Anda di halaman 1dari 10

Berliani Ardha , SE. M.

Si Perencanaan Merek Ch 6 1

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA

MODUL
PERENCANAAN MEREK (3 SKS)

Oleh : Berliani Ardha, SE. M.Si

POKOK BAHASAN
BRAND LOYALTY (LOYALITAS MEREK)

DESKRIPSI
Memahami Brand Loyalty

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami
Loyalitas merek yang merupakan inti dari Brand Equity yang menjadi gagasan
sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan
seorang pelanggan pada sebuah merek. Apabila loyalitas merek meningkat,
maka kerentaan kelompok pelanggan dari serangan kompetitor dapat dikurangi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rangkuti, Freddy.(2002) THE POWER OF BRANDS : Teknik Mengnelola
Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek + Analisis Kasus dengan
SPSS, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
2. Duncan, Tom.(2005) Advertising & IMC, 2nd Ed., McGraw-Hill

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Berliani Ardha SE. MSi


PERENCANAAN MEREK
Berliani Ardha , SE. M.Si Perencanaan Merek Ch 6 2

3. Richarrd J. Semenik (2002), Promotion and Integrated Marketing


Communications, South-Western,5101 Madison Road, Ohio
4. Aaker A David. (1991). “Managing Brand Equity: Capitalizing on The Value
of A Brand Name”. New York. The Free Press.
5. Belch, E George., Belch, A Michael(2001). “Advertising and Promotion: An
integrated Marketing Communications Perpective”. Fithh Edition. New
york : McGraw-Hill
6. Fombrun, Charles J “Reputation: Realizing Value from the Corporate
Image. Harvard Business School Press. Boston, Massachusetss.1996
7. Gregory, James R. (1998). “Marketing Corporate Image : The Company as
Your number one Product”, Second Edition. Illionis, USA NTC Business
Books: NTC Contemporary Publishing Group.
8. Keller, Kevin Lane (2003). “Strategic Brand Management: Building,
Measuring, and Managing Brand Equity”, Second Edition. Upper Saddle
River, New Jersey. Pearson Education, Inc
9. Kitchen, Philip J., Don E. Schultz (2001). “Rasising The Corporate Umbrella :
Corporate Communications in the 21st century”,.First Edition. PALGRAVE,
Great Britain.
10. Marconi, Joe.,”Image Marketing: Using Public Perception to Attain
Bussines Objective”. American Marketing Association (AMA). Chicago,
Illinois. 1996.

BRAND LOYALTY (LOYALITAS MEREK)

Study tentang brand loyalty dapat dipelajari sebagi fenomena kognitif maupun
behavioral (perilaku). Secara kognitif dapat diterjemahkan sebagai internal komitment
untuk membeli dan melakukan pembelian suatu merek berulang-ulang. Sedangkan
dengan fenomena behavioral, brand loyalty diterjemahkan sebagai perilaku pembelian
ulag (Peter & Olson, 1998 : 513)

Pengertian Loyalitas Merek (Brand Loyalty)


Adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap merek. Loyalitas merek merupakan
inti dari Brand Equity yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini
merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Apabila
loyalitas merek meningkat, maka kerentaan kelompok pelanggan dari serangan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Berliani Ardha SE. MSi


PERENCANAAN MEREK
Berliani Ardha , SE. M.Si Perencanaan Merek Ch 6 3

kompetitor dapat dikurangi. Hal ini merupakan sauatu indikator dari brand equity yang
berkaitan dengan perolehan laba di masa yang akan datang karena loyalitas merek
secara langsung dapat diartikan sebagai penjualan di masa depan.

Aaker (1991 : 39) mendefinisikan loyalitas merek merupakan :


Suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada suatu merek. Ukuran ini mampu
memberikan gambaran tentang kemungkinan seorang pelanggan beralih ke produk
lain, terutama jika pada suatu merek tersebut didapati adanya perubahan, baik
menyangkut harga maupun atribut lain.

Peter & Olson menjelaskan terdapat dua pendekatan untuk mempelajari loyalitas
merek :
1. Instrumental conditioning,
pendekatan behavioral yang menekankan bahwa loyalitas dibentuk oleh
perilaku, pendekatan ini menyatakan perilaku pembelian berulang adalah
loyalitas. Pengukuran bahwa seorang konsumen loyal atau tidak dilihat dari
frekuensi dan konsistensi perilaku pembelian terhadap suatu merek.
2. Teori kognitif (dikutip dari Jacoby),
memandang bahwa loyalitas merek merupakan fungsi dari proses psychology
(decision making). Loyalitas lebih ditekankan sebagai komitmen terhadap
suatu merek yang mungkin tidak hanya direfleksikan dari perilaku pembelian
terus-menerus.

