Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kelapa dalam merupakan komoditi tradisional di provinsi

Kalimantan Timur, dapat tumbuh dengan baik pada semua tempat yang diusahakan

oleh masyarakat sebagai tanaman pekarangan maupun yang diusahakan dalam

hamparan yang cukup luas. Usaha perkebunan kelapa dalam rakyat dalam hamparan

yang luas salah satunya terdapat di Kabupaten Berau.

Kabupaten Berau yang beribukota Tanjung Redeb dengan luas 34,127 Km2

mempunyai lahan perkebunan kelapa 79,30 Ha dengan produksi 14.475 ton/tahun.

Salah satu wilayah penghasil kelapa dalam di Kabupaten Berau adalah di Kecamatan

Talisayan tepatnya berada di Kampung Dumaring dengan jumlah penduduk 1.233

jiwa, bermata pencarian sebagian besar mengusahakan kebun kelapa dan nelayan.

Untuk usaha kebun kelapa sistem pemasarannya ada yang dijual lokal dan

ada pula dijual ke pasar di Tanjung Redeb, mengingat belum ada kajian atau tentang

berapa penerimaan yang diperoleh oleh petani kelapa, baik yang dijual di pasar lokal

maupun di pasar Tanjung Redeb. Maka peneliti mencoba untuk meneliti sejauh mana

penerimaan yang diperoleh oleh petani kelapa di Desa Dumaring ini dan hasil

analisis marginnya.

Dari gambaran tersebut diatas merupakan salah satu dari program

pembangunan pertanian tanaman Kelapa Dalam (Cocos nucifera. L) dengan

meningkatkan produksi. Dimana peningkatan produksi ini akan mempengaruhi


2

proses margin pasar nantinya, untuk itu penulis ingin meneliti : Analisis Margin

Pasar Kelapa Dalam (Cocos nucifera. L) di Kampung Dumaring Kecamatan

Talisayan Kabupaten Berau.

1.2 Rumusan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah sebagai berukut :

1. Bagaimanakah saluran pemasaran Kelapa Dalam (Cocos nucifera. L) di

Kampung Dumaring ?

2. Berapa besar margin pemasaran Kelapa Dalam (Cocos nucifera. L) pada setiap

tingkat dan margin totalnya ?

3. Berapa besar bagian harga (share) yang diperoleh para petani Kelapa Dalam

(Cocos nucifera. L) di Kampung Dumaring ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui saluran pemasaran, margin pemasaran dan bagian harga

(share) yang diterima petani Kelapa Dalam (Cocos nucifera. L) di Kampung

Dumaring Kecamatan Talisayan Kabupaten Berau.


3

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai

bahan informasi bagi masyarakat dan para pelaku ekonomi, untuk

mempertimbangkan lokasi pemasaran dan harga jual kelapa dalam meningkatkan

pendapatan dan kemudahan dalam memasarkan kelapa.


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

.1 Tinjauan Umum Tanaman Kelapa

Kelapa adalah suatu tanaman yang cukup besar peranannya bagi kebutuhan

manusia. Kelapa merupakan salah satu tanaman sebagai sumber mata pencaharian

penting sesudah padi. Daging buah kelapa yang tua selain dibuat kopra dapat pula

dibuat minyak goreng, santan, margarin, sabun, karet sintetis dan lainnya

(Cooman, 1974).

Kelapa adalah tumbuhan yang terdapat didaerah-daerah sekitar katulistiwa

(tropis dan subtropis). Makin dekat dengan permukaan laut tanaman kelapa makin

baik pertumbuhannya. Pada ketinggian 800 meter sampai 1000 meter di atas

permukaan laut tanaman kelapa masih dapat tumbuh dan berkembang. Pohon kelapa

yang paling baik tumbuh pada ketinggian di bawah 500 meter dari permukaan laut

dan pada tanah yang gembur serta banyak mengandung kapur (Soebroto, 1972).

Selanjutnya menurut Suhardiono (1987), untuk dapat tumbuh, berkembang

dan berproduksi dengan baik, kelapa memerlukan hidup yang sesuai. Beberapa

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi kelapa antara

lain : faktor iklim (tempertur, curah hujan dan kelembaban). Disamping itu faktor

tanah, (partikel tanah, jenis tanah tersedianya unsur hara dalam tanah).
5

Menurut Suhardiono (1987), tanaman kelapa disebut juga pohon kehidupan,

karena disetiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan

manusia.

Menurut Soebroto (1972), kelapa lebih banyak mengalami gangguan hama

dibandingkan selain hama. Kalau ada serangan penyakit, itu adalah disebabkan

gangguan serangan serangga, ulat atau binatang lainnya.

Pada umumnya tanaman kelapa lokal sudah mulai menghasilkan buah pada

umur 6-8 tahun, berangsur-angsur buahnya akan lebat. Pada umur 15-20 tahun

jumlah buahnya berangsur-angsur menurun sesuai dengan pertambahan umur dan

akan merosot sekali pada umur 40 tahun (Soedijanto dan sianipar, 1979).

