PENDUDUK SUMATERA BARAT MENURUT KAB/KOTA DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2007
Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk/Number of Population
Jumlah penduduk Propinsi Sumatera Barat pada tahun 2002 sebanyak 4.375.080 jiwa
dan menduduki ranking ke 5 di bawah propinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Lampung, dan Riau, serta diatas dari propinsi lainnya di Pulau Sumatera. Berdasarkan
data Kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat, jumlah penduduk terbanyak
terdapat di kota Padang, yaitu 743.220 jiwa dan terendah di kota Padang Panjang, yaitu
41.600 jiwa.
Berdasarkan klasifikasi kepadatan penduduk menurut kabupaten dan kota (Tabel 9a)
menunjukkan bahwa kepadatan penduduk Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat
diklasifikasikan mulai dari golongan jarang sampai sangat padat. Daerah-daerah yang
tergolong padat penduduknya umumnya ditemui di wilayah perkotaan, kecuali Kota
Sawahlunto lebih rendah daripada Kabupaten Tanah Datar dan Padang Pariaman,
namun demikian 75 % dari penduduk Sumatera Barat berdomisili di wilayah Kabupaten.
Hal itu terjadi karena wilayah Kabupaten lebih luas daripada wilayah Kota. Terbukti
wilayah Kabupaten mencakup 97 % dari total luas Propinsi Sumatera Barat, sedangkan
Kota hanya 3 % saja. Berdasarkan persebaran penduduk di daerah Kabupaten dan
Kota, Kota Padang sebagai ibukota propinsi menduduki urutan teratas, yaitu sebesar
16,99 %, sedangkan Kota Padang Panjang menduduki urutan terbawah yang hanya
0,95 % dari jumlah penduduk Sumatera Barat secara keseluruhan.
Jumlah penduduk Sumatera Barat menurut umur pada tahun 2002 memperlihatkan
bahwa penduduk usia muda (di bawah 15 tahun) tergolong tinggi, yaitu 1.441.500 jiwa
atau sekitar 32,95 % dari seluruh penduduk Sumatera Barat. Komposisi seperti itu
menggambarkan bahwa rasio ketergantungan usia (RKU); khususnya usia muda yang
masih tergolong tinggi. Berarti beban tanggungan ekonomi oleh penduduk usia produktif
(15-64 tahun) tergolong berat. Pada tahun 2002 RKU sebesar 61,8 (62) dengan rasio
ketergantungan usia muda sebesar 53,31. Angka itu menunjukkan bahwa setiap 100
jiwa usia produktif (15-64 tahun) di Sumatera Barat akan menanggung beban ekonomi
sebanyak 62 jiwa yang tidak produktif dan 53 jiwa diantaranya adalah penduduk usia
muda. Beban tanggungan tersebut terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya (tahun
2001); dimana pada tahun 2001, perkembangan RKU mencapai 65,8 (66) dengan RKU
usia muda sebesar 53,31.
Pada tahun 2002, jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.147.170 jiwa dan perempuan
2.227.910 jiwa. Secara umum perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan
perempuan hampir mendekati satu, yaitu 0,96 yang berarti setiap 100 jiwa penduduk
perempuan, jumlah penduduk laki-laki 96 jiwa. Data itu menunjukkan bahwa penduduk
perempuan lebih banyak daripada laki-laki, khususnya pada usia 15 tahun ke atas,
kecuali pada kelompok umur 45-54. Komposisi sebaliknya terjadi pada usia muda (di
bawah 15 tahun); dimana ratio jenis kelaminnya lebih besar dari 100.
Perbandingan jenis kelamin menurut kabupaten/kota pada umumnya kurang dari 100
yang berarti penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki. Beberapa kabupaten/kota
yang mempunyai ratio kelamin lebih besar dari 100 adalah Kabupaten Mentawai
(109,61); INSERT INTO `ind_content` (`id`, `title`, `title_alias`, `introtext`, `fulltext`,
`state`, `sectionid`, `mask`, `catid`, `created`, `created_by`, `created_by_alias`,
`modified`, `modified_by`, `checked_out`, `checked_out_time`, `publish_up`,
`publish_down`, `images`, `urls`, `attribs`, `version`, `parentid`, `ordering`, `metakey`,
`metadesc`, `access`, `hits`) VALUES dan Kabupaten Sawahlunto Sijunjung (101,68).
Daerah yang mempunyai ratio jenis kelamin yang terendah adalah Kabupaten Agam,
yaitu sebesar 92,60.
Petunjuk menarik dari komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Sumatera
Barat adalah penduduk perempuan lebih dominan pada usia produktif dibandingkan
dengan laki-laki. Keadaan itu tentunya akan membentuk pola kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang banyak memberikan peran lebih kepada kaum perempuan. Kenyataan
itu merupakan konsekuensi logis akibat besarnya kecenderungan penduduk laki-laki
dewasa untuk merantau dalam mengarungi penghidupan yang lebih baik di negeri
Jawa.
Kode BPS Lambang Nama Kode ISO[1] Ibu kota Populasi[2] Luas (km²)[3] Status khusus
Pulau Mayoritas Agama
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH PROPINSI SUMATERA BARAT
A. GEOGRAFIS.
Wilayah Sumatera Barat terletak antara 0 derajat Lintang Utara hingga 3 derajat Lintang Selatan,
serta 98 derajat dan 101 derajat Bujur Timur. Wilayah Sumatera Barat dilalui oleh garis khatulistiwa
(garis lintang nol derajat), tepatnya berada di kecamatan Bonjol kabupaten Pasaman Barat, kondisi
ini menyebabkan wilayah Sumatera Barat beriklim tropis.
Luas wilayah sekitar 4.229.730 Ha, setara dengan 2,17 % dari luas wilayah Negara Kasatuan
Republik Indonesia, dengan luas perairan laut diperkirakan 186.500 Km2 dan panjang garis pantai
2.420.57 Km.
Keadaan topografi wilayah Sumatera Barat bervariasi, mulai dari wilayah datar, landai,
bergelombang serta wilayah dengan kondisi alam yang terjal/curam dan berbukit. Dengan kondisi
topografi ini, di Sumatera Barat banyak sekali didapati obyek wisata alam.
Suhu udara rata-rata di pantai Sumatera Barat berkisar antara 21 sampai 38 derajat celcius,
daerah perbukitan berkisar antara 15 sampai 34 derajat celcius, sedangkan pada daerah datar di
sebelah timur Bukit Barisan dengan suhu antara 19 sampai 34 derajat celcius.
Hampir setiap tahun di Sumatera Barat terjadi dua puncak curah hujan maksimum, yaitu pada
bulan Maret dan Desember. Curah hujan paling rendah terjadi pada bulan Juni/Juli. Jumlah curah
hujan rata-rata maksimum mencapai 4000 mm/tahun terutama di wilayah pantai barat, sedangkan
di beberapa tempat di bagian timur curah hujan relatif kecil antara 1500 sampai 2000 mm/tahun.
Dengan dukungan sarana dan prasarana serta fasilitas transportasi yang memadai, daerah
Sumatera Barat dapat dengan mudah dikunjungi dari daerah manapun, baik melalui perjalanan
darat, laut maupun udara.
Propinsi Sumatera Barat terdiri dari 19 daerah kabupaten dan kota, dengan rincian , 13 daerah
kabupaten dan 6 daerah kota. Dari 19 daerah ini terbagi lagi atas 158 daerah kecamatan. Jumlah
daerah kecamatan pada setiap kabupaten dan kota sebagai berikut :
Menurut hasil Susenas tahun 2005, jumlah pendudukan Sumatera Barat sebanyak 4.560.572 jiwa,
dengan rincian penduduk laki-laki 2.248.348 jiwa, dan penduduk perempuan 2.312.224 jiwa. Kota
padang dengan jumlah pendudukan terbanyak yakni 784.740 jiwa dan terkecil adalah kota Sawah
lunto sebesar 53.709 jiwa. Rata-rata laju pertamban penduduk Sumatera Barat diperkirakan 0,61
%. Laju pertambahan penduduk ini termasuk yang terendah dibandingkan propinsi lainnya di pulau
Sumatera, sedangkan laju pertambahan penduduk perkabupaten dan kota, Kab. Tanah Datar
adalah terendah yakni 0.68 % dan tertinggi adalah kota Sawahlunto dengan laju pertambahan
penduduk mencapai 3.32 %
Penduduk Sumatera Barat usia 15 tahun keatas / usia kerja cukup besar yakni sebanyak 1.981.596
orang (63.61 %), angkatan kerja ini dapat dikelompokkan atas, bekerja sebanyak 1.717.289 orang
(55.13 %), terbesar adalah angkatan kerja laki-laki 1.073.480 orang, sedangkan angkatan kerja
perempuan sebanyak 643.449 orang. Penduduk bukan angkatan kerja sebanyak 1.113.653 orang
(36.39 %) yang terdiri dari penduduk bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya.
Sebahagian besar penduduk Sumatera Barat beragama Islam, namun kehidupan beragama
masyarakat Sumatera Barat yang sangat toleran dan menghargai adanya perbedaan, pelaksanaan
ibadah bagi penduduk pemeluk agama lainnya berjalan dengan baik dan damai, hampir tidak
ditemukan permasalahan antar pemeluk agama di Sumatera Barat, dalam menjalankan ibadah
menurut kepercayaan masing-masing.
Mayoritas suku dan bahasa di Sumatera Barat adalah Suku dan bahasa Minangkabau, yang
sangat menghargai nilai-nilai adat dan budaya tradisional serta terbuka terhadap nilai positif lainnya
yang datang dari luar, kondisi ini sangat memberikan pengaruh baik terhadap penyelenggaraan
pendidikan di Sumatera Barat.
Suku dan bahasa lainnya yang berkembang di Sumatera Barat, antara lain Suku Mentawai di
Kepuluan Mentawai, Suku Mandailing di Pasaman, Suku Jawa terutama sekali di daerah
transmigrasi dan pertambangan, serta kelompok etnis Tiongha. Interaksi sosial masyarakat antar
suku yang dapat terjaga dengan baik menjadi dasar bagi peningkatan persatuan dan kesatuan
bangsa di Sumatera Barat.
Dibidang budaya, sinergi antara nilai-nilai adat dan agama, serta nilai modern universal yang
positif, diungkapkan dengan ungkapan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, dan
Tali Tigo Sapalin, Tungku Tigo Sajarangan, yang mengambarkan keterpaduan kepemimpinan
ninik mamak, alim ulamo dan cerdik pandai yang disertai sikap pragmatisme dan kewirausahaan
masyarakat, merupakan modal dasar pengembangan materi kurikulum yang adabtif dengan kondisi
sosial masyarakat Minang khususnya dan masyarakat Sumatera Barat pada umumnya.
Prioritas pembangunan Sumatera Barat, merupakan implementasi dari visi pembangunan 2006-
2007, dimana rumusan visi ini sebelumnya disusun dan ditetapkan berdasarkan kajian
permasalahan, tantangan, serta potensi yang dimiliki. Rumusan visi pembangunan Sumatera Barat
2006-2007, adalah Mewujudkan Sumatera Barat yang tangguh, bersih dalam semangat
kebersamaan.
Untuk mewujudkan masyarakat yang relegius yang maju dan berbudaya, maka pengembangan
penghayatan dan pengamalan nilai-nilai agama serta peningkatan sumber daya manusianya
menjadi sangat penting. Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang sejahtera, sehat penuh
semangat, mandiri, terampil, profesional, disiplin, menjunjung tinggi hukum, kreatif dan inovatif
serta berbudaya dan mampu mengembangkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan serta
teknologi dalam meningkatkan harga diri dan kesejahteraannya.
Berdasarkan visi tersebut, ditetapkan 3 (tiga) misi pembangunan Sumatera Barat tahun 2006-2010
sebagai berikut ;
Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mempunyai tanggungjawab
Bernegara dan Berbangsa ;
Mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih ;
Mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan ;
Dari rumusan visi diatas, jelas sekali komitmen dan keinginan Pemerintah Daerah beserta
masyarakat Sumatera Barat untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas guna
mengantisipasi keterbatasan sumber daya alam yang tersedia, disamping mempersiapkan
masyarakat Sumatera Barat agar mampu bersaing dalam berbagai lapangan kehidupan kedepan
baik ditingkat nasional maupun global.
Berdasarkan visi dan misi pembangunan Sumatera Baat 2006-2010, selanjutnya ditetapan agenda-
agenda utama pembangunan serta prioritas program sebagaimana uraian berikut :
Berdasarkan visi dan misi pembangunan Daerah Sumatera Barat, ditetapkan 7 (tujuh)
agenda pembangunan daerah Sumatera Barat 2006-2010, yakni ;
Dari ketujuh agenda pokok pembangunan diatas, selanjutnya diterjemahkan lagi kedalam
program-program pembangunan yang hendak dicapai lima tahun mendatang. Khusus
agenda membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Prioritas pembangunan
pendidikan sebagaimana kami uraikan pada bagian selanjutnya.
Terdapat 5 (lima) prioritas pembangunan yang beroreantasi pada peningkatan sumber daya
manusia yang berkualitas, antara lain ;
Padang.- urusan pekerjaan umum menjadi prioritas utama pemprov sumbar pada tahun 2011
mendatang. hal tersebut terlihat dengan besarnya anggaran untuk pekerjaan umum pada apbd sumbar
tahun 2101 yang mencapai 325 milyar rupiah. dana tersebut dugunakan untuk recovery sarana dan
prasarana gedung dan kantor pemerintahan yang rusak akibat gempa. selain itu, anggaran tersbeut
juga untuk penyelesaina jalur evaksui becnana di beberapa kabupaten kota. urusan pendidikan menjadi
dinas ke dua terbanyak dengan jumlah anggran 137 milyar rupiah. sementara anggaran terkecil
terdapat untuk urusan perhubungan yang dilaksnaakan dinas perhubungan.
sementara jumlah apbd sumbar tahun 2011 mencapai 2,198 triluyun rupiah. sedangkan pendapatan
daerah 1,986 trilyun rupiah. akibatnya apbd sumbar 2011 mengalami defisit sebesar 137 milyar rupiah.
apbd sumbar yang telah diserahkan tersebut akan diserahkan kepada mendagri untuk dievaluasi 23
desember mendatang. (fadil)
ANGGARAN Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumatera Barat mengalami peningