Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
REVIEW
BUKU
POLITIK
ANTARBANGSA
Hans
J.
Morgenthau
BAGIAN
KEKUATAN
NASIONAL
KELOMPOK
1
• Ardian
Perdana
Putra
• Ayu
Chandra
• Danang
Insita
Putra
• Eva
Gracetyane
Sutisna
• Oki
Bakti
Imansyah
• Pujiyanto
PROGRAM
STUDI
DISASTER
MANAGEMENT
FOR
NATIONAL
SECURITY
UNIVERSITAS
PERTAHANAN
INDONESIA
DESEMBER
2010
1
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
BAB
III
KEKUATAN
NASIONAL
INTI
KEKUATAN
NASIONAL
Negara
merupakan
bentuk
abstraks
dari
sejumlah
individu
yang
mempunyai
kesamaan
ciri
khas
tertentu,
dan
ciri
khas
inilah
yang
menjadikan
mereka
anggota
negara
yang
sama.
Pada
zaman
dahulu
kekuatan
nasional
berasal
dari
kolektifitas
kekuasaan
dan
cita-‐cita
yang
ditentukan
oleh
ikatan
darah,
agama
atau
kesetiaan
bersama
terhadap
raja
atau
pemimpinnya.
Pada
masa
sekarang,
kekuatan
berasal
dari
kekuasaan
masyarakat
yang
membentuk
jaringan
peraturan-‐peraturan
dan
kebijaksanaan-‐
kebijaksanaan
serta
alat-‐alat
kelembagaan
yang
mengendalikan
gerakan
perorangan,
sehingga
gerakan
perorangan
tersebut
tidak
dapat
membahayakan
masyarakat,
karena
mereka
akan
ditindak
atau
dilemahkan
sama
sekali
atau
bahkan
didukung
penuh.
Masyarakat
akan
mengidentifikasikan
dirinya
dengan
negaranya,
serta
membandingkan
dirinya
dengan
warga
negara
asing.
Sebagai
contoh
warga
Amerika
Serikat,
sebagai
bagian
dari
warga
negara
yang
sangat
kuat
dan
mempunyai
kemampuan
industri
serta
kekayaan
material
yang
sangat
besar
pula,
maka
mereka
akan
dapat
menyanjung
diri
sendiri
dan
merasakan
suatu
kebanggan
yang
sangat
besar
pula,
gejala
psikologis
ini
mendapat
dukungan
dalam
peraturan
kebijaksanaan
dan
lembaga
negaraya,
sehingga
masyarakat
tersebut
dapat
menjadi
pendukung
negara
yang
paling
agresif
untuk
kekuatan
nasional
di
bidang
politik
international,
kelompok
inilah
yang
dapat
memberikan
warna
pada
politik
luar
negari
suatu
bangsa.
Tetapi
ada
juga
masyarakat
yang
menolak
untuk
mengidentifikasikan
diri
mereka
erat
dengan
negara
mereka,
atau
bahkan
lebih
senang
menunjukkan
bahwa
mereka
erat
dengan
musuh
negara.
UNSUR
–UNSUR
KEKUATAN
NASIONAL
Untuk
menentukan
kekuatan
dari
suatu
bangsa,
maka
faktor-‐faktor
dan
komponen-‐
komponen
yang
harus
dipertimbangkan
adalah
:
2
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
5
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
7
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
BAB
IV
BATAS-‐BATAS
KEKUATAN
NASIONAL
:
PERIMBANGAN
KEKUASAAN
Perimbangan
kekuasaan
dan
politik
adalah
aspirasi
beberapa
pihak
bangsa
untuk
memperoleh
kekuasaan
dan
masing-‐masing
berupaya
mempertahankan
atau
menumbangkan
status
quo,
memaksakan
perkembangan
kearah
suatu
susunan
(konfigurasi)
baru.
Politik
luar
negeri
berdasarkan
perimbangan
kekuasaan
merupakan
salah
satu
dari
sekian
banyak
politik
luar
negeri.
Politik
perimbangan
kekuasaan
yang
bertujuan
melestarikan
sangat
perlu
sebagai
faktor
stabilitas
didalam
masyarakat
bangsa-‐bangsa
yang
berdaulat.