2.2 Hasil Sampingan Tanaman Kelapa

Selain itu tanaman kelapa mempunyai nilai tambah pendapatan petani

seperti tempurung kelapa dapat dijadikan bahan bakar dan sebagai bahan mentah

pembuatan karbon aktif atau berbagai perhiasan dan gayung mandi. Sabut kelapa

dapat digunakan sebagai bahan bakar, dibuat briket arang, pulp untuk bahan kertas,

tali, alat keset, jok mobil, karpet atau hardbod. Air kelapa dapat dijadikan minuman

ringan, body lotion, kecap asin, nata de coco, dan lain sebagainya. Daun kelapa

berguna untuk atap, bungkus ketupat, sarang ikan baik di laut atau di kolam dan

untuk perhiasan. Lidi daun kelapa dibuat sapu lidi atau dianyam seperti rotan untuk

pembuatan meubiler. Dari hasil kelapa dapat juga dibuat gula kelapa atau diproses

lebih lanjut sebagai gula kristal (Darwis, 1988).


6

2.3 Morfologi Tanaman Kelapa

Dalam nama atau sistematika ( taksonomi ) tumbuh–tumbuhan, tanaman

kelapa (Cocos nucifera. L) dimasukkan kedalam klasifikasi sebagai berikut

1. Kingdom : Plantae ( tumbuh – tumbuhan )

2. Filum : Spermatophyta ( berbiji tertutup )

3. Kelas : Monocotyledoneae ( biji berkeping satu )

4. Ordo : Arecales

5. Famili : Arecaceae

6. Genus : Cocos

7. Spesies : Cocos nucifera

Penggolongan varietas kelapa pada umumnya di dasarkan pada perbedaan

umur pohon mulai berbuah, bentuk dan ukuran buah, warna buah, serta sifat–sifat

khusus yang lain (Warisno, 2003).

2.4 Syarat Pertumbuhan Tanaman Kelapa

Menurut Djoehana Setyamidjaja (1995) Syarat pertumbuhan tanaman kelapa

meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Iklim

Kelapa dapat tumbuh di daerah tropis, dan tumbuh baik pada iklim panas

yang lembab. Secara geografis Kabupaten Berau terletak pada posisi antara

1OLU – 233OLS dan 116OBT – 119OBT. Keadaan iklim rata-rata di kabupaten


7

ini yaitu suhu 28˚C, kelembaban udara 88%, curah hujan 267,2 mm/th dan

dengan kecepatan angin 5-7 knot. Pusat-pusat perkebunan kelapa yang penting

terletak pada zone 150LU dan 150LS. Di luar zone ini hanya terdapat pohon-

pohon kelapa yang tidak mampu menghasilkan buah (Florida, Los Angeles,

Portugal).

Meskipun kelapa dapat tumbuh pada keadaan iklim yang luas

cakupannya, untuk pertumbuhan yang optimal dan tercapainya produktivitas

yang baik, kelapa menghendaki persyaratan lingkungan tertentu, menyangkut

elevasi, suhu, curah hujan, sinar matahari dan kelembaban udara.

a) Elevasi

Kelapa tumbuh baik mulai pesisir sampai 600-700 m di atas

permukaan laut. Perkebunan-perkebunan rakyat banyak dijumpai sampai

ketinggian 900 m di atas permukaan laut, tetapi pertumbuhan dan

berbuahnya lambat dan hasilnya rendah.

b) Suhu

Faktor suhu menentukan batas dari garis lintang (latitude) dan garis

bujur (altitude), dan mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan

dan produksi buah. Suhu optimum bagi kelapa adalah yang rata-rata

tahunannya 270C dengan fluktuasi 6-70C. Suhu yang tinggi dapat

mengakibatkan tanaman muda yang sedang tumbuh berkembang menjadi

kering dan mengakibatkan berkurangnya buah.


8

c) Curah Hujan

Curah hujan tahunan berkisar antara 1000-2250 mm. pembagian

hujan, keadaan drainase dan kapasitas menahan air dari tanah, lebih

penting daripada jumlah curah hujan. Pembudidayaan kelapa yang

menguntungkan menghendaki curah hujan antara 1800-2000 mm per

tahun, yang jatuh tersebar merata sepanjang tahun. Daerah-daerah yang

kering dengan curah hujan yang tidak merata tidak cocok untuk kelapa.

Pertumbuhan kelapa di daerah pantai umumnya baik meskipun curah

hujannya lebih rendah daripada batas minimum. Hal ini disebabkan

karena pada daerah itu, di bawah permukaan tanah terdapat air yang

cukup, berasal dari daerah yang terletak jauh dari pantai. Pada daerah

demikian adanya dan banyaknya air tanah merupakan faktor yang lebih

menentukan daripada ukuran curah hujan.

d) Sinar Matahari

Tanaman kelapa menghendaki intensitas sinar matahari yang tinggi

dengan jumlah penyinaran tidak kurang dari 2000 jam per tahun.

Tanaman yang berada di bawah naungan ditempat terlindung kurang baik

pertumbuhannya. Lingkungan yang terbuka yang dapat memberikan

pertumbuhan yang baik, dan sebaliknya.


9

e) Kelembaban Udara

Untuk pertumbuhan yang normal dan hasil tinggi, tanaman kelapa

membutuhkan kelembaban udara antara 60-80% dan tidak kurang dari

60%. Walaupun demikian, kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat

mengakibatkan hal-hal yang tidak baik, yaitu:

1. Mengurangi penguapan (tanspirasi) yang berakibat menurunnya

kemampuan pengambilan (up-take) unsur-unsur hara, sehingga dapat

mengurangi jumlah buah.

2. Menyebabkan berkembang dan menyebarnya penyakit cendawan

yang berbahaya, misalnya bud rot.

2. Tanah

Kelapa dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Syarat-syarat tanah yang

baik adalah : struktur baik, peresapan air dan tata udara baik, permukaan air

tanah letaknya cukup dalam minimal 1 meter dari permukaan tanah, dan

keadaan air tanahnya hendaknya dalam keadaan bergerak (tidak menggenang).

Tetapi selain itu, tanah harus memiliki kemampuan menahan air yang cukup

besar. Dalam hal ini, peranan bahan organik pada tanah-tanah yang

sarang/bertekstur pasir sangatlah penting.

Kelapa dapat tumbuh pada tanah dengan pH 5.0-8.0, tetapi pH optimum

untuk pertumbuhan yang baik adalah antara 5.5-6.5. Kelapa menghendaki tanah

yang cukup subur yang memiliki kandungan unsur-unsur hara esensial seperti

N, P ,Ca, Mg, S, Cl, Fe, Mn, ZnB, Cu, dan Mo yang cukup. Tanah-tanah yang
10

kandungan unsur-unsur hara esensialnya rendah menghendaki pemupukan

dengan unsur-unsur hara yang bersangkutan agar dapat mencapai produksi

yang baik.

Tipe-tipe tanah yang baik adalah :

1. Tanah aluvial yang kaya atau tanah-tanah lempung

yang bergerak cukup lembab.

2. Tanah-tanah latosol bertekstur lempung atau liat,

terutama pada tanggul-tanggul saluran sungai.

3. Tanah pasir, khususnya tipe “Aladin Litteral”.

Pohon-pohon kelapa yang tumbuh pada tempat-tempat yang berdekatan

dengan air yang bergerak seperti ditepi-tepi sungai, dekat pantai, umumnya

pertumbuhannya baik sekali. Hal ini disebabkan karena air yang bergerak

mengandung banyak oksigen (02), yang penting untuk pernapasan akar.

Agar proses perkembangan benih berjalan dengan baik secara teknis

persemaian harus memenuhi persyaratan berikut :

1. Persemaian harus dekat dengan sumber air untuk memudahkan

penyiraman.

2. Persemaian sebaiknya dekat areal pembibitan/penanaman untuk

memudahkan pengangkutan bibit.

3. Persemaian harus beralokasi ditempat yang mudah di awasi secara

intensif, baik terhadap gangguan manusia, hewan, dan gangguan lainnya.

4. Tanah persemaian sedapat mungkin datar.

5. Areal persemaian dan sekitarnya harus bebas hama penyakit.


11

6. Areal persemaian tidak mudah tergenang air.

7. Sinar matahari terhambat pepohonan di sekitarnya untuk masuk ke

persemaian.

2.5 Pemasaran

Menurut Sigit Purnomo (2001), pemasaran adalah sistem keseluruhan dari

kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga

mempromosikan dan mendistribuskan barang dan jasa sehingga dapat memuaskan

kebutuhan para pembeli.

Pemasaran memerlukan biaya, semakin maju suatu pertanian maka biaya

pemasaran semakin tinggi. Untuk meningkatkan pendpatan petani fungsi pemasaran

harus tepat waktu, produk diinginkan masyarakat dan harga terjangkau. Suatu

komoditas mempunyai sistem pemasaran yang sangat efisien tetapi persentase biaya

pemasaran semakin tinggi misalnya komoditas yang cepat rusak atau yang memakan

tempat yang besar untuk mengangkut dan menyimpannya juga akan memakan biaya

pemasaran yang relaif tinggi dibandingkan dengan komoditi yang tahan lama atau

yang ringkas (Mubyarto,1994).

Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk menyampaikan barang

dari produsen ke konsumen. Biaya pemasaran meliputi angkutan dan biaya penjualan

(Mosher, 1987).
12

2.6 Struktur Tataniaga

Menurut Mubyarto (1983), Istilah tataniaga di negara kita diartikan sama

dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan berfungsi membawa atau

menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Disebut tataniaga karena niaga

berarti dagang, sehingga tataniaga berarti “segala sesuatu yang menyangkut aturan

permainan” dalam hal perdagangan barang-barang. Karena perdagangan itu biasanya

dijalankan melalui pasar maka tataniaga disebut juga pemasaran.

Produsen

Petani Pengumpul

Pengecer

Konsumen

Gambar 2.6.1 : Saluran Tataniaga di Kampung Dumaring Kecamatan


Talisayan Kabupaten Berau.
13

2.7 Harga

Menurut William J. Stanton (1984), bahwa harga adalah jumlah uang

(kemungkinan ditambah beberapa barang) yang dibutuhkan untuk memperoleh

beberapa kombinasi sebuah produk dan pelayanan yang menyertainya.

Harga adalah jumlah uang atau alat tukar lain yang senilai,yang harus

dibayarkan untuk produk atau jasa, pada waktu tertentu dan di pasar tertentu.

(Panitia Lembaga Pendidikan, 1981).

Menurut William J. Stanton (1984), Harga adalah alat pengukur dasar sebuah

sistem ekonomi karena harga mempengaruhi alokasi faktor-faktor produksi.

2.8 Pendapatan

Pendapatan adalah produksi yang dinyatakan dalam bentuk uang setelah

dikurangi biaya pengeluaran selama kegiatan uasaha dalam jangka waktu tertentu

(Mosher,1987).

Pengertian pendapatan dibedakan menjadi pendapatan kotor dan pendapatan

bersih. Pendapatan kotor adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari semua

sumber dalam selang waktu tertentu yang diperhitungkan dari hasil penjualan.

Sedangkan pendapatan bersih adalah pendapatan kotor dikurangi dengan biaya yang

mengusahakan (Hadisapoetra,1975).

Soekartawi, (1986) menyatakan bahwa pengertian pendapatan kotor

usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumber daya yang digunakan dalam
14

usahatani. Dalam menaksir pendapatan kotor semua komponen produk yang tidak

dijual dinilai berdasarkan harga pasar. Selisih antara pendapatan kotor usahatani

dengan pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani.

Pengertian pendapatan menurut Soeharjo dan Patong, (1984), pendapatan

petani dibedakan menjadi pendapatan keluarga dan pendapatan usahatani.

Pendapatan keluarga adalah pendapatan yang diperoleh petani dan keluarganya tanpa

dikurangi biaya tenaga kerja. Pendapatan usahatani adalah pendapatan yang

diperoleh petani dengan memperhitungkan biaya tenaga kerja.

2.9. Penerimaan

Penerimaan dibidang pertanian adalah produksi yang dinyatakan dalam

bentuk uang tunai sebelum dikurangi dengan biaya pengeluaran selama kegiatan

(Mosher, 1987). Menurut Soedarsono (1992), menyatakan bahwa jumlah penerimaan

total (total revenue) di definisikan sebagai penerimaan dari penjualan barang

tertentu, yang diperoleh dari hasil kali jumlah barang yang terjual dikalikan dengan

harga penjualan setiap satuan.

Penerimaan adalah hasil penjualan dari sejumlah produk yang diterima atau

penjualan sejumlah barang dari pihak lain (Boediono, 1982).

3.0. Margin Pemasaran

Margin pemasaran atau margin tataniaga menunjukkan selisih harga dari dua

tingkat rantai pemasaran. Margin tataniaga adalah perubahan antara harga petani dan

harga eceran (retail). Margin tataniaga hanya merepresentasikan perbedaan harga


15

yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani, tetapi tidak

menunjukkan jumlah quantitas produk yang dipasarkan. Margin tataniaga merupakan

penjumlahan antara biaya tataniaga dan margin keuntungan.

Nilai margin pemasaran adalah perbedaan harga di kedua tingkat sistim

pemasaran dikalikan dengan quantitas produk yang dipasarkan. Cara perhitungan ini

sama dengan konsep nilai tambah (value added). Pengertian ekonomi nilai margin

pemasaran adalah harga dari sekumpulan jasa pemasaran /tataniaga yang merupakan

hasil dari interaksi antara permintaan dan penawaran produk–produk tersebut. Oleh

karena itu nilai margin pemasaran dibedakan menjadi dua yaitu marketing costs dan

marketing charges (Dahl, 1977).

Biaya pemasaran terkait dengan tingkat pengembalian dari faktor produksi,

sementara marketing charges berkaitan dengan berapa yang diterima oleh pengolah,

pengumpul dan lembaga tataniaga. Margin tataniaga terdiri dari tiga jenis yaitu

absolut, persentase dan kombinasi. Margin pemasaran absolut dan persentase dapat

menurun, konstan dan meningkat dengan bertambahnya quantitas yang dipasarkan.

Hubungan antara elastisitas permintaan di tingkat rantai tataniaga yang berbeda

memberikan beberapa kegunaan analisis. Hubungan bergantung pada perilaku dari

margin pemasaran.
16

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Pemikiran

Produksi Kelapa Dalam (Cocos nucifera. L)


di Kampung Dumaring

Pedagang Pengumpul

Pedagang Pengecer di Talisayan dan Tanjung Redeb

Konsumen

Gambar 3.1.1 : Bagan alur pemikiran analisis pemasaran kelapa dalam


(Cocos nucifera. L) di Kampung Dumaring Kecamatan
Talisayan Kabupaten Berau.

Seperti telah diketahui bahwa produksi kelapa di Kampung Dumaring

Kecamatan Talisayan Kabupaten Berau cukup tinggi karena menjadi sumber

penghasilan utama masyarakat. Permasalahan yang terjadi produk yang dihasilkan

sebatas kelapa butiran saja, sehingga proses penjualan menjadi sedikit terkendala.

Sedangkan dari segi pemasaran para petani kelapa dirugikan oleh kondisi lahan yang

jauh dengan daerah pasar, sehingga untuk menjual hasil produksi tidak dapat
17

dilakukan secara langsung. Melainkan dikumpulkan secara kolektif kepada pedagang

pengumpul dengan daya beli yang tidak terlalu tinggi. Setelah berada di tangan para

pengumpul barulah hasil produksi dapat dibawa untuk di distribusikan ke pedagang

pengecer yang ada di wilayah kota. Dari tangan para pedagang pengecer inilah

konsumen baru dapat menikmati hasil produksi kelapa dalam para petani Kampung

Dumaring Kecamatan Talisayan Kabupaten Berau.

Pendapatan maksimal merupakan tujuan utama petani dalam melakukan

kegiatan pemasaran, oleh karena itu setiap petani berusaha agar hasil panennya

banyak, sehingga diharapkan akan meningkatkan pendapatannya. Selain itu

pendapatan yang rendah menyebabkan petani kelapa tidak dapat melakukan

produksi. Hal ini dikarenakan hampir semua hasil pendapatan dipergunakan kembali

untuk biaya hidup dalam memenuhi kebutuhan keluarga, dan sedikit sekali yang

dicadangkan untuk menambah modal/investasi.

3.2 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut diatas diduga

bahwa saluran pemasaran dan harga jual kelapa dalam (Cocos nucifera. L) sangat

berpengaruh terhadap penerimaan para petani.


18

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Kampung Dumaring Kecamatan

Talisayan Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini

dilaksanakan sejak Agustus 2009 hingga Oktober 2009 meliputi kegiatan

penyusunan proposal, pengambilan data, analisis data hingga pembuatan laporan.

4.2. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder, data

primer adalah data yang diperoleh dari para petani melalui kuesioner. Sedangkan

data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait.

4.3. Metode Pengambilan Sampel

Untuk pengambilan sampel diperlukan beberapa petani sebagai responden

yang diambil dengan menggunakan metode sensus.


19

4.4 . Definisi Variabel dan Pengukurannya

Untuk membatasi agar penelitian ini tidak menyimpang dari arah yang

telah ditetapkan, maka perlu dikemukakan beberapa definisi secara operasional

dari indikator-indikator yang akan diteliti sesuai dengan kondisi yang ada

dilapangan yaitu :

1. Biaya

Yang dimaksud dengan biaya adalah sejumlah uang/modal yang

dikeluarkan petani untuk melakukan budidaya tanaman Kelapa.

2. Biaya Tenaga Kerja

Adalah Biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk membayar tenaga

kerja dalam keluarga maupun diluar dari kelurga.

3. Produksi

Yaitu besarnya jumlah kelapa yang dihasilkan oleh petani dalam

setahun.

4. Biaya Pemasaran

Adalah Biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan hasil produk

tersebut seperti biaya pengemasan dan biaya transportasi (Rp/tahun).

5. Pemasaran

Yaitu Semua kegiatan usaha yang bertalian dengan arus penyerahan

barang dan jasa-jasa dari produsen ke konsumen.


20

6. Harga

Yaitu nilai atau jumlah uang yang diterima oleh produsen dari

konsumen.

7. Analisis

Yaitu proses pemecahan masalah yang dimulai dengan dugaan

(hipotesis) sampai terbukti kebenarannya melalui penelitian.

8. Responden adalah petani yang mengusahakan tanaman kelapa di Kampung

Dumaring Kecamatan Talisayan Kabupaten Berau

9. Margin dalam pemasaran tingkat selisih antara biaya produksi dan harga jual

di pasar.

10. Margin pemasaran yaitu bagian dari pembayaran konsumen yang diperlukan

untuk menutup biaya yang dikeluarkan dalam proses pemasaran.

4.5. Metode Analisis Data

Menghitung biaya yang dikeluarkan tiap lembaga tataniaga yaitu dengan cara

merinci jenis biaya yang telah dikeluarkan selama proses tataniaga berlangsung,

kemudian menjumlahkannya secara keseluruhan.

Menurut Hamid (1974), untuk menghitung margin pemasaran pada masing-

masing lembaga tataniaga menggunakan rumus :

M = HP – HB
21

Keterangan :

M = Margin Pemasaran/Tataniaga (Rp)

Hp = Harga Penjualan/Harga Eceran (Rp)

Hb = Harga Pembelian/Harga Petani (Rp)

Margin total diperoleh dengan menjumlahkan margin tiap lembaga tataniaga,

dengan merumuskan :

Mt = M1 + M2 + M3 + … + Mn

Keterangan :

Mt = Margin total (Rp)

M1 … Mn = Margin pedagang

Profit atau keuntungan adalah selisih antara margin pedagang dengan biaya

total yang telah dikeluarkan pedagang, dapat dihitung dengan rumus :

Π = Mp – Bp

Keterangan :

Π = Keuntungan

Mp = Margin pedagang

Bp = Biaya pemasaran
22

Mengetahui besarnya bagian harga (share) yang diterima masing-masing

lembaga tataniaga menggunakan rumus :

LP = Hp x 100 %
He
Keterangan :

Lp = Bagian harga yang diterima lembaga tataniaga (%)

Hp = Bagian harga pada masing-masing lembaga tataniaga (Rp -1 )

He = Harga eceran (Rp -1)


23

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1.1. Letak geografis

dan luas wilayah

Kampung Dumaring merupakan salah satu kampung yang

termasuk dalam wilayah Kecamatan Talisayan merupakan salah

satu kecamatan di Kabupaten Berau yang berjarak 150 km dari

Tanjung Redeb.

Secara administrasi luas wilayah Kampung Dumaring sekitar

881,58 km2 yang berupa daratan 383,77 Km2 dan luas perairan

497,81 Km2 dengan batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan kampung Talisayan

b. Sebelah Timur berbatasan dengan laut Sulawesi

c. Sebelah Barat berbatasan dengan kampung Suka Murya

d. Sebelah selatan berbatasan dengan Kutai timur

Tabel 1. Luas lahan menurut penggunaannya di Kampung Dumaring tahun


2009
Jenis lahan luas (ha) persentase (%)
Ladang 178,55 0,02
Perkebunan rakyat 239,55 0,03
Pekarangan 161,00 0,01
Padang rumput 2,75 0,00
Lain-lain 880,947,75 99,93
24

Jumlah 881.530,00 100,00


Sumber : BPS Kabupaten Berau 2009
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar

wilayah kampung Dumaring masih berupa hutan yang belum

dimanfaatkan dengan luas 880.947,85 ha sedangkan untuk

perkebunana rakyat sekitar 239,95 ha hal tersebut menunjukkan

bahwa penggunaan lahan untuk pertanian masih sangat luas

dibandingkan dengan penggunaan lahan untuk lainnya, yang berarti

bahwa pertanian masih menjadi pilihan utama mata pencarian

masyarakat dikampung Dumaring sebagai upaya untuk

mrningkatkan kesejatraan masyarakat.

Selain untuk kegiatan pertanian, lahan dimanfaatkan untuk

bangunan/pekarangan seluas 160,00 ha .

5.1.1.2. Iklim

Iklim adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi

sekaligus menentukan tingkat pertumbuhan dan hasil

dibudidayakan. Iklim adalah faktor lingkungan (alam) yang tidak

dapat dikendalikan oleh manusia. Manusia perlu memperhatikan

dan menyesuaikan jenis tanaman yang akan dibudidayakan dengan

keadaan iklim yang ada.

Sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, kampung

Dumaring termasuk daerah tropis yang memiliki dua musim yaitu

musim penghujan dan musim kemarau. Faktor-faktor yang


25

mempengaruhi iklim adalah suhu, curah hujan dan ketinggian

tempat.

5.1.1.3. Keadaan

Penduduk

Jumlah penduduk suatu daerah pada umumnya akan

mengalami perubahan tiap tahunnya, hal ini disebabkan oleh

adanya kelahiran, kematian, perpindahan penduduk dan kedatangan

penduduk

Tabel 2. Komposisi kelompok umur di Kampung Dumaring tahun 2009


Jenis kelamin
No. Kelompok umur Laki-laki Perempuan
(orang) (orang)
1 0-4 97 71
2 5-9 93 66
3 10-14 67 55
4 15-19 62 57
5 20-24 61 55
6 25-29 57 66
7 30-34 60 50
8 35-39 47 43
9 40-44 35 27
10 45-49 20 10
11 50-54 54 16
12 55-59 7 12
13 60-64 10 9
14 65> 10 17
Jumlah 680 554
Sumber : BPS Kabupaten Berau 2009

Dari komposisi penduduk menurut umur sebagaimana

tercantum pada tabel 3 dapat dilihat bahwa penduduk laki-laki

dikampung Dumaring lebih banyak dari pada penduduk

perempuannya, dengan selisih 99 orang. Penduduk yang berusia


26

produktif lebih banyak dari pada penduduk usia tidak produktif

dengan selisih 255 orang. Selain itu pada usia produktif jumlah

perempuan tidak jauh beda dengan laki-laki, sehingga sangat

menunjang adanya peningkatan pertanian yang sebagian besar

tenaga kerjanya adalah laki-laki.

Tabel 3. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di kampung


Dumaring tahun 2009
Mata pencaharian Jumlah(orang) Persentase %
Pertanian 821 73,23
Perkebunan 52 4,63
Perikanan/Nelayan 61 5,44
Peternakan 55 4,90
Kehutanan 67 5,97
Industri 20 1,78
Pemerintahan 26 2,31
Pedagang 9 0,80
Lain-lain 10 0,89
Jumlah 1.121 100,00
Sumber : BPS Kab Berau 2009

Tabel 3 menunjukkan bahwa di kampung Dumaring sektor

pertanian menempti urutan pertama yaitu sebesar 821 orang atau

sekitr 73,238 %, sedangkan penduduk yang bekerja dilingkungan

pemerintahan sebanyak 2,319 % artinya kebanyakan penduduk

bekerja di luar sektor pemerintahan dengan usaha sendiri–sendiri,

hal ini diakibatkan keterbatasan pendidikan di kampung Dumaring.


27

Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat

digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan petani lada yang

berpengaruh pada tingkat kehidupan sosial suatu kampung. Tingkat

pendidikan disuatu daerah juga sangat menentukan kemauan

masyarakatnya, baik dibidang pembangunan fisik maupun mental.

Pendidikan akan membuka akses bagi masyarakat untuk dapat

mengembangkan cara berpikir dan kesadarannya dalam

membangun diri sendiri serta lingkungannya.

Pengelompokan penduduk menurut tingkat pendidikan di

kampung Dumaring.

Tabel 4. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Kampung


Dumaring tahun 2009
Tingkat pendididkan Jumlah(orang) Persentase%
Tidak tamat SD/ belum sekolah 422 35,31
Tamat SD 460 38,49
Tamat SLTP 203 16,98
Tamat SLTA 99 8,28
Tamat Akademik /perguruan tinggi 11 0,92
Jumlah 1.195 100,00
Sumber : Data primer diolah 2009

Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa penduduk di kampung

Dumaring kebanyakan berpendidikan SD dengan jumlah 460 orang

atau sekitar 38,49% dari jumlah penduduk yang ada. Tidak sekolah

atau belum sekolah sebanyak 35,31% orang, sedangkan untuk


28

SLTP adalah sebanyak 16,98% orang, SLTA dan perguruan tinggi

hanya sedikit. Hal tersebut dapat mengakibatkan minimnya

pengetahuan sehingga dapat berpengaruh pada pengembangan

usaha tani.

5.1.1.4. Keadaan

Pertanian

Kampung Dumaring sebagian tanamannya merupakan

tanaman pertanian perkebunan dalam kegiatan usaha tani penduduk

setempat. Dalam usaha taninya penduduk kampung Dumaring yang

berprofesi sebagai petani mengusahakan berbagai komoditi

tanaman pangan, holtikultura, serta tanaman perkebunan lainnya

seperti, kelapa dalam, lada, kopi, dan kakau.

Tabel 5. Luas produksi tanaman pangan di Kampung Dumaring tahun


2009

Jenis Tanaman Luas Panen Produksi (ton)

Padi 178,47 320,47


Jagung 2,08 4,56
Kacang Tanah 3,29 3,95
Kedelai 4,69 21,05
Kacang Hijau 1,65 1,83
Kedelai Pohon 1,27 6,37
Sumber : BPS Kabupaten Berau 2009

Tabel 6. Luas tanam dan jumlah serta produksi tanaman perkebunan


tahun 2009
29

Jenis Tanaman Luas (ha) Jumlah Pohon Produksi (ton)


Kopi 48,12 44,641 15,88
Kelapa 79,38 14,765 6,99
Kakau 77,38 14,765 13,14
Lada 39 97,500 27,02
Sumber : Dinas Perkebunan 2009

5.1.1.5. Keadaan

peternakan

Usaha lain yang merupakan pendapatan penduduk kampung

Dumaring adalah memelihara ternak seperti ayam, sapi, kambing.

Namun jumlah ternak yang diusahakan tidak begitu banyak, hal

tersebut dikarenakan usaha ternak merupakan sampingan bagi para

petani di kampung Dumaring.

Tabel 7. Jenis dan jumlah ternak di kampung Dumaring tahun 2009


Jenis Ternak Jumlah (ekor)
Sapi 121
Kerbau 3
Kambing 231
Ayam Buras 2.031
Itik 272
Sumber : Data primer diolah 2009

5.1.1.6. Sarana

Penunjang

Sarana penunjang perekonomian di kampung Dumaring

tidak begitu memadai yaitu berupa kios atau warung sebanyak 11


30

buah, bengkel 2 buah, dari uraian diatas dapat diketahui bahwa

sarana perekonomian di kampung Dumaring belum memadai,

disamping tidak tersedianya pasar yang sangat berperan penting

dalam pemasaran hasil pertanian hal ini mengakibatkan petani

harus lebih jauh menjual hasil produksi pertanian mereka di ibu

kota Kabupaten Berau atau daerah sekitarnya.

Hal penting lain yang berperan dalam pemasaran hasil

pertanian adalah sarana transportasi dan komunikasi, kampong

Dumaring memiliki 2 kendaraan umum, 11 kendaraan roda 2

sedangkan untuk alat komunikasi menggunakan telpon genggam.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Produksi

Produksi dalam usahatani kelapa-dalam adalah jumlah kelapa yang

diperoleh dalam satu tahun empat kali panen. Kelapa yang dihasilkan oleh 20

responden di Kampung Dumaring rata-rata 1.790 buah dalam waktu sekali

panen dengan harga jual dari petani yang berlaku di lokasi penelitian adalah

Rp. 1500,- per buah. Sedangkan harga jual kelapa dari pengumpul di lokasi

penelitian sebesar Rp.1.800,- per buah. Dan harga jual kelapa dari para

pengecer adalah sebesar Rp.2.000,- per buah.

5.2.2. Penerimaan
31

Penerimaan petani kelapa dalam diperoleh dari jumlah produksi kelapa

yang dihasilkan dikali dengan harga yang berlaku di lokasi penelitian yaitu

sebesar Rp. 1500,- perbuah sehingga jumlah penerimaan yang diterima oleh

20 responden sebesar Rp. 72.000.000,- dengan rata-rata Rp. 3.600.000,- secara

rinci dapat dilihat pada Lampiran 7.

5.2.3 Pendapatan

Pendapatan petani responden yang mengusahakan tanaman kelapa dalam

diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan dengan pengeluaran di

antara selisihnya. Berdasarkan data yang diperoleh dan diolah dari 20

responden usahatani kelapa dalam, maka diperoleh total pendapatan sebesar

Rp. 33.444.236 dengan rata-rata Rp. 1.672.212 per responden.

Dari hasil analisis data penelitian cara menghitung biaya yang

dikeluarkan tiap lembaga tataniaga yaitu dengan merincikan jenis biaya yang

telah dikeluarkan selama proses tataniaga berlangsung.

Dalam satu tahun petani kelapa dalam melakukan 4 kali musim panen

berturut-turut, petani kelapa dalam menjual kelapa perbuah seharga Rp. 1500,-

Petani kelapa mempunyai luas kebun 1 ha produksinya sekitar 2.000 buah,

0,5 ha hasil produksinya 1.500 buah, 2 ha hasil produksinya 3.000 buah

sedangkan 3 ha hasil produksinya 2.500 buah.

Pedagang pengumpul membeli kelapa dari para petani sebesar

Rp.1.500,- per buahnya, dan menjualnya ke tingkat pengecer dengan harga


32

jual Rp.1.800,- per buahnya. Sehingga pedagang pengecer menjual kepada

konsumen Rp. 2000 per buahnya.

Margin pemasaran diperoleh dari pengurangan harga jual kelapa pada

pengecer (Rp.2.000,-) dengan harga jual kelapa dari petani (Rp.1.500,-) yaitu

sebesar Rp.500,-.

M = HP – HB

= Rp. 2.000 – Rp. 1.500

= Rp. 500

Sedangkan keuntungan para petani kelapa di Kampung Dumaring

dihitung dari pengurangan margin pemasaran terhadap biaya pemasaran,

sehingga diperoleh rata-rata Rp. 200,-.

Π = Mp – Bp

= Rp. 500 - Rp. 300

= Rp. 200

Besarnya bagian harga (share) yang diterima masing-masing lembaga

sebesar 90% dihitung berdasarkan perbandingan antara harga jual ditingkat

pengumpul (Rp.1.800,-) dengan harga jual ditingkat pengecer (Rp.2.000,-).

LP = Hp x 100 %
He

= Rp.1.800 x 100%
Rp.2.000

= 90 %
33

Dengan demikian meskipun petani kelapa memerlukan tambahan biaya

dalam penanganan melakukan usahatani kelapa, dapat ditangani oleh tenaga

kerja keluarga, sehingga total pendapatan yang diterima oleh petani sudah

termasuk total pendapatan keluarga. Sehingga dapat terlihat bahwa terdapat

selisih antara petani, pengumpul dan pengecer.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Saluran pemasaran hasil produksi Kelapa Dalam (Cocos nucifera. L)

para petani di Kampung Dumaring adalah Pasar di Talisayan dan Pasar di

Tanjung Redeb Kabupaten Berau.

2. Harga jual kelapa di tempat para petani reratanya adalah Rp. 1.500,-

sedangkan pada para pengumpul reratanya adalah Rp. 1.800,- dan pada

para pengecer reratanya adalah Rp. 2.000,-

3. Margin pasar petani kelapa dalam di Kampung Dumaring adalah sebesar

Rp. 500,- dan keuntungan rata-rata yang diperoleh petani kelapa dalam di

Kampung Dumaring adalah sebesar Rp.200,-

B. Saran
34

1. Bagi Pemerintah Daerah diharapkan lebih memperhatikan

keberhasilan pengembangan kelapa-dalam (Cocos nucifera. L) dan lebih

intensif lagi dalam melakukan penyuluhan dan bimbingan teknis pada

petani dalam pengelolaan kebun, serta pelatihan dalam pengolahan bagian

lain tanaman kelapa-dalam (Cocos nucifera. L).

2. Dinas perkebunan diharapkan dapat memberikan dorongan kepada

petugas penyuluh lapangan (PPL) agar lebih aktif di lapangan.

3. Untuk lebih meningkat lagi hasil produksinya dan juga pendapatan

petani maka diharapkan petani meningkatkan intensifikasi baik berupa

pupuk, obat-obatan ataupun skil dari tenaga kerja itu sendiri.


35

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2009. Berau Dalam Angka dan Kecamatan Talisayan Dalam
Angka. Kabupaten Berau

Boediono. 1982. Penerimaaan Kotor Usaha. Kanisius. Yogyakarta.

Budiono. 1989. Pendapatan Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta.

Cooman De Ruiter. 1974. Pohon nyiur. Sari Alam Terbuka No. 51, di sadur oleh
Marsabun Ali, Odang. X.S.M.Nazar dan Prawiradidjaja. Penerbit Ganeca
NV, Bandung. 36 h.

Darwis, S.N. 1988. Tanaman Sela Diantara Kelapa. Seri Pengembangan Pertanian
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Jakarta. 119 h.

Djoehana Setyamidjaja M.Ed. 1985. Bertanam Kelapa Hibrida. Kanisius


Yogyakarta.

Drs.M.Mursid.1993. Manajemen Pemasaran, Jakarta.

Ir. Sukanto I. T. 2001. Upaya meningkatkan produksi kelapa. Kanisius Yogyakarta.

Hadisapoetra. 1975. Pendapatan Bersih. Kanisius. Yogyakarta.

Hamid. 1971. Margin Tata Niaga. Kanisius. Yogyakarta.

Mosher. 1987. Biaya Pemasaran Usaha. Kanisius. Yogyakarta.


36

Mubyarto. 1983. Pengantar Ekonomi Pertanian, Jakarta.

Mubyarto. 1994. Pemasaran Komoditas. Jakarta.

Panitia Lembaga Pendidikan dan Pemb. Manajemen. 1981. Kamus Istilah


Manajemen. Jakarta

Sadono Sukirno.2006. Mikro Ekonomi Teori Pengantar.Jakarta

Sigit Purnomo. 2001. Pengertian Pemasaran Komoditas. Jakarta.

Soebroto, J.C. 1981. Moral Ekonomi Petani. LP3ES,Jakarta. 369 h.

Soedarsono.1992. Pengantar ekonomi makro.LP3ES,Jakarta.


Soedijanto dan R.R.M. Sianipar. 1979. Kelapa. Yasaguna, Jakarta. 162 h.

Soekatwari. 1986. Perhitungan Pendapatan Kotor Usaha. Jakarta.

Soeharjo dan Patong. 1984. Aneka Pendapatan Petani. Kanisius. Jakarta.

Suhardiono, L. 1987. Tanaman Kelapa, Budidaya dan Pemanfaatan. Kanisius,


Jakarta. 172 h.

Warisno. 2003. Budidaya kelapa genjah. Kanisius Yogyakarta.

William J. Stanton. 1984. Prinsip Pemasaran, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai