Anda di halaman 1dari 15

Budidaya Awal Induk dan Benih Ikan Tangkapan Sungai Serayu

Banyumas Rawan Punah, Lukas (Puntius bramoides) dan Brek


(P. orphoides) Produk Predomestikasi pada Kolam Alami
serta Pemetaan Karakter Reproduksinya1)
Oleh :
Drs. Priyo Susatyo, MSi dan Drs. Sugiharto, MSi2)

Abstrak
Budidaya perikanan dapat ditingkatkan melalui pendekatan diversifikasi ikan jenis baru dari
ikan tangkapan. Telah dilakukan penelitian predomestikasi ikan tangkapan dari Sungai Serayu
Banyumas, ikan Lukas (Puntius bramoides) dan ikan Brek (P. orphoides) pada kolam alami. Induk ikan
produk predomestikasi ini sudah berhasil menunjukkan kemampuan adaptif di lingkungan barunya
ditinjau dari aspek kesukaan pakan alami di subtsrat barunya, diketahui profil hormonal periodikal,
profil gametogenesis dan kemampuan memijah di lingkungan baru. Penelitian lanjutan ini bertujuan
untuk mengetahui : (1) karakter perkembangan embryogenesis (intra fertilized ova) hasil pemijahan
induk serta kelangsungan hidup benih/larva pasca proses pemijahan; (2) bagaimana proses
gametogenesis recovery dari testes dan ovarium (tinjauan histologis) induk Brek dan Lukas jantan
betina pasca mijah sampai dengan periode mijah berikutnya; (3) berapa lama waktu yang dibutuhkan
dan bagaimana kemampuan induk-induk pasca mijah untuk dapat memijah kembali serta bagaimanakah
profil hormonal (Analisis dengan metode ELISA), berapa nilai IKG dari induk jantan dan betina pasca
mijah sampai dengan periode pre mijah berikutnya; (4) kapasitas reproduksi meliputi derajat penetasan,
kemampuan hidup larva sampai 30 hari dan derajat mortalitas larva (untuk dapat mengkonfirmasi
kapasitas produksi induk di lapangan). Penelitian menggunakan metode survei (skala kolam alami dan
laboratorium). Hasil penelitian (induk Brek tidak berhasil memijah sampai akhir penelitian) : (1)
Perkembangan embryogenesis-penetasan membutuhkan waktu 22-23 jam sejak telur terbuahi; derajat
penetasan telur 56%-86%; derajat kelangsungan hidup benih/larva 62%-86% ; derajat mortalitas larva
0,14%-0,58%; (2) Proses gonadogenesis recovery dari testes dan ovarium induk Lukas jantan betina
pasca mijah sampai dengan periode mijah berikutnya berjalan dengan baik. Histologi oogenesis pasca
mijah, ovarium terdiri atas 6 stadium perkembangan oosit : post ovulatory stage (pos); chromatin
nucleolar stage (cns); perinucleolar stage (ps); cortical alveolar stage (cas); vitellogenic stage (vs)
dan mature / ripe stage (ms), sedangkan histologi spermatogenik testis terdiri dari 5 kelompok tahapan :
spermatogonium, spermatosit primer; spermatosit sekunder; spermatid dan spermatozoa; (3) Lama
waktu yang dibutuhkan induk Lukas jantan dan betina untuk mencapai periode mijah berikutnya adalah
± 3 bulan (29 Nov 2009 mijah pertama kali; 12 Februari 2010 mijah kedua; 21 Mei 2010 mijah ketiga;
2 Agustus 2010 mijah keempat; 8 November 2010 mijah kelima); Kadar hormon estradiol meningkat
sesaat menjelang pemijahan, menurun sampai dengan minggu kedua dan terus meningkat sampai
dengan menjelang pemijahan berikutnya; kadar progesteron meningkat pada saat pemijahan dan
meningkat terus sampai dengan 12 minggu (3 minggu) pasca mijah menjelang mijah berikutnya. Sama
seperti kadar progesteron, kadar testosteron cenderung meningkat sejalan dengan periode pasca mijah
sampai dengan 12 minggu pasca mijah. Nilai IKG induk betina Lukas dari dua minggu ke-0 pasca
mijah sampai dengan dua minggu ke-12 pasca mijah adalah : 1,26%; 1,6%; 3,3%; 3,46%; 0 ; 8,8%;
17,6% sedangkan IKG induk jantan berturt-turut dari DM-0 sampai dengan DM-6 adalah 2,58%; 2,7%;
2,64%; 2,44%;2,41%; 2,42%; 2,30%.

Kata kunci: predomestikasi, gametogenesis, pasca mijah, Puntius bramoides, P. orphoides, oogenesis,
spermatogenesis

