Anda di halaman 1dari 3

Sesungguhnya dari apa yang telah didapatkan manusia dari perkataan kenabian yang pertama

ialah jika engaku tidak malu maka berbuatlah sekehendakmu.” (HR Bukhari)

Inilah sifat malu. Sifat yang sangat mulia jika ditempatkan di tempat yang agung. Ia adalah
penjaga kita. Ia adalah pelindung kita. Ia adalah tembok penghalang diri dari kejahatan diri kita.
Ia ibarat pakaian yang senantiasa melindungi badan kita dari dingin yang menusuk, dari panas
yang menyengat. Ia adalah mahkota setiap manusia. Ia adalah perhiasan jiwa yang
mempercantik akhlak manusia.

Malu adalah penolong Yusuf dari godaan syahwat’Imraatul Aziz. Ia malu kepada Allah atas
pikirannya yang sempat tergoda oleh bujukan setan dalam wujud wanita cantik dengan rayuan
maut. Dengan rasa malu tersebut, Yusuf dijebloskan ke penjara. Seakan ini adalah pilihan yang
bodoh bagi Yusuf. Antara memilih wanita cantik yang hangat atau penjara yang dingin.

“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf
pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tiada melihat tanda (dari)
Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian.
Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (Yusuf: 24)

Satu kisah dari Ibnul Jauzi tentang seorang pemuda bernama Abu Bakar Al Miski. Al Miski
adalah julukan baginya karena tubuhnya selalu mengeluarkan bau harum kasturi yang khas. Ia
tidak pernah lagi memakai haruman apapun, ia tidak pakai Axe atau Casablanca. Bau harum itu
benar-benar mncul dari tubuhnya. Semua itu sudah dikehendaki Allah.

Ia, Abu Bakar, mengisahkan asal-muasal bau harum dari tubuhnya itu.

Pada suatu saat, ada seorang wanita cantik yang telah memperdayaiku. Ia telah menjebakku
hingga aku memasuki rumahnya. Dari dalam ia mengunci pintu rumah. Demi Allah, ia telah
merayuku. Kaget dan bingung menghantui pikiranku saat itu. Aku tidak menemukan jalan keluar
dari rumah itu. Aku hanya berserah diri pada Allah. Alhamdulillah, Ia memberi petunjuk padaku.

Aku berkata pada wanita di depanku,”Ijinkan aku pergi ke toilet sebentar…”

Wanita itu mengira aku telah terperdaya lagi dan akan menuruti kemauannya. Ia menyuruh
pembantunya mengantarku ke tolilet. Di dalam toilet, aku mengambil kotoran dan
mengoleskannya ke seluruh tubuhku. Aku kembali menemui wanita itu dengan tubuh dan
pakaian yang belepotan kotoran. Ia kaget dan tentu saja jijik melihatku. Sesuai apa yang aku
harapkan. Seketika itu, ia memerintahkan pembantunya mengusirku dari rumahnya. Segala puji
bagi Allah yang telah membantuku. Aku pulang dan membersihkan tubuhku yang penuh kotoran.

Malamnya, aku bermimpi dan mendengar suara,”Ya Abu Bakar, engkau telah melakukan sesuatu
yang belum pernah dilakukan selainmu. Mulai sekarang akan Kujadikan tubuhmu harum di dunia
dan akhirat.”

Subhanallah. Itulah balasan bagi orang yang malu berbuat maksiat. Ia malu kepada Allah. Ia
malu kepada dirinya sendiri. Dan balasannya tidak hanya di akhirat. Abu Bakar Al Miski
mendapatkan dunia dan akhirat karena ia mencari akhirat.

“Salah satu di antara tujuh orang yang diberi naungan oleh Allah pada hari kiamat dimana tiada
naungan kecuali naungan Allah adalah… seorang pemuda yang digoda untuk berzina dengan
seorang wanita yang berpangkat lagi jelita, namun ia menolaknya dan berkata ‘Saya takut
kepada Allah’.”(HR Bukhari dan Muslim)

Malu adalah benteng yang melindungi Maryam binti ‘Imran dari setan ketika datang Jibril dengan
wujud manusia yang sempurna. Dalam wujud seorang lelaki yang tampan dan gagah. Padahal
Maryam tiada pernah bertemu dengan lelaki lain selain Zakariyya, sang paman. Bagaimana jika
itu terjadi padamu ukhti? Seorang lelaki tampan yang belum pernah kau temui mendatangi
mihrabmu. Tentu jantungmu akan berdebar kencang. Bahkan mungkin walaupun yang datang
tidak cakep-cakep amat, kamu bakal jedhug-jedhug. Itulah malu, benteng dari maksiat.

“Maryam berkata: Sesunguhnya aku berlindung daripadamu kepada Allah Yang Maha Pengasih,
jika engkau bertaqwa.” (QS Maryam: 18)

Ada satu kisah yang Rasulullah sendiri sabdakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
tentang Juraij, seorang yang takut dan malu untuk berzina.

Dulu, dikalangan Bani Israil terdapat seorang laki-laki yang ahli ibadah. Ia dipanggil dengan nama
Juraij. Ia membangun tempat ibadahnya dan melakukan ibadah di dalamnya. Orang-orang Bani
Israil menyebut-nyebut tentang ketekunan ibadah Juraij, sehingga berkatalah seorang pelacur
dari mereka.

“Jika kalian mnghendaki aku akan memberinya ujian.”

Mereka berkata, “Kami menghendakinya.”

