Anda di halaman 1dari 11

Writing Tips by Sitta Karina

Suka menulis fiksi (baik novel maupun cerpen), namun


bingung bagaimana memulainya dan apa saja yang sebaiknya
dilakukan berikutnya? Berikut adalah cara step-by-step yang
saya lakukan dalam menulis fiksi. Kalian bisa
membandingkan cara ini dengan style kalian sendiri. Siapa
tahu bisa tercipta kombinasi yang lebih baik.

Ide
Semua ceritaku dimulai dari sebuah ide. Bisa
mengenai tokoh ceritanya (seorang perempuan
yang berkelana ke masa lalu), setting -nya
(sebuah negeri antah-berantah seperti Madriva
di “Magical Seira), atau plotnya (cerita tentang
trah Hanafiah yang berhubungan satu sama
lain). Ketika saya mendapatkan sebuah ide,
walau tidak yakin itu bagus atau tidak, saya pasti
menuliskannya pada notes untuk menghindari
faktor lupa.
Masa inkubasi (pengendapan ide)
Kadang saya tahu sebuah cerita dari awal sampai
akhir, namun lebih sering terjadi adalah hanya satu-
dua ide saja yang terlintas, sehingga saya hanya
menulisnya lalu kembali ke pekerjaan (cerita)
sebelumnya. Cara ini biasanya menyebabkan ide yang
diendapkan tersebut bertambah seiring hal-hal
menarik dan pemikiran baru yang saya lihat atau
dengar dari TV maupun orang sekitar. Beberapa dari
ide saya justru berkembang lebih baik dengan
ditinggalkan dulu di pikiran.

Akumulasi ide
Ketika satu-dua ide terbentuk, insting saya
mengatakan bahwa saya butuh ide ketiga untuk
membuat plot cerita berjalan. Setelah itu, ide-ide
lain yang akan bergabung dalam “satu
akumulasi” seiring berjalan waktu akan
menyempurnakan konsep cerita saya dalam
novel tersebut.
Notes
Ketika ide-ide berkembang menjadi kumpulan
ide yang saling berhubungan, saya menyadari
pikiran sudah tidak mungkin lagi dijejali sampai
penuh sesak, hingga saya harus lebih banyak
membuat notes. Untuk cerpen, biasanya notes
tersebut simpel dan sedikit. Sedangkan untuk
novel, saya pasti akan lebih banyak
merencanakan ini-itu hingga notes lebih panjang
dan mendetail.

Menulis
Ketika ide bagus terformulasi dan sudah tahu
cerita akan dibawa ke mana, mulailah saya
menulis. Saya memberi fokus khusus pada prolog
maupun bab 1 karena di situlah penentu apakah
pembaca tertarik untuk membaca kelanjutan
cerita kita. Setelah itu biasanya saya akan break
sebentar dan melakukan proyek lain untuk
menghindari kejenuhan. Tapi saya tetap
berusaha menanamkan kedisiplinan diri untuk
selalu menyelesaikan apa yang sudah dimulai.

Rehat
Ketika draft pertama telah selesai, singkirkan
dulu. Saya berusaha untuk tidak memikirkan
tentang cerita itu lagi selama 1-2 minggu.
Tujuannya adalah untuk “menjauh” dulu dari
cerita dan membacanya seperti kita membaca
cerita orang lain, sehingga dapat menilai lebih
obyektif dan perbaikan dapat dilakukan lebih
tepat.

Membaca
Setelah cerita disingkirkan selama beberapa
minggu, kini waktunya untuk membacanya. Saya
menetapkan standar agar cerita yang dibaca ini
harus enjoyable , seperti jenis cerita yang biasa
saya nikmati. Oleh karena itu, biasanya saya
sudah siap dengan bolpen di tangan untuk
mengoreksi langsung naskah itu di tangan.

Revisi
Dengan bolpen di tangan dan mengacu pada
notes yang sudah dibuat sebelumnya, maka
mulailah saya merevisi, mulai dari koreksi besar
dan umum sampai yang kecil. Beberapa cerita
kompleks memang membutuhkan revisi
mendetail—harus ditambahkan, harus dikurangi
maupun diganti. Kalau ada typos (salah ketik),
segera koreksi saat itu juga.

Copyeditting
Kegiatan ini termasuk membetulkan typos ,
memperbaiki tata bahasa, kosa kata, salah
pengejaan, serta menulis ulang kalimat-kalimat
yang terdengar kurang tepat. Hal ini sangat
krusial, terutama kalau kamu ingin menerbitkan
karya tersebut. Editor tentunya lebih suka
membaca naskah yang bersih, bukan?

Formatting
Terakhir adalah mem-format naskah, yaitu:
memilih huruf yang tepat, merapikan dan
menetapkan alinea, dan semua itu bisa dilakukan
dengan software menulis kita. Saya menggunakan
Microsoft Word, dan semua alat untuk
melaksanakan proses itu tersedia. Ta-da .. kini
jadilah naskah kalian yang siap dikirim ke
penerbit!

Teknisnya…

Kalian ingin mengirim naskah ke penerbit, namun tidak


yakin apa saja yang sebaiknya disertakan agar naskah kalian
memberi kesan pertama yang tidak biasa. Simak beberapa
tips yang perlu kalian garis-bawahi berikut ini!
Dalam mengirim naskah, biasanya kalian menggunakan
amplop coklat besar kan? Nah, apa saja isi “amplop coklat”
kalian ini:

1. Surat pengantar. Simpel, sopan, namun


lugas. Kemukakan maksud dan tujuan kalian
dengan mengirim naskah ke penerbit tersebut
dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar,
seperti yang diajarkan dalam pelajaran Bahasa
Indonesia di sekolah perihal tata-cara
mengirim surat formal. (Jangan memakai kata
atau sapaan Dear Pak A, Regards, Thanks, dan
lain-lain)
2. Cover page. Apa itu cover page ? Coba lihat
contoh di bawah ini dan mulai buat punya
kalian sendiri. Kebanyakan penulis di
Indonesia tidak membuat ini, padahal ini
adalah standar internasional dan sangat
membantu si editor atau proofreader yang
memeriksa naskah kalian.
3. Sinopsis. Sertakan synopsis cerita kalian;
singkat, padat, jelas, dan menarik. Cukup ½
halaman kertas saja.
4. Naskah cerita.  Jilid biasa (lakban hitam)
yang rapi dan ikuti ketentuan penulisan sesuai
yg diminta penerbit (huruf, ukurannya, spasi,
dll).
5. Proposal. Isinya adalah: garis besar cerita
kalian tentang apa (maks. 5 kalimat), apa
selling-point dari cerita kalian ini (buat dalam
bentuk poin), serta kemukakan alasan kuat
kalian “kenapa penerbit harus menerbitkan
naskah kalian” (cukup 1 alasan). Gaya bahasa
boleh kasual, tapi harus tetap sopan ya.
Contoh untuk penulisan selling-point adalah:
» Cerita saya dilatarbelakangi sejarah
kerajaan Bali kuno yang digabung dengan
kehidupan modern remaja masa kini. Unik,
dan belum pernah ada sebelumnya di pasaran.
» Cerita saya juga bernuansa pop-culture
dengan sentuhan sastra yang kini sedang
digandrungi orang banyak.
» Dan seterusnya.
6. . Biodata singkat . Biasanya berisi: nama
lengkap, alamat lengkap (+ kodepos),
tempat/tanggal lahir, no. KTP/kartu pelajar,
no. telpon rumah dan HP, Sekolah, minat/hobi,
serta yang paling penting untuk dicantumkan
-- dan kalau ada -- adalah prestasi yang pernah
kalian raih sehubungan dengan tulis-menulis
(misalnya: cerpen kalian pernah dimuat di
majalah A, kalian pernah menang lomba bikin
puisi atau novel di se-Jakarta Selatan, atau
kalian pernah masuk 20 besar di lomba
membuat fiksi remaja, dll).
7. Amplop kosong dan perangko balasan
secukupnya . Apabila naskah kalian tidak
diterima oleh penerbit (biasanya penerbit akan
mengabari kalian paling lama dalam 3 bulan;
apabila tidak, kalian dapat menelpon langsung
untuk menanyakan), maka naskah tersebut
tidak akan masuk tong sampah dan kembali
lagi kalian… siap untuk dikirim ke penerbit
lain yang -- siapa tahu -- akan menerimanya!
8. Dalam mem-print out naskah cerita kalian,
jangan pernah gunakan tinta printer tipis atau
yang sudah mau habis. Hal seperti itu malah
akan membuat editor BT dan akhirnya malas
baca naskah kalian.
9. Beri alternatif judul cerita kalian, maksimal
sampai dengan 3 judul.

Anda mungkin juga menyukai