(Rangkuman) SOSIOLOGI PENBANGUNAN
(Rangkuman) SOSIOLOGI PENBANGUNAN
Terdapat banyak aspek dan masalah yang diketahui termasuk ke dalam pembangunan,
sehingga pembangunan tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang. Hal ini menyebabkan
kesulitan dalam mendefinisikan pembangunan, terutama bukan karena orang tidak faham yang
dimaksud dengan pembangunan itu, tapi justru karena ruang lingkup pembangunan tersebut
begitu banyak, sehingga hampir tidak mungkin untuk menyatukan semuanya menjadi suatu
bentuk rumusan sederhana sebagai suatu definisi yang komplit: ³Inilah dia pembangunan itu.´
Menurut Soetomo (2008), pembangunan sebagai proses perubahan dapat dipahami dan
dijelaskan dengan cara yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam hal sumber atau
faktor yang mendorong perubahan tadi, misalnya yang ditempatkan dalam posisi lebih dominan,
sumber perubahan internal atau eksternal. Disamping itu, sebagai proses perubahan juga dapat
dilihat dari intensitas atau fundamental tidaknya perubahan yang diharapkan, melalui
transformasi struktural ataukah tidak. Sebagai proses mobilisasi sumberdaya juga dapat dilihat
pandangan dan penjelasan yang berbeda, misalnya pihak yang diberi kewenangan dalam
pengelolaannya diantara tiga stakeholders pembangunan, yaitu negara, masyarakat, dan swasta.
Perbedaan pandangan juga menyangkut level pengelolaan sumber daya tersebut, tingkat lokal,
regional, atau nasional. Perspektif yang berbeda juga dapat menyebabkan pemberian perhatian
yang berbeda terhadap sumber daya yang ada. Perspektif tertentu lebih memberikan perhatian
pada sumber daya alam dan sumber daya manusia, sedangkan perspektif yang lain disamping
kedua jenis sumber daya tersebut juga mencoba menggali, mengembangkan dan
mendayagunakan sumber daya sosial yang sering disebut juga dengan modal sosial atau energi
sosial. Bahkan dalam masing-masing perspektif yang bersikap terhadap sumber daya manusia
juga dapat dijumpai pandangan dan perlakuan yang berbeda. Disatu pihak dijumpai perspektif
yang melihatnya sebagai sekedar objek yang sama dengan sumber daya alam yang dapat
digerakkan dan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan pembangunan, dan dilain pihak melihatnya
sebagai aktor atau pelaku dari proses pembangunan itu sendiri.
Pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis, bukan dilihat sebagai konsep statis
yang selama ini sering kita anggap sebagai suatu kesalahan yang wajar. Pembangunan pada
dasarnya adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. ´Development is not a
static concept. It is continuously changing³, artinya juga bisa dikatakan bahwa pembangunan itu
sebagai ³never ending goal´. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu
perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju
atas kekuatan sendiri (self sustaining proces) tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya.
Jadi bukan hanya yang dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka. Pembangunan
tergantung dari suatu ³innerwill´, dan proses emansipasi diri, dan suatu partisipasi kreatif dalam
proses pembangunan hanya menjadi mungkin karena proses pendewasaan (Tjokroamidjoja dan
Mustapadijaja dalam Nawawi, 2009).
Banyak pakar memberikan definisi tentang pembangunan. Dalam tulisan-tulisan
mengenai pembangunan tersebut, pengertian-pengertian seperti modernisasi, perubahan sosial,
industrialisasi, westernasi, pertumbuhan (growth), dan evolusi sosio-kultural biasanya selalu
dikaitkan dalam menyusun suatu definisi pembangunan. Namun demikian, menurut para ahli,
istilah tersebut di atas terasa kurang sesuai dengan yang sesungguhnya dimaksud dengan
pembangunan. Frey dalam Zulkarimen Nasution (2004) menyebutkan bahwa pengertian
pertumbuhan (growth) terasa terlalu luas, sedangkan industrialisasi terlalu sempit. Begitu pun
dengan istilah westernisasi yang terasa bersifat parokial (sempit wawasannya).