EKUILIBRIUM
SOSIAL
KONSEP
EKUILIBRIUM
=
PERIMBANGAN
Berarti
stabilitas
di
dalam
suatu
system
yang
terdiri
dari
beberapa
kekuatan
yang
otonom,
dan
apabila
ekuilibriumnya
terganggu
oleh
kekuatan
luar
ataupun
oleh
perubahan
salah
satu
dari
unsur
penyusunan
system,
maka
system
tersebut
cenderung
mengembalikan
pada
keadaan
semula
atau
mencapai
ekuilibrium
yang
baru.
a.
Pola
Utama
Dari
Perimbangan
Kekuasaan
1. Pola
perlawanan
langsung
2. Pola
persaingan
8
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
BAB
V
BATAS-‐BATAS
KEKUATAN
NASIONAL
:
MORAL
INTERNASIONAL
DAN
OPINI
UMUM
DUNIA
Aturan
perilaku
yang
berbeda-‐beda
dalam
masyarakat
cenderung
saling
bebenturan,
sehingga
suatu
masyarakat
dapat
berhadapan
dengan
dua
aturan
yang
saling
bertolak
belakang
di
saat
bersamaan.
Setiap
individu
masyarakat
akan
cenderung
berpihak
pada
salah
satu
dan
mengabaikan
yang
lain,
tergantung
kekuatan
relatif
dari
masing-‐masing
aturan
tersebut.
Menurut
Morgenthau,
sepanjang
abad
pertengahan
hingga
abad
ke-‐19,
peradaban
barat
tidak
berhasil
menghilangkan
perebutan
kekuasaan
dalam
negeri,
tetapi
telah
terjadi
pergeseran
metode
perebutan
kekuasaan
yang
relatif
lebih
maju.
Pada
tataran
teori,
banyak
konsep
yang
berkembang
mengenai
norma
yang
seharusnya
berlaku
dalam
hubungan
internasional.
Namun
seberapa
efektifnya
konsep-‐konsep
tersebut
mengendalikan
para
pelakunya
masih
banyak
dipertanyakan.
Pada
prakteknya,
ada
semacam
penghalang
para
negarawan
yang
membatasi
gerak
mereka
sehingga
tidak
bertindak
semaunya
dalam
memperjuangkan
eksistensi
negaranya
dalam
politik
internasional.
Dalam
catatan
sejarah,
hambatan-‐hambatan
norma
tersebut
relatif
lebih
efektif
dalam
menjaga
perdamaian
antar
bangsa.
EVOLUSI
KONSEP
PERLINDUNGAN
JIWA
MANUSIA
A.
Dalam
Situasi
Damai
Pada
era
dimana
Eropa
dikuasai
oleh
kerajaan-‐kerajaan,
pembunuhan
terhadap
lawan
politik
atau
musuh
kerajaan
menjadi
suatu
hal
yang
lazim
dalam
hubungan
antar
negara.
Pada
era
selanjutnya
(era
republik),
berangsur-‐angsur
cara
tersebut
hilang
dan
dianggap
sebagai
perbuatan
tercela
serta
melanggar
moral
dalam
politik
internasional.
Hal
ini
membuat
kalangan
aristokrat
atau
penguasa
negara
cenderung
tidak
memilih
cara
ini
demi
untuk
menjaga
nama
baiknya
dimata
bangsa
lain.
9
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
10
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
12
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
Hukum
Internasional
berkembang
pada
abad
ke
lima
belas
dan
enam
belas
pada
saat
dikukuhkannya.
Perjanjian
Westphalia
yang
dianggap
sebagai
dasar
system
hukum
internasional
modern.
Hukum
internasional
disusun
untuk
menentukan
hak
dan
kewajiban
negara
dalam
hubungannya
satu
dengan
yang
lain.
Hukum
internasional
mempunyai
dua
makna,
yaitu
Hukum
Internasional
dalam
arti
luas
dan
Hukum
Internasional
dalam
arti
sempit.
Hukum
Perdata
Internasional
adalah
hukum
yang
mengatur
hubungan
perdata
yang
di
dalamnya
terdapat
suatu
elemen
asing
serta
menyentuh
lebih
dari
satu
tata
hukum
dari
negara-‐negara
yang
berlainan.
Prof.
Muchtar
Kusumaatmadja
mengartikan
hukum
perdata
internasional
sebagai
keseluruhan
kaidah
dan
asas
hukum
yang
mengatur
hubungan
hukum
perdata
antara
para
pelaku
hukum
yang
masing-‐masing
tunduk
pada
hukum
perdata
(nasional)
yang
berlainan
(1990:1).
Sedangkan
mengenai
Hukum
Publik
Internasional
banyak
istilah
yang
digunakan.
Ada
yang
menyebutkan
Hukum
Internasional
(International
Law),
ada
juga
yang
meyebutkan
Hukum
Bangsa-‐Bangsa
(Law
of
Nation).
Brierly,
yang
menggunakan
istilah
Hukum
Internasional
atau
Hukum
bangsa-‐Bangsa,
mendefinisikannya
sebagai
sekumpulan
aturan-‐aturan
dan
prinsip
tindakan
yang
mengikat
atas
negara-‐negara
yang
beradab
dalam
hubungan
mereka
satu
dengan
yang
lainnya
(1949:1).
Michael
Akehurst,
yang
menggunkan
tiga
istilah
secara
bersama-‐sama,
hukum
internasional,
atau
kadang-‐kadang
disebut
hukum
public
internasional,
atau
hukum
bangsa-‐bangsa,
mendefinisikan
sebagai
system
hukum
yang
mengatur
hubungan
antara
negara-‐negara
(1986:1).
Namun
demikian
lebih
lanjut
dia
menyatakan,
bahwa
pada
suatu
saat
hanya
negaralah
yang
mempunyai
hak
dan
kewajiban
dalam
hukum
internasional,
namun
17
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
untuk
saat
sekarang
ini
organisasi
internasional,
kompani
maupun
individu
juga
memiliki
hak-‐hak
dan
kewajiban-‐kewajiban
di
bawah
hukum
internasional.
Rebecca
mendefinisikan
bahwa
hukum
internasional
sekarang
mengacu
pada
peraturan-‐
peraturan
dan
norma-‐norma
yang
mengatur
tindakan
negara-‐negara
dan
kesatuan
lain
yang
pada
suatu
saat
diakui
mempunyai
kepribadian
internasional,
seperti
misalnya
organisasi
internasionaldan
individu,
dalam
hal
hubungan
satu
dengan
lainnya
(1993:1).
Sementara
itu
Oppenheim
mendefinisikan
hukum
bangsa-‐bangsa
atau
hukum
internasional
sebagai
suatu
sebutan
untuk
sekumpulan
aturan-‐aturan
kebiasaan
dan
traktat
yang
secara
hukum
mengikat
negara-‐negara
dalam
hubungan
mereka
satu
dengan
yang
lainnya
(1966:4).
Sedangkan
menurut
Mochtar
Kusumaatmadja,
hukum
internasional
didefinisikan
sebagai
keseluruhan
kaidah
dan
asas
yang
mengatur
hubungan
atau
pesoalan
yang
melintasi
batas
negara
antara
negara
dengan
negara,
negara
dengan
subjek
hukum
lain
bukan
negara
atau
subjek
hukum
bukan
negara
satu
sama
lain.
Definisi
yang
lebih
lengkap
adalah
definisi
yang
dikemukakan
oleh
Charles
Cheney
Hyde,
sebagaimana
dikutip
oleh
Starke
(1984).
Hukum
Internasional
didefinisikan
sebagai
kumpulan
hukum
yang
untuk
sebagian
besar
terdiri
atas
prinsip-‐prinsip
dan
aturan-‐
aturan
perilaku
terhadap
mana
negara-‐negara
tersebut
merasa
dirinya
terikat
untuk
mentaatinya
dank
arena
itu
pada
umumnya
memang
mentaatinya
dalam
hubungan
antar
negara
itu
satu
sama
lain,
dan
yang
juga
meliputi:
• aturan-‐aturan
hukum
yang
bertalian
dengan
berfungsinya
lembaga-‐lembaga
dan
organisasi-‐organisasi
internasional,
hubungan-‐hubungna
lembaga
atau
organisasi
yang
satu
dengan
lainnya
dan
hubungan
lembaga
atau
organisasi
itu
dengan
negara-‐negara
dan
individu-‐individu.
• aturan-‐aturan
hukum
tertentu
yang
bertalian
dengan
individi-‐individu
dan
satuan-‐satuan
bukan
negara
sejauh
hak-‐hak
dan
kewajiban-‐kewajiban
pada
individu
dan
satuan-‐satuan
bukan
negara
itu
merupakan
kepentingan
masyarakat
internasional.
FUNGSI
LEGISLATIF
DALAM
HUKUM
INTERNASIONAL
Dalam
pergaulan
internasional
hanya
ada
2
(dua)
hal
yang
dianggap
sebagai
alasan
dalam
penetapan
hukum
antar
negara,
yaitu
kepentingan
dan
kesepakatan
bersama.
18
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
19
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
MAHKAMAH
INTERNASIONAL
Tahun
1946
PBB
mendirikan
Mahkamah
Internasional
atas
dasar
Piagam
Pengadilan
Tinggi
Internasional.
Mahkamah
Internasional
ini
berkedudukan
di
DenHaag,
Belanda.
Latar
belakang
terbentuknya
Mahkamah
Internasional
(International
Court
of
Justice/ICJ)
tidak
terlepas
dari
hasil
konverensi
internasional
yang
diadakan
di
San
Fransisco
pada
tahun
1945.
Konverensi
ini
juga
telah
melahirkan
Perserikatan
Bangsa-‐
bangsa
(The
United
Nations/UN)
yang
merupakan
organisasi
internasional
yang
memiliki
internasional
legal
personal.
Ide
mengenai
lahirnya
PBB
tidak
terlepas
dari
konsep
pembentukan
Liga
Bangsa-‐bangsa
(League
of
Nations)
tahun
1922
yang
juga
mendirikan
Mahkamah
Internasional
Permanen
(The
Permanent
Court
of
International
Justice/PCIJ)
sebagai
upaya
untuk
mempertahankan
perdamaian
serta
upaya
menyelesaikan
sengketa
secara
damai.
Namun
ada
perbedaan
mendasar
antara
PCIJ
dan
ICJ
yaitu
bahwa
negara
anggota
Liga
Bangsa-‐bangsa
tidak
secara
otomatis
menjadi
anggota
PCIJ.
Hal
ini
berbeda
dengan
anggota
PBB
yang
otomatis
juga
merupakan
anggota
atau
pihak
yang
dapat
berperkara
dalam
Mahkamah
Internasional
berdasarkan
pasal
19
(1)
Piagam
Mahkamah
Internasional.
Mahkamah
Internasional
dibentuk
berdasarkan
suatu
statuta
yang
dikenal
dengan
nama
Statuta
of
International
Court
of
Justice.
Statuta
ini
dibentuk
berdasarkan
statuta
Mahkamah
Internasional
Permanen/PCIJ
yang
telah
dibubarkan
dengan
berbagai
penyesuaian
dan
perombakan
sesuai
keadaan
organisasi
yang
baru
yaitu
sebagai
salah
satu
organ
utama
PBB.
Dengan
demikian
muncul
beberapa
pendapat
yang
menyatakan
bahwa
Mahkamah
Internasional
adalah
pengganti
dari
Mahkamah
Internasional
Permanen/PCIJ
yang
telah
dibubarkan.
Sedangkan
Pasal
36
(5)
Statuta
Mahkamah
Internasional
secara
tegas
menyatakan
bahwa
bila
ada
negara
yang
menerima
yurisdiksi
PCIJ
dengan
suatu
deklarasi
sepihak
maka
hal
ini
dianggap
juga
ditujukan
kepada
Mahkamah
Internasional.
Walaupun
demikian
hal
ini
masih
tergantung
apakah
deklarasi
tersebut
masih
berlaku
dan
memiliki
syarat-‐syarat
tertentu.
Sebagai
contoh
gugatan
yang
dilakukan
oleh
Portugal
terhadap
India
dalam
kasus
The
Right
of
Passage
didasarkan
pada
Deklarasi
tentang
penerimaan
yurisdiksi
PCIJ
oleh
India
pada
tahun
1940.
Gugatan
Portugal
yang
diajukan
kepada
Mahkamah
20
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
Internasional
pada
tahun
1955
masih
dianggap
tetap
berlaku.
Selain
itu
pasal
37
Statuta
Mahkamah
menegaskan
bahwa
suatu
perjanjian
atau
konvensi
yang
masih
mempunyai
kekuatan
berlaku
dan
dalam
klausulnya
menyatakan
bahwa
bila
terjadi
sengketa
antar
pihak-‐pihak
akan
diselesaikan
ke
PCIJ,
maka
penyelesaian
sengketa
tersebut
harus
dianggap
ditujukan
kepada
Mahkamah
internasional.
Hal
lainnya
yang
memperkuat
pendapat
bahwa
Mahkamah
Internasional
adalah
pengganti
PCIJ
adalah
dalam
ketentuan
hukum
acara
yang
berlaku
atau
Rules
of
Court
berasal
dari
Rule
of
Court
PCIJ
yang
mengalami
perubahan.
Dengan
demikian
terbentuknya
Mahkamah
Internasional
tidak
bisa
dilepaskan
dari
peran
Mahkamah
Internasional
permanen
yang
dibentuk
oleh
Liga
Bangsa-‐Bangsa
pada
tahun
1922.
Fakta
yang
muncul
banyak
kasus-‐kasu
yang
PCIJ
yang
tidak
selesai
dilanjutkan
oleh
Mahkamah
Internasional.
Mahkamah
Internasional
merupakan
salah
satu
organ
utama
PBB
selain
Majelis
Umum,
Dewan
Keamanan,
Dewan
perwalian,
Sekretariat
Jenderal
dan
Dewan
Ekonomi
dan
Sosial
serta
Mahkamah
Internasional.
Sebagai
salah
satu
organ
utama
PBB
terbentuknya
Mahkamah
Internasional
tidak
terlepas
dari
tujuan
dibentuknya
PBB.
Hal
ini
tercantum
secara
tegas
didalam
Piagam
PBB
yang
menyatakan
:
“Untuk
mempertahankan
perdamaian
dan
kemanan
dunia
dan
untuk
mencapai
tujuan
tersebut
perlu
mengadakan
tindakan-‐tindakan
bersama
yang
efektif
untuk
mencegah
dan
meniadakan
ancaman
terhadap
perdamaian
serta
untuk
menanggulangi
tindakan-‐
tindakan
agresi
atau
pelanggaran
atas
perdamaian
dengan
cara
damai
sesuai
dengan
prinsip-‐prinsip
keadilan
dan
ketentuan
hukum
internasional,
perukunan
atau
penyelesaian
sengketa
internasional
atau
keadaan
yang
mengancam
perdamaian
internasional.”
Tujuan
diatas
menegaskan
perlunya
dibentuk
suatu
lembaga
atau
badan
peradilan
yang
diberi
wewenang
menyelesaikan
sengketa
secara
damai.
Piagam
PBB
mengatur
mengenai
Mahkamah
Internasional
pada
Bab
XIV
khususnya
pasal
92
hingga
96.
Fungsi
Mahkamah
Internasional
Menunaikan
dua
fungsi
penting
bagi
masyarakat
internasional
:
• Pengambil
keputusan
dalam
sengketa
dua
negara
(contentious
jurisdiction)
21
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
wajib
yang
mempunyai
kuasa
persuasive
kuat
(Burhan
Tsani,
1990;
217)
Sedangkan,
menurut
Pasal
38
ayat
(1)
Statuta
Mahkamah
Internasional,
sumber-‐
sumber
hukum
internasional
yang
dipakai
oleh
Mahkamah
dalam
mengadili
perkara,
adalah:
1. Perjanjian
internasional
(international
conventions),
baik
yang
bersifat
umum,
maupun
khusus;
2. Kebiasaan
internasional
(international
custom);
3. Prinsip-‐prinsip
hukum
umum
(general
principles
of
law)
yang
diakui
oleh
negara-‐negara
beradab;
4. Keputusan
pengadilan
(judicial
decision)
dan
pendapat
para
ahli
yang
telah
diakui
kepakarannya,
yang
merupakan
sumber
hukum
internasional
tambahan.
