

þ? Penahan abrasi pantai.


þ? Penahan intrusi (peresapan) air laut.
þ? Penahan angin.
þ? Menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan bahan-bahan pencemar
di perairan rawa pantai.

' !( 
þ? Tempat hidup (berlindung, mencari makan, pemijahan dan asuhan) biota laut seperti ikan
dan udang).
þ? Sumber bahan organik sebagai sumber pakan konsumen pertama (pakan cacing, kepiting
dan golongan kerang/keong), yang selanjutnya menjadi sumber makanan bagi konsumen
di atasnya dalam siklus rantai makanan dalam suatu ekosistem.
þ? Tempat hidup berbagai satwa liar, seperti monyet, buaya muara, biawak dan burung.

'  (c 




þ? Tempat kegiatan wisata alam (rekreasi, pendidikan dan penelitian).


þ? Penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas, serta
daun nipah untuk pembuatan atap rumah.
þ? Penghasil tannin untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net dan penyamakan
kulit.
þ? Penghasil bahan pangan (ikan/udang/kepiting, dan gula nira nipah), dan obat-obatan
(daun Bruguiera se angula untuk obat penghambat tumor, Ceriops tagal dan Xylocarpus
mollucensis untuk obat sakit gigi, dan lain-lain).
þ? Tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tangkap dan petambak., dan
pengrajin atap dan gula nipah.

R$ c&cc

Bentuk tekanan terhadap kawasan mangrove yang paling besar adalah pengalih-fungsian
(konversi) lahan mangrove menjadi tambak udang/ikan, sekaligus pemanfaatan kayunya untuk
diperdagangkan. Selain itu, juga tumbuhnya berbagai konflik akibat berbagai kepentingan antar
lintas instansi sektoral maupun antar lintas wilayah administratif.

Secara ideal, pemanfaatan kawasan mangrove harus mempertimbangkan kebutuhan masyarakat


tetapi tidak sampai mengakibatkan kerusakan terhadap keberadaan mangrove. Selain itu, yang
menjadi pertimbangan paling mendasar adalah pengembangan kegiatan yang menguntungkan
bagi masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kelestarian fungsi mangrove secara ekologis
(fisik-kimia dan biologis). Perlu juga mengembangkan matapencaharian alternatif bagi
masyarakat sekitar mangrove dengan mengandalkan bahan baku non-kayu dan diversifikasi
bahan baku industri kehutanan dan arang seperti yang terjadi di Nipah Panjang, Batu Ampar,
Pontianak. Masyarakat merubah pola konsumsi bahan bakar dari minyak tanah dan arang bakau
menjadi arang leban dan tempurung kelapa dan menggunakan tungku hemat energi atau anglo.

 )(*  *!  
c 
*#+,+
 
-.  /0á R&
 
?

?
c & +

August 21st, 2009 | Categories: Unique Habitats | Tags:
?

Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (rngiospermae) yang memiliki


dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut beradaptasi
secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air,
beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di
dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas.
Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun
(Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal,
terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Lamun umumnya mem-
bentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari
yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih, dengan
sirkulasi air yang baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-zat hara dan
oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah padang lamun.

Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat berlumpur sampai
berbatu. Namun padang lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat lumpur-berpasir
yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang. Sedangkan sistem (organisasi)
ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun
(Seagrass ecosystem).Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan
sering juga dijumpai di terumbu karang.

Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana di Indonesia ditemukan
sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: (1) Hydrocharitaceae, dan (2)
Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain:
Thalassia hemprichii, cnhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan
Thallassodendron ciliatum. Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas
organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup
beraneka ragam biota laut (Gambar 17), seperti ikan, krustasea, moluska (Pinna sp., Lambis sp.,
Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., rrchaster sp., Linckia
sp.), dan cacing Polikaeta.
?

m  
m  j  


Lamun (seagrass) adalah satu-satunya kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga yang hidup di


lingkungan laut. Tumbuh-tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal. Seperti
halnya rumput di darat, mereka mempunyai tunas berdaun yang tegak dan tangkai-tangkai yang
merayap yang efektif untuk berbiak. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan laut lainnya (alga dan
rumput laut), lamun berbunga, berbuah dan menghasilkan biji. Mereka juga mempunyai akar dan
sistem internal untuk mengangkut gas dan zat-zat hara. Sebagai sumberdaya hayati, lamun
banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.

Secara tradisional lamun telah dimanfaatkan untuk keranjang anyaman, dibakar untuk
garam, soda atau penghangat, bahan isian kasur, atap, bahan kemasan, pupuk, isolasi suara dan
suhu. Pada jaman modern ini, lamun dimanfaatkan antara lain sebagai penyaring limbah,
stabilisator pantai, pupuk, makanan dan obat-obatan.

Padang lamun berlaku sebagai daerah asuhan, pelindung dan tempat makan ikan,
Avertebrata, dugong dan sebangsanya. Padang lamun juga berinteraksi dengan terumbu karang
dan mangrove. Ekosistem lamun ini terdapat di banyak perairan pantai di negara kita. Di
Kepulauan Seribu, misalnya, terdapat ekosistem ini yang berdampingan dengan mangrove dan
terumbu karang. Ekosistem ini dikaitkan dengan kehadiran dugong karena tumbuh-tumbuhan
lamun menjadi makanannya.

?


? ?? ? ? ?