Smith (1998 : 9) menjelaskan untuk menghindari brand switching (pelanggan beralih


ke merek lain), perlu dilakukan sales promotion yang terintegrasi. Evaluasi pelanggan
dilakukan pada tahap post purchase sehingga muncul dampak sikap positif dari
pelanggan untuk melakukan pembelian ulang.

Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa brand loyalty
dilihat sebagai komitment untuk melakukan pembelian ulang dan perilaku pembelian
ulang. Karena proses kognitif dipercaya dapat mempengaruhi perilaku. Pelanggan
yang loyal umumnya akan tetap setia dalam melakukan pembelian ulang suatu merek
walaupun dihadapkan pada banyak alternative merek produk pesaing dengan berbagai
atributnya. Sebaliknya pelanggan yang tidak loyal kepada suatu merek berarti tidak
akan melakukan pembelian ulang dan dengan mudah akan berpindah ke merek lain

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Berliani Ardha SE. MSi


PERENCANAAN MEREK
Berliani Ardha , SE. M.Si Perencanaan Merek Ch 6 4

yang memiliki karakteristik produk, harga maupun atribut-atribut lainnya. Loyalitas


merek sangat penting karena terkait dengan jaminan perolehan laba perusahan di
masa depan.

Tingkatan Brand Loyalty


Adapun tingkatan loyalitas merek menurut Aaker adalah sebagai berikut :
Gambar The Loyalty Piramid (Sumber : Aaker, 1991 : 40)

Commited
Buyer

Likes the brand


Considers it a Friend

Satisfied Buyer
With Switching Cost

Habitual Buyer
No Reason to Change

Brand Switchers / Price sensitive


Indeferent – No Brand Loyalty

▪ Brand Switchers (Berpindah-pindah)


Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini ikatakan sebagai pelanggan yang
berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk
memindahkan pembelinya dari suatu merek ke merek yang lain mengidentifikasikan
mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik kepada merek
tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta memegang

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Berliani Ardha SE. MSi


PERENCANAAN MEREK
Berliani Ardha , SE. M.Si Perencanaan Merek Ch 6 5

peranan sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis
pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.

▪ Habitual buyer (Pembeli yang bersifat kebiasaan)


Dapat diaktegorikan sebagai pelanggan yang puas dengan merek produk yang
dikonsumsi dan tidak ada alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk
membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan tersebut
memerlukan usaha, biaya maupun berbagai pengorbanan lain. Pelanggan dalam
membeli suatu merek lebih didasarkan atas kebiasaan mereka.

▪ Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)


Pelanggan masuk dalam kategori puas bila mengkonsumsi merek tersebut, meskipun
mungkin saja mereka beralih dari merek lain dengan menanggung switching cost
(biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang merupakan
konsekuensi ketika merek beralih ke suatu merek. Untuk dapat menarik minat para
pelanggan dalam tingkat ini, pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus
ditanggung oleh pelanggan dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar
sebagai kompensasi (switching cost loyal).

▪ Likes The Brand (Menyukai merek)


Pelanggan sunguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai
perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pelanggan bisa saja didasari
oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan
sebelumnya, baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabat, atau dapat juga
disebabkan oleh kesan kualitas yang tinggi. Meski demikian seringkali suatu perasaan
yang sulit diidentifikasikan dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan dalam
suatu yang spesifik.

▪ Commited Buyer (Pembeli yang komit)


Tingkatan tertinggi pada piramida loyalitas. Pelanggan merupakan pelanggan yang
setia dan memiliki kebanggaan sebagai pengguna suatu produk merek dan bahkan
merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsi
maupun sebagai ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Salah satu aktualisasi
loyalitas pelanggan ditunjukan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan
merek tersebut kepada orang lain. Loyalitas merek dapat menjadi asset yang sangat

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Berliani Ardha SE. MSi


PERENCANAAN MEREK
Berliani Ardha , SE. M.Si Perencanaan Merek Ch 6 6

strategis bagi perusahaan. Beberapa nilai stratejik dari loyalitas merek yang dapat
diberikan kepada perusahaan (Aaker, 1991 : 47-49), antara lain :
▪ Reduce marketing cost.
Dalam kaitannya biaya pemasaran, akan lebih murah mempertahankan pelanggan
dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. Ciri yang paling
nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena
harganya yang murah.

▪ Trade leverage.
Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan
perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Bisa disimpulkan
bahwa pembelian didasarkan pada kebiasaan mereka selama ini.

▪ Attractive new customers.


Banyaknya pelanggan yang merasa puas dengan suatu merek tertentu akan
menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan baru terutama jika pelanggan
mereka mengandung resiko tinggi.

▪ Provide time to respond to competitive threats.


Loyalitas merek pelanggan akan memberikan waktu bagi perusahaan produsen
untuk merespon gerakan pesaing. Jika pesaing mengembangkan prouk unggulan,
pelanggan yang loyal akan memberikan waktu dan kesempatan kepada
perusahaan produsen merek untuk mengembangkan atau memperbaharui
produknya dengan cara menyesuaikan atau merealisasikannya.

Peter & Olson menjelaskan kategori pola pembelian dan Brand Purchase ke dalam
beberapa tingkatan, yaitu :
Purchase Pattern Category Brand Purchase
Sequence
Undevided Brand Loyalty A A A A A A A A A A
Brand Loyalty / Occasional Swith A A A B A A C A A D
Brand Loyalty / Swith A A A A A B B B B B
Devided Brand Loyalty A A B A B B A A B B
Brand Indifference A B C D E F G H I J
Tabel 2.1. Purchase Pattern Categories and Brand Purchase Sequence (Peter &
Olson, 1998 : 514)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Berliani Ardha SE. MSi


PERENCANAAN MEREK
Berliani Ardha , SE. M.Si Perencanaan Merek Ch 6 7

▪ Undevided brand loyalty :


merupakan kondisi ideal, konsumen hanya mengkonsumsi satu merek dan terus
melakukan pembelian ulang.
▪ Brand loyalty with occasional swith :
pada saat tertentu kemungkinan konsumen berpindah ke merek lain dengan
berbagai alasan, misalnya : tidak ada stock persediaan, competitor menawarkan
harga special, mencoba produk baru yang ada di pasaran.
▪ Brand loyalty swiches :
merupakan strategi competitive dalam pasar yang mengalami pertumbuhan rendah
dan menurun. Tetapi, jika perpindahan kesetiaan suatu merek ke merek lain yang
masih merupakan satu group dapat juga menguntungkan yaitu jika merek tersebut
lebih mahal harganya.
▪ Devided brand loyalty :
Pembelian dua merek atau lebih secara konsisten. Misalnya dalam sebuah
keluarga meggunakan tiga jenis shampo yang berbeda. Satu untuk orang tua, satu
untuk anak remaja, satu untuk adik bayi.
▪ Brand indifference :
Pembelian merek tanpa pola pembelian ulang. Kebalikan dari undevided brand
loyalty.

Pengukuran Brand Loyalty

Pengukuran Brand Loyalty (Aaker, 1991 : 43) :


1. Behavior measures (pengukuran perilaku)
Suatu cara langsung untuk menetapkan loyalitas terutama untuk habitual behavior
(perilaku kebiasaan) adalah dengan memperhitungkan pola pembelian yang actual.
Berikut beberapa ukuran yang dapat digunakan :
• Repurchase rate (tingkat pembelian ulang), yaitu tingkat persentase pelanggan
yang membeli merek yang sama pada kesempatan membeli jenis produk
tersebut.
• Percent of purchase (persentase pembelian), yaitu tingkat persentase
pelanggan untuk setiap merek yang dibeli dari beberapa pembelian terakhir.
• Number of brands purchase (jumlah merek yang dibeli), yaitu tingkat
persentase pelanggan dari suatu produk untuk hanya membeli satu merek, dua
merek, tiga merek, dan seterusnya.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Berliani Ardha SE. MSi


PERENCANAAN MEREK
Berliani Ardha , SE. M.Si Perencanaan Merek Ch 6 8

Loyalitas pelanggan sangat bervariasi di antara beberapa kelas produk, tergantung


pada jumlah merek yang bersaing dan karakteristik produk tersebut. Data
mengenai perilaku walaupun obyektif tetap saja keterbatasan dalam kaitannya
dengan kompleksitas ataupun biaya perolehannya.

