Anda di halaman 1dari 2

Komentar Imam Mazhab Tentang Thariqat Sufi

Thursday, 16 December 2004 07:38

Imam Abu Hanifah RA:


Imam Abu seorang imam mazhab dari empat mazhab terkenal, ternyata juga seorang Mursyid
Thariqah Sufi.

Diriwayatkan oleh seorang Faqih Hanafi al-Hashkafi, menegaskan, bahwa Abu Ali ad-Daqqaq
ra, berkata, “Aku mengambil Thariqah sufi ini dari Abul Qasim an-Nashr Abadzy, dan Abul
Qasim mengambil dari Asy-Syibly, dan Asy-Syibly mengambil dari Sary as-Saqathy, beliau
mengambil dari Ma’ruf al-Karkhy, dan beliau mengambil dari Dawud ath-Tha’y, dan Dawud
mengambil dari Abu Hanifah Ra.

Abu Hanifah dikenal sebagai Fuquha ulung, ternyata tetap memadukan antara syariah dan
haqiqah. Dan Abu Hanifah terkenal zuhud, wara’ dan ahlu dzikir yang begitu dalam, ahli kasyf,
dan sangat dekat dengan Allah Ta’ala, berkah Tasawuf yang diamalkannya.

Jika ada pertanyaan, kenapa para Mujtahidin itu tidak menulis kitab khusus mengenai Tasawuf,
jika mereka mengikuti aliran Sufi?
Imam Asy-Sya’rany, Mujathid dan Ulama besar mengatakan, “Para Mujtahidun itu tidak menulis
kitab khusus mengenai tasawuf, karena penyakit-penyakit jiwa kaum muslimin di zamannya
masih sedikit. Mereka lebih banyak selamat dari riya’ dan kemunafikan. Mereka yang tidak
selamat jumlahnya kecil. Hampir-hampir cacat mereka tidak tampak di masa itu. Sehingga
mayoritas Mujtahidin di masa itu lebih konsentrasi pada bidang ilmu dan mensistematisir
pemahaman pengetahuan yang tersebar di kota dan desa, dengan para Tabi’in dan Tabiit
Tabi’in, yang merupakan sumber materi pengetahuan, sehingga dari mereka dikenal timbangan
seluruh hukum, dibanding berdebat soal amaliyah qalbiyah sebagian orang yang tidak banyak
muncul”.

Imam Malik Ra.


Beliau mengatakan soal tasawuf ini dengan kata-kata yang sangat popular hingga saat ini:
“Siapa yang bersyariat atau berfiqih tanpa bertasawuf, benar-benar menjadi fasiq. Dan siapa
yang bertasawuf tanpa bersyariat (berfiqih) benar-benar zindiq. Siapa yang mengintegrasikan
Fiqih dan Tasawuf benar-benar menapaki hakikat kebenaran.”

Imam Syafi’i Ra.


Beliau berkata: “Aku diberi rasa cinta melebihi dunia kalian semua: “Meninggalkan hal-hal yang
memaksa, bergaul dengan sesama penuh dengan kelembutan, dan mengikuti thariqat ahli
tasawuf.”

Imam Ahmad bin Hambal Ra.


Sebelum belajar Tasawuf, Imam Ahmad bin Hambal menegaskan kepada putranya, Abdullah
ra. “Hai anakku, hendaknya engkau berpijak pada hadits. Anda harus hati-hati bersama
orang-orang yang menamakan dirinya kaum Sufi. Karena kadang diantara mereka sangat
bodoh dengan agama.” Namun ketika beliau berguru kepada Abu Hamzah al-Baghdady

1/2
Komentar Imam Mazhab Tentang Thariqat Sufi
Thursday, 16 December 2004 07:38

as-Shufy, dan mengenal perilaku kaum Sufi, tiba-tiba dia berkata pada putranya “Hai anakku
hendaknya engkau bermajlis dengan para Sufi, karena mereka bisa memberikan tambahan
bekal pada kita, melalui ilmu yang banyak, muroqobah, rasa takut kepada Allah, zuhud dan
himmah yang luhur (Allah)”
Beliau mengatakan, “Aku tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih utama ketimbang kaum
Sufi.” Lalu Imam Ahmad ditanya, “Bukanlah mereka sering menikmati sama’ dan ekstase ?”
Imam Ahmad menjawab, “Dakwah mereka adalah bergembira bersama Allah dalam setiap
saat…”

Imam Al-Muhasiby RA.


Abu Abdullah al-Harits Al-Muhasiby, wafat tahun 243 H, diantara karyanya adalah al-Luma’ dan
Kitabul Washaya, yang sangat popular diantara kaum Sufi. Beliau pernah mengatakan
berhubungan dengan perjuangan dirinya dalam mencapai wushul kepada Allah, melalui jalan
Tasawuf dan tokoh-tokoh Sufi, “Amma Ba’du, sudah ada penjelasan, bahwa ummat ini terpecah
menjadi tujupuluh lebih golongan Diantara golongan itu ada satu golongan yang selamat,
Wallahu A’lam sisanya. Dan sepanjang usia saya, sering diperlihatkan perbedaan antara
ummat. Saya mengikuti metode yang jelas dan jalan utama. Aku mencari ilmu dan amal. Saya
menapak jalan akhirat melalui petunjuk para Ulama, dan saya memegang ayat Al-Qur’an
melalui penakwilan para fuqoha’, dan aku merenungkan urusan ummat, dan menganalisa
pandangan dan mazhabnya. Saya berfikir mengenai apa yang mampu, dan betapa banyak
perbedaan yang begitu mendalam yang menenggelamkan banyak orang.

Hanya sekolompok manusia yang selamat. Saya melihat bahwa mereka berpendapat bahwa
golongan merekalah yang selamat.

Setelah menggambarkan berbagai kelompok mazahab dan golongan, Al-Muhasiby


mengatakan:
“Kemudian aku sangat mencintai mazhab kaum Sufi dan sangat banyak mengambil faedah dari
mereka, menerima adab-adab mereka karena ketaatan mereka, yang sangat lurus, dan tak
seorang pun melebihi mereka. Kemudian Allah membukakan padaku bukti-bukti tasawuf,
keutamaannya mencerahkan jiwaku, dan aku berharap agar keselamatan ada pada orang yang
mengakuinya, atau merias dengan perilakunya. Aku sangat yakin adanya pertolongan besar
bagi yang mengamalkannya, dan aku pun melihat adanya pelencengan pandangan bagi yang
menentangnya. Aku juga melihat adanya kotoran yang mengerak pada hati yang menentang
tasawuf, dan terlihat pula adanya argumentasi yang luhur bagi yang memahaminya. Bahkan
kemudian, aku mewajibkan diriku untuk mengamalkannya. Aku meyakininya dalam akidah
rahasia batinku, dan meliputinya pada kedalaman rasaku, bahkan kujadikan tasawuf itu sebagai
asas agamaku, dimana aku bangun amal-amalku, lalu di bangunan itu aku mondar-mandir
dengan perilaku hatiku…….”

2/2

Anda mungkin juga menyukai