 ??
c cc 




1( 
++

  +,+


Istilah terumbu karang tersusun atas dua kata, yaitu terumbu dan karang, yang apabila berdiri
sendiri akan memiliki makna yang jauh berbeda bila kedua kata tersebut digabungkan. Istilah
terumbu karang sendiri sangat jauh berbeda dengan karang terumbu, karena yang satu
mengindikasikan suatu ekosistem dan kata lainnya merujuk pada suatu komunitas bentik atau
yang hidup di dasar substrat. Berikut ini adalah definisi singkat dari terumbu, karang, karang
terumbu, dan terumbu karang (gambar 1).

  

Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya
dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur
dan moluska.
Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam
dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pasir
di dekat permukaan air.



Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu
mensekresi CaCO3. Hewan karang tunggal umumnya disebut polip.

 

Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik
(hermatypic coral).
Berbeda dengan batu karang (rock), yang merupakan benda mati.

 

Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3)
khususnya jenisjenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di
dasar lainnya seperti jenisjenis moluska, krustasea, ekhinodermata, polikhaeta, porifera, dan
tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis
plankton dan jenis-jenis nekton
Gambar 1. Ekosistem terumbu karang (atas), karang terumbu dan matriks terumbu (tengah), serta
insert hewan karang (bawah)

-- +,+


Berdasarkan bentuk dan hubungan perbatasan tumbuhnya terumbu karang dengan daratan (land
masses) terdapat tiga klasifikasi tipe terumbu karang yang sampai sekarang masih secara luas
dipergunakan. Ketiga tipe tersebut adalah (gambar 2):

1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)

Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-
pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas
dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk
melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang
mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara
vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), P. Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).

2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)

Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.52 km ke arah laut
lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk
lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya
karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan
pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Great Barrier Reef (Australia), Spermonde (Sulawesi
Selatan), Banggai Kepulauan (Sulawesi Tengah).

3. Terumbu karang cincin (atolls)

Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulaupulau vulkanik yang
tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang
cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata
45 meter. Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana
(NTT), Mapia (Papua)

Gambar 2. Tipe-tipe terumbu karang, yaitu terumbu karang tepi (kiri), terumbu karang
penghalang (tengah), dan terumbu karang cincin (kanan).

Namun demikian, tidak semua terumbu karang yang ada di Indonesia bisa digolongkan ke dalam
salah satu dari ketiga tipe di atas. Dengan demikian, ada satu tipe terumbu karang lagi yaitu:

4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)

Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu
ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis,
membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal
atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta),
Kepulauan Ujung Batu (Aceh)

 ,+ +,+



Ekosistem terumbu karang dunia diperkirakan meliputi luas 600.000 km2, dengan batas sebaran
di sekitar perairan dangkal laut tropis, antara 30 °LU dan 30 °LS. Terumbu karang dapat
ditemukan di 109 negara di seluruh dunia, namun diduga sebagian besar dari ekosistem ini telah
mengalami kerusakan

atau dirusak oleh kegiatan manusia setidaknya terjadi di 93 negara. Gambar 1 memperlihatkan
peta lokasi sebaran ekosistem terumbu karang di seluruh dunia.

Gambar 3. Distribusi terumbu karang dunia

Berdasarkan distribusi geografinya maka 60% dari terumbu dunia ditemukan di Samudera
Hindia dan Laut Merah, 25% berada di Samudera Pasifik dan sisanya 15% terdapat di Karibia.
Pembagian wilayah terumbu karang dunia yang lain dan lebih umum digunakan adalah:

 !!"

Region Indo-Pasifik terbentang mulai dari Asia Tenggara sampai ke Polinesia dan Australia, ke
bagian barat sampai ke Samudera sampai Afrika Timur. Region ini merupakan bentangan
terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan moluska.


!!"

Region Atlantik Barat terbentang dari Florida sampai Brazil, termasuk daerah Bermuda,
Bahamas, Karibia, Belize dan Teluk Meksiko.

G# $"

Region Laut Merah, terletak di antara Afrika dengan Saudi Arabia.

Terumbu karang adalah ekosistem khas daerah tropis dengan pusat penyebaran di wilayah Indo-
Pasifik. Terbatasnya penyebaran terumbu karang di perairan tropis dan secara melintang
terbentang dari wilayah selatan Jepang sampai utara Australia dikontrol oleh faktor suhu dan
sirkulasi permukaan (surface circulation). Penyebaran terumbu karang secara membujur sangat
dipengaruhi oleh konektivitas antar daratan yang menjadi stepping stones melintasi samudera.
Kombinasi antara faktor lingkungan fisik (suhu dan sirkulasi permukaan) dengan banyaknya
jumlah stepping stones yang terdapat di wilayah Indo-Pasifik diperkirakan menjadi faktor yang
sangat mendukung luasnya pemencaran terumbu karang dan tingginya keanekaragaman hayati
biota terumbu karang di wilayah tersebut (gambar 4).

Gambar 4. Kekayaan jenis karang, ikan, dan moluska di tiap wilayah utama terumbu karang
dunia.

Ë
 +,+


Zonasi terumbu karang berdasarkan hubungannya dengan paparan angin terbagi menjadi dua
(gambar 5), yaitu:

þ? Windward reef (terumbu yang menghadap angin)


þ? Leeward reef (terumbu yang membelakangi angin)
Gambar 5. Zonasi umum terumbu karang terhadap paparan angin

‰!% 

Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh reef
slope atau lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di reef slope, kehidupan karang
melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak.
Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu atau reef front yang
memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur.

Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu (patch reef), di bagian atas reef front terdapat
penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh
gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang alga atau algal ridge. Akhirnya zona
windward diakhiri oleh rataan terumbu (reef flat) yang sangat dangkal

# % 

Leeward merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya
memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef dan memiliki
bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter,
namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang
dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai