Tentang Manajerial Printout
Tentang Manajerial Printout
Manajerial
Apa, siapa, dan bagaimana?
Keterampilan Manajerial: How to be Apa yang membuat seseorang menjadi manajer yang berhasil? Bakat
bawaan (innate traits) atau keterampilan dari proses belajar (acquired skills)? Paparan ini dimaksudkan untuk
sekedar mengingatkan sidang pembaca yang kalau boleh kami katakan secara spesifik, akan menjadi seorang
wirausaha dan otomatis akan menjadi seorang manajer usahanya.
Seorang manajer yang sukses biasanya adalah mereka yang mempunyai 3 (tiga) keterampilan dasar, yaitu:
keterampilan teknis (technical skill), keterampilan inter-personal (human skill), dan keterampilan
konseptual (conceptual skill).
Keterampilan manajerial lebih menekankan kepada proses pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan
daripada mendefinisikan secara spesifik keterampilan manajerial. Beberpa diantaranya:
Keterampilan Teknis Keterampilan ini meliputi pemahaman dan kompetensi dalam aktivitas yang spesifik,
khususnya yang berkaitan dengan suatu metode, proses, prosedur tertentu yang bersifat teknis. Ia melibatkan
pengetahuan dan kemampuan analitis yang khusus dan mempunyai tahapan pemecahan masalah
(troubleshooting) yang relative baku/standar.
Keterampilan Inter-personal Ini berhubungan dengan kemampuan untuk bekerja dengan, memahami dan
memotivasi orang lain, memahami sudut pandang dan perilaku atasan, rekan sejawat, dan bawahan terhadap
suatu masalah dan memposisikan dirinya secara proporsional. Sehingga cukup sensitive terhadap keinginan
dan motivasi orang lain dalam kelompoknya. Keterampilan ini bisa juga diklasifikasikan dalam (a)
kepemimpinan dalam kelompok sendiri (intra-group skill), dan (b) keterampilan dalam mengelola
hubungan antar kelompok (inter-group skill).
Untuk menguasai keterampilan ini, seorang manajer harus dapat mengembangkan sendiri persepsi
pribadinya terhadap aktivitas orang lain sehingga ia dapat:
1. mengenali perasaan dan sentimen dalam situasi tertentu.
2. mempunyai sikap terhadap pengalaman sendiri dan berusaha untuk belajar dari pengalaman itu.
3. mengembangkan kemampuan untuk memahami apa yang ingin disampaikan seseorang melalui
tindakan dan kata-kata mereka.
4. mengembangkan kemampuan untuk mengkomunikasikan ide dan sikapnya kepada orang lain
secara tepat.
Pengorganisasian: Karena banyak pekerjaan yang harus dikerjakan oleh sebuah tim yang merupakan
kumpulan dari beberapa orang, supervisor atau manajer perlu melakukan pengorganisasian orang, tugas,
waktu, dan fasilitas yang diperlukan. Dalam menjalankan fungsi ini, manajer perlu menempatkan orang yang
tepat di pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan, minat orang tersebut (staffing). Pekerjaan ini juga
menuntut manajer untuk membuat time table (scheduling) untuk mengatur lalu lintas orang dan kegiatan agar
tidak ada yang bentrok.
Implementasi: Langkah selanjutnya adalah mengimplementasikan rencana yang sudah dibuat sesuai dengan
pengorganisasian yang telah ditetapkan, serta memperhatikan titik-titik evaluasi yang telah ditentukan.
Untuk itu perlu disusun berbagai skenario implementasi yang sesuai dengan rencana dan jenis pekerjaan
yang harus diselesaikan. Misalnya, implementasi bisa dilakukan dengan menerapkan alternatif skenario
optimis, skenario kondisi normal, dan skenario pesimis (Jika ternyata kondisi yang dihadapi sangat mirip
dengan skenario optimis, maka yang bisa dipilih adalah alternatif implementasi yang optimis.
