Si Perencanaan Merek Ch 6 1
MODUL
PERENCANAAN MEREK (3 SKS)
POKOK BAHASAN
BRAND LOYALTY (LOYALITAS MEREK)
DESKRIPSI
Memahami Brand Loyalty
DAFTAR PUSTAKA
1. Rangkuti, Freddy.(2002) THE POWER OF BRANDS : Teknik Mengnelola
Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek + Analisis Kasus dengan
SPSS, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
2. Duncan, Tom.(2005) Advertising & IMC, 2nd Ed., McGraw-Hill
Study tentang brand loyalty dapat dipelajari sebagi fenomena kognitif maupun
behavioral (perilaku). Secara kognitif dapat diterjemahkan sebagai internal komitment
untuk membeli dan melakukan pembelian suatu merek berulang-ulang. Sedangkan
dengan fenomena behavioral, brand loyalty diterjemahkan sebagai perilaku pembelian
ulag (Peter & Olson, 1998 : 513)
kompetitor dapat dikurangi. Hal ini merupakan sauatu indikator dari brand equity yang
berkaitan dengan perolehan laba di masa yang akan datang karena loyalitas merek
secara langsung dapat diartikan sebagai penjualan di masa depan.
Peter & Olson menjelaskan terdapat dua pendekatan untuk mempelajari loyalitas
merek :
1. Instrumental conditioning,
pendekatan behavioral yang menekankan bahwa loyalitas dibentuk oleh
perilaku, pendekatan ini menyatakan perilaku pembelian berulang adalah
loyalitas. Pengukuran bahwa seorang konsumen loyal atau tidak dilihat dari
frekuensi dan konsistensi perilaku pembelian terhadap suatu merek.
2. Teori kognitif (dikutip dari Jacoby),
memandang bahwa loyalitas merek merupakan fungsi dari proses psychology
(decision making). Loyalitas lebih ditekankan sebagai komitmen terhadap
suatu merek yang mungkin tidak hanya direfleksikan dari perilaku pembelian
terus-menerus.
Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa brand loyalty
dilihat sebagai komitment untuk melakukan pembelian ulang dan perilaku pembelian
ulang. Karena proses kognitif dipercaya dapat mempengaruhi perilaku. Pelanggan
yang loyal umumnya akan tetap setia dalam melakukan pembelian ulang suatu merek
walaupun dihadapkan pada banyak alternative merek produk pesaing dengan berbagai
atributnya. Sebaliknya pelanggan yang tidak loyal kepada suatu merek berarti tidak
akan melakukan pembelian ulang dan dengan mudah akan berpindah ke merek lain
Commited
Buyer
Satisfied Buyer
With Switching Cost
Habitual Buyer
No Reason to Change
peranan sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis
pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.
strategis bagi perusahaan. Beberapa nilai stratejik dari loyalitas merek yang dapat
diberikan kepada perusahaan (Aaker, 1991 : 47-49), antara lain :
▪ Reduce marketing cost.
Dalam kaitannya biaya pemasaran, akan lebih murah mempertahankan pelanggan
dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. Ciri yang paling
nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena
harganya yang murah.
▪ Trade leverage.
Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan
perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Bisa disimpulkan
bahwa pembelian didasarkan pada kebiasaan mereka selama ini.
Peter & Olson menjelaskan kategori pola pembelian dan Brand Purchase ke dalam
beberapa tingkatan, yaitu :
Purchase Pattern Category Brand Purchase
Sequence
Undevided Brand Loyalty A A A A A A A A A A
Brand Loyalty / Occasional Swith A A A B A A C A A D
Brand Loyalty / Swith A A A A A B B B B B
Devided Brand Loyalty A A B A B B A A B B
Brand Indifference A B C D E F G H I J
Tabel 2.1. Purchase Pattern Categories and Brand Purchase Sequence (Peter &
Olson, 1998 : 514)
Product
Price
Place Product Purchase
Promotion
Advertising
Selling Brand Purchase
Sales Promotion
Publicity Buyer
Packaging Brand Loyalty / Repeat
Point of Sale Purchase
Merchandising
Exhibitions
Corporate identity Size of Purchase
Sponsorship
Sales Literature
Direct Marketing Frequency of Purchase
Word of Mouth
▪ Kotler (1997) menggambarkan jika konsumen merasa puas dengan suatu merek,
mereka cenderung akan terus membeli dan menggunakannya.
▪ Blackwell (2001) menambahkan kepuasan konsumen akan mempengaruhi
pembelian kembali dan akan memberitahu orang lain tentang pengalaman mereka
yang menyenangkan dengan produk tersebut. Sebaiknya jika konsumen merasa tidak
puas, mereka cenderung beralih merek atau menyampaikan keluhan kepada penjual,
dan bahkan menceritakan ketidakpuasannya kepada konsumen lain.
Kepuasannya itu kepada orang di sekitarnya. Sebaliknya konsumen yang
memiliki tingkat ketidakpuasan yang tinggi, akan mengembalikan produk yang telah
dibelinya atau di kemudian hari tidak akan melakukan pembelian ulang bahkan mereka
akan melakukan protes kepada perusahaan atau penjual dan membicarakan
kejelekan-kejelekan merek tersebut kepada banyak orang.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya perilaku pembelian ulang dan
merekomendasikan kepuasan kepada orang lain merupakan indicator brand loyalty