Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada dasarnya setiap orang adalah pimpinan, paling tidak mereka memimpin diri
sendiri, baik di dalam pekerjaan sehari-hari maupun dalam kehidupan berkeluarga.
Seorang ayah atau seorang ibu rumah tangga juga dituntut untuk memimpin anak-
anaknya atau keluarga mereka. Urusan memimpin pada dasarnya sangat dekat dengan
kehidupan kita dan di sekitar lingkungan kita berada.
Pada umumnya orang-orang tidak ingin diatur, tetapi mereka ingin dipimpin. Kita
pernah mendengar tentang pemimpin dunia, pemimpin politik, pemimpin agama,
pemimpin komunitas , pemimpin bisnis dan juga pemimpin Negara.
Seorang pemimpin bisa merubah dunia, itu sudah dibuktikan oleh pemimpin –
pemimpin besar seperti : Adolf Hitler, Mahatma Gandhi, Martin Luther King , dan yang
lainnya. Mereka pasti memiliki pengaruh yang luar biasa untuk mengguncang dan
merubah dunia, memiliki pengikut yang setia , patuh dan mengaguminya . Walaupun
dampak pimpinan dari seseorang bisa dinilai oleh dunia positif atau negative. Bagi
orang-orang yang dipimpin atau lingkungan sekitarnya.
Apakah yang membuat orang mendapat hak untuk memimpin ?
Kepemimpinan pastilah tidak didapat dari pemilihan atau perjanjian mendapatkan
posisi, jabatan, tingkat atau derajat, sebab hak yang didapat dari factor tersebut tidak
menjamin seseorang dapat memimpin orang lain. Kecakapan juga tidak datang secara
otomatis berdasarkan umur atau pengalaman. Lebih jauh lagi bahwa tidak seorangpun
dapat diberikan hak untuk memimpin. Hak untuk memimpin yang kondusif hanya dapat
diperoleh apabila seseorang meraihnya dengan bekerja keras,berpengalaman, memiliki
kepribadian yang stabil dan hal itu membutuhkan waktu. dan pengorbanan.
Mengingat kepemimpinan bukan hanya monopoli di sektor tertentu saja, tetapi
ada di semua lingkungan dan berbagai sektor dunia kerja, dan saat ini penulis
berkecimpung dan menekuni bidang pendidikan, maka masalah kepemimpinan dalam
pendidikan sangat menarik bagi penulis untuk diangkat dan dibahas dalam makalah ini.
Manajemen-kepemimpinan dan mutu pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kepemimpinan pendidikan

Banyak pendapat mengatakan bahwa pemimpin adalah orang yang membawa


perubahan, dan orang yang selalu ingin tahu kenapa sesuatu terjadi. Bahkan
kepemimpinan sering dianggap sebagai suatu faktor yang paling penting bagi kesuksesan
atau kegagalan suatu institusi semacam sekolah (Bass, 1990). Sebagai sebuah institusi
pendidikan, sekolah harus dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang mampu dan
berkompeten sebagai seorang administrator sekaligus sebagai seorang pemimpin.

Upaya penyelenggaraan pendidikan formal yang bermutu sangat berkaitan erat


dengan kejelian dan ketepatan dalam mengidentifikasi, memformulasi, mengemas, serta
menjabarkan kebijakan, strategi, dan program operasional pendidikan. Ini berarti bahwa
kemampuan manajerial kepala sekolah dan layanan profesional tenaga pendidikan perlu
dikembangkan dan difungsikan secara optimal. Oleh sebab itu sekolah sebagai unit kerja
terdepan yang langsung berhubungan dengan kebutuhan riil di bidang pendidikan, sudah
saatnya untuk memiliki otonomi kerja dalam menjalankan manajemen di sekolahnya. Di
bawah kepemimpinan kepala sekolah yang profesional, mereka diharapkan mampu
menampilkan dan mengembangkan diri sesuai dengan potensinya yang pada gilirannya
dapat meningkatkan mutu pendidikan di institusinya. Dengan demikian akan tercipta
sekolah yang efektif yang menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
pendidikan formal menjadi semakin meningkat.

1. Arti kepemimpinan pendidikan


Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang
diorganisir menuju kepada penentuan dan perencanaan tujuan (raph m. stogdill),
sedangkan kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan untuk menggerakkan
pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai
secara efektif dan efisien.

“Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan

untuk memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan


kekuasaan.”[2]

Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan

dan mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus

dilaksanakan. Pada tahap pemberian tugas pemimpin harus memberikan suara arahan dan

bimbingan yang jelas, agar bawahan dalam melaksanakan tugasnya dapat dengan mudah

dan hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Pemimpin dan kepemimpinan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat


dipisahkan secara struktural maupun fungsional. Kepemimpinan bukanlah sebuah klub
ekskulif bagi mereka yang terlahir dengan jiwa kepemimpinan. Kepemimpinan itu
dikembangkan, bukan ditemukan. Orang yang terlahir sebagai pimpinan sejati akan selalu
menonjol, tetapi untuk tetap konsisten, karakteristik kepemimpinan alamiah haruslah
dikembangkan. Menurut John Maxwell dalam bukunya Mengembangkan Kepemimpinan
bahwa : “ Kepemimpinan optimal adalah hasil pelatihan, bukan dilahirkan. Harus diraih ,
bukan diberikan.

Dalam buku Hak untuk memimpin kaangan John Maxwell. “ pemimpinan


adalah penting tak peduli anda atau di mana anda memimpin. Bahkan dalam sekelompok
binatangpun, yang berada di depan harus mendapatkan hak untuk memimpin. George R
Terry mengatakan bahwa : “ Leadership is the activity of influencing exercised to strive
willingly for group objectives “. Lebih jauh dijelaskan oleh Ngalim Purwanto bahwa : “
Kepemimpinan sebagai sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat kepribadian
yang dijadikan sebagai sarana untuk meyakinkan orang lain agar mau melaksanakan
tugas secara sukarela .” Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan dipandang sebagai suatu kemampuan dan sifat-sifat
kepribadian yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam
mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Dengan demikian maka kepemimpinan pada
dasarnya merupakan penggerak dari aktivitas seseorang atau kelompok orang untuk
mencapai suatu tujuan dan kepemimpinan sangat diperlukan di semua sektor pekerjaan .
2. Fungsi kepemimpinan
• Pemimpin membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerjasams, dengan penuh
rasa kebebasan
• Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisir diri yaitu ikut serta dalam
memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan
menjelaskan tujuan.
• Pemimpin membantu kelompok dalam menetapakn prosedur kerja, yaitu
membantu kelompok dalam menganalisis situasi untuk kemudian menetapkan
prosedur mana yang paling praktis dan efektif.
• Pemimpin bertanggungjawab dalam mengambil keputusan bersama dengan
kelompok
• Pemimpin bertanggungjawab dalam mengembangkan dan mempertahankan
eksistensi organisais.
Fungsi kepemimpinan merupakan salah satu fungsi dalam manajemen
yang tidak bisa terpisahkan. Kepemimpinan tidak hanya sekedar memerintah,
menghukum, dan menyuruh, akan tetapi lebih dari itu kepemimpinan adalah seni
dalam memerankan seorang pemimpin yang dapat melaksanakan transformasi
kebijakan menjadi sebuah bentuk operasional, sehingga bentuk-bentuk perintah dan
pengarahan dapat dimengerti dan dijalankan oleh bawahan. Pimpinan harus memiliki
kemampuan melihat jauh kedepan (visioner) dan mampu mengkomunikasikan visi,
misi atau strategi serta nilai-nilai kepada semua orang yang terlibat dan terkait dalam
pencapaiannya.
Kepemimpinan yang kreatif adalah bagaimana mengelola organisasi
menjadi kreatif yang dapat tumbuh dengan cepat tanpa kehilangan fokus, melupakan
misi, mengalihkan pandangan dari batas-batas kemampuannya. Pemimpin kreatif
tidak menjadi puas diri, terlalu percaya diri, arogan, malas dan resah. Bagaimana
dapat terus tumbuh dan dapat menghindari lubang-lubang permasalahan tersebut.
Michael Esimer (2002), kepemimpinan kreatif itu ditandai dengan hal-hal berikut
ini :
1) Pusatkan pandangan Anda pada bolanya;
2) Ingatlah satu-satunya cara untuk berhasil dengan kreatif adalah dengan gagal;
3) Memiliki suatu organisasi yang dapat mengikuti dan melaksanakan gagasan
dengan baik;
4) Sinergi dapat menjadi satu-satunya koordinasi terpenting bagi laba dan
pertumbuhan dalam suatu perusahaan kreatif;
5) Peremajaan adalah kunci lain pertumbuhan dan bertahan hidup dengan
memindahkan para eksekutif anda yang paling cemerlang pada tanggungjawab yang
baru sesering mungkin.
Kepemimpinan yang kreatif dicirikan dengan kemampuan inspirasional,
dimana mampu memberikan peluang kepada semua anggota untuk mengeluarkan
ide-ide, gagasan-gagasan baru dalam melaksanakan pekerjaan dan mampu serta
berani mengambil resiko terkecil apapun dalam perhitungan-perhitungan yang tepat.
Dalam konteks transformasional seperti dikemukakan oleh Triguna Priyadharma
(2001) : Seni kepemimpinan mampu dengan tepat memilih kapan berbuat
trasformasional dan kapan mereka dapat transaksional meliputi : (1) pandangan ke
depan, inspirasi; (2) rencana jangka panjang; (3) praktis, konkrit, nyata; (4) pasif; (5)
menjaga stabilitas; (6) menjelaskan.
Kreativitas seorang pemimpin berarti kemampuan pemimpin dalam berfikir,
berdaya cipta dan melakukan kreasi-kreasi baru menyongsong hari yang lebih baik,
meraih keuntungannya dan keberhasilan yang diharapkan. Kreativitas seorang
pemimpin berarti mengalirkan gagasan baru dan produktif untuk segera diterapkan
dalam bentuk nyata.
Manajemen pendidikan kita mengalami perubahan, dari pengelolaan yang
sentralistik menjadi otonomi penuh kepada sekolah sesuai dengan potensinya
masing-masing. Dalam masa-masa transisi seperti ini, maka kepala sekolah adalah
seseorang yang memiliki kreativitas dalam mentransformasikan perubahan yang
bukan tidak mungkin sudah merupakan budaya bagi organisasi sekolah. Gambar
berikut ini, memberikan gambaran tentang seorang pimpinan yang transformasional
dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang harus dijalankannya sebagai bentuk fungsi dan
tanggungjawabnya.
3. Landasan pekerjaan pemimpin pendidikan
4. Tipe-tipe kepemimpinan pendidikan
 Tipe otoriter
Tipe kepemimpinan disebut juga dengan tipe kepemimpinan “authoritarian”.
Dalam kepemimpianan yang otoriter, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap
aggota-anggota kelompoknya. Dominisi yang berlebihan mudah menghidupkan
oposisi atau menimbulkan sifat apatis, atau sifat-sifat pada anggota-anggota kelompok
terhadap pemimpinnya. (tim dosen)
 Tipe “Laissez-faire”
Kepemimpinan model ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan
kepemimpinanya, dia membiarkan control dan koreksi terhadap pekerjaan
bawahannya. Pembagian tugas dan verja sama diserahkan sepenuhnya kepada
bawahannya tanpa petunjuk atau saran-saran dari pemimpin. Tingkat keberhasialan
organisasi atau lembaga semata-mata disebabkan karena kesadaran dan dedikasi
beberapa anggota kelompok, dan bukan karena pengaruh dari pemimpin. Struktur
organisasinya tidak jelas dan kabur, segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan
tanpa pengawasan dari pimpinan.
 Tipe demokratis
Pemimpin yang bertipe demokratis menafsirkan kepemimpinannya bukan
sebagai diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota
kelompoknya. Pemimpin yang demokratis selalu berusaha mestimulasi anggota-
anggotanya agar bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam
tindakan dan usaha-usahanya ia selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan
kelompoknya, dan memperimbangkan kesanggupan seta kemampuan kelompoknya.
 Tipe pseudos-demokratis
Tipe ini disebut juga demokratis semu atau manipulasi diplomatik. Pemimpin
yang bertipe ini hanya tampaknya saja bersikap ddemokratis padahal sebenarnya dia
bersikap otokratis. Misanya jika ia mempunyai ide-ide, pikiran, konsep-konsep yang
ingin diterapkan di lembaga yang dipimpinya, maka hal tersebut didiskusikan dan
dimusyawarahkan dengan bawahanya, tetapi situasi diatur dan diciptakan sedemikian
rupa sehingga pada akhirnya didesak agar menerima ide/pikiran/konsep tersebut
sebagai keputusan bersama.
5. Syarat-syarat kepemimpinan pendidikan
Pemimpin pendidikan dalam melaksanankan tugas-tugasnya dan memainkan perannya
sebagai pemimpin yang baik dan sukses, maka dituntut beberapa persyaratan jasmani,
rohani, dan moralitas yang baik, bahkan persyarat sosial ekonomi yang layak. Akan tetapi
pada bagian ini hanya akan dikemukakan tentang persyaratan kepribadian dari seorang
pemimpin yang baik, diantaranya adalah:
 Rendah hati dan sederhana
 Bersifat suka menolong
 Sabar dan memiliki kestabilan emosi
 Percata lepada diri sendiri
 Jujur, adil dan dapat dipercaya
 Keahlian dalam jabatan
Kepemimpinan bukan hanya memerlukan kesanggupan dan kemampuan saja, tetapi
lebih-lebih lagi kemampuan dan kesedian pemimpin.
6. Keterampilan kepemimpinan pendidikan
Dalam melaksanakan kepemimpinan, pemimpin harus menggunakan pengetahuan
dan pengalaman. Sehingga pemimpin pendidikan dituntuk untuk memiliki kemahiran dan
keterampilan dalam mengelola suatu lembaga pendidikan. Diantara keterampilan-
keterampilan kepemimpinan yang harus dimiliki oleh pemimpin pendidikan adalah:

• Keterampilan dalam memimpin


Seorang pemimpin pendidikan harus menguasai cara-cara kepemimpinan dan
mempunyai keterampilan memimpin supaya dapat bertindak sebagai seorang
pemimpin yang baik. Untuk memperoleh keterampilan tersebut perlu pengalaman,
banyak bergaul dengan orang lain, bekerjasama, dan berkomunikasi baik dengan
orang yang dipimpinya. Selain itu, seorang pemimpin tidak hanya tahu tetapi harus
dapat melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin.

• Keterampilan dalam hubungan insani


Hubungan insani adalah hubungan antar manusia. Maksud dari hubungan ini
adalah saling menghargai antara bawahan dengan pimpinan atau pemimpin harus
menghargai bawahannya dan sebaliknya bawahan menghargai pemimpinya.
Seorang pemimpin yang baik harus banyak pengetahuan dan pandai bergaul. Ini
dilakukan supaya pemimpin mengerti bawahanya dengan baik, dan hendaknya ia
harus mengadakan hubungan yang baik, terutama dengan dirinya sendiri. Dengan
demikian ia dapat menempatkan dirinya pada posisi yang sesungguhnya.
(indrafacrudi). Maksudnya adalah pemimpin dapat memahami dirinya sendiri, baik
kelebihannya ataupun kekurangannya. Sehingga ia bisa menyesuaikan diri dengan
keadaan lingkunganya.

• Keterampilan dalam proses kelompok


Setiap anggota kelompok mempunyai perbedaan, akan tetapi mereka harus tetap
dapat bekerja sama. Maksud dari proses kelompok disisni adalah bagaimana
meningkatkan partisipasi anggota-anggota kelompok setingginya-tinnginya, sehingga
potensi yang dimiliki para anggota dapat diefektifkan secara maksimal. Inti dari
proses kelompok adalalah hubungan insani dan tanggungjawab bersama. Pemimpin
harus jadi penengah, pendamai, moderator dan bukan menjadi hakim.(tim dosen)

• Keterampilan dalam administrasi personil


Administrasi personil mencakup segala usaha untuk manggunakan keahlian dan
kesanggupan yang dimiliki oleh petugas-petugas secara efektif dan efisien. Kegiatan
dalam administrasi personal ialah: seleksi, pengangkatan, penempatan, penugasan,
orientasi, pengawasan, bimbingan dan pengembangan serta kesejahteraan.
Menemukan yang paling penting dari kegiatan ini di atas ialah kegiatan seleksi dalam
memilih orang yang paling sesuai dengan tugas dan pekerjaannya yang berpedoman
pada “the right man in the right place”.