1
1) Dibiayai oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan surat perjanjian pelaksanaan Hibah Kompetitif
Penelitian Sesuai Prioritas Nasional No : 526/SP2H/PP/DP2M/VII/2010, Tanggal 24 Juli 2010
2) Staff Pengajar Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Jl. Dr. Soeparno Karangwangkal Purwokerto
53122. E-mail: p_susatyo@yahoo.com
PENDAHULUAN
Produk perikanan budidaya sebagian berasal dari budidaya ikan air tawar. Selama ini di
daerah Banyumas, beberapa jenis ikan air tawar yang telah lama dibudidayakan dan memiliki nilai
ekonomi cukup penting sampai saat ini adalah Gurami, Nilem, Lele, Tawes, ikan Mas, Nila, Mujahir
(Susatyo dan Sugiharto, 2001; Susatyo dan Soeminto, 2002).
Pada Aspek Ketahanan Pangan bukan hanya ketercukupan produksi dari sektor budidaya
perikanan yang diutamakan, tetapi dapat juga dilakukan kegiatan pengupayaan diversifikasi jenis ikan
budidaya baru yang berasal dari ikan-ikan tangkapan, misal ikan tangkapan dari suatu perairan sungai
agar dapat dilakukan pengkayaan jenis ikan budidaya yang telah ada melalui kegiatan domestikasi.
Tentunya diperlukan terlebih dahulu kegiatan predomestikasi jenis-jenis ikan tangkapan pada kondisi
ex situ (misal pada kolam budidaya) dari lingkungan lamanya (in situ, sungai misalnya).
Salah satu upaya untuk mendukung penangani kegiatan predomestikasi beberapa jenis ikan
tangkapan tersebut adalah dengan melakukan suatu kegiatan penelitian guna mendapatkan pengetahuan
dan teknik untuk mempersiapkan ikan uji pada kondisi siap dibudidayakan di kolam budidaya alami
(ex-situ). Hal ini dapat dilakukan melalui pendekatan beberapa kegiatan penelitian baik survei maupun
eksperimental. Pendekatan internal dapat dilakukan melalui pemahaman yang memadai tentang aspek
biologi reproduksi ikan dan beberapa aspek fisiologi lainnya.
Telah dilakukan penelitian predomestikasi ikan tangkapan dari Sungai Serayu Banyumas, ikan
Lukas (Puntius bramoides) dan ikan Brek (P. orphoides) pada kolam alami. Induk ikan produk
predomestikasi ini sudah berhasil menunjukkan kemampuan adaptif di lingkungan barunya ditinjau dari
aspek kesukaan pakan alami di subtsrat barunya, diketahui profil hormonal periodikal, profil
gametogenesis dan kemampuan memijah di lingkungan baru (Susatyo et al., 2009).
Keberhasilan tahapan predomestikasi ini, haruslah diikuti dengan penelitian lanjutan untuk
mengupayakan ikan predomestikasi tersebut benar-benar mampu menyelesaikan minimal satu siklus
hidupnya untuk menjadi the new domesticated fish. Sehingga, komponen masing-masing tahapan
reproduksi dari induk-induk ikan pasca predomestikasi dalam satu siklus reproduksinya perlu diteliti.
Untuk itu muncul permasalahan baru yang mendasari dilakukannya penelitian ini, yakni : (1)
bagaimana dan berapa lama tahapan embriogenesis, morfogenesis terselesaikan sampai terjadinya
penetasan telur terbuahi tersebut dan bagaimana kelangsungan hidup benih/larva pasca proses
pemijahan induk ikan Brek dan Lukas pasca mijah (dari induk-induk predomestikasi) tersebut di kolam
budidaya; (2) bagaimana proses gonadogenesis recovery dari testes dan ovarium induk ikan Brek dan
Lukas jantan betina (induk-induk predomestikasi) pasca mijah dari minggu pertama pasca mijah sampai
dengan periode pre mijah berikutnya, dilihat dari gambaran histologisnya; (3) berapa lama waktu yang
dibutuhkan dan bagaimana kemampuan induk-induk Brek dan Lukas pasca mijah untuk dapat memijah
kembali di kolam budidaya; (4) bagaimanakah profil hormonal, berapa nilai IKG, IHS dari induk
jantan dan betina pasca mijah sampai dengan periode pre mijah berikutnya.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Penelitian tahun pertama ini dilakukan dengan untuk untuk :
1. Mengetahui karakter perkembangan intra fertilized ova ikan Brek dan Lukas produk pemijahan
induk-induk produk predomestikasi serta kelangsungan hidup benih/larva pasca proses pemijahan
induk-induk predomestikasi tersebut di kolam budidaya;
2. Mengetahui bagaimana proses gonadogenesis recovery dari testes dan ovarium induk Brek dan
Lukas jantan betina predomestikasi pasca mijah sampai dengan periode mijah berikutnya);
3. Mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan dan bagaimana kemampuan induk-induk Brek
dan Lukas pasca mijah untuk dapat memijah kembali serta bagaimanakah profil hormonal, berapa
nilai IKG, IHS dari induk jantan dan betina pasca mijah sampai dengan periode pre mijah
berikutnya;
4. Mengetahui kapasitas reproduksi meliputi derajat penetasan, kemampuan hidup larva sampai 30
hari (untuk dapat mengkonfirmasi kapasitas produksi induk di lapangan).

B. Manfaat Penelitian
Diharapkan, dari hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai dasar atau model kegiatan
pengkajian aspek konservasi selanjutnya, sehingga diharapkan bukan hanya ketersediaan setiap saat
stok induk dan benih dari ikan Brek dan Lukas di luar sungai Serayu (tetapi dari kolam-kolam
budidaya, merupakan suatu harapan dari penelitian ini) yang dapat mengkompensasi keadaan status
kritisnya yang selalu menjadi obyek illegal fishing atau over fishing, tetapi juga menambah stok pasar
akan kebutuhan ikan dengan diversifikasi jenis-jenis ikan budidaya baru yang tentunya melalui proses
lanjut tingkat penerimaan konsumen nantinya.

METODE PENELITIAN
1. Materi Penelitian
Materi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk ikan Brek dan Lukas jantan dan
betina matang kelamin 12-15 bulan produk predomestikasi dari kolam pemeliharaan (stok induk
hasil penelitian kami sebelumnya, Susatyo et al., 2009) masing-masing berjumlah 40 pasang.
2. Metode
Penelitian ini dirancang untuk dua tahun pelaksanaan. Penelitian menggunakan metode survei.

3. Cara Kerja
a. Pemeliharaan induk ikan uji
Induk Brek dan Lukas dipelihara secara monokultur dalam kolam pemeliharaan dengan suplai air
yang cukup. Kolam tersebut diupayakan dengan input air berasal dari sungai terdekat yang
selanjutnya masuk ke kolam dengan lubang output yang selalu terbuka/mengalir keluar, tetapi baik
lubang input maupun output kolam diberi filter yang cukup protektif. Ukuran kolam 10 m x 10 m,
diberi tancapan batang bambu dari dasar kolam sampai permukaan air, untuk memfasilitasi
pertumbuhan periphyton. Induk-induk ikan Brek dan Lukas tersebut di beri pakan berupa pelet
pakan buatan yang disuplementasi dengan kecambah kacang hijau dan daun sente dan atau daun ubi
kayu. Pemberian kecambah dan daun-daunan tersebut dilakukan secara berselang seling.
b. Spawning induction dan Pengelompokkan Induk pada Periode Pasca Mijah
Induksi pemijahan dengan menyuntikkan/menginduksikan gonadotrophin (sGnRH analogue) pada
induk jantan dan betina yang telah matang kelamin, menggunakan Ovaprim 0.5 cc/kg BB. Untuk
induk Lukas sebanyak 25 ekor betina matang kelamin (± 60 gram) : 25 jantan (± 50 gram).
Sebanyak 20 ekor Brek jantan (± 250 gram), betina (± 300 gram) disiapkan untuk pemijahan.
Diharapkan ± 10 jam setelah induksi ovaprim berhasil mijah (dilakukan di bak semen ukuran 3 x 1 x
0,50 m). Selanjutnya Induk-induk tersebut segera dipisahkan dari kelomok telur pasca mijah. Telur-
telur hasil mijah didistribusi dan ditebar di bak penetasan dan beberapa akuarium untuk pengamatan
embriogenesis, derajat penetasan, uji mortalitas dan kelangsungan hidup larva). Induk-induk pasca
mijah dipisahkan masing-masing 4 pasang pada 6 kelompok bak terpisah beraerator untuk materi
pegujian selanjutnya (gametogenesis recovery pasca mijah, tinjauan histologis dan hormonal).
Kelompok DM-0 (dua minggu ke-0 pasca mijah); DM-1(dua minggu ke-1 pasca mijah); DM-2;
DM-3; DM-4; DM-5 dan DM-6 (12 minggu pasca mijah).
c. Pengambilan sampel darah
Sampel darah untuk pengukuran kadar hormon diambil dari linea lateralis bagian posterior (dekat
pangkal ekor). Sebanyak 500 ml darah diambil menggunakan tabung hematocrit yang telah dibasahi
dengan EDTA. Ujung tabung ditutup dengan dental wax, kemudian sampel disimpan di dalam
refrigerator hingga pengukuran kadar hormon.
d. Pengukuran kadar hormon dalam darah
Pengukuran kadar hormon dilakukan menggunakan metode EIA/ELISA, dengan kit’s catalog EIA-
estradiol kit (untuk estradiol), EIA-FSH kit (untuk progesteron) dan EIA-testosteron kit (untuk
testosteron). Sebelum dilakukan pengukuran kadar hormon, dilakukan kalibrasi menurut prosedur
yang telah ditentukan oleh Petunjuk Kit. Assay dilakukan secara otomatis menggunakan mesin
Microplate Reader-LB-6200 Labotron.
e. Pembuatan sediaan histologi ovarium dan testis ikan uji pasca mijah, penghitungan Indeks
Kematangan Gonad (IKG)
Tiga pasang induk Brek dan Lukas pasca mijah dikorbankan tiap dua minggu sekali, sampai dengan
dua minggu ke enam (dua belas minggu pasca mijah). Ovarium dan testis diangkat dari rongga
abdomen melalui pembedahan setelah induk dianastesi menggunakan MS 222 (Sigma) dengan
konsentrasi 100ml/L air (Moskoni et al., 2001). Ovari dan testes masing-masing ditimbang
menggunakan timbangan analitik, juga bobot ikan sebelum dibedah, ditimbang terlebih dahulu, juga
panjang tubuh dan lebar/tinggi tubuh. Ovari dan testes dari masing-masing induk (setiap 2 minggu
sekali sampai dengan dua minggu ke-6 atau 12 minggu pasca mijah, sepasang induk Lukas dan Brek
dikorbankan) difiksasi dengan larutan 4% paraformaldehida dalam PBS selama 24 jam pada 4°C.
Selanjutnya dipreparasi dengan metode parafin. Guna mengamati tahapan oogenesis dan
spermatogenesis, ovari dan testes yang telah diblok dalam paraplast diiris secara melintang dan pada
interval tertentu, irisan jaringan ditempelkan pada gelas objek berlapis 1% gelatin dan diwarnai
dengan Harris haematoxylin-eosin. Oosit dikelompokkan ke dalam enam tahapan yaitu post
ovulatory stage, chromatin nucleolar stage, perinucleolar stage, cortical alveolar stage, vitellogenic
(yolk) stage dan mature / ripe stage. Ukuran diameter oosit pada setiap tahapan perkembangan
dalam masing-masing ovarium diamati untuk mengidentifikasi jenis tahapan tersebut. (Çakici dan
Üçüncü, 2007). Jumlah oosit pada setiap tahapan perkembangan dalam masing-masing ovarium
dihitung untuk mengetahui proporsinya. Penghitungan jumlah oosit pada masing-masing tahapan
perkembangan dilakukan menggunakan Cavalieri principle (Gunderson dan Jensen, 1987). Tipe sel
dari testis dalam urutan pemasakan sesuai dengan pengesahan dari uji screening untuk substansi
aktif endokrin pada ikan, OECD (2004) dalam Brito dan Bazzoli (2003) dijadikan sebagai acuan
deskripsi gonad jantan, yakni :(1) Spermatogonium: tipe sel terbesar dan terdiri dari nukleus
vesikuler dengan membran nukleus yang tegas dan nukleoli; (2) Spermatocyte: spermatosit primer
lebih besar dari spermatosit sekunder; (3) Spermatid: tipe sel terkecil dengan inti padat dan
lingkaran sempit pada sitoplasma yang asidofilik; (4) Spermatozoa: sel matang dengan nucleus bulat
beraspek gelap dan berflagella.
f. Pengamatan Derajat Penetasan (Hatching Rates/HR)
Telur terbuahi hasil stripping induk dalam masing-masing akuarium diamati ± 24 jam setelah
dibuahi sperma induk jantan. Dicatat jumlah telur yang berhasil menetas.
∑ telur yang menetas
Derajat Penetasan = x 100%
∑ telur yang dibuahi

g. Derajat Mortalitas
Pengamatan jumlah larva akhir, sampai kuning telur larva habis (± 2 hari), dengan menggunakan
rumus :
N0 - Nt
M= x 100%
N0
Keterangan :
M = mortalitas larva (%)
Nt = jumlah larva akhi
N0 = jumlah larva awal
h. Pengamatan Embryogenesis Telur Terbuahi
Disiapkan masing-masing 4 ekor induk Brek dan Lukas yang matang kelamin. Kedua pasang
induk tersebut untuk selanjutnya diinduksi Ovaprim 0.5 cc/kg BB. Setelah terlihat-tanda-tanda
akan memijah, kedua pasang induk Brek dan Lukas tersebut di ambil dari bak pemijahan,
dilakukan striping/pengurutan pada daerah kloakanya untuk kemudian telur yang keluar diletakkan
pada mangkuk plastik diameter 10 cm selanjutnya milt berisi spermatozoa dicampurkan dengan
telur tersebut. Diaduk dengan hati-hati menggunakan bulu ayam steril. Selanjutnya diambil 1 butir
telur yang sudah terbuahi tersebut dan diletakkan pada cavity slide dengan satu tetes air media
akuarium. Diamati stadium embryogenesis (cleavage 2 sel, 4 sel, 8 sel, 16 sel, 32 sel, 64 sel,
morulla, blastula, gastrula, blastoporus, neurulasi, pembentukan kepala-ekor, vesicula optica,
pembentukan somit 10 buah. Dicatat waktu yang dicapai masing-masing
i. Uji Kelangsungan Hidup Benih
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan melangsungkan hidup benih/larva hasil
perkawinan/pemijahan induk Brek dan Lukas. Disiapkan 10 akuarium ukuran 60 x 45 x 45 cm3.
Masing-masing diisi air setinggi setengah permukaannya, masing-masing dilengkapi dengan
aerasi. Tiap akuarium diisi 50 ekor larva hasil penetasan telur yang terbuahi dari pemijahan induk.
Setiap hari diamati dan dicatat jumlah larva / benih yang mati selama 30 hari. Selanjutnya larva
lainnya usia 30 hari tersebut yang secara bersamaan dengan uji kelangsungan hidup dipelihara di
bak penampungan larva selanjutnya ditebar dalam kolam pemeliharaan benih ukuran 10 m x 10 m
yang dipetak menjadi 4 petak bersekat bambu dan masing-masing sekat dilengkapi dengan happa.
Dua petak masing-masing diisi dengan larva Lukas usia 30 hari. Dua petak lainnya masing-masing
diisi dengan larva Brek usia 30 hari.
j. Analisis Fisika dan Kimia Air Kolam Percobaan (APHA, 1985)
Meliputi temperatur, nilai pH, kandungan O2 terlarut dan CO2 bebas.
4. Metode Analisis
Gambaran histologis perkembangan oogenesis dan spermatogenesis dianalisis secara deskriptif.
IKG dihitung dengan rumus = berat gonad : (berat tubuh utuh) x 100%.
Data IKG, serta data lainnya berupa kadar masing-masing hormon steroid, jumlah oosit, proporsi
oosit, proporsi spermatogenesis, derajat penetasan, derajat kelangsungan hidup larva disajikan
dalam bentuk tabel dan grafik batang.
5. Luaran dan Indikator Capaian
Luaran yang akan dicapai pada penelitian tahun I adalah (1) diperolehnya induk-induk dan benih
yang adaptif baik dari aspek reproduksi maupun ekologis sebagai produk budidaya awal dari
induk-induk Lukas dan Brek pasca predomestikasi dan dapat diketahuinya (2) profil periodikal
hormonal ikan uji pasca mijah di kolam alami selama satu siklus reproduksi (estrogen/estradiol-
17β), progesteron, testosteron); (3) profil gametogenesis-gonadogenesis recovery (perkembangan
testis dan ovarium) induk 2-3 bulan berikutnya pasca mijah; (4) kecepatan proses embryogenesis
sampai dengan stadium penetasan; kelangsungan hidup benih/larva di kolam budidaya dan (5)
kemampuan induk ikan Lukas dan Brek jantan dan betina pasca mijah untuk melakukan
pemijahan kembali (misal 2–3 bulan berikutnya) sebagai penjaminan upaya ketersediaan benih
yang mantap. Indikator capaian adalah : induk-induk dan benih yang adaptif baik dari aspek
reproduksi maupun ekologis sebagai produk budidaya awal dari induk-induk Lukas dan Brek
pasca predomestikasi; profil periodikal hormonal ikan uji pasca mijah di kolam alami selama satu
siklus reproduksi (estrogen (estradiol-17β), FSH, testosteron,); profil gametogenesis-
gonadogenesis recovery (perkembangan testis dan ovarium) induk 2 – 3 bulan pasca mijah.
Diharapkan, benih-benih yang tetap survive akan tumbuh menjadi calon induk Brek dan Lukas
yang lebih adaptif nantinya baik secara ekologis, fisiologis maupun reproduktif di lingkungan
kolam budidaya. Sedangkan, Induk-induk pasca mijah diharapkan tetap dipelihara untuk dapat
terus dipertahankan status reproduksinya sebagai stok induk Brek dan Lukas yang siap untuk
diperkenalkan kepada masyarakat petani ikan untuk dibudidayakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Deskripsi umum hasil penelitian, dapatlah disampaikan bahwa sampai dengan akhir kegiatan,
ke empat tujuan penelitian telah tercapai. Jenis ikan Lukas (Puntius bramoides) telah berhasil diungkap
beberapa aspek reproduksi pasca uji budidaya awalnya di kolam alami. Terbukti, induk-induk ikan
Lukas produk predomestikasi (Susatyo, et al., 2009) yang sejak awal upaya predomestikai sampai
dengan akhir penelitian Stranas ini yang telah dipelihara di kolam alami selama ± 22 bulan telah
berhasil memijah rata-rata setiap 3 (tiga) bulan sekali. Pada periode penelitian Juli 2010-November
2010, induk-induk Lukas tersebut telah berhasil memijah sebanyak 2 (dua) kali. Tidak demikian halnya
dengan induk-induk Brek (P. orphoides) yang sejak awal kegiatan predomestikasi di kolam alami
(Januari 2009, Susatyo et al., 2009) hanya berhasil memijah satu kali, yakni pada akhir bulan ke
sepuluh periode predomestikasi (November 2009). Setelah periode tersebut (3 bulan berikutnya,
Februari 2010) ternyata belum berhasil memijah; pada bulan Mei 2010 juga belum berhasil. Pada awal
bulan Juli 2010, yakni awal penelitian Stranas ini dilaksanakan, maka pada pengujian pertamanya
induk-induk ikan Brek ini belum juga berhasil memijah, demikian juga sampai dengan akhir penelitian
bulan Novemberr 2010. Sehingga, pada penyusunan laporan ini, data pasca mijah dari induk ikan Brek
dan beberapa parameter reproduksi lainnya tidak dapat diperoleh. Terdapat dugaan, telah terjadinya
kondisi stres reproduktif terhadap lingkungan ex situ (lingkungan baru) dari tempat asalnya yakni
Sungai Serayu (linkungan in situ) yang menyebabkan induk Brek tidak mampu memijah setelah kondisi
predomestikasi cukup lama di kolam alami (Susatyo et al., 2009). Berhasil memijahnya induk Brek
pada bulan ke sepuluh predomestikasi (November 2009 sebelumnya), diduga disebabkan karena induk-
induk Brek tersebut pada saat itu berada pada status repoduksi yang telah dibawanya dari tempat hidup
asalnya (Sungai Serayu). Tentu saja bukan hanya faktor-faktor lingkungan barunya yang diduga
sebagai penyebab ketidakmampuan memijah, tetapi masih banyak aspek reproduksi lainnya yang masih
perlu diteliti pada kegiatan penelitian selanjutnya.
Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian berlangsung, didapatkan data sebagai berikut :

Tabel 1. Data Vital Rata-Rata Sampel Ikan Lukas (Puntius bramoides) Betina dan Jantan
Sampel Panjang Lebar Tubuh
Berat tubuh (g) Berat gonad (g) IKG (%)
ikan (K) Tubuh (cm) (cm)
♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂
DM0 16,7 16,2 3,7 3,42 150 130 1,9 3,45 1,26 2,58
DM1 17,3 16,0 3,5 3,5 75 119 1,2 3,06 1,6 2,7
DM2 16,8 16,1 3,7 3,7 100 134 3,3 3,6 3,3 2,64
DM3 15,9 16,6 3,42 3,36 75 142 2,6 3,47 3,46 2,44
DM4 16,5 15,74 4,0 3,3 145 136 0 3,28 0 2,41
DM5 16,7 16,8 3,7 3,5 150 145 13,2 13,52 8,8 2,42
DM6 16,5 15,72 4,0 3,24 235 138 41,5 3,18 17,6 2,30

Keterangan : Pada kelompok DM-4 (8 minggu pasca mijah), gonad betina/ovariumnya sudah mengkerut, diduga induk
telah melaksanakan mijah dengan hampir seluruh telur di dalam gonadnya dikeluarkan

Tabel 2. Waktu kumulatif yang dicapai masing-masing Stadium perkembangan embrio Ikan
Lukas (Puntius bramoides)
Waktu kumulatif
No. Tahapan perkembangan embrio Keterangan
jam menit
1 2 (dua) sel 0 20
2 4 (empat ) sel 0 36 Keterangan :
3 8 (delapan) sel 0 42 Pemijahan
4 16 (enam belas) sel 0 56 dilaksanakan 19 Juli
5 32 (tiga puluh dua) sel 1 05 2010 pk. 17.00 WIB
6 Morula 1 19 Tanda awal memijah
7 Blastula 1 29 20 Juli 2010 pk. 05.00
8 Gastrula 2 19 WIB.
9 Neurula 5 49 Telur pertama kali
10 Head stage 6 39 menetas 21 Juli 2010
11 Vesicula optica 6 02 pk. 07.00 WIB
12 Somit-10 6 45
13 Menetas 22– 23 jam

Tabel 3. Derajat Penetasan Telur Ikan Lukas Terbuahi


Jumlah telur Jumlah Telur Derajat Penetasan
No Akuarium
dibuahi Menetas (%)
1 I 100 56 56
2 II 100 72 72
3 III 100 68 68
4 IV 100 63 63
5 V 100 86 86
6 VI 100 66 66
7 VII 100 61 61
8 VIII 100 74 74
9 IX 100 78 78
10 X 100 59 59

Tabel 4. Kelangsungan hidup larva (%) dan Derajat Mortalitas Larva ikan Lukas
jumlah ikan hidup pada Kelangsungan Derajat
jumlah hidup larva (%) Mortalitas
Akuarium akhir
ikan awal (%)
pengujian (hari ke-30)
1 50 39 78 0,22
2 50 - -
3 50 41 82 0,18
4 50 - -
5 50 - -
6 50 - -
7 50 - -
8 50 43 86 0,14
9 50 42 84 0,16
10 50 31 62 0,58

Gambar 1. Grafik Proporsi Oosit (masing-masing stadium Oogenesis) ikan Lukas selama
periode Pasca Mijah

Aktivitas Gametogenesis (Oogenesis) recovery pasca mijah (post spawning)


Berdasarkan pengamatan histologis terhadap gonad/ovarium betina ikan uji Lukas, dapat
ditunjukkan gambaran tingkat oosit pasca mijah. Semua tahapan perkembangan oosit induk Lukas
pasca mijah tersaji pada Gambar 2. Evaluasi histologis pada gonad/ovarium betina Lukas
menunjukkan adanya 6 tahapan perkembangan oosit, yakni post ovulatory stage, chromatin nucleolar
stage (cns), perinucleolar stage (ps), cortical alveolar formation stage (cas), vitellogenic stage (vs) dan
mature / ripe stage (ms)

yv

A B C
gy

D E F

G
H

Gambar 2. Fotomikrograf satu set lengkap tahapan perkembangan oosit pada gonad/ovarium
betina ikan uji Lukas (Puntius bramoides) pasca mijah; Pewarnaaan Harris
Haematoxylin-Eosin
Keterangan :
A. Tahapan chromatin nucleolar stage (cns) dengan satu nukleolus dalam nukleus. Sitoplasma sangat basofilik(aspek
biru/ungu). Skala bar = 30 μm.
B. Tahapan perinucleolar stage (ps) , dengan beberapa nukleoli kecil melekat pada membran nukleus. Skala bar = 30 μm.
C. Tahapan cortical alveolar stage (cas) dengan perinukleoli dan cortical alveoli atau yolk vesicles (yv) yang tersusun
pada bagian tepi oosit. Zona tipis, asidofilik, zona radiata (zr) Skala bar = 30 μm.
D. Tahapan vitellogenic (yolk) stage (vs) dengan granula yolk (gy) asidofilik dalam sitoplasma. Follicular trilayer terdiri
dari zona radiata. Skala bar = 30 μm.
E. Tahapan mature/ripe stage dengan nukleus migrasi (mn). Skala bar = 100 μm.
F. Tahapan mature/ripe stage (ms)
G & H Tahapan post ovulatory stage (pos, tanda panah), skala bar = 100 μm.

Gambar 3. Grafik Proporsi Spermatogenesis ikan Lukas pada Periode Pasca Mijah
Aktivitas Gametogenesis (Spermatogenesis) recovery pasca mijah (post spawning)

ss spz
spg

sp

st

spz

sp

spg
B C D
ss

Gambar 4.5. Fotomikrograf Testis Lukas pada beberapa tahapan perkembangan post spawning.
Pewarnaan Harris Haematoxylin-Eosin
Keterangan :
A. Spermatozoa (spz) dalam jumlah banyak/mendominasi setiap periode post spawning/pasca mijah, spermatosit primer,
spermatosit sekunder dan spermatid dijumpai dalam jumlah bervariasi sesuai proporsi (lihat tabel 4.8), skala bar = 100 μm
B. spg = spermatogonium, skala bar = 100 μm
C. sp = spermatosit primer; ss = spermatosit sekunder, skala bar = 100 μm
D. spz = spermatozoa dalam lumina lobulus, skala bar = 30 μm

Tabel 5. Data Rata-rata Hormon Ikan Lukas


Rata-rata Kadar hormon Lukas masing-masing periode pasca mijah ±
Seks ikan Hormon Standar deviasi
DM0 DM1 DM2 DM3 DM4 DM5 DM6
Betina Estradiol 279,39 329,74 435,35 533,14 657,85 ± 698,82 ± 745,86 ±
(pg/ml) ± 9,36 ± 18,27 ± 24,99 ± 9,48 55,55 48,30 19,45
Progesteron 0,17 ± 0,35 ± 0,32 ± 0,36 ± 0,28 ± 0,46 ± 0,59 ±
(ng/ml) 0,03 0,02 0,04 0,02 0,02 0,03 0,05
Jantan Testosteron 4,84 ± 5,60 ± 5,60 ± 7,56 ± 6,44 ± 8,36 ± 8,98 ±
(ng/ml) 0,09 0,32 0,32 0,22 0,11 0,76 0,34
Tabel 6. Data Keberhasilan pemijahan induk Ikan Brek dan Lukas yang dicoba
dengan bantuan induksi Ovaprim selama penelitian
No Tanggal pemijahan/jenis Keterangan
ikan
20 ekor induk betina (400 gram) : 20 ekor induk jantan (rata-rata 250
gram), 8 jam setelah penginduksian, memperlihatkan gejala mijah,
setelah 12 jam pasca induksi tanda-tanda pemijahan berhenti, 1 ekor
induk betina yang dibedah (IKG sudah cukup tinggi, yakni 16), hasil
Brek pengamatan histologis sediaan gonad betina menunjukkan sudah
mencapai tahapan vitelogenesis menjelang mature (dilakukan di kolam
percobaan).
25 ekor betina matang kelamin (± 60 gram) : 25 jantan (± 50 gram), ± 10
jam setelah induksi ovaprim berhasil mijah secara parsial, 3 jam
1 12-07-2010 kemudian terjadi pemijahan yang kedua. Semua induk jantan dan betina
sehat jam setelah spawning (dilakukan di bak semen ukuran 3 x 1 x 0,50
Lukas m). Induk segera dipisahkan dari kelomok telur pasca mijah. Telur-telur
hasil mijah didistribusi dan ditebar di bak penetasan dan beberapa
akuarium untuk pengamatan embriogenesis, derajat penetasan, uji
mortalitas dan kelangsungan hidup larva. Induk-induk pasca mijah
dipisahkan masing-masing 4 pasang pada 6 bak terpisah beraerator untuk
materi pegujian selanjutnya (gametogenesis recovery pasca mijah,
tinjauan histologis dan hormonal)
2 ekor betina matang kelamin (± 225 gram) : 5 jantan (± 100 gram),
sampai dengan 11 jam pasca induksi ovaprim tidak berhasil mijah, semua
Brek induk baik betina maupun jantan sehat pasca mijah (dilakukan di bak
berukuran 3 x 1 x 0,5 m).
2 21-03-2010 4 ekor betina matang kelamin (± 75 gram) : 4 jantan (± 50 gram), 12 jam
setelah induksi ovaprim berhasil mijah, semua induk baik betina maupun
Lukas jantan sehat pasca mijah.Telur-telur hasil mijah dipisahkan dari induk-
induk pasca mijah untuk dipelihara.
3 ekor betina matang kelamin (± 225 gram) : 3 jantan (± 100 gram),
sampai dengan 10-12 jam pasca induksi ovaprim tidak berhasil mijah,
Brek semua induk baik betina maupun jantan sehat pasca mijah (dilakukan di
bak berukuran 3 x 1 x 0,5 m).
3 26-10-2011 2 ekor betina matang kelamin (± 75 gram) : 2 jantan (± 50 gram), 10 jam
setelah induksi ovaprim berhasil mijah, semua induk baik betina maupun
Lukas jantan sehat pasca mijah.Telur-telur hasil mijah dipisahkan dari induk-
induk pasca mijah untuk dipelihara.