Perempuan itu lalu mendatanginya dan menawarkan diri kepadanya. Tetapi Juraij tidak
mempedulikannya. Lalu ia berzina dengan seorang gembala yang meneduhkan kambing
gembalaannya ke dekat tempat ibadah Juraij. Akhirnya iapun hamil dan melahirkan seorang bayi.

Orang-orang bertanya, “Hasil perbuatan siapa?”

Ia menjawab,”Juraij.”

Maka mereka mendatanginya dan memaksanya turun. Mereka mencaci, memukulinya dan
merobohkan tempat ibadahnya.

Juraij bertanya,”Apa yang terjadi dengan kalian?'

Mereka menjawab,”Engkau telah berzina dengan pelacur ini, sehingga ia melahirkan seorang
bayi.”

Ia bertanya,”Dimana dia?”

Mereka menjawab,”Itu dia!”

Juraij lalu berdiri dan shalat kemudian berdo'a. Setelah itu ia menghampiri sang bayi lalu
mencoleknya seraya berkata, “Demi Allah, wahai bayi, siapa ayahmu?”

Sang bayi menjawab, “Aku adalah anak tukang gembala.”

Serta merta orang-orang pun menghambur kepada Juraij dan menciuminya. Mereka
berkata,”Kami akan membangun tempat ibadahmu dari emas.”

Ia menjawab,”Aku tidak membutuhkan yang demikian, tetapi bangunlah ia dari tanah


sebagaimana yang semula.”

Dengan takut dan malu kepada Allah, Juraij telah membuktikan kesucian dirinya. Ia mampu
membuat bayi iu berbicara atas seijin Allah.

Malu adalah sifat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang terpuji. Ia begitu malu saat
pakaian tersingkap hingga menampakkan lututnya. Malu adalah sifat yang dimiliki oleh teladan
umat sepanjang zaman, Rasulullah.
“Adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lebih malu daripada seorang gadis dalam pingitan.”
( HR Bukhari)

Malu adalah salah satu nikmat dari Allah yang teramat indah untuk disia-siakan. Ia harus kita
jaga dengan tekad baja. Jika kita menjaganya, niscaya ia juga yang akan menjaga kita dari hal
munkar. Ia akan memberi kebaikan kepada kita dalam setiap hembusan napas. Setiap degupan
jantung. Setiap menit. Setiap detik. Setiap saat.

“Malu itu tidak akan datang pada seseorang kecuali berupa kebaikan.” (HR Bukhari)

Setiap manusia akan terlahir dengan sifat malu. Ia ada di dalam diri dan hati setiap manusia.
Seiring dengan pertumbuhan waktu. Sifat ini akan berubah sesuai karakter masing-masing. Ia
bisa dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan.

Pergaulan yang terlalu bebas akan sedikit banyak mengikis sifat malu. Sedangkan pergaulan
yang lebih tertutup akan menambah sensitif sifat ini. Sifat malu dapat juga ditumbuhkan dengan
keimanan. Iman kepad Allah akan memberikan keseimbangan porsi malu dalam diri kita.

Memiliki sifat malu adalah anugerah. Ia harus selaras dan seimbang dalam penempatannya.
Contoh yang sering terjadi adalah ketika seorang siswa diminta gurunya mengerjakan soal di
depan kelas. Ia tidak mau mengerjakan di depan kelas. Padahal ia bisa mngerjakan soal
tersebut. Tentu ikhwah fillah setuju kalau itu sifat malu yang merusak. Sifat malu yang dimilikinya
merugikan diri sendiri.

Ketika antum misalnya, diajak ke suatu kajian tertentu yang disana pesertanya adalah orang-
orang yang pengetahuan Islamnya lebih dari kita, antum menolak dengan alasan malu atau
nggak pede. Itu juga kurang tepat. Kekurangan antum dan kekurangan yang saya miliki harus
diibaratkan cambuk rotan untuk menyemangati kita dalam mengkaji ilmu Allah yang sangat luas.
Ilmu yang jika seluruh lautan adalah tinta dan seluruh pohon ditebang dijadikan kertas-pun
takkan cukup untuk menuliskan ilmu yang dimiliki-Nya. Jika kita dapat memperoleh setetes ilmu
itu, kita adalah manusia paling beruntung.

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”(QS Al An’am: 141)

Dan orang yang katanya sudah putus urat malunya, di sebelah sana hanya bisa menertawakan
kita. Menganggap kebebasan adalah segalanya. Manusia dianggap dapat hidup tanpa batas.
Padahal mereka sendiri tidak tahu apakah mereka masih hidup besok atau lusa. Mereka tidak
risih dengan pandangan orang lain. Tidak malu pada Allah. Tidak takut pada siksa Allah.

Mereka berbuat sekehendak nafsu. Mereka telah diperbudak oleh nafsu mereka yang takkan
pernah habis. Nafsu itu ibarat air laut yang tidak memuaskan dahaga. Semakin banyak diminum,
semakin haus. Itulah golongan orang-orang yang telah menjadi pengikut setan.

Ada aturan dan petunjuk kebaikan, mereka melanggarnya. Ada nasehat kebaikan, mereka tak
mengacuhkannya. Ada ajakan kemaksiatan, mereka memperturutkannya.

Ketika seorang wanita memamerkan auratnya, ia memendam sifat malu yang ada dalam dirinya
di dalam lubang kejahilan di hatinya. Ia malu jika tidak bisa tampil menarik perhatian orang lain.
O…ternyata ia masih punya sifat malu. Subhanallah..!!

Anda mungkin juga menyukai