Anda di halaman 1dari 7

Hipotesis

Hubungan antara hipotesis dan teori

Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga
karena masih harus dibuktikan kebenarannya[1].

Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti.[2]
Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis
tersebut.[2] Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan/
menciptakan suatu gejala.[2] Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen.[2] Hipotesis yang
telah teruji kebenarannya disebut teori.[2]

Contoh:

Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja menyimpulkan
(menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa (karena langit mendung, maka...) sebentar lagi
hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa saat kemudia hujan benar turun, maka dugaan terbukti
benar. Secara ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan, maka
hipotesisnya dinyatakan keliru.

* 1 Kegunaan

o 1.1 Hipotesis dalam penelitian

* 2 Karakteristik

* 3 Tahap-tahap pembentukan hipotesis secara umum

* 4 Hubungan hipotesis dan teori

* 5 Catatan kaki

[sunting] Kegunaan
Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya penelitian kuantitatif.[2]
Terdapat tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini diantaranya[5]:

1. Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang
digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari
konflik dapat dijelaskan melalui teori mengenai konflik.

2. Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar atau di falsifikasi.

3. Hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan karena membuat
ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan
benar atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan
mengujinya.

[sunting] Hipotesis dalam penelitian

Walaupun hipotesis penting sebagai arah dan pedoman kerja dalam penelitian, tidak semua
penelitian mutlak harus memiliki hipotesis.[6]. Penggunaan hipotesis dalam suatu penelitian
didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian.[2] Dalam masalah atau tujuan penelitian tampak
apakah penelitian menggunakan hipotesis atau tidak.[2] Contohnya yaitu Penelitian eksplorasi yang
tujuannya untuk menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi tidak
menggunakan hipotesis.[2] Hal ini sama dengan penelitian deskriptif, ada yang berpendapat tidak
menggunakan hipotesis sebab hanya membuat [[deskripsi atau mengukur secara cermat tentang
fenomena yang diteliti [7], tetapi ada juga yang menganggap penelitian deskriptif dapat
menggunakan hipotesis [8]. Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang bertujuan menjelaskan
hubungan antar-variabel adalah keharusan untuk menggunakan hipotesis [9].

Fungsi penting hipotesis di dalam penelitian, yaitu[10]:

1. Untuk menguji teori,

2. Mendorong munculnya teori,

3. Menerangkan fenomena sosial,

4. Sebagai pedomanuntuk mengarahkan penelitian,

5. Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.


[sunting] Karakteristik

Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar.[2] Kegagalan
merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian.[2] Meskipun hipotesis telah memenuhi
syarat secara [proporsional]], jika hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan
prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata.[4]

Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki beberapa
ciri-ciri pokok, yakni [11]:

1. Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah dan dinyatakan
dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara
atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.

2. Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara operasional. Aturan
untuk, menguji satu hipotesis secara empiris adalah harus mendefinisikan secara operasional semua
variabel dalam hipotesis dan diketahui secara pasti variabel independen dan variabel dependen.

3. Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan memberikan
gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas
menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan
dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.

4. Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensi subyektivitas
tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.

5. Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat dikembangkan) yang
akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji
dengan metode yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat
merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada
metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi
metode-metode untuk mengujinya, baik metode observasi, pengumpulan data, analisis data,
maupun generalisasi.

6. Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya.
Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki
hubungan eksplisit yang diharapkan di antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan
negatif). Satu hipotesis menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum.
Hubungan antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari waktu,
ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan hubungan yang diharapkan di
antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan.
Sehubungan dengan hal tersebut, teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan
hipotesis yang dapat diteliti karena dalam teori dijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan
dihipotesiskan.

7. Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu hipotesis yang
memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit.

[sunting] Hubungan hipotesis dan teori

Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu
masalah dan kemudian diuji secara empiris. [12] Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis
menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan
hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis. [12] Hipotesis ini, diturunkan, atau
bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
[12]. Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan
hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah
dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. [12]. Sebab,
teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban
sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. [12] Dalam penelitian
kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang
diturunkan dari teori. [12]

Agar teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan diukur dalam
kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam bentuk yang nyata yang dapat
diamati dan diukur. [12] Cara yang umum digunakan ialah melalui proses operasionalisasi, yaitu
menurunkan tingkat keabstrakan suatu teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk
fenomena empiris atau ke dalam bentuk proposisi yang dapat diamati atau dapat diukur. [12]
Proposisi yang dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan antar-
variabel. [12] Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis. [12]

Jika teori merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-konsep (pada tingkat abstrak
atau teoritis), hipotesis merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-variabel (dalam
tingkat yang konkret atau empiris). [12] Hipotesis menghubungkan teori dengan realitas sehingga
melalui hipotesis dimungkinkan dilakukan pengujian atas teori dan bahkan membantu pelaksanaan
pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian. [12] Oleh sebab itu,
hipotesis sering disebut sebagai pernyataan tentang teori dalam bentuk yang dapat diuji (statement
of theory in testable form), atau kadang-kadanag hipotesis didefinisikan sebagai pernyataan tentatif
tentang realitas (tentative statements about reality). [12]
Oleh karena teori berhubungan dengan hipotesis, merumuskan hipotesis akan sulit jika tidak
memiliki kerangka teori yang menjelaskan fenomena yang diteliti, tidak mengembangkan proposisi
yang tegas tentang masalah penelitian, atau tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan teori
yang ada. [13] Kemudian, karena dasar penyusunan hipotesis yang reliabel dan dapat diuji adalah
teori, tingkat ketepatan hipotesis dalam menduga, menjelaskan, memprediksi suatu fenomena atau
peristiwa atau hubungan antara fenomena yang ditentukan oleh tingkat ketepatan atau kebenaran
teori yang digunakan dan yang disusun dalam kerangka teoritis. [12] Jadi, sumber hipotesis adalah
teori sebagaimana disusun dalam kerangka teoritis. Karena itu, baik-buruknya suatu hipotesis
bergantung pada keadaan relatif dari teori penelitian mengenai suatu fenomena sosial disebut
hipotesis penelitian atau hipotesis kerja. [12]Dengan kata lain, meskipun lebih sering terjadi bahwa
penelitian berlangsung dari teori ke hipotesis (penelitian deduktif), kadang-kadang sebaliknya yang
terjadi. [

LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Pengantar

Suatu landasan teori dari suatu penelitian tertentu atau karya ilmiah sering juga disebut sebagai
studi literatur atau tinjauan pustaka. Salah satu contoh karya tulis yang penting adalah tulisan itu
berdasarkan riset. Melalui penelitian atau kajian teori diperoleh kesimpulan-kesimpulan atau
pendapat-pendapat para ahli, kemudian dirumuskan pada pendapat baru. Penulis harus belajar dan
melatih dirinya untyk mengatasi masalah-masalah yang sulit, bagaimana mengekspresikan semua
bahan dari bermacam-macam sumber menjadi suatu karya tulis yang memiliki bobot ilmiah.

Dengan menyadari hal ini, maka sepatutnya sebagai siswa tanpa terkecuali dan khususnya aktivis-
aktivis harus mempersiapkan sedini mungkin untuk mengantisipasi kendala-kendala yang mungkin
dihadapi. Menbangun kesadaran lebih awal merupakan jalan menuju kebangunan bersama yaitu diri
dan lembaga (bagi aktivis-aktivis) menuju cita-cita yang diinginkan.

A. Landasan Teori

Yang dibahas pada bagian ini adalah teori-teori tentang ilm-ilmu yang diteliti. Penyajian teori dalam
landasan teori dianggap tidak terlalu sulit karena bersumber dari bacaan-bacaan. Akibatnya
terjadilah penyajian materi yang tidak proporsional, yaitu mengambil banyak teori walaupun tidak
mendasari bidang yang diteliti.Jadi seharusnya teori yang dikemukakan harus benar-benar menjadi
dasar bidang yang diteiti. Selain itu, pada bagian ini juga dibahas temuan-temuan penelitian
sebelumnya yang terkait langsung dengan penelitian. Teori yang ditulis orang lain atau temuan
penelitian orang lain yang dikutip harus disebut sumbernya untuk menghindari tuduhan sebagai
pencuru karya orang lain tanpa menyebut sumbernya. Etika ilmiah tidak membenarkan seseorang
melakukan pencurian karya orang lain. Cara mengutip karya atau sumber tertulis itu sebagai berikut.

Kutipan Langsung

Kutipan langsung ada dua macam, yaitu :

(a) Kutipan langsung yang terdiri atas tidak lebih dari 3 baris tau tidak lebih dari 40 kata
ditempatkan didalam paragraf sebagaimana baris yang lain, tetapi diapit oleh tanda petik dua (“…”)
yang dimulai atau ditutup dengan identitas rujukan.

Contoh :

Tolla (1996:89) menegaskan “Metode CBSA dalam pengajaran bahasa berdasarkan pendekatan
komunikatif seharusnya berbeda denga metode CBSA dalam bidang studi yang lain.”

Cara yang lain adalah “Metode CBSA dalam pengajaran bahasa berdasarkan pendekatan komunikatif
seharusnya berbeda denga metode CBSA dalam bidang studi yang lain.” (Tolla, 1996:89).

(b) Kutipan langsung yang terdiri atas lebih dari 3 baris atau lebih dari 40 kata diketik dalam
paragraf tersendiri dengan spasi tunggal yang didahului dan ditutup dengan tanda petik dua (“…”)
dan dimulai pada ketukan ketujuh.

Contoh :

“Perihal perbedaan metode CBSA dalam pengajaran bahasa harus diwarnai oleh aktivitas berbahasa
secara dinamis dan kreatif. Keaktifan secara intelektual tanpa disertai dengan keaktifan verbal tidak
dapat dikatakan CBSA dalam pengajaran bahasa karena hakikat bahasa adalah tuturan lisan yang
kemudian dikembangkan menjadi aturan lisan dan tulisan. Oleh karena itu, CBSA dalam pengajaran
bahasa harus dimuati dengan kreativitas berbahasa sehingga nama yang poaling tepat adalah CBSA
Komunikatif.”

Kutipan Tidak Langsung

Kutipan tidak langsung umumnya tampil bervariasi; bergantung kepada gaya bahasa penulis. Setiap
penulis mempunyai cara sendiri-sendiri mengungkapkan kembali ide atau konsep orang lain didalam
tulisannya. Ada penulis yang memberi komentar lebih panjang, tetapi ada yang menyatakannya
dengan singkat. Kutipan tidak langsung tidak perlu disertai dengan halaman buku sumber, cukup
dengan mencantumkan nama penulis yang diikuti dengan tahun terbitan buku sumber.

Contoh :
Tolla (1996) mengemukakan bahwa metode CBSA dalam pengajaran perlu dibedakan dengan
metode CBSA dalam bidang studi yang lain kerena pengajaran bahasa mempunyai karakteristik
khusus yang berbeda dengan bidang studi yang lain.

Cara Lain :

Penerapan metode CBSA dalam pengajaran bahasa harus dibedakan dengan penerapannya dalam
budang studi yang lain dengan alasan bahwa karakteristik pengajaran bahasa adalah penggunaan
bahasa secara dinamis dan kreatif (Tolla, 1996).

Anda mungkin juga menyukai