Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH TEBANG PILIH TERHADAP KONDISI POHON TINGGAL DAN

STRUKTUR TEGAKAN DIPTEROCARPACEAE DI PT HUTAN SANGGAM


LABANAN LESTARI, KALIMANTAN TIMUR
(EFFECT OF SELECTIVE CUTTING TO THE RESIDUAL TREES AND
STAND STRUCTURE OF DIPTEROCARPACEAE
IN PT HUTAN SANGGAM LABANAN LESTARI, EAST KALIMANTAN)
Oleh/BY:
Heru Dwi Riyanto
Balai Penelitian Kehutanan Solo

Indonesia has one of the most diverse and richest tropical rain forest. The well known
commercial timber species include meranti, (Shorea spp), kapur (Dryobalanops spp),
bangkirai (Shorea laevis), keruing (Dipterocarpus spp) which belong to Dipterocarpaceae
family occur in almost all natural forest area, especially in Kalimantan island.
Indonesia has implement “Indonesian selective cutting system”, in one hand this system give
good quality of timber but in the other hand give negative impact to the residual trees and
stand structure after logging operation by the falling trees and using some heavy equipments
The study of residual trees and stand structure of dipterocarp on log over area is urgently
needed, which can give a lot important information about how the logging operation will
destruct the stand forest especially Dipterocarpaceae family. This study was conducted at PT.
Hutan sanggam Labanan Lestari East Kalimantan, by doing some field observation and
measurement as the existing condition without any additional treatment. Five plot on five
micro watershed were established, four plots on logged over area (ET+1, ET+2, ET+3,
ET+10) and one plot on virgin forest, plot size approximately 0.2-0.4 hectare. The result that
residual trees of Dipterocarpaceae family still remain more or less 22%, meanwhile on virgin
forest the trees of Dipterocarpaceae family occur approximately 43% from the entire stand, the
stand structure on virgin forest are 40%,46% and 14%, meanwhile on the logged over area the
stand structure are 28%, 36%, and 36% at the diameter classes 10cm ≥ D < 20cm, 20cm ≥ D <
40cm and 40 cm up respectively.

Key Words : Dipterocarpaceae, stand structure,residual tree, virgin forest and logged over
area

Indonesia memiliki hutan hujan tropis yang kaya akan keragaman dengan jenis-jenis
meranti (Shorea sp), kapur (Dryobalanops spp), bangkirai (Shorea laevis), keruing
(Dipterocarpus spp) yang termasuk ke dalam family Dipterocarpaceae dikenal dengan
baik, jenis-jenis tersebut secara umum tersebar luas di hutan-hutan alam Indonesia,
khususnya di Pulau Kalimantan.
Indonesia telah menerapkan “Sistem Tebang Pilih”, di satu sisi sistem tersebut dapat
meningkatkan kwalitas produksi kayu, tetapi di sisi lain menimbulkan dampak negative
terhadap tegakan tinggal dan struktur tegakan setelah penebangan yang diakibatkan
tumbangnya pohon-pohon yang ditebang dan alat-alat berat yang digunakan, terutama
family Dipterocarpaceae yang menjadi andalan hutan alam Indonesia.

1
Studi tentang pohon-pohon tinggal dan struktur tegakan dari famili Dipterocaraceae di
areal bekas tebangan sangat diperlukan yang mana dapat memberikan informasi penting
tentang bagaimana kegiatan ekspoitasi hutan dapat merusak tegakan hutan secara umum
dan khususnya tegakan dari famili Dipterocarpaceae.
Hasil pengukuran dan pengamatan menunjukkan bahwa pohon tinggal jenis-jenis dari
famili Dipterocarpaceae masih tertinggal lebih kurang 22%, sedang pada saat belum
ditebang pohon-pohon dari famili Dipterocarpaceae menduduki 43% dari seluruh
tegakan yang ada, struktur tegakan di hutan perawan adalah 40%, 46% dan 14%, sedang
di areal bekas tebangan tertinggal 28%, 36%, and 36% pada klas diameter 10cm ≥ D <
20cm, 20cm ≥ D < 40cm and 40 cm up secara berurutan.

Kata Kunci : Dipterocarpaceae, struktur tegakan, pohon tinggal, hutan perawan dan areal
bekas tebanganb

I. PENDAHULUAN

Hutan hujan tropis Indonesia dikenal memiliki keaneka ragaman yang tinggi, selain
itu juga memiliki jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae yang bernilai ekonomi tinggi,
famili Dipterocarpaceae adalah pohon dominan di hutan-hutan Asia Tenggara dan
dikenal baik sebab pohon-pohonnya yang sangat besar dan tinggi, dapat mencapai tinggi
50 meter dan diameternya mencapai satu meter serta tajuknya mempunyai cakupan
tutupan yang luas dalam hutan. Seperti diketahui bersama hutan-hutan dengan tingkat
produktivitas yang tinggi ini telah secara besar-besaran dieksploitasi sejak tahun 1960,
sehingga kerapatan hutan alami menjadi jarang/tidak rapat oleh eksploitasi hutan dan
tekanan-tekanan pengalihan peruntukan hutan alam menjadi peruntukan lainnya.
Indonesia telah menerapkan “Sistem Tebang Pilih”, di satu sisi sistem tersebut
dapat meningkatkan kualitas produksi kayu, karena pohon yang ditebang adalah pohon
yang besar, lurus/bebas cabang tinggi dan sehat, tetapi di sisi lain menimbulkan dampak
negatif terhadap tegakan/pohon tinggal dan struktur tegakan setelah penebangan yang
diakibatkan tumbangnya pohon-pohon besar dan alat-alat berat yang digunakan,
terutama jenis-jenis dari family Dipterocarpaceae yang menjadi andalan hutan alam
Indonesia.
Dalam rangka untuk memelihara areal bekas tebangan, studi tentang pohon-pohon
tinggal dan struktur tegakan dari famili Dipterocaraceae di areal tersebut sangat
diperlukan, yang mana dapat memberikan informasi penting tentang bagaimana kegiatan

2
eksploitasi hutan dapat merusak tegakan hutan secara umum dan khususnya tegakan dari
famili Dipterocarpaceae.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kegiatan
pemanenan hutan terhadap kerusakan tegakan terutama jenis-jenis dari famili
Dipterocarpaceae melalui pengamatan terhadap areal bekas tebangan.

II. METODOLOGI

1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT Hutan Sanggam
Labanan Lestari Kalimantan Timur (ex PT Inhutani I-Labanan). Total area HPH
adalah 83.240 hektar, terletak di hutan dipterocarp dataran rendah, dan diusahakan
sejak 1974.
2. Parameter dan aspek yang diamati
a. Diameter batang dan jumlah Dipterocarp
b. Tegakan tinggal
c. Struktur tegakan
3. Pengambilan data
Pengambilan data dilakukan pada blok Rencana Kerja Lima Tahunan (RKL)
IV (1991-1996/RKT IV), (RKL) V (1997-2002/ RKT II) dan (RKL) VI (2003-2008/
RKT I dan II). Penelitian ini dilakukan pada 5 plot mikro DAS (Daerah Aliran
Sungai), untuk ET+1, ET+2, ET+3, ET+10, (ET+1 = satu tahun setelah tebangan, dan
seterusnya) dan areal hutan perawan. Pemilihan plot penelitian LOA adalah
mengikuti plot mikro DAS yang telah terpasang alat V note, dengan luas pengamatan
berkisar antara 0.2 ha – 0.4 ha, yang merupakan luasan yang diperkirakan
berpengaruh terhadap erosi dan sedimen serta aliran permukaan tanah dalam mikro
DAS tersebut. Pohon tinggal dan struktur tegakan diamati dengan membagi spesies
kedalam klas-klas diameter.

3
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pohon/ Tegakan tinggal dan struktur tegakan


Pohon/tegakan tinggal adalah kondisi tegakan setelah kegiatan penebangan
dilakukan atau biasa disebut sebagai areal bekas tebangan, pohon/tegakan tinggal
akan menginformasikan tentang pengaruh dari kegiatan penebangan. Sedang struktur
tegakan adalah sebaran jumlah pohon per unit area (hektar) pada berbagai kelas
diameter (Meyer et al, 1961 dalam Supriyanto dkk, 2001).
Hasil ditunjukkan pada Tabel 1-5 dari hutan perawan, ET+1, ET+2, ET+3 and
ET+10, secara berurutan sebagai berikut.
Tabel (Table) 1. Pohon tinggal dan struktur tegakan dipterocarpaceae di hutan
perawan dan areal bekas tebangan (Dipterocarpaceae residual trees
and stand structure in virgin forest and log over area)
No Kondisi Hutan Kelas Diameter Jumlah
(Forest Condition) (Diameter Class) (Sum)
Virgin Forest 10cm - 20cm 140
20cm - 40cm 160
≥ 40 cm 50
Total 350
ET + 1 10cm - 20cm 55
20cm - 40cm 64
≥ 40 cm 59
Total 178
ET + 2 10cm - 20cm 10
20cm - 40cm 27
≥ 40 cm 17
Total 54
ET + 3 10cm - 20cm 12
20cm - 40cm 10
≥ 40 cm 10
Total 32
ET + 10 10cm - 20cm 13
20cm - 40cm 13
≥ 40 cm 17
Total 43
Keterangan:- 10cm ≥ D < 20cm = tingkat tiang; 20cm ≥ D < 40cm = tingkat pohon
40 cm Up = tingkat pohon besar.
- ET + 1 = Satu tahun setelah tebangan (dan seterusnya)

4
Tabel 1. menunjukkan keadaan pohon-pohon dari famili Dipterocarpaceae baik dari segi
jumlah maupun sebarannya dalam kelas diameter dalam suatu areal bekas tebangan,
tetapi dari table-tabel tersebut belum dapat memberikan informasi yang optimal tentang
bagaimana keadaan hutan pasca pemanenan, untuk memperoleh informasi yang optimal
maka tabel diatas disusun ke dalam Tabel 2 dan 3 berikut.
Tabel (Table) 2. Perbandingan pohon tinggal Dipterocarpaceae antara hutan perawan
dan areal bekas tebangan (Comparation of residual trees of
Dipterocarpaceae between virgin forest and LOA)
Areal Bekas Tebangan
Hutan Perawan (Log Over Area) Rata-rata
(Average
(Virgin Forest) ET+1 ET+2 ET+3 ET+10 )
350 178(51%) 54(15%) 32(9%) 43(12%) 78(22%)

Tabel (Table) 3. Perbandingan struktur tegakan Dipterocarpaceae antara hutan


perawan dan areal bekas tebangan (Comparation of residual trees of
Dipterocarpaceae between virgin forest and LOA)
Areal Bekas Tebangan
Klas Diameter  Hutan Perawan (Log Over Area)  Rata-rata
(Average
(Diameter Classes) (Virgin Forest) ET+1 ET+2 ET+3 ET+10 )
10cm ≥ D < 20cm 140(40%) 55 10 12 13 22 (28%)
20cm ≥ D < 40cm 160(46%) 64 27 10 13 28 (36%)
40 cm Up 50(14%) 69 17 10 17 28 (36%)
Total 350 178 54 32 43 78

Dari Tabel 2 terlihat bahwa pohon tinggal jenis-jenis dari famili


Dipterocarpaceae masih tertinggal lebih kurang 22%, sedang menurut data total tegakan
pada saat sebelum ditebang pohon-pohon dari famili Dipterocarpaceae menduduki 43%
dari jumlah seluruh jenis pohon yang ada, menurut (Okimori dan Matius, 1994) dalam
A.Thojib dan Y.Okimori, 1998) kegiatan penebangan menyisakan 30 sampai 45%
tegakan yang tidak rusak selebihnya mengalami kerusakan yang cukup serius. Disamping
kerusakan tegakan yang disebabkan oleh tertimpanya pohon-pohon yang lebih kecil oleh
pohon-pohon besar akibat pemanenan hutan, kegiatan penebangan juga membuat areal
hutan menjadi lebih terbuka dan sinar matahari dapat secara penuh mengenai lantai
hutan, kondisi ini akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan atau bahkan kematian
tanaman muda dari jenis Dipterocarpaceae, menurut Riyanto, (2006), pertumbuhan dan
persen hidup permudaan Shorea leprosula terbaik adalah pada selang intensitas cahaya

5
6,5 – 35,2%. Hampir semua meranti memerlukan penaungan untuk awal pertumbuhan
dan perkembangannya, (Nicholson dalam Sagala,1985) lebih lanjut dikatakan tidak ada
penjelasan pasti tentang intensitas cahaya kuat yang menyebabkan kematian permudaan
meranti atau apakah terjadi hanya karena dampak, sebagai contoh, kuatnya cahaya
matahari penuh dapat membuat lahan menjadi kering. Kondisi ini lebih lanjut
menyebabkan tanah dan serasah menjadi lebih panas yang pada akhirnya akan
menyebabkan kematian cendawan mikoriza yang mana sebaliknya dapat membentuk
simbiose obligat dengan permudaan meranti. Temperatur tanah ideal untuk cendawan
mikoriza adalah berkisar 18 – 27O C (Palmer, 1971; de Huster, 1974 dan Anwar, 1990
O
dalam Iskandar dan Abdurrahman, 1997), ketika suhu mencapai 35 C dapat
menyebabkan kematian cendawan mikoriza (Suhardi, 1992 dalam Iskandar dan
Abdurrahman, 1997).
Tabel 3 memperlihatkan struktur tegakan di hutan perawan adalah 40%, 46% dan
14%, sedang di areal bekas tebangan tertinggal 28%, 36%, and 36% pada klas diameter
10cm ≥ D < 20cm, 20cm ≥ D < 40cm and 40 cm up secara berurutan. Ekositim hutan
alam dikatakan sehat apabila struktur tegakannya mewakili klas-klas diameter yang
berbeda. Jumlah pohon diameter kecil akan selalu lebih banyak daripada klas diameter
yang besar (Supriyanto, dkk 2001). Jadi dari perbandingan antara hutan perawan dan
areal bekas tebangan berarti kegiatan pemanenan secara tebang pilih telah merubah
struktur tegakan jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae, yang menjadi korban terbesar
akibat adanya penebangan adalah pada diameter kecil atau tingkat semai dan pancang.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil pengukuran dan pengamatan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pengaruh pemanenan hutan menyebabkan kerusakan pohon-pohon tinggal dari famili
Dipterocarpaceae, dengan jumlah pohon tinggal rata-rata 22%, sedang pada saat

6
belum ditebang pohon-pohon dari famili Dipterocarpaceae menduduki 43% dari
seluruh tegakan yang ada.
2. Pengaruh pemanenan hutan juga menyebabkan perubahan terhadap struktur tegakan,
struktur tegakan di hutan perawan adalah 40%, 46% dan 14%, sedang di areal bekas
tebangan kondisi struktur tegakan menjadi 28%, 36%, and 36% pada kelas diameter
10cm ≥ D < 20cm, 20cm ≥ D < 40cm and 40 cm up secara berurutan.

B. Saran
Penelitian ini diharapkan dapat dilakukan secara berkelanjutan sehingga
perkembangan pohon tinggal dapat diketahui dari waktu ke waktu, sehingga hasil
akhir dari penelitian ini dapat digunakan untuk pengelolaan tegakan tinggal dalam
rangka pengelolaan hutan alam lestari.

PUSTAKA

Daniel, T.W.,J.A. Helm S. and F.S. Baker, 1987. Principle of Silvikultur. Second
Edition, Gadjahmada University Press

Iskandar.A.M, dan Abdurrachman, 1997. Studi Status Mikoriza Arbuskula pada Hutan
Rawa Gambut, Proceedings Seminar on Mycorrhizae, Samarinda, Kalimantan
Timur. Ministry of Forestry, Forestry Research Institute Samarinda and ODA

Kiratiprayoon.S, J Luangjame, P.Damrongthai, and M Tarumatsawas, 1995. Species


Diversity of Second Growth At Ngao Demonstration Forest Lampang Province ,
Proceeding of a IUFRO Symposium at Chiangmai Thailand

Supriyanto, U.S. Irawan, E.I. Putra, I.W.S. Dharmawan, 2001. Stand Structure (Status,
Change, Trends) In Forest HealthMonitoring, Technical Report No.23 Forest
Health Monitoring To Monitor The sustainability Of Indonesian Tropical Rain
Forest

Riyanto, H.D, 2006. Growth Response of One Year Old post Planted Shorea leprosula
Seedling To Various Light, Under 19 Years Old Acacia mangium. Journal of
Forestry Research, Forestry Research and Development Agency, Jakarta
Indonesia

7
Sagala, A.P.S, 1985. Penyempunaan Tegakan Bekas Tebangan Pembuatan Hutan
Tanaman Meranti dan Pengendalian Perladangan Berpindah. Departemen
Kehutanan Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Balai
Teknologi Reboisasi, Kalimantan Selatan

Thojib, A dan Y. Okimori, 1998. Dynamics of Sapling and Seedling in the Logged-Over
Area. Proceeding of Seminar on Ecological approach for productivity and
sustainability of dipterocarp forest. Faculty of forestry Gadjahmada University,
Yokyakarta, Indonesia

Anda mungkin juga menyukai