Anda di halaman 1dari 11

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)

JEMBER

By: Muhammad Roy


Di sampaikan dalam Acara Rekrutme anggota BARU
(RABA)
Unit kegiatan Pengembangan Keuilmuan
Menurut Jabiri, ada 3 epistemologi
dalam pemikiran Islam:
• Bayani
(Teksentris, rasio tidak berperan, rasio berperan tetapi diletakan dibawah otonomi
teks=qiyas).

• Burhani
(Rasio berperan sama dengan teks atau wahyu, bahkan lebih)

• Irfani
(laduni, knowledge by present)
Epistemologi Barat
• Rasionalisme
• Empirisme
KRITIK ATAS FORMULASI NALAR
ARAB-ISLAM
• Ada dua model penalaran yang
berkembang di dunia Arab-Islam:
(1) Deduksi; Qawa’idul Fiqhiyah, Qiyas
(2) Induksi; Proses pembembuatan
Qawa’idul Fiqhiyah, Ushul Fiqh
Madzhab Hanafi.
• Namun yang lebih dominan di dunia Arab
Islam adalah penggunaan Deduksi
(istidlal) untuk semua permasalahan
hukum, teologi, dan nahwu.
• Nalar Arab-Islam deduktif termanifestasi
dalam terminologi qiyas al-ghaib ala al-
syahid.
• Penggunaan qiyas al-ghaib ala al-syahid
ini, selanjutnya dikembangkan, dari
konsep “mengetahui” the known untuk
menemukan “yang tidak diketahui” the
unknown, dari konsep the old untuk
menemukan the new, dari konsep , in
presentia untuk menemukan in absentia.
• Konsep Pemikiran Arab Islam, pada
akhirnya lebih terkristal pada tradisi
“bayani”, yang mempunyai tiga prinsip
kecenderungan:
1). Diskontinyuitas: atomistik, artinya
hanya ada tindakan ilahi yang
terdahulu( mubtada’) atau tindakan
yang dilahirkan (mutawallad)
2). Prinsip kontigensi.
Akal mengakui adanya kemungkinan
Tuhan mencampur materi yang
kontradiksi; api dan air, sehingga
menafikan hukum alam dan kausalitas.
3) Prinsip Analogi
Prinsip ini digunakan secara “serampangan”
tanpa “analisis” (al-sabr wa taqsim)
• Penggunaan logika deduktif yang
“keterlaluan” ini, mengakibatkan
kurangnya dinamisme berfikir, karena
segala sesuatu dikembalikan ke premis
mayor (the known, the old), sehingga tidak
ada sesuatu yang benar-benar baru dari
pemikiran Arab-Islam, hanya
“pengulangan” dengan bentuk baru saja.
• Penggunaan logika deduktif berlebihan,
juga menyebabkan pemikiran Arab-Islam
kehilangan historisitas dan penafian
penelitian secara “detail” (al-sabr) dan
“analitis” (taqsim).
• Logika deduktif hanya digunakan secara
mekanis, tanpa research, analisis, dan
kritik.
• Solusi Keluar dari kebuntuan deduktif ini
adalah dengan:
1. Penggunaan penalaran induksi dari
ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadits,
bukan deduksi dari far’ atau pendapat
ulama.
2. Mengunakan metode burhani,
pemanfaatan rasio secara maksimal.

Anda mungkin juga menyukai