PEMBAHASAN
Oleh karena itu setiap orang bisa memiliki kekayaan dengan sebab-sebab (cara-cara)
kepemilikan tertentu.
An-Nabhaniy (1990) mengemukakan, dengan mengkaji secara komprehemsif hukum-hukum
syara' yang menentukan pemilikan seseorang atas harta tersebut, maka akan nampak bahwa
sebab-sebab kepemilikan tersebut terbatas pada lima sebab berikut ini:
Bekerja.
Warisan.
Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup
Harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyat.
Harta-harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan harta atau
tenaga apapun.
Kepemilikan umum adalah izin As-Syari' kepada suatu komunitas untuk sama-sama
memanfaatkan benda. Sedangkan benda-benda yang termasuk dalam kategori kepemilikan
umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Allah SWT dan Rasulullah saw bahwa
benda-benda tersebut untuk suatu komunitas dimana mereka masing-masing saling
membutuhkan..
Didorong oleh sebab-sebab tertentu yang bersifat alamiah, misalnya keadaan alam yang
tandus, badan yang cacat, akal yang lemah atau terjadinya musibah bencana alam,
dimungkinkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan terhambatnya distribusi kekayaan kepada
orang-orang yang memiliki keadaan tersebut.
Bila semua mekanisme ekonomi berjalan sempuma, tapi kesenjangan ekonomi tetap
saja terjadi, Islam menempuh cara kedua, yakni melalui mekanisme non-ekonomi.
1) Cara kedua ini bertujuan agar di tengah masyarakat segera terwujud keseimbangan (al-
tawazun) ekonomi, yang akan ditempuh dengan beberapa cara. Pendistribusian harta
dengan mekanisme non-ekonomi tersebut adalah Pemberian harta negara kepada warga
negara yang dinilai memerlukan.
2) Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada para mustahik.
3) Pemberian infaq, sedekah, wakaf, hibah dan hadiah dari orang yang mampu kepada yang
memerlukan.
4) Pembagian harta waris kepada ahli waris dan lain-lain.
B. ASPEK EKONOMI LARANGAN MENIMBUN DALAM ISLAM.
ب أَنَّ َمالَهُ أَ ْخلَ َدهُ كَاَّل لَيُ ْنبَ َذنَّ فِي ا ْل ُحطَ َم ِة َو َما َ َو ْي ٌل لِ ُك ِّل ُه َم َز ٍة لُ َمزَ ٍة الَّ ِذي َج َم َع َمااًل َو َع َّد َدهُ يَ ْح
ُ س
ُأَد َْراكَ َما ا ْل ُحطَ َمةُ نَا ُر هَّللا ِ ا ْل ُموقَ َدة
Artinya:
Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan
menghitung-hitung, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya, sekali-kali
tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah, Dan tahukah
kamu apa Huthamah itu, (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan.
Penafsiran:
At taubah ayat 34
Penafsiran:
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada
mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan
(yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Penafsiran:
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil menyangka dengan apa yang Allah
Berikan kepada mereka dari Karunia-Nya bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.
Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka. Kelak akan dikalungkan apa yang
mereka bakhilkan itu pada hari kiamat. Kepunyaan Allah-lah segala warisan yang ada
di langit dan di bumi; dan Allah Maha Mengetahui segala apa yang kalian perbuat.
Harta yang mereka bakhilkan akan dijadikan kalung berupa api neraka dan
dipasangkan pada lehernya, Yaumal qiyāmah, wa lillāhi mīrā-tsus samāwāti wal ardl (pada
hari kiamat. Dan Kepunyaan Allah-lah segala warisan yang ada di langit dan di bumi). Yang
dimaksud adalah perbendaharaan langit yang berupa hujan dan perbendaharaan bumi yang
berupa tumbuh-tumbuhan,Wallāhu bimā ta‘malūna khabīr (dan Allah Maha Mengetahui atas
segala apa yang kalian perbuat), berupa kebakhilan dan kekikiran,Selanjutnya Allah swt.
Mengutarakan perkataan Fanhash bin ‘Azura’ dan kawan-kawannya, yang mengatakan,
“Muhammad, Allah itu fakir! Dia Meminta pinjaman dari kami.” Maka Allah Berfirman:
AL-Ma’aarij ayat 18
Penafsiran:
Al-Qur’an menyebut kata al-mal (harta) tidak kurang dari 86 kali. Penyebutan berulang-
ulang terhadap sesuatu di dalam al-Qur’an menunjukkan adanya perhatian khusus dan
penting terhadap sesuatu itu. Harta merupakan bagian penting dari kehidupan yang tidak
dipisahkan dan selalu diupayakan oleh manusia dalam kehidupannya terutama di dalam
Islam.
Al-Qur’an memandang harta sebagai sarana bagi manusia untuk mendekatkan diri
kepada Khaliq-Nya, bukan tujuan utama yang dicari dalam kehidupan. Dengan keberadaan
harta, manusia diharapkan memiliki sikap derma yang memperkokoh sifat kemanusiannya.
Jika sikap derma ini berkembang, maka akan mengantarkan manusia kepada derajat yang
mulia, baik di sisi Tuhan maupun terhadap sesam manusia.
Oleh karena itu, harta dalam perspektif Al-Qur’an sangat menarik untuk dibahas lebih
lanjut dalam makalah ini baik dalam hubungannya kepada sang Khaliq, maupun harta yang
bersifat materi maupun non materi.
A. Konsep Harta
Harta di dalam bahasa Arab disebut al-mal atau jamaknya al-amwal (Munawir, 1984).
Harta (al-mal) menurut kamus Al-Muhith tulisan Al Fairuz Abadi, adalah ma malaktahu min
kulli syai (segala sesuatu yang engkau punyai). Menurut istilah syar’i harta diartikan sebagai
segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum syara’ (hukum
Islam) seperti jual beli, pinjaman, konsumsi dan hibah atau pemberian (An-Nabhani, 1990).
Di dalam Al Quran, kata al mal dengan berbagai bentuknya disebut 87 kali yang terdapat
dalam 79 ayat dalam 38 surat.
Berdasarkan pengertian tersebut, harta meliputi segala sesuatu yang digunakan manusia
dalam kehidupan sehari-hari (duniawi), seperti uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan,
perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil perikan-lautan, dan pakaian termasuk dalam
katagori al amwal. Islam sebagai agama yang benar dan sempurna memandang harta tidak
lebih dari sekedar anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia.
Islam telah menggambarkan jalan yang suci dan lurus bagi umatnya guna memperoleh
harta yang halal dan baik. Dibawah ini disebutkan beberapa cara meraih harta dalam islam:
Meraih harta secara langsung dari hasil keringatnya sendiri.
Inilah yang sering di puji oleh islam, yaitu meraih harta dengan jerih payah keringatnya
sendiri selama hal itu berada pada koridor yang telah ditentukan oleh Allah dan ini
merupakan cara meraih harta yang paling mulia dalam islam. Islam adalah satu-satunya
agama samawi yang memuliakan pekerjaan bahkan memposisikan pekerjaan sebagai ibadah
disisi-Nya. menjadikannya asas dari kebaikan didunia dan akhirat. Pada surat Al-Mulk
ayat:15 Allah memerintahkan kita untuk berjalan di muka bumi guna meraih kehidupan:
Dalam surat Al-Muzammil ayat:20 Allah menjelaskan bahwa mencari kehidupan dengan
cara bekerja setara kedudukannya dengan berjihad di jalan Allah:
ُ طائِفَةٌ ِمنَ الَّ ِذينَ َم َع َك َوهَّللا َ صفَهُ َوثُلُثَهُ َو ْ ِإِنَّ َربَّ َك يَ ْعلَ ُم أَنَّكَ تَقُو ُم أَ ْدنَى ِمنْ ثُلُثَ ِي اللَّ ْي ِل َون
ْس َ–ر ِمنَ ا ْلقُ ْرآَ ِن َعلِ َم أَنَّ ََاب َعلَ ْي ُك ْم فَا ْق َر ُءوا َما تَي
َ صوهُ فَت ُ ار َعلِ َم أَنْ لَنْ ت ُْحَ يُقَ ِّد ُر اللَّ ْي َل َوالنَّ َه
َض ِل هَّللا ِ َوآَ َخ ُرونَ يُقَاتِلُون ْ َض يَ ْبتَ ُغونَ ِمنْ ف ِ ض ِربُونَ فِي اأْل َ ْر ْ َضى َوآَ َخ ُرونَ ي َ سيَ ُكونُ ِم ْن ُك ْم َم ْر َ
سنًا
َ ضا َح ُ صاَل ةَ َوآَتُوا ال َّز َكاةَ َوأَ ْق ِر
ً ضوا هَّللا َ قَ ْر َّ س َ–ر ِم ْنهُ َوأَقِي ُموا ال
َّ َيل هَّللا ِ فَا ْق َر ُءوا َما تَي
ِ ِسب
َ فِي
ْ س ُك ْم ِمنْ َخ ْي ٍر تَ ِجدُوهُ ِع ْن َد هَّللا ِ ُه َو َخ ْي ًرا َوأَ ْعظَ َم أَ ْج ًرا َوا
َ ستَ ْغفِ ُروا هَّللا َ إِنَّ هَّللا ِ َُو َما تُقَ ِّد ُموا أِل َ ْنف
َغفُو ٌر َر ِحي ٌم
Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali
tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan
kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui
bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di
muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di
jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.
Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh
(balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar
pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
Harta warisan.
Dalam islam harta warisan adalah salah satu jalan yang diperbolehkan guna meraih harta
kekayaan. Ini disebut meraih harta secara tidak langsung. Dalam artian si-penerima
harta,tidaklah bersusah payah untuk mendapatkannya. Karena itu adalah peninggalan dari
oarng yang meninggal (ayah atau keluarga dekatnya).
Kepemilikan yaitu seseorang memiliki wewenangan untuk bertindak atas apa yang ia
miliki. Tetapi ketika hubungan yang mengikat antara si-pemilik harta dengan harta yang ia
miliki terputus disebabkan wafatnya si-pemilik, maka harus ada pemilik baru yang
menggantikan wewenang kepemilikan harta yang ia miliki. Dan Islam menjadikan orang
yang paling dekat hubungannya dengan si-mayit yang menerima wewenang dalam
kepemilikan harta si-mayit. Ini sesuai dengan fitrah manusia. Dalam hal ini yang paling dekat
adalah anak dan keluarga terdekat.
B. Hakikat Hak Milik.
“Dialah (Allah) yang telah menciptakan apa saja yang ada di muka bumi buat kalian
semuanya”. (QS Al Baqarah: 29)
Yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan oleh manusia yang
bukan secara mutlak hak milik karena pada hakikatnya pemilik sebenarnya ada pada
Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah
disyariatkan Allah, oleh karena itu manusia tidaklah boleh kikir dan boros. Allah
memberikan kuasa kepada manusia untuk mengusahakan, memanfaatkan dan
melestarikan harta yang ada di bumi dengan bijak serta memerintahkan manusia untuk
senantiasa berupaya mencari harta agar dapat memilikinya.
ِ َواَل تَأْ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِا ْلبَا ِط ِل َوتُ ْدلُوا بِ َها إِلَى ا ْل ُح َّك ِام لِتَأْ ُكلُوا فَ ِريقًا ِمنْ أَ ْم َو
ال
َس بِاإْل ِ ْث ِم َوأَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمونِ النَّا
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (QS Al Baqarah : 188)
Dalam ayat di atas memberikan pengertian bahwa harta ketika dikaitkan dengan
manusia berarti dimiliki oleh manusia sebatas hidup di dunia, dan itu pun bila diperoleh
dengan cara yang legal menurut syariah Islam.
Pelapangan rezeki yang diberikan Allah tidak berkaitan dengan keimanan serta
kekufuran seseorang, seperti firman Allah:
ق ِل َمنْ يَشَا ُء َويَ ْق ِد ُر َوفَ ِر ُحوا بِا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َو َما ا ْل َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا فِي
َ سطُ ال ِّر ْزُ هَّللا ُ يَ ْب
ٌ اآْل َ ِخ َر ِة إِاَّل َمتَا
ع
“Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. mereka
bergembira dengan kehidupan di dunia, Padahal kehidupan dunia itu (dibanding
dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS Ar Ra’d : 26)
Dalam ayat ini, Allah melapangkan rezeki bagi sebagian hambaNya dan
menyempitkan bagi sebagian yang lain, sesuai dengan tuntutan kebijaksanaanNya.
Pelapangan dan penyempitan rezeki ini tidak berkaitan dengan keimanan dan kekufuran.
Barangkali Allah melapangkan bagi orang kafir dengan maksud memperdayakan dan
menyempitkan orang Mu’min dengan maksud menambah pahalanya.
Allah melapangkan rezeki bagi siapa pun yang Dia kehendaki di antara para
hambaNya yang pandai mengumpulkan harta dan mempunyai kemudahan dalam
mendapatkan harta dimana hal ini tidak berhubungan dengan keimanan dan kekufuran
seseorang. Pada hakikatnya, kenikmatan dunia jika dibandingkan dengan kenikmatan
akhirat hanyalah sedikit dan akan cepat hilang.
Oleh sebab itu, mereka yang berharta di dunia tidak berhak untuk membanggakan
dan menyombongkan bagian dari dunia yang diberikan Allah kepada mereka.
C . Sikap Islam terhadap harta.
Dunia adalah jalan menuju tempat yang lebih kekal. Karena dunia ini merupakan
jalan, maka ia dibuat sedemikian rupa agar manusia yang melewatinya merasa aman dan
sampai ke tujuan dengan selamat. Misalnya, kita dapat melihat ungkapan Al- Quran
tentang umat Islam.
yang hidup moderat : ” Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia
dan pahala di akhirat”
Diantara sahabat merupakan pedagang sukses dan orang kaya seperti Ibnu Affan
dan Ibnu Auf dan ada juga yang hidup sederhana dan zuhud seperti Abud Darda dan
Salman.
D. Harta adalah Perhiasan Dunia.
Menurut Islam, harta adalah sarana untuk memperoleh kebaikan. Miskin bukanlah
sebagai symbol manusia bertaqwa sebagaimana pandangan para penganut sufisme. Harta
dalam konteks Al-Quran adalah suatu kebaikan (khairun).
“ Dan sesungguhnya dia (manusia) sangat bakhil karena cintanya kepada
khairun (kebaikan).” Pencinta kebaikan di sini meksudnya pencinta harta. Ayat
ini menerangklan bahwa cinta akan harta adalah tabiat manusia.
“ Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawaban,
‘Apa saja khairun (harta) yang kamu nafkahkan hendaknya diberikan kepada
ibu, bapak, kaum kerabat, anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang
sedang dalam perjalanan …”
“ Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-
tanda) maut, jika ia meninggalkan khairun (harta) yang banyak, berwasiatlah
untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf …”
Pada ayat lainnya, Allah berfirman “ … Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah
yang tidak disangka-sangknya … ”
Maka harta menurut Islam adalah perhiasan kehidupan dunia dan pengokohannya seperti
pilar.
Firman Allah : “ Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi
amalam-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta
lebih baik untuk menjadi harapan.”
Dalam ayat ini, dengan harta tercapailah kemakmuran dunia dari segi materi dan
dengan anak tercapai kemakmuran dunia dari segi kelangsungan hidup.
ق نَ ْحنُ نَ ْر ُزقُ ُه ْم َوإِيَّا ُك ْم إِنَّ قَ ْتلَ ُه ْم َكانَ ِخ ْطئًا َكبِي ًرا ْ َواَل تَ ْقتُلُوا أَ ْواَل َد ُك ْم َخ
ٍ شيَةَ– إِ ْماَل
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang
akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh
mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS Al Isra :31)
Harta bukan sebagai ukuran untuk menilai seseorang. Mulia atau hinanya
seseorang tidak dinilai dari harta yang dimilikinya. Harta hanyalah kenikmatan dari
Allah sebagai fitnah atau ujian untuk hambaNya apakah dengan harta tersebut mereka
akan bersyukur atau akan menjadi kufur.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar.”
“ Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu sebagai cobaan dan
sesungguhnya di sisi Allah lah pahala yang besar.”
Sedangakan cinta kepada anak sering membawa orang sanggup melakukan dosa
dan perbuatan jahat demi dapat membiayai mereka, menjadi kikir untuk berzakat, dan
jika terjadi kesedihan atas anak mereka maka mereka membenci Tuhan atau
mementangnya. Fitnah yang ditimbulkan oleh anak lebih besar dari pada yang
ditimbulkan oleh harta, sehingga mereka mau saja mencari harta haram dan mengambil
harta orang lain secara batil demi anak.
Maka dalam ayat ini, seorang mukmin seharusnya dapat memelihara diri dari
kedua fitnah, yaitu pertama mendapatkan harta halal dan menafkahkan pada jalan
kebaikan. Dan juga menjaga fitnah anak dengan mendidik mereka dengan sebaik-baiknya
dan melatih mereka melaksanakan perintah agam.
” Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan
kamu kepada Kami sedikitpun tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-
amal saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipatganda disebabkan apa
yang telah mereka kerjakan dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi
(dalam surga).”
Dalam ayat di atas Al Quran mengingatkan manusia bahwa harta dan anak yang
dibanggakan tidak menjamin dapat menyelamatkan dirinya dari siksaan Tuhan.
Terkadang manusia sifat kebanggaan yang berlebihan tersebut dapat menjadikan sikap
kikir serta mengumpulkan harta dengan sangat perhitungan dan menjadikan kecintaan
terhadap harta membabi buta.
Contohnya seperti golongan orang kaya dan angkuh dengan hartanya dan tidak mau
mengakui kerasulan Nabi Muhammad sedangkan mereka tahu, misalnya Abu Jahal Ibnu
Hisyam, Abu Lahab , Abu Ibnu Khalaf , Walid Ibnu Mughairah dan juga Karun.
Harta merupakan salah satu dari beberapa kekuatan suatu bangsa dan penopang
kebangkitan dan kemajuan. Namun, harta bisa membahayakan suatu bangsa dan
rakyatnya, juga membahayakan etika spiritual mereka, jika mereka menjadikannya suatu
prioritas dalam hidup ini. Islam mengajarkan kepada pengikutnya bahwa harta bukan
segala-galanya dalam kehidupan ini, namun ironisnya kebanyakan manusia sangat
berambisi dan memusatkan seluruh perhatiannya untuk mengumpulkan harta sebanyak-
banyaknya dengan mengabaikan sesuatu yang lebih besar yaitu kehidupan di akhirat.
Sesungguhnya etika yang mulia dan norma yang tinggi dari iman, amal saleh dan
akhlak mulia. Itulah kekayaan yang tidak pernah habis dan pusaka-pusaka yang tidak
akan sirna.oleh sebab itu Al Quran mengarahkan ambisi dan angan-angan orang-orang
mukmin kepadanya seperti firman Allah.
Islam tidak melupakan unsur materi dan eksistensinya dalam memakmurkan bumi
dan meningkatkan taraf hidup manusia. Namun, Islam selalu menekankan bahwa
kehidupan berekonomi yang baik walaupun itu merupakan target yang perlu dicapai
dalam kehidupan dan bukanlah tujuan akhir.
Seperti yang diuraikan di atas, manusia tidak mulia karena harta dan kekayaannya
atau kedudukannya tetapi karena hatinya bertaqwa kepada Allah dan takut kepada Nya.
Ia ikhlas berbuat meskipun tidak memiliki apa-apa dan berpakaian compang-camping.
Dalam surat ini diketahui bahwa cirri-ciri orang yang berbahagia adalah yang
dapat menjalankan muamalah dengan Allah secara baik, dan muamalah mereka dengan
sesama makhluk. Allah dalam surat ini juga memberikan keringanan kepada umatnya
dari kesukaran menuju kemudahan, dimana Allah meminta kepada manusia agar
mengerjakan shalat malam dengan waktu sepertiga malam sesuai yang dapat kamu
kerjakan (karena manusia tidak sanggup menentukan waktu secara pasti).
Dan jaminan terhadap apa yang manusia kerjakan di dunia, merupakan sedekah
atau nafkah yang kamu belanjakan di jalan Allah (seperti shalat, puasa, haji, dll) akan
mendapatkan pahala di sisi Allah. Sehingga menusia yang mulia adalah manusia yang
dapat membelanjakan hartanya di jalan Allah dan beribadah sesuai yang diperintahkan
Allah (amal-amalnya
Di antara mereka ada sebagian ada sebagian yang harus dipisahkan oleh mereka
yang dikhususkan untuk orang yang melarat meminta, atau orang yang menahan diri dari
meminta-minta, yang tidak memperoleh sesuatu yang membuatnya tidak berhajat, namun
tidak meminta kepada orang lain (disebut orang yang mahrum atau tudak kebagian) dan
tidak suka berbuat seperti itu supaya diberi sedekah. Orang miskin yang tidak mendapat
bagian maksudnya ialah orang miskin yang tidak meminta-minta.
Allah memerintahkan Rasul untuk mengambil harta orang-orang yang tidak ikut
perang, kaum mu’min yang kaya dan orang mu’min lainnya. Zakat ini dimaksudkan
untuk membersihkan manusia dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada
harta benda dan tamak dan dapat mensucikan yaitu menanamkan sifat-sifat kebaikan
dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka sehingga mereka patut
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dan Rosul mendoakan bagi orang-orang yang mau bersedekah dengan
memohonkan ampun mereka untuk ketenangan hati mereka dan Allah Maha Tahu taubat
mereka serta keikhlasan mereka dalam menyerahkan sedekah tersebut.
Kehidupan seorang muslim selalu dituntun untuk bekerja (etos gerak). Al Quran
mendorong muslim untuk bergerak dan berbuat sesuatu yang baik secara aktif. Isalm
yang dikonotasikan dengan “jalan”, memberikan gambaran bahwa ajarannya adalah
ajaran dinamis, bergerak, dan berubah menuju kesempurnaan sesuai dengan yang divita-
citakan.
Orang Islam yang berjalan di atas jalan tersebut lazimnya bergerak, dinamis, aktif
serta tidak diam (pasif) dalam suatu kondisi. Bagi orang yang mencari perubahan, Allah
menjanjikan kemudahan dan keleluasaan sebagai apresiasi atas usaha yang dilakukan
oleh manusia. Seperti pada QS An Nisa :100
ْس َعةً َو َمنْ يَ ْخ ُر ْج ِمن َ ض ُم َرا َغ ًما َكثِي ًرا َو ِ سبِي ِل هَّللا ِ يَ ِج ْد ِفي اأْل َ ْر َ َو َمنْ يُ َها ِج ْر فِي
سولِ ِه ثُ َّم يُ ْد ِر ْكهُ ا ْل َم ْوتُ فَقَ ْد َوقَ َع أَ ْج ُرهُ َعلَى هَّللا ِ َو َكانَ هَّللا ُ َغفُو ًرا
ُ اج ًرا إِلَى هَّللا ِ َو َر
ِ بَ ْيتِ ِه ُم َه
َر ِحي ًما
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini
tempat hijrah yang Luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya
dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya
(sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi
Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Anjuran dan suruhan Al Quran terhadap usaha dan pemenuhan tanggung jawab,
bukan sedekar parintah bekerja yang hanya menghasilkan materi. Al Quran menghendaki
agar kerja manusia diorientasikan pada nilai-nilai suci, bukan sekedar materi secara
unsich. Nilai suci dari materi ditentukan oleh fungsi dan kegunaan untuk kemaslatan
dalam memenuhi hajat hidup manusia.
Al Quran memberikan orientasi melalui tata cara dalam mencari materi yang
harus dipatuhi oleh manusia. Orientasi tersebut untuk memberikan keseimbangan usaha
manusia dalam mendapatkan materi agar sesuai dengan harapan yang dicita-citakan
sebagai khalifah di bumi.keseimbangan tersebut baik terhadap Tuhan, terhadap dirinya
sendiri, terhadap lingkungan, maupun terhadap sesama manusia. Tata cara tersebut di
antaranya adalah melarang manusia bertransaksi yang tidak legal baik dalam perspektif
yuridis maupun etis, penyempurnaan timbangan atau takaran dalam transaksi, larangan
bersistem raba, dan menekankan tanggung jawab.
Ada pula yang mekanisme yang bersifat negatif (salbiyah) yaitu berupa larangan
atau cegahan syariah, misalnya:
(1) larangan menimbun harta benda (uang, emas, dan perak) walaupun telah
dikeluarkan zakatnya
(2) larangan peredaran kekayaan di satu pihak atau daerah tertentu;
(3) larangan kegiatan monopoli serta berbagai penipuan yang dapat mendistorsi
pasar;
(4) larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada para penguasa;
yang ujung-ujungnya menyebabkan penumpukan harta hanya di tangan orang
kaya atau pejabat. (suara-islam.com)
BAB III
A. KESIMPULAN
Islam sebagai agama yang benar dan sempurna memandang harta tidak lebih dari
sekedar anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia. Oleh karena itu, di dalam
Islam terdapat etika di dalam memperoleh harta dengan bekerja. Dalam artian, terdapat
keseimbangan usaha manusia dalam mendapatkan materi agar sesuai dengan harapan
yang dicita-citakan sebagai khalifah di bumi.keseimbangan tersebut baik terhadap
Tuhan,.