2. Measuring switching cost (pengukuran biaya peralihan)


Pengukuran terhadap variable ini dapat mengidentifikasikan loyalitas pelanggan
terhadap suatu merek. Pada umumnya jika biaya untuk berganti merek sangat
mahal, pelanggan akan enggan untuk berganti merek sehingga laju penyusutan
kelompok pelanggan dari waktu ke waktu akan rendah.
3. Measuring satisfaction (pengukuran kepuasan)
Pengukuran terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan pelanggan suatu merek
merupakan indicator penting dari brand loyalty. Bila ketidakpuasan pelanggan
terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan bagi
pelanggan untuk beralih mengkonsumsi merek lain kecuali bila ada faktor-faktor
penarik yang sangat kuat. Dengan demikian sangat perlu bagi perusahaan untuk
mengeksplor informasi dari pelanggan yang memindahakan pembeliannya ke
merek lain dalam kaitannya dengan permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan
ataupun alasan yang terkait dengan ketergesaan mereka memindahkan pilihannya.
4. Measuring liking the brand (pengukuran kesukaan terhadap merek)
Kesukaan terhadap merek, kepercayaan, perasaan-perasaan hormat atau
bersahabat dengan suatu merek membangkitkan kehangatan dalam perasaan
pelanggan. Akan sangat sulit bagi merek lain untuk dapat menarik pelanggan yang
sudah mencintai merek hingga pada tahapan ini. Pelanggan dapat saja sekedar
suka pada suatu merek dengan alasan yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya
melalui persepsi dan kepercayaan mereka yang terkait dengan atribut merek.
Ukuran dari rasa suka tersebut dapat dicerminkan dengan kemauan membayar
harga yang lebih mahal untuk memperoleh merek tersebut.
5. Measuring commitment (pengukuran komitmen)
Salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan komitmen pelanggan yang
berkaitan dengan produk tersebut. Kesukaan pelanggan terhadap suatu merek
akan mendorong mereka untuk membicarakan merek tersebut kepada pihak lain,
baik dalam taraf sekedar menceritakan alasan pembelian mereka pada suatu
merek atau bahkan tiba pada taraf merekomendasikannya kepada orang lain untuk

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Berliani Ardha SE. MSi


PERENCANAAN MEREK
Berliani Ardha , SE. M.Si Perencanaan Merek Ch 6 9

mengkonsumsi merek tersebut. Indicator lain adalah sejauh mana tingkat


kepentingan merek tersebut bagi seseorang berkenaan dengan aktivitas dan
kepribadian mereka, misalnya manfaat atau kelebihan yang dimiliki dalam
kaitannya dengan penggunaan.

Elemen-Elemen Yang Mempengaruhi Brand Loyalty


Marketing communication dipercaya dapat menghasilkan nilai diantaranya brand
loyalty dan brand purchase. Smith menjelaskan perilaku pembelian dengan Black Box
Model dimana marketing communication dianggap sebagai input atau stimuli
(rangsangan) yang diberikan kepada konsumen. Perilaku konsumen ini dapat berupa
pembelian produk, pembelian merek, loyalitas merek, jumlah pembelian, frekuensi
pembelian. Proses internal konsumen dalam hal ini diabaikan dan dikunci dalam
sebuah black box, sehingga yang dilihat hanyalah input yang menghasilkan output,
stimuli yang menghasilkan perilaku.

Input / Stimuli Processor Output / Behavior

Product
Price
Place Product Purchase
Promotion
Advertising
Selling Brand Purchase
Sales Promotion
Publicity Buyer
Packaging Brand Loyalty / Repeat
Point of Sale Purchase
Merchandising
Exhibitions
Corporate identity Size of Purchase
Sponsorship
Sales Literature
Direct Marketing Frequency of Purchase
Word of Mouth

Gambar 2.2 Black Box Model (Sumber : Smith, 1998 : 96)

Selain marketing communication, evaluasi purna pembelian (post purchase evaluation)


juga dapat mempengaruhi brand loyalty. Hal ini dinyatakan oleh pendapat-pendapat
berikut :

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Berliani Ardha SE. MSi


PERENCANAAN MEREK
Berliani Ardha , SE. M.Si Perencanaan Merek Ch 6 10

▪ Kotler (1997) menggambarkan jika konsumen merasa puas dengan suatu merek,
mereka cenderung akan terus membeli dan menggunakannya.
▪ Blackwell (2001) menambahkan kepuasan konsumen akan mempengaruhi
pembelian kembali dan akan memberitahu orang lain tentang pengalaman mereka
yang menyenangkan dengan produk tersebut. Sebaiknya jika konsumen merasa tidak
puas, mereka cenderung beralih merek atau menyampaikan keluhan kepada penjual,
dan bahkan menceritakan ketidakpuasannya kepada konsumen lain.
Kepuasannya itu kepada orang di sekitarnya. Sebaliknya konsumen yang
memiliki tingkat ketidakpuasan yang tinggi, akan mengembalikan produk yang telah
dibelinya atau di kemudian hari tidak akan melakukan pembelian ulang bahkan mereka
akan melakukan protes kepada perusahaan atau penjual dan membicarakan
kejelekan-kejelekan merek tersebut kepada banyak orang.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya perilaku pembelian ulang dan
merekomendasikan kepuasan kepada orang lain merupakan indicator brand loyalty

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Berliani Ardha SE. MSi


PERENCANAAN MEREK

Anda mungkin juga menyukai