V. KESIMPULAN
Kesimpulan

1. Perkembangan embryogenesis ikan Lukas sampai dengan terjadinya penetasan telur/terbentuk


larva membutuhkn waktu 22-23 jam sejak telur terbuahi; Derajat penetasan telur antara 56%-86%;
Derajat kelangsungan hidup benih/larva pasca proses pemijahan induk-induk predomestikasi
tersebut di kolam budidaya 62%-86% sedangkan Derajat mortalitas larva 0,14%-0,58%.
2. Proses gonadogenesis recovery dari testes dan ovarium induk Lukas jantan betina predomestikasi
pasca mijah sampai dengan periode mijah berikutnya berjalan dengan baik. Histologi oogenesis
pasca mijah, ovarium terdiri atas 6 stadium perkembangan oosit : post ovulatory stage (pos);
chromatin nucleolar stage (cns); perinucleolar stage (ps); cortical alveolar stage (cas);
vitellogenic stage (vs) dan mature / ripe stage (ms), sedangkan histologi spermatogenik testis
terdiri dari 5 kelompok tahapan : spermatogonium, spermatosit primer; spermatosit sekunder;
spermatid dan spermatozoa.
3. Lama waktu yang dibutuhkan induk Lukas jantan dan betina untuk mencapai periode mijah
berikutnya adalah ± 3 bulan (29 Nov 2009 mijah pertama kali; 12 Februari 2010 mijah kedua; 21
Mei 2010 mijah ketiga; 2 Agustus 2010 mijah keempat; 8 November 2010 mijah kelima); Kadar 3
jenis hormon induk Lukas dua minggu ke nol (DM-1) sampai dengan 12 minggu pasca mijah
(DM-6) adalah estradiol (279,39 ± 9,36 pg/ml; 329,74 ± 18,27 pg/ml; 435,35 ± 24,99pg/ml; 533,14
± 9,48 pg/ml; 657,85 ± 55,55 pg/ml; 698,82 ± 48,30 pg/ml; 745,86 ± 19,45 pg/ml) meningkat
sesaat menjelang pemijahan, menurun sampai dengan minggu kedua dan terus meningkat sampai
dengan menjelang pemijahan berikutnya. Progesteron (0,17 ± 0,03 ng/ml; 0,35 ± 0,02 ng/ml; 0,32
± 0,04 ng/ml; 0,36 ± 0,02 ng/ml; 0,28 ± 0,02 ng/ml; 0,46 ± 0,03 ng/ml; 0,59 ± 0,05 ng/ml)
meningkat pada saat pemijahan dan meningkat terus sampai dengan 12 minggu (3 minggu) pasca
mijah menjelang mijah berikutnya. Kadar testosteron (4,84 ± 0,09 ng/ml; 5,60 ± 0,32 ng/ml; 5,60 ±
0,32 ng/ml; 7,56 ± 0,22 ng/ml; 6,44 ± 0,11 ng/ml; 8,36 ± 0,76 ng/ml; 8,98 ± 0,34 ng/ml), sama
seperti kadar progesterone, kadar testosterone cenderung meningkatsejalan dengan periode pasca
mijah sampai dengan12 minggu pasca mijah. Nilai IKG induk betina Lukas dari dua minggu nol
pasca mijah sampai dengan dua minggu ke-12 pasca mijah adalah : 1,26%; 1,6%; 3,3%; 3,46%; 0 ;
8,8%; 17,6% sedangkan IKG induk jantan berturt-turut dari DM-0 sampai dengan DM-6 adalah
2,58%; 2,7%; 2,64%; 2,44%;2,41%; 2,42%; 2,30%.

Saran

Perlu dilakukan pengujian aklimatisasi benih dan induk ikan Lukas pada beberapa lokasi
budidaya (karamba jaring apung, misal) di beberapa lokasi seperti di waduk, di sungai dan beberapa
kolam dengan perbedaan ketinggian lokasi di atas permukaan laut di sekitar eks karesidenan Banyumas
untuk lebih menggali data pendukung kestabilan status reproduksi dan parameter pertumbuhan serta
kapasitas produksi anakan/benih dalam mempersiapkan the new domesticated fih sebelum
dikembangkan di kalangan petani ikan, dan dipasarkan ke para konsumen ikan di Banyumas.
Perlu dilakukan kegiatan eksperimental lanjutan secara in vivo (khususnya untuk induk ikan
Brek yang sampai saat ini belum berhasil memijah di kolam alami) melalui manipulasi lingkungan
eksternal dan internal untuk mempelajari dan meningkatkan peranan hormon dalam proses
gametogenesis, vitellogenesis dan ovulasi, sedangkan penelitian in vitro metode kultur organ dilakukan
untuk mendeteksi aktivitas dan jumlah reseptor untuk mengetahui biosintesis hormon yang terlibat.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Profil Perikanan Budidaya. Ditjen Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Jakarta 38 pp.
APHA, 1985. Standard Methods for The Examination of Water and Waste Water, Public Health Association Inc,
New York.
Alimuddin dan E.S. Wiyono. 2005. Domestikasi atau restocking? INOVASI Vol. 5/XVII/November 2005.
http://www.io.ppi-jepang.org. Diakses 10 April 2008.
Brito, M.F.G. and N. Bazzoli, 2003. Reproduction of the surubim catfish (Pisces, Pimelodidae) in the San
Fransisco River, Pirapora Region, Minas Gerais, Brazil. Arq. Bras. Med. Vet. Zootec., Vol. 55(5), pp :
624 – 633
Cek, S., B, Niall., C, Randall., and R, Krishen. 2001. Oogenesis, Hepatosomatic and Gonadosomatic Indexes, and
Sex Ratio in Rosy Barb (Puntius conchonius). Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences, 1: 33-
41.
Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor
Effendi, M.I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor
Elvyra, R. 2004. Aspek Habitat, Makanan dan Reproduksi Ikan Lais. Makalah Individu Program Pasca Sarjana
(S3), Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Faizah, R. 2003. Penentuan Jenis Kelamin Benih Ikan Brek (Puntius orphoides C.V.) Dengan Teknik Truss
Morphometrics. Laporan Penelitian Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto.
Gunderson, H.J.G. and E.B. Jensen. 1987. The efficiency of systematic sampling in the stereology and its
prediction. J. Microsc. 147:229-267.

Halamsyah, A.I. 2000. Pakan Kebiasaan, Indeks Kematangan Gonad, Fekunditas dan Faktor Kondisi Ikan Lukas
(Puntius bramoides C.V.) di Sungai Banjaran Kabupaten Banyumas. Laporan Penelitian. Fakultas
Biologi UNSOED, Purwokerto.

Harsini. 2005. Kebiasaan Pakan Ikan Brek (Puntius arphoides) yang Tertangkap di Sungai Serayu. Laporan
Penelitian. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto.
Hartanto, A.Y. 2000. Perkembangan Embrio dan Mortalitas Larva Ikan Nilem (Osteochilus hasselti CV. Dalam
Media dengn pH Berbeda
Haryono, 2008. Proses Domestikasi Ikan Tambra (Tor spp.) Untuk Pemanfaatan Berkelanjutan.
http://www.biotek.lipi.go.id. Diakses 17 April 2008.
Iguchi, K. 2004. Simultaneous Maturation of Two Discrete Oocyte Batches in Ayu. Journal Ichthyological
Research Vol. 51 (4): 386-388. Springer, Japan.
Inayawati, E. 1997. Pengaruh Hipofisasi pada Pemijahan Ikan Nilem (Osteochilus hasselti CV.) Terhadap
Fertilitas, Daya Tetas, Morfologi Ovarium dan Waktu Untuk Mencapai Masa Mijah Berikutnya. Laporan
Penelitian. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto
Kime, A. 2008. Production of germ-line chimera in rainbow trout by blastomere trasplantation. Mol. Rep. Dev.
59:380-389.
Kottelat, M., Whitten, J. A., Wirjoatmodjo, S. & Kartikasari, S.N. 1996. Freshwater Fish of Western Indonesia
and Sulawesi. Jakarta: Periplus Edition, Ltd.

Kouril J., Svoboda A., Hamackova J., Kalab P., Kolarova J., Lepicova A., Sedova M., Savina L., Rendon P.M.,
Svobodova Z., Barth T., Vykusova B. (2007): Repeated administration of different hormonal
preparations for artificial propagation and their effects on reproduction, survival and blood biochemistry
profiles of female tench (Tinca tinca L.). Czech Journal of Animal Science, Vol (52), pp : 183–188.
Kouril J., J. Mraz, J. Hamackova, T. Barth (2008): Hormonal induction of tench (Tinca tinca L.) with the same
treatments at two sequential reproductive seasons. J. Cybium, Vol. (32_, pp : 61-66.

Kroupova H., Machova J., Svobodova Z. (2005): Nitrite influence on fish: a review. J. Veterinarni Medicina, Vol.
(50), pp : 461–471.
Lestari, W. dan Sugiharto. 2008. Studi Bioekologi Ikan Sungai Mastacembelus unicolor dari Sungai Serayu
yang Terancam Punah, dalam Upaya Membangun Strategi Konservasi. Laporan Penelitian Fundamental
DIKTI.
Mananos E., N. Duncan, C. Mylonas (2009): Reproduction and control of ovulation, spermiation and spawning in
cultured fish. 3–80. In: Cabrita E., Robles V., Herraez P. (eds.): Methods in Reproductive Aquaculture:
J. Marine and Freshwater Species. CRC Press, Florida. 549 pp.
Moyle, P. B., and Cech, J. J. 1988. Fishes an Introduction to Ichthyology 2nd Edition. Prentice Hall, New Jersey.
Nasution, S. H., Sulistiono., D, Soedharma., I, Muchsin., dan S, Wirdjoatmodjo. 2007. Kajian Aspek Reproduksi
Ikan Endemik Bonti-bonti (Paratherina striata) di Danau Towuti Sulawesi Selatan. Jurnal Biologi
Indonesia 4(4):225-237.
Ningsih, D. 1998. fekunditas Ikan Mas (Cyprynus carprio L. ) Pasca Mijah Yang Diberi Ekstrak Urin Wanita
Pasca Menoupouse. Laporan Penelitian. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
Chaves-Pozo. E, S. Liarte, L. Vargas-Chacoff,4 A. Garcı´a-Lo´pez, V. Mulero, J. Meseguer,
J.M. Mancera, and A. Garcı´a-Ayala. 2007. 17Beta-Estradiol Triggers Postspawning in
Spermatogenically Active Gilthead Seabream (Sparus aurata L.) Males. J. Biology Reproduction 76, pp.:
142–148

Purnomo, S.H. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Seminar Nasional Hasil Penelitian
Perikanan dan Kelautan 2010, Jurusan Perikanan UGM, Yogyakarta.
Ravaglia, M.A. and M.C. Maggese. 2002. Oogenesis in the swamp eel Synbranchus marmoratus (Bloch, 1795)
(Teleostei; synbranchidae). Ovarian anatomy, stages of oocyte development and micropyle structure. J.
Biocell (Mendoza). Argentina. Vol.26, no.3. pp. : 12 – 26.
Ross, R. 1997. Fisheries Conservation and Management. USA: Prentice Hall, Inc.

Rukayah, S., Setijanto dan I. Sulistyo. 2003. Kajian Strategi Reproduktif Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) di
Sungai : Upaya Menuju Diversifikasi Budidaya Perairan. Laporan Penelitian Fakultas Biologi UNSOED,
Purwokerto.

Setijanto dan I. Sulistyo. 2002. Biologi Ikan Senggaringan (Mystus negriceps): Acuan Dasar Domestikasi dan
Budidaya. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto.

Sinaga, T.P. 1995. Bioekologi Komunitas Ikan di Sungai Banjaran, Purwokerto. Thesis IPB, Bogor.
Soeminto, M. Santoso dan P. Susatyo, Pembentukan Jantan Homogamet (XX) lewat Gynogenesis dan Pemberian
andriol pada ikan Nilem (Osteochilus hasselti c.v). Laporan penelitian Fakultas Biologi. Laporan
penelitian Fakultas Biologi, Unsoed, Purwokerto.

Suhenda, N.,Rusmaedi dan A. Hardjamulia. 2002. Pertumbuhan dan Perkembangan Gonad Empat Stok Ikan
Baung (Mystus nemurus) Generasi Pertama Stok Jatiluhur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 10 :
2.

Sulaeman, 2005. Perikanan kita kemana akan dibawa? Warta Penelitian Perikanan Indonesia 11(3): 17-23
Susatyo, P. dan Soeminto. 2002. Viabilitas Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) yang Ditunda
Oviposisinya Setelah Menunjukkan Gejala Mijah. Biosfera. Scientific Journal. Vol. 12 (2) Juni.
Susatyo, P. dan Sugiharto. 2001. Aspek Perubahan Hormonal dan Histologis Selama Perkembangan Ovarium
Belut Sawah (Monopterus albus Zuiew) yang Diinduksi Secara Artifisial. Biosfera.Scientific Journal.
Vol. 16 Mei 2000.

Susatyo, P., Sugiharto dan W. Lestari. 2009. Penelusuran Aspek Bioreproduksi, Ekologis, Filogenetis Beberapa
Jenis Ikan Tangkapan dari Sungai Serayu Banyumas Sebagai Dasar Domestikasi dan Diversifikasi
Budidaya. Laporan Penelitian Insentif Dasar RISTEK tahun 2009. Lembaga Penelitian Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Wooton, J. 1991. Ecology of Teleost Fish. New York: Chapman & Hall

Yaron, Z. 1995. Endocrine control of gametogenesis and spawning induction in the carp. J. Aquaculture, Vol.
(129), pp : 49–73.
Yuliantin, F. 1997. Viabilitas Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) Setelah Diovulasikan. Laporan Penelitian.
Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto

Anda mungkin juga menyukai