• Keterampilan dalam menilai


Penilaian atau evaluasi adalah suatu usaha untuk mengetahui sampai di mana
suatu kegiatan sudah dapat dilaksanakan atau sampai mana suatu tujuan sudah
dicapai. Yang dinilai biasanya; hasil kerja, cara kerja dan orang yang mengerjakan.
Adapun teknik dan prosedure evaluasi ialah; menentukan tujuan penilaian,
penetapan norma/ukuran yang akan dinilai, mengumpulkan data-data yang dapat
diolah menurut kriteria yang ditentukan, pengolahan data, dan menyimpulkan hasil
penilaian.
Melalui evaluasi, guru dapat dibantu dalam manilai pekerjaannya sendiri,
mengetahui kekurangan dan kelebihannya. Selain guru, personil lainnya juga perlu
dievaluasi untuk mengetahui kemajuan / kekurangannya.

B. Manajemen pendidikan
Manajemen pendidikan merupakan suatu proses untuk mengkoordinasikan
berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan
seperti perpustakaan, laboratorium, dsb untuk mencapai tujuan dan sasaran
pendidikan.
Tujuan pendidikan sebagaimana tertuang pada UU Nomor 2 tahun 1989 pasal
4, antara lain dirumuskan : "Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan".
Sasaran pendidikan secara makro sebagaimana yang terdapat dalam lembaga
lembaga pendidikan dapat diklasifikasikan pada beberapa hal, antara lain akuisisi
pengetahuan (sasaran kognitif), pengembangan keterampilan/kemampuan (sasaran
motorik) dan pembentukan sikap (sasaran afektif).
Sasaran sasaran makro ini kemudian diterjemahkan dalam berbagai bentuk
sasaran mikro yang dapat diukur secara rinci dan spesifik berupa apa yang diharapkan
dari hasil belajar mengajar. Salah satu sasaran yang dapat diukur untuk sasaran
kognitif adalah nilai hasil akhir belajar (NEM) dan perankingan sebagai implikasi dari
NEM. Untuk sasaran motorik, terkait dengan apa yang telah dihasilkan oleh siswa,
sedangkan untuk sasaran afektif, terkait dengan perubahan sikap/perilaku siswa
setelah proses belajar mengajar.
Oleh karena itu, pendidikan pun memerlukan adanya manajemen pendidikan
yang berupaya mengkoordinasikan semua elemen pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan. Sebagaimana pada manajemen secara umum, manajemen pendidikan
meliputi empat hal pokok, yaitu perencanaan pendidikan, pengorganisasian
pendidikan, penggiatan pendidikan, dan pengendalian atau pengawasan pendidikan.
Secara umum terdapat sepuluh komponen utama pendidikan, yaitu: peserta didik,
tenaga pendidik, tenaga kependidikan, paket instrusi pendidikan, metode pengajaran
(dalam proses belajar mengajar), kurikulum pendidikan, alat instruksi & alat penolong
instruksi, fasilitas pendidikan, anggaran pendidikan, dan evaluasi pendidikan.
Perencanaan pendidikan dimaksudkan untuk mempersiapkan semua componen
pendidikan, agar dapat terlaksana proses belajar mengajar yang baik dalam
penyelenggaraan pendidikan. Pengorganisasian pendidikan ditujukan untuk
menghimpun semua potensi komponen pendidikan dalam suatu organisasi yang
sinergis untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya.
Penggiatan pendidikan merupakan pelaksanaan dari penyelenggaraan
pendidikan yang telah direncanakan dan dilaksanakan oleh organisasi penyelenggara
pendidikan dengan memparhatikan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam
perencanaan. Sedangkan pengendalian pendidikan dimaksudkan untuk menjaga agar
penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan sesuai yang direncanakan dan semua
komponen pendidikan digerakkan secara sinergis dalam proses yang mengarah kepada
pencapaian tujuan pendidikan. Semua hal pokok tersebut ditujukan untuk
menghasilkan keluaran secara optimal seperti yang telah ditetapkan dalam
perencanaan pendidikan.
Oleh karena itu, manajemen pendidikan dalam perkembangannya memerlukan
apa yang dikenal dengan Good Management Practice untuk pengelolaannya. Tetapi
pada prakteknya, Good management practice dalam pendidikan masih merupakan
suatu hal yang elusif. Banyak penyelenggara pendidikan yang beranggapan bahwa
manajemen pendidikan bukanlah suatu hal yang penting, karena kesalahan persepsi
yang menganggap bahwa domain manajemen adalah bisnis.
Setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan
keberhasilan Good Management Practice dalam pendidikan, beberapa hal tersebut
teringkas dalam item-item sebagai berikut :
1. Sasaran Pendidikan: Aspek afektif
Salah satu isu utama keberhasilan pendidikan adalah sejauh mana tingkat
afektifitas yang dimiliki oleh anak didik. Apakah anak didik akan menjadi lebih saleh,

Dari Kathryn . M. Bartol dan David C. Martin yang dikutip oleh A.M. Kadarman
SJ dan Jusuf Udaya (1995) memberikan rumusan bahwa : “Manajemen adalah proses
untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi
utama yaitu merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin
(leading), dan mengendalikan (controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuah
kegiatan yang berkesinambungan”.

Sedangkan dari Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko (1995)


mengemukakan bahwa: “Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan
sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan”.

Secara khusus dalam konteks pendidikan, Djam’an Satori (1980) memberikan


pengertian manajemen pendidikan dengan menggunakan istilah administrasi pendidikan
yang diartikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua
sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien”. Sementara itu, Hadari Nawawi (1992)
mengemukakan bahwa “administrasi pendidikan sebagai rangkaian kegiatan atau
keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan
pendidikan secara sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama
berupa lembaga pendidikan formal”.

Meski ditemukan pengertian manajemen atau administrasi yang beragam, baik


yang bersifat umum maupun khusus tentang kependidikan, namun secara esensial dapat
ditarik benang merah tentang pengertian manajemen pendidikan, bahwa : (1) manajemen
pendidikan merupakan suatu kegiatan; (2) manajemen pendidikan memanfaatkan
berbagai sumber daya; dan (3) manajemen pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan
tertentu.

B. Fungsi Manajemen pendidikan

Dikemukakan di atas bahwa manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan.


Kegiatan dimaksud tak lain adalah tindakan-tindakan yang mengacu kepada fungsi-
fungsi manajamen. Berkenaan dengan fungsi-fungsi manajemen ini, H. Siagian (1977)
mengungkapkan pandangan dari beberapa ahli, sebagai berikut:1

Menurut G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu :


(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) actuating (pelaksanaan); dan
(4) controlling (pengawasan).

Sedangkan menurut Henry Fayol terdapat lima fungsi manajemen, meliputi :


(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) commanding (pengaturan);
(4) coordinating (pengkoordinasian); dan
(5) controlling (pengawasan).

Sementara itu, Harold Koontz dan Cyril O’ Donnel mengemukakan lima fungsi
manajemen, mencakup :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan); dan
(5) controlling (pengawasan).

Selanjutnya, L. Gullick mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu :


(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan);
(5) coordinating (pengkoordinasian);
(6) reporting (pelaporan); dan
(7) budgeting (penganggaran).

1 Mulyono M.A, Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan, (Jojakarta: Ar-Ruzz Media,2008),
hal, 22.
C. Mutu pendidikan
1. Pengertian mutu pendidikan

2. Mengukur mutu pendidikan


D. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan
Fungsi utama kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan adalah menciptakn
situasi belajar mengajar sehingga guru-guru dapat mengajar dan murid-murid dapat
belajar dengan baik. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, kepala sekolah memiliki
tanggungjawab ganda yaitu melaksanakan administrasi sekolah sehingga tercipta
situasi belajar mengajar yang baik, dan melaksanakan supervisi sehingga kemampuan
guru-guru meningkat dalam membimbing pertumbuhan murid-muridnya.
Pekarjaan pemimpin pendidikan ialah menstimulir dan membimbing
pertumbuhan guru-guru berkesinambungan sehingga mereka mampu menjalankan
tugasnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan perkembangan situasi. Kepala sekolah
sebagai pemimpin pendidikan, harus mampu mengelola sarana dan prasarana
pendidikan, pelayanan khusus sekolah dan fasilitas-fasilitas pendidikan lainnya
sedemikian rupa sehinnga guru dan murid-murid memperoleh kepuasan dalam
melaksanakan tugasnya.
Sebagai pemimpin pendidikan. Kepala sekolah bertanggungjawab atas
pertumbuhan guru-guru secara berkesinambungan, ia harus mampu membantu guru-
guru mengenal kebutuhan masyarakat, membantu guru membina kurikulum sesuai
dengan minat, kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Ia harus mampu membantu
guru-guru mengevaluasi program pendidikan dan hasil belajar murid, ia harus mampu
juga menilai sifat dan kemampuan guru, sehinnga kepala sekolah dapat membantu
meningkatkan kemampuan guru. Untuk dapat melaksanakan tanggungjawab tersebut,
kepala sekolah harus memiliki pendidikan dan pengalaman yang diperlukan bagi
seorang pemimpin pendidikan.

E. Peran Manager dan Pemimpin dalam meningkatkan mutu pendidikan


Manajer Pendidikan
Keberhasilan manajemen pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peran serta
manajer/pengelola pendidikan. Selama ini yang kita lihat adalah peranan ganda yang
dijalankan oleh komponen pendidikan. Guru merangkap sebagai karyawan, dan
bahkan guru menempati posisi sebagai kepala institusi pendidikan itu sendiri. Efisiensi
biaya sering dijadikan alasan penerapan sistem tersebut. Padahal urusan manajemen
sangat berbeda dengan urusan belajar-mengajar. Seharusnya manajer pendidikan
dipegang oleh orang yang benar-benar ahli dalam manajemen dan tidak berperan
sebagai guru pengajar. Hal ini selain karena faktor professionalisme juga agar masing-
masing komponen lebih fokus pada bidang yang mereka garap.
Fenomena yang terjadi selama ini adalah promosi seorang guru yang baik
menjadi manajer pendidikan tanpa melewati persiapan memadai seperti
penyelenggaraan pelatihan dan penyiapan manajer sekolah. Tidaklah heran, banyak
guru baik yang lalu menjadi manajer pendidikan yang gagal, karena ia menempati
tingkatan inkompetensinya dalam bidang manajerial. Hal ini dibiarkan berlarut-larut,
tanpa adanya tindakan dari institusi pendidikan untuk secara serius mencari dan
memposisikan seorang manajer sebagai manajer pendidikan di institusi tersebut.
Kerberhasilan penyelenggaraan pendidikan ditentukan oleh tersedianya
manajer pendidikan yang handal. Isu ini menjadi lebih relevan mengingat persaingan
dalam setiap jenjang dunia pendidikan kita makin intens. Tanpa manajemen dan
manajer handal, akan banyak lembaga pendidikan yang gulung tikar karena tidak
berhasil memuaskan para stakeholders.

UN bertujuan untuk mengukur capaian hasil belajar siswa; mengukur mutu


pendidikan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan sekolah/madrasah; dan
mempertanggungjawabkan penyelenggaran pendi- dikan secara nasional. Di samping itu,
UN berfungsi sebagai alat pengendali mutu pendidikan secara nasional; pendorong
peningkatan mutu pendidikan; bahan penentu kelulusan siswa; bahan pertimbangan
dalam seleksi pene- rimaan siswa baru pada jenjang pendidikan lebih tinggi. UN
diselenggarakan dengan mengacu Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 58 ayat (2): “Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan,
dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh,
transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan”.

Anda mungkin juga menyukai