Evaluasi dan pengawasan: Setelah rencana disusun, orang-orang, kegiatan, dan sumber daya lain diatur
sedemikian rupa, dan strategi implementasi dipilih, langkah berikutnya adalah melakukan evaluasi dan
pengawasan atas pelaksanaan tugas-tugas. Evaluasi dan pengawasan ini tidak hanya dilakukan pada satu titik
saja (titik awal, atau titik akhir), melainkan dilakukan secara reguler di beberapa titik sepanjang perjalan
menuju target. Fungsi dari evaluasi dan pengawasan ini adalah untuk melihat apakah semua kegiatan sudah
berjalan dengan lancar dan menuju ke arah yang benar, yaitu pencapaian target. Jika ternyata ada
penyimpangan atau hambatan, bisa segera diketahui dan dapat ditindaklanjuti dengan melakukan
penyesuaian, ataupun penerapan alternatif ataupun rencana ”B”. Hasil evaluasi dan pengawasan ini perlu
disampaikan pada pihak-pihak yang terkait agar penyesuaian yang diperlukan segera bisa dilakukan.
1. Risk-return trade-off. Setiap usaha akan membawa risiko, semakin besar tingkat keuntungan yang
akan diperoleh, maka semakin besar risikonya.
(High risk, high return). Bagaimana cara mengendalikannya?
Dalam setiap bentuk usaha, ada 2 (dua) macam risiko yang akan selalu menyertai. Yang pertama,
risiko stokastik atau risiko yang tidak dapat dihindari dan berada diluar jangkauan seorang manajer
untuk mengendalikannya. Yang kedua adalah risiko deterministik, yang lebih bersifat internal dan dapat
dikendalikan. Contoh risiko stokastik adalah tingkat inflasi, kenaikan harga BBM, risiko akibat bencana
alam, dsb. Sedangkan contoh risiko deterministik adalah tingkat kerugian, dsb.
Secara praktik, studi kelayakan usaha merupakan cara yang cukup baik untuk menghadapi kedua
jenis risiko tersebut. Banyak kasus seseorang yang terjun ke dunia usaha dan hanya mengandalkan ide
bisnisnya tanpa mengindahkan pasar, misalnya dalam bentuk keyakinan bahwa ide bisnis nya sangat jitu
dan potensi pasar sedemikian besar sehingga akan memberikan reaksi positif, sehingga ia
menginvestasikan modalnya dalam proporsi maksimal. Alhasil, ia mengalami kegagalan dalam usahanya
karena kekurangan informasi bagaimana membaca prospek bisnis dan tanggapan pasar.
2
Dalam kaitan dengan studi kelayakan usaha, kita perlu melakukan riset pasar, seberapa besar potensi
pasar bisnis yang akan kita masuki, siapa saja dan bagaimana peta persaingannya, dan berapa tingkat
pertumbuhan pasarnya, dan berapa besar tingkat kebutuhan pasar terhadap produk/jasa yang akan kita
jual. Bila sudah didapat datanya, kita mulai berhitung. Secara umum tingkat perhitungan pengembalian
investasi (return on investment/ROI) paling lazim digunakan untuk kasus ini. Kita juga perlu
memperkirakan berapa lama masa tanpa keuntungan dan berapa lama investasi kita harus kembali.
Cara kedua lazim disebut dengan diversifikasi risiko. Hal ini dimaksudkan agar modal yang dimiliki
dapat diinvestasikan pada beberapa jenis usaha, misalnya 30% investasi reksadana, 30% untuk
pembuatan tempat kursus, dan 40% untuk wartel dan warnet. Karena karakteristik risiko masing-masing
usaha berbeda, maka seorang wirausaha dapat meminimalisasi risiko kerugian yang mungkin diderita
dibandingkan dengan investasi pada satu jenis usaha saja. Pesan untuk memulai bisnis adalah don’t put
all your eggs in one basket.
Referensi
• M.J. Arul from R.L. Katz's article in Harvard Business Review, Sept-Oct 1974, pp. 90-102.
3
• John D. Bigelow, Teaching Managerial Skills: Moving Beyond Current Practice, Management
Department, Boise State University, 1998.
• Keown, Arthur J and William Petty, Basic Financial Management, Prentice Hall, 1994.
• http://www.swa.co.id/primer/manajemen