Mahkamah
Internasional
juga
sebenarnya
bisa
mengajukan
keputusan
ex
aequo
et
bono,
yaitu
didasarkan
pada
keadilan
dan
kebaikan,
dan
bukan
berdasarkan
hukum,
namun
hal
ini
bisa
dilakukan
jika
ada
kesepakatan
antar
negara-‐negara
yang
bersengketa.
Keputusan
Mahkamah
Internasional
sifatnya
final,
tidak
dapat
banding
dan
hanya
mengikat
para
pihak.
Keputusan
juga
diambil
atas
dasar
suara
mayoritas.
Yang
dapat
menjadi
pihak
hanyalah
negara,
namun
semua
jenis
sengketa
dapat
diajukan
ke
Mahkamah
Internasional.
Masalah
pengajuan
sengketa
bisa
dilakukan
oleh
salah
satu
pihak
secara
unilateral,
namun
kemudian
harus
ada
persetujuan
dari
pihak
yang
lain.
Jika
tidak
ada
persetujuan,
maka
perkara
akan
di
hapus
dari
daftar
Mahkamah
Internasional,
karena
Mahkamah
Internasional
tidak
akan
memutus
perkara
secara
in-‐
absensia
(tidak
hadirnya
para
pihak).
BENTUK-‐BENTUK
PERJANJIAN
Dalam
hukum
internasional,
perjanjian
memainkan
peran
yang
sangat
signifikan.
Selain
sebagai
sumber
hukum
formil,
perjanjian
juga
mencantumkan
hak
dan
kewajiban
masing-‐masing
subyek
hukum.
Oleh
karena
itu,
untuk
meneguhkan
komitmen
dalam
sebuah
relasi,
saat
ini
negara-‐negara
lebih
banyak
untuk
memformulasikanya
dalam
bentuk
perjanjian.
Pilihan
bentuk
perjanjian
dalam
hukum
internasional
dewasa
ini
dapat
di
bagi
dua
yaitu
bentuk
hard
law
atau
soft
law.
Dalam
literatur
hukum
internasional,
argumentasi
23
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
perbedaan
antara
kedua
bentuk
perjanjian
tersebut
masih
menjadi
perdebatan.
Namun,
secara
sederhana,
biasanya
hard
law
diartikan
sebagai
perjanjian
yang
memiliki
kekuatan
mengikat
secara
hukum
sedangkan
soft
law
hanya
mengikat
secara
moral.
Untuk
memudahkan
identifikasi
antara
perjanjian
yang
bersifat
hard
law
dengan
soft
law,
biasanya
dapat
dikenali
dari
penggunaan
nama
perjanjian
itu.
Hard
law
umumnya
akan
menggunakan
istilah
konvensi,
konvenan,
protokol
dan
treaty,
sedangkan
soft
law
menggunakan
istilah
deklarasi,
rekomendasi,
serta
rencana
aksi
(action
of
plan).
Bentuk
dan
istilah
perjanjian
Internasional
antara
lain
adalah
:
Konvensi
/
Covenant
Istilah
ini
digunakan
untuk
perjanjian
–
perjanjian
resmi
yang
bersifat
multilateral,
termasuk
perjanjian
perjanjian
yang
dibuat
oleh
lembaga
dan
organisasi
internasional,
baik
yang
berada
si
bawah
PBB
maupun
yang
independen
(berdiri
sendiri).
Protokol
Bisa
termasuk
tambahan
suatu
kovensi
yang
berisi
ketentuan
–
ketentuan
tambahan
yang
tidak
dimasukkan
dalam
kovensi,
atau
pembatasan-‐pembatasan
oleh
negara
penandatangan.
Protokol
juga
dapat
berupa
alat
tambahan
bagi
kovensi,
tetapi
sifat
dan
pelaksanaannya
bebas,
dan
tidak
perlu
diratifikasi.
Ada
juga
protokol
sebagai
perjanjian
yang
sama
sekali
berdiri
sendiri
(independen).
Persetujuan
(agreement)
Persetujuan
(agreement)
biasanya
bersifat
kurang
resmi
dibanding
perjanjian
atau
kovensi.