Menurut Rogers dalam Zulkarimen Nasution (2004), pembangunan diartikan sebagai
proses yang terjadi pada level atau tingkatan sistem sosial, sedangkan modernisasi menunjuk
pada proses yang terjadi pada level individu. Yang paling sering, kalaupun kedua pengertian
istilah tersebut dibedakan, maka pembangunan dimaksudkan yang terjadi pada bidang ekonomi,
atau lebih mencakup seluruh proses analog dan seiring dengan itu, dalam masyarakat secara
keseluruhan.
Sebagai suatu istilah teknis, pembangunan berarti membangkitkan masyarakat di negara-
negara sedang berkembang dari keadaan kemiskinan, tingkat melek huruf (literacy rate) yang
rendah, pengangguran, dan ketidakadilan sosial (Seers dalam Zulkarimen Nasution, 2004
Menurut Seers dalam Zulkarimen Nasution (2004).
Menurut Sondang P. Siagian (2008), pembangunan didefinisikan sebagai rangkaian usaha
mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu
negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building).
à
c
Tujuan pembangunan di negara manapun tentunya untuk kebaikan masyarakatnya dan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Siagian dalam Nawawi (2009), pada
umumnya komponen yang dicita-citakan dalam keberhasilan pembangunan adalah bersifat relatif
dan sukar membayangkan tercapainya
titik jenuh yang absolut´, dan yang sudah tercapai tidak
mungkin ditingkatkan lagi, seperti: keadilan sosial; kemakmuran yang merata; perlakuan yang
sama dimata hukum; kesejahteraan material, mental, dan spiritual; kebahagian untuk semua;
ketentraman; serta keamanan. Untuk mencapai tujuan ini, maka masyarakat harus lebih
berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan yang meliputi keterlibatan aktif, keterlibatan dalam
memikul beban dan tanggung jawab, serta keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat
(Tjokroamidjojo dalam Nawawi, 2009).
Menurut Zulkarimen Nasution (2004), yang menjadi tujuan umum (goals) pembangunan
adalah proyeksi terjauh dari harapan-harapan dan ide-ide manusia, komponen-komponen dari
yang terbaik yang mungkin, atau masyarakat ideal yang terbaik yang dapat dibayangkan. Tujuan
khusus (objectives) pembangunan adalah tujuan jangka pendek, biasanya yang dipilih sebagai
tingkat pencapaian sasaran dari suatu program tertentu. Sedangkan target pembangunan adalah
tujuan-tujuan yang dirumuskan secara konkret, dipertimbangkan rasional dan dapat
direalisasikan sebatas teknologi dan sumber-sumber yang tersedia, yang ditegakkan sebagai
aspirasi suatu situasi yang ada dengan tujuan akhir pembangunan.
Î
c
???????????? ügar program-progam pembangunan dapat berjalan dengan baik sebagaimana yang
telah dituangkan dalam prioritas pembangunan, maka visi dan misi pembangunan haruslah
selaras dengan tujuan pembangunan, sehingga dapat menumbuhkan komitmen pelaksana
pembangunan untuk mewujudkan visi menjadi kenyataan dalam proses kreatif dan intuitif. Visi
adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan.
Sedangkan misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk
mewujudkan visi.
ügar dapat menentukan visi pembangunan dengan jelas, maka haruslah dapat menjawab
pertanyaan ´dalam pembangunan apa kita sekarang berada?´. Langkah-langkah yang diperlukan
untuk menjawab pertanyaan itu adalah:
1.? Menganalisis skala, lingkup, ukuran, bauran hasil pembangunan, dan aktivitas
pembangunan saat ini;
2.? Memandang ke depan dengan cara membandingkan celah antara apa yang sesungguhnya
dicapai dengan apa yang ingin dicapai;
3.? Celah tersebut digunakan oleh pelaksana pembangunan untuk menentukan arah dan pola
organisasi di masa depan.
Visi yang hendak dicapai memerlukan penjabaran kegiatan yang selaras dengan visi
tersebut. Menurut Suprayitno dalam Nawawi (2009), penjabaran dari kegiatan inilah yang
disebut dengan misi. Untuk menyatakan misi tersebut, maka harus memuat antara lain:
c
Pembangunan sangat diperlukan untuk menciptakan suatu masyarakat yang lebih baik
dan maju sesuai tuntutan jaman. Pada dasarnya, pembangunan yang diharapkan adalah
pembangunan yang berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat,
menurunkan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan berkeadilan sosial.
Keberhasilan penyelenggaraan pembangunan dalam semua segi kehidupan dan
penghidupan bangsa menuntut komitmen seluruh komponen masyarakat. Idealnya, berdasarkan
strategi dan rencana pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah, semua warga masyarakat
turut menjadi ³pemain´ dan tidak ada yang sekedar menjadi ³penonton´. Memang benar bahwa
jenis, intensitas, dan ekstensitas keterlibatan berbagai pihak berbeda-beda karena pengetahuan,
keterampilan, pemikiran intelektual, waktu, tenaga, dan kesempatan yang dimiliki juga beraneka
ragam. Meskipun penyelenggaraan kegiatan pembangunan tidak menggunakan pendekatan
³elitist´, namun kelompok elit dalam masyarakat harus memberikan kontribusi yang lebih
substansial dibandingkan dengan warga masyarakat yang lain (Siagian, 2008).
Gc c
Pembangunan merupakan proses perubahan secara sengaja untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan banyak dipengaruhi oleh kondisi fisik dan
nonfisik dari suatu masyarakat, sehingga akselerasi (percepatan) pembangunan disetiap negara
tidak sama. Menurut Tjokroamidjojo dalam Nawawi (2009), Faktor yang mempengaruhi
pembangunan dan mempunyai relevansi dengan kondisi masyarakat antara lain:
Menurut Didin S. Damanhuri (2010), berdasarkan problema empiris ekonomi politik dan
pembangunan di negara-negara sedang berkembang, faktor-faktor yang menjadi tantangan,
masalah, dan hambatan dalam menjalankan agenda pembangunan yang dapat dijadikan peluang
atau ancamannya adalah:
1.? Globalisasi;
2.? Kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan;
3.? Industrialisasi, pertanian, dan informalisasi ekonomi;
4.? Korupsi, kebocoran, dan inefisiensi;
5.? Utang luar negeri;
.? Lingkungan (ekologi);
7.? Birokrasi.
ï Gà cà
Damanhuri, Didin S. 2010. Akonomi Politik dan Pembangunan: Teori, Kritik, dan Solusi
bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang. Bogor: PT. Penerbit IPB Press
Nasution, Zulkarimen. 2004. Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan
Penerapannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Nawawi, Ismail. 2009. Pembangunan dan Problema Masyarakat: Kajian, Konsep, Model,
Teori, dari Aspek Akonomi dan Sosiologi. Surabaya: Putra Media Nusantara.
Proklamasi, Patriot. 2008. Karakteristik Pembangunan.
http://patriotproklamasi.blogspot.com/2008/05/karakteristik-pembangunan.html
c à
³KITü HüRUS senantiasa ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan negara
Indonesia. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, zaman berubah, terutama pada zaman
revolusi lahir batin sekarang ini. Oleh karena itu, kita harus hidup secara dinamis, harus melihat
segala gerak-gerik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Berhubung dengan itu,
janganlah tergesa-gesa memberi kristalisasi, memberi bentuk (*estalt) kepada pikiran-pikiran
yang masih mudah berubah´ (dikutip dari: Penjelasan Tentang Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, 18 Agustua 1945).
c
PERUBüHüN masyarakat atau social change ialah suatu pergantian atau modifikasi
pola kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor yang menjadi
penyebab perubahan masyarakat dapat timbul dari dalam kehidupan masyarakat sendiri maupun
yang datang dari luar diri masyarakat tersebut. Kedua faktor yang menjadi sebab perubahan
masyarakat, baik faktor intern maupun faktor ekstern, tidak dapat dipilah secara tegas. Bahkan
kedua faktor tersebut juga dapat saling berpengaruh. Perubahan masyarakat ini sebenarnya
alami, artinya mengacu pada perubahan alam. Perubahan masyarakat yang alami ini mungkin
tidak disengaja, mungkin pula tidak atas kehendak masyarakat sendiri. Oleh karena perubahan
masyarakat tersebut mengacu pada hukum alam maka perubahannya terjadi secara terus menerus
dan berupa siklus. Karena perubahan masyarakat itu alami maka manusia sebagai anggota
masyarakat tidak kuasa menghentikan atau menolak perubahan tersebut.
Namun manusia mampu memanfaatkan mekanisme perubahan yang secara alami tersebut
untuk kepentingan kehidupan bersamanya. Untuk hal ini manusia dalam mengelola kehidupan
bersamanya sengaja melakukan perubahan tersebut. ücuan perubahan yang disengaja ini tetap
berlandaskan pada dalil-dalil perubahan alami, akan tetapi dirancang dengan persiapan
perencanaan secara matang dan dikelola pula dengan manajemen yang baik. Karena masyarakat
mengharapkan agar perubahan yang disengaja tersebut dapat membuahkan hasil berupa
kehidupan masyarakat yang lebih baik dan lebih sejahtera.
Perubahan masyarakat yang disengaja, yang direncanakan dan dikelola dengan penerapan
manajemen yang baik ini dinamakan pembangunan masyarakat atau dikenal pula dengan istilah
social development atau community development. Jadi pembangunan adalah upaya melakukan
perubahan masyarakat yang dilaksanakan dengan sengaja, yang direncanakan secara matang dan
dikelola dengan penerapan manajemen. Tujuan pembangunan adalah mewujudkan kesejahteraan
masyarakat secara adil.
Reformasi yang telah berlangsung selama sepuluh tahun ini dengan sendirinya telah
mengubah kehidupan masyarakat di segala bidang. Reformasi sebagai perubahan masyarakat
tentu saja menimbulkan dampak yang positif maupun yang negatif bagi kehidupan masyarakat.
Dampak yang positif itulah yang harus dikembangkan lebih lanjut, sedangkan yang
menimbulkan dampak negaratif harus dapat diperkecil üpabila memungkinkan dampak yang
negatif tersebut harus diusahakan untuk dihapuskan sama sekali. Evaluasi pelaksanaan reformasi
baik yang berdampak positif maupun yang berdampak negatif perlu dilakukan sekarang agar
lima atau sepuluh tahun yang akan datang membuahkan hasil yang makin mendekatkan
kehidupan masyarakat ke arah terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil.
Meneladan kepada kelapangan dada Para Pendiri Negara kita, hendaknya para pelaku
reformasi juga harus lapang dada untuk bersedia memperbaiki dampak-dampak negatif
reformasi. Perubahan berjalan terus dan kehidupan masyarakat juga berubah secara dinamik
sesuai tuntutan zaman serta sesuai pula dengan perubahan kehidupan secara global. Untuk
mengantisipasi dinamika perubahan nasional maupun perubahan global tersebut langkah
reformasi harus lebih difokuskan pada upaya peniadaan dampak-dampak negatif yang
menghambat dinamika kehidupan masyarakat, yaitu antara lain:
Kedua, penegakan hukum harus dimulai dengan penataan hirarkhi peraturan perundang-
undangan secara nasional. Sehingga tidak timbul tumpang tindih peraturan, dan peraturan yang
di bawah harus mengacu pada peraturan di atasnya. Peraturan yang di bawah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan yang di atasnya serta merupakan rincian dari peraturan di
atasnya.
Ketiga, penataan kembali otonomi daerah yang seluas-luasnya. Seluas-luasnya tidak dapat
diartikan sebagai sebebas-bebasnya tanpa mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
ada, khususnya tentang hak dan kewajiban Daerah.
Keempat, penataan demokrasi sebagai sarana (means) dan sistem pemerintahan yang
bersumber pada kedaulatan rakyat (kedaulatan di tangan rakyat). Demokrasi yang diterapkan di
Indonesia harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip yang terkandung pada dasar negara
Pancasila, yaitu ³demokrasi berdasar permusyawaratan / perwakilan´. Demokrasi
permusyawaratan / perwakilan inilah yang harus dikembangkan dan diterapkan dalam
kehiduapan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia.
Pengendalian sosial adalah merupakan suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial
serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan
nilai yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu
meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang / membangkang.
Berikut ini adalah cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan sosial masyarakat :
Pengendalian lisan diberikan dengan menggunakan bahasa lisan guna mengajak anggota
kelompok sosial untuk mengikuti peraturan yang berlaku.
Pengendalian simbolik merupakan pengendalian yang dilakukan dengan melalui gambar, tulisan,
iklan, dan lain-lain. Contoh : Spanduk, poster, Rambu Lalu Lintas, dll.
Pengendalian melalui cara-cara kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk membuat
si pelanggar jera dan membuatnya tidak berani melakukan kesalahan yang sama. Contoh seperti
main hakim sendiri.
cï à !à!!
Dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang semua anggota masyarakat bersedia menaati aturan
yang berlaku, hampir bisa dipastikan kehidupan bermasyarakat akan bisa berlangsung dengan
lancar dan tertib. Tetapi, berharap semua anggota masyarakat bisa berperilaku selalu taat, tentu
merupakan hal yang mahal. Di dalam kenyataan, tentu tidak semua orang akan selalu bersedia
dan bisa memenuhi ketentuan atau aturan yang berlaku dan bahkan tidak jarang ada orang-orang
tertentu yang sengaja melanggar aturan yang berlaku untuk kepentingan pribadi atau
kelompoknya.
Secara rinci, beberapa faktor yang menyebabkan warga masyarakat berperilaku menyimpang
dari norma-norma yang berlaku adalah sebagai berikut ( Soekanto, 181:45)
1. Karena kaidah-kaidah yang ada tidak memuaskan bagi pihak tertentu atau karena tidah
memenuhi kebutuhan dasarnya.
2. Karena kaidah yang ada kurang jelas perumusannya sehingga menimbulkan aneka penafsiran
dan penerapan.
3. Karena di dalam masyarakat terjadi konflik antara peranan-peranan yang dipegang warga
masyarakat, dan
4. Karena memang tidak mungkin untuk mengatur semua kepentingan warga masyarakat secara
merata.
Pada situasi di mana orang memperhitungkan bahwa dengan melanggar atau menyimpangi
sesuatu norma dia malahan akan bisa memperoleh sesuatu reward atau sesuatu keuntungan lain
yang lebih besar, maka di dalam hal demikianlah enforcement demi tegaknya norma lalu
terpaksa harus dijalankan dengan sarana suatu kekuatan dari luar. Norma tidak lagi self-
enforcing (norma-norma sosial tidak lagi dapat terlaksana atas kekuatannya sendiri ), dan akan
gantinya harus dipertahankan oleh petugas-petugas kontrol sosial dengan cara mengancam atau
membebankan sanksi-sanksi kepada mereka-mereka yang terbukti melanggar atau menyimpangi
norma.
üpabila ternyata norma-norma tidak lagi self-enforcement dan proses sosialisasi tidak cukup
memberikan efek-efek yang positif, maka masyarakat ± atas dasar kekuatan otoritasnya ± mulai
bergerak melaksanakan kontrol sosial (social control). Menurut Soerjono Soekanto,
pengendalian sosial adalah suatu proses baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, yang
bertujuan untuk mengajak, membimbing atau bahkan memaksa warga masyarakat agar
mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku. Obyek (sasaran) pengawasan sosial, adalah
perilaku masyarakat itu sendiri. Tujuan pengawasan adalah supaya kehidupan masyarakat
berlangsung menurut pola-pola dan kidah-kaidah yang telah disepakati bersama. Dengan
demikian, pengendalian sosial meliputi proses sosial yang direncanakan maupun tidak
direncanakan (spontan) untuk mengarahkan seseorang. Juga pengendalian sosiap pada dasarnya
merupakan sistem dan proses yang mendidik, mengajak dan bahkan memaksa warga masyarakat
untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma sosial.
1. Sistem mendidik dimaksudkan agar dalam diri seseorang terdapat perubahan sikap dan
tingkah laku untuk bertindak sesuai dengan norma-norma.
2. Sistem mengajak bertujuan mengarahkan agar perbuatan seseorang didasarkan pada norma-
norma, dan tidak menurut kemauan individu-individu.
3. Sistem memaksa bertujuan untuk mempengaruhi secara tegas agar seseorang bertindak sesuai
dengan norma-norma. Bila ia tidak mau menaati kaidah atau norma, maka ia akan dikenakan
sanksi.
Dalam pengendalian sosial kita bisa melihat pengendalian sosial berproses pada tiga pola yakni :
1. Pengendalian kelompok terhadap kelompok
b. Pengendalian represif ; kontrol sosial yang dilakukan setelah terjadi pelanggaran dengan
maksud hendak memulihkan keadaan agar bisa berjalan seperti semula dengan dijalankan di
dalam versi ³menjatuhkan atau membebankan, sanksi´. Pengendalian ini berfungsi untuk
mengembalikan keserasian yang terganggu akibat adanya pelanggaran norma atau perilaku
meyimpang. Untuk mengembalikan keadaan seperti semula, perlu diadakan pemulihan. Jadi,
pengendalian disini bertujuan untuk menyadarkan pihak yang berperilaku menyimpang tentang
akibat dari penyimpangan tersebut, sekaligus agar dia mematuhi norma-norma sosial.
c. Pengendalian sosial gabungan merupakan usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan (preventif) sekaligus mengembalikan penyimpangan yang tidak sesuai dengan
norma-norma sosial (represif). Usaha pengendalian dengan memadukan ciri preventif dan
represif ini dimaksudkan agar suatu perilaku tidak sampai menyimpang dari norma-norma dan
kalaupun terjadi penyimpangan itu tidak sampai merugikan yang bersangkutan maupun orang
lain.
d. Pengendalian resmi (formal) ialah pengawasan yang didasarkan atas penugasan oleh badan-
badan resmi, misalnya negara maupun agama.
f. Pengendalian institusional ialah pengaruh yang datang dari suatu pola kebudayaan yang
dimiliki lembaga (institusi) tertentu. Pola-pola kelakuan dan kiadah-kaidah lembaga itu tidak saja
mengontrol para anggota lembaga, tetapi juga warga masyarakat yang berada di luar lembaga
tersebut.
g. Pengendalian berpribadi ialah pengaruh baik atau buruk yang datang dari orang tertentu.
ürtinya, tokoh yang berpengaruh itu dapat dikenal. Bahkan silsilah dan riwayat hidupnya, dan
teristimewa ajarannya juga dikenal.
1. Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan agar anggota masyarkat bertingkah laku seperti yang diharapkan tanpa
paksaan. Usaha penanaman pengertian tentang nilai dan norma kepada anggota masyarakat
diberikan melakui jalur formal dan informal secara rutin.
2. Tekanan Sosial
Tekanan sosial perlu dilakukan agar masyarakat sadar dan mau menyesuaikan diri dengan aturan
kelompok. Masyarakat dapat memberi sanksi kepada orang yang melanggar aturan kelompok
tersebut.
Pengendalian sosial pada kelompok primer (kelompok masyarkat kecil yang sifatnya akrab dan
informal seperti keluarga, kelompok bermain, klik ) biasanya bersifat informal, spontan, dan
tidak direncanakan, biasanya berupa ejekan, menertawakan, pergunjingan (gosip) dan
pengasingan.
Pengendalian sosial yang diberikan kepada kelompok sekunder (kelompok masyarkat yang lebih
besar yang tidak bersifat pribadi (impersonal) dan mempunyai tujuan yang khusus seperti serikat
buruh, perkumpulan seniman, dan perkumpulan wartawan ) lebih bersifat formal. ülat
pengendalian sosial berupa peraturan resmi dan tata cara yang standar, kenaikan pangkat,
pemberian gelar, imbalan dan hadiah dan sanksi serta hukuman formal.
3. Kekuatan dan kekuasaan dalam bentuk peraturan hukum dan hukuman formal
Kekuatan da kekuasaan akan dilakukan jika cara sosialisasi dan tekanan sosial gagal. Keadaan
itu terpaksa dipergunakan pada setiap masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku dalam
menyesuaikan diri dengan nilai dan norma sosial.
Disamping cara di atas juga agar proses pengendalian berlangsung secara efektif dan mencapai
tujuan yang diinginkan, perlu dberlakukan cara-cara tertentu sesuai dengan kondisi budaya yang
berlaku.
a. Pengendalian tanpa kekerasan (persuasi); bisasanya dilakukan terhadap yang hidup dalam
keadaan relatif tenteram. Sebagian besar nilai dan norma telah melembaga dan mendarah daging
dalam diri warga masyarakat.
b. Pengendalian dengan kekerasan (koersi) ; biasanya dilakukan bagi masyarakat yang kurang
tenteram, misalnya GPK (Gerakan Pengacau Keamanan).
Jenis pengendalian dengan kekerasan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni kompulsi dan
pervasi.
1) Kompulsi (compulsion) ialah pemaksaan terhadap seseorang agar taat dan patuh tehadap
norma-norma sosial yang berlaku.
2) Pervasi ( pervasion ) ialah penanaman norma-norma yang ada secara berulang -ulang dengan
harapan bahwa hal tersebut dapat masuk ke dalam kesadaran seseorang. Dengan demikian, orang
tadi akan mengubah sikapnya. Misalnya, bimbingan yang dilakukan terus menerus.
Kontrol sosial ± di dalam arti mengendalikan tingkah pekerti-tingkah pekerti warga masyarakat
agar selalu tetap konform dengan keharusan-keharusan norma-hampir selalu dijalankan dengan
bersarankan kekuatan sanksi (sarana yang lain:pemberian incentive positif). üdapun yang
dimaksud dengan sanksi dalam sosiologi ialah sesuatu bentuk penderitaan yang secara sengaja
dibebankan oleh masyarakat kepada seorang warga masy arakat yang terbukti melanggar atau
menyimpangi keharusan norma sosial, dengan tujuan agar warga masyarakat ini kelak tidak lagi
melakukan pelanggaran dan penyimpangan terhadap norma tersebut.
üda tiga jenis sanksi yang digunakan di dalam usaha-usaha pelaksanaan kontrol sosial ini, yaitu :
1. Sanksi yang bersifat fisik,
Pada praktiknya, ketiga jenis sanksi tersebut di atas itu sering kali terpaksa diterapkan
secara bersamaan tanpa bisa dipisah-pisahkan, misalnya kalau seorang hakim menjatuhkan
pidana penjara kepada seorang terdakwa; ini berarti bahwa sekaligus terdakwa tersebut dikenai
sanksi fisik (karena dirampas kebebasan fisiknya), sanksi psikologik (karena terasakan olehnya
adanya perasaan aib dan malu menjadi orang hukuman), dan sanksi ekonomik ( karena
dilenyapkan kesempatan meneruskan pekerjaannya guna menghasilkan uang dan kekayaan ).
Sementara itu, untuk mengusahakan terjadinya konformitas, kontrol sosial sesungguhnya juga
dilaksanakan dengan menggunakan incentive-incentive positif yaitu dorongan positif yang akan
membantu individu-individu untuk segera meninggalkan pekerti-pekertinya yang salah,
Sebagaimana halnya dengan sanksi-sanksi, pun incentive itu bisa dibedakan menjadi tiga jenis,
yaitu :
1. Incentive yang bersifat fisik;
3. Incentive yang bersif ekonomik.Incentive fisik tidaklah begitu banyak ragamnya, serta pula
tidak begitu mudah diadakan. Pun, andaikata bisa diberikan, rasa nikmat jasmaniah yang
diperoleh daripadanya tidaklah akan sampai seekstrem rasa derita yang dirasakan di dalam sanksi
fisik. Jabatan tangan, usapan tangan di kepala, pelukan, ciuman tidaklah akan sebanding dengan
ekstremitas penderitaan sanksi fisik seperti hukuman cambuk, hukuman kerja paksa, hukuman
gantung dan lain sebagainya. Bernilai sekadar sebagai simbol, kebanyakan incentive fisik lebih
tepat dirasakan sebagai incentive psikologik. Sementara itu, disamping incentive fisik dan
psikologik tidak kalah pentingnya adalah incentive ekonomik. Incentive ekonomik kebanyakan
berwujud hadiah-hadiah barang atau ke arah penghasilan uang yang lebih banyak.
üpakah kontrol sosial itu selalu cukup efektif untuk mendorong atau memaksa warga masyarakat
agar selalu conform dengan norma-norma sosial (yang dengan demikian menyebabkan
masyarakat selalu berada di dalam keadaan tertib ) ? Ternyata tidak. Usaha-usaha kontrol sosial
ternyata tidak berhasil menjamin terselenggaranya ketertiban masyarakat secara mutlak, tanpa
ada pelanggaran atau penyimpangan norma-norma sosial satu kalipun. üda lima faktor yang ikut
menentukan sampai seberapa jauhkah sesungguhnya sesuatu usaha kontrol sosial oleh kelompok
masyarakat itu bisa dilaksanakan secara efektif, yaitu :
Makin otonom suatu kelompok, makin efektiflah kontrol sosialnya, dan akan semakin sedikitlah
jumlah penyimpangan-penyimpangan dan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di atas norma-
norma kelompok. Dalil tersebut diperoleh dari hasil studi Marsh.
Penyelidikan Marsh ini dapat dipakai sebagai landasan teoritis untuk menjelaskan mengapa
kontrol sosial efektif sekali berlaku di dalam masyarakat-masyarakat yang kecil-kecil dan
terpencil; dan sebaliknya mengapa di dalam masyarakt kota besar-yang terdiri dari banyak
kelompok-kelompok sosial besar maupun kecil itu ± kontrol sosial bagaimanapun juga kerasnya
dilaksanakan tetap saja kurang efektif menghadapi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
Kontrol atau pengendalian sosial mengacu kepada berbagai alat yang dipergunakan oleh suatu
masyarakat untuk mengembalikan anggota-anggota yang kepala batu ke dalam relnya. Tidak ada
masyarakat yang bisa berjalan tanpa adanya kontrol sosial. Bentuk kontrol sosial atau cara-cara
pemaksaan konformitas relatif beragam. Cara pengendalian masyarakat dapat dijalankan dengan
cara persuasif atau dengan cara koersif. Cara persuasif terjadi apabila pengendalian sosial
ditekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing, sedangkan cara koersif tekanan
diletakkan pada kekeraan atau ancaman dengan mempergunakan atau mengandalkan kekuatan
fisik. Menurut Soekanto (1981;42) cara mana yang lebih baik senantiasa tergantung pada situasi
yang dihadapi dan tujuan yang hendak dicapai, maupun jangka waktu yang dikehendaki.
Di dalam masyarakat yang makin kompleks dan modern, usaha penegakan kaidah sosial tidak
lagi bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan kesadaran warga masyarakat atau pada rasa
sungkan warga masyarakat itu sendiri. Usaha penegakan kaidah sosial di dalam masyarakat yang
makin modern, tak pelak harus dilakukan dan dibantu oleh kehadiran aparat petugas kontrol
sosial.
Di dalam berbagai masyarakat, beberapa aparat petugas kontrol sosial yang lazim dikenal adalah
aparat kepolisian, pengadilan, sekolah, lembaga keagamaan, adat, tokoh masyarakat-seperti kiai-
pendeta-tokoh yang dituakan, dan sebagainya.
c
Dilihat dari segi bentuk-bentuk kejadiannya, maka perubahan sosial dapat dibahas dalam tiga
dimensi atau bentuk, yaitu: perubahan sosial menurut kecepatan prosesnya, ada yang
berlangsung lambat (evolusi) dan ada yang cepat (revolusi). Perubahan sosial menurut skala atau
besar pengaruhnya luas dan dalam, serta ada pengaruhnya relatif kecil terhadap kehidupan
masyarakat. Dan yang ketiga, adalah perubahan sosial menurut proses terjadinya, ada yang
direncanakan (planned) atau dikehendaki, serta ada yang tidak direncanakan (unplanned).
Menurut kecepatan prosesnya, perubahan sosial dapat terjadi setelah memulai proses
perkembangan masyarakat yang panjang dan lama, yang disebut dengan proses evolusi. Tetapi
ada juga perubahan sosial yang berlangsung begitu cepat, yang disebut dengan revolusi.
üdapun menurut skala pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat, ada perubahan sosial yang
terjadi dan sekaligus memberikan pengaruh yang luas dan dalam terhadap kehidupan masyarakat
secara keseluruhan. Namun sebaliknya ada pula perubahan sosial yang berskala kecil dalam arti
pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat secara keseluruhan relatif kecil dan terbatas.
Sementara itu menurut proses terjadinya, ada perubahan sosial yang memang dari semula
direncanakan atau dikehendaki. Misalnya dalam bentuk program-program pembangunan sosial.
Namun ada pula yang tidak dikehendaki terjadinya atau tidak direncanakan.
ï Gà cà
? Craib, Ian (198). Teori-teori Sosial Modern. Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta:
CV. Rajawali.
? Etzioni, Eva and ümiatai Etzioni (197). Social Change: Sources, Pattern, and
Consequences. New York: Basic Books, Inc, Publishers.
? Hoselitz, Bert FR.., and Wilbert E Moore (193). Industrialization and Society. Unecso
Mouton
? Soekanto, Soerjono (i987). Sosiologi, suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit CV Rajawali.
? Suwarsono, dan ülvin Y. (1991). Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia.
Jakarta: LP3S.
? Taneko, Soleman B. (1993). Struktur dan Proses Sosial. (Cetakan II). Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.