Umumnya
persetujuan
(agreement)
digunakan
untuk
persetujuan
–
persetujuan
yang
ruang
lingkupnya
lebih
sempit
atau
yang
sifatnya
lebih
tehnis
dan
administratif,
dan
pihak
–
pihak
yang
terlibat
lebih
sedikit
dibandingkan
kovensi
biasa.
Persetujuan
(agreement)
cukup
ditandatangani
oleh
wakil
–
wakil
departemen
pemerintahan
dan
tidak
perlu
ratifikasi.
Arrangement
Hampir
sama
dengan
persetujuan
(agreement),
umumnya
digunakan
untuk
hal
–
hal
yang
sifatnya
mengatur
dan
temporer.
Statuta
Bisa
berupa
himpunan
peraturan
–
peraturan
penting
tentang
pelaksanaan
fungsi
lembaga
Internasional
Statuta
juga
bisa
berupa
himpunan
peraturan
–
peraturan
yang
di
bentuk
bedasarkan
persetujuan
internasional
tentang
pelaksanaan
fungsi
–
fungsi
suatu
institusi
(lembaga)
khusus
dibawah
pengawasan
lembaga
/
badan
–
badan
internasional.
Dapat
juga
statuta
sebagai
alat
tambahan
suatu
kovensi
yang
menetapkan
peraturan
–
peraturan
yang
akan
di
terapkan.
Deklarasi
Istilah
ini
dapat
berarti
:
Perjanjian
yang
sebenarnya
-‐
Dokumen
tidak
24
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
resmi,
yang
dilampirkan
pada
suatu
perjanjian.
Persetujuan
tidak
resmi
tentang
hal
yang
kurang
penting
-‐
Resolusi
oleh
Konferensi
Diplomatik
Mutual
Legal
Assistance
Perjanjian
yang
diadakan
antara
dua
negara
atau
lebih
dalam
rangka
memberikan
bantuan
yang
bersifat
untuk
saling
membantu.
BAB
VII
POLITIK
INTERNASIONAL
DALAM
DUNIA
KONTEMPORER
KEKUATAN
MORAL
BARU
UNIVERSALISME
NASIONAL
1. Nasionalisme
lama
dan
baru
Menurut
Morgenthau,
konsep
nasionalisme
dibedakan
menjadi
2
yaitu
nasionalisme
lama
(tradisional)
dan
nasionalisme
baru
(universalisme
nasionalis).
Nasionalisme
tradisionil
mencadi
ciri
nasionalisme
abad
19,
dimana
nasionalisme
ini
berusaha
membebaskan
bangsa
dari
dominasi
asing
dan
memberikan
bangsa
yang
bersangkutan
wujud
dari
nasionalismenya
sendiri.
Dengan
kata
lain
bagi
nasionalisme
abad
19
ini
bangsalah
yang
menjadi
tujuan
akhir
tindakan
politik.
Sekali
suatu
bangsa
dapat
mempersatukan
anggota-‐
anggotanya
dalam
suatu
Negara
maka
aspirasi-‐aspirasi
nasional
telah
terpenuhi
sehingga
dapat
melestarikan
negaranya
sendiri.
Universalime
nasionalis
merupakan
ciri
nasionalisme
abad
ke
20,
dimana
bangsa
hanya
merupakan
titik
tolak
bagi
sebuah
misi
universal
yang
tujuan
akhirnya
menjangkau
batas-‐batas
dunia
politik.
Dengan
kata
lain
universilisme
nasionalis
menuntut
suatu
bangsa
dan
Negara
untuk
mengenakan
nilai-‐nilainya
dan
ukuran-‐ukuan
dasarnya
sendiri
terhadap
semua
bangsa
lainnya.
2. Propaganda.
Kekuatan
moral
baru
dari
universalisme
nasionalis
ini
telah
menambah
dimensi
baru
pada
susunan
politik
internasioanal
dimensi
mengenai
peperangan
urat
syaraf
atau
propaganda.
Propaganda
pada
abad
sekarang
jangkauan
dan
25
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
27
Makalah
Mata
Kuliah
Theories
of
War
and
Modern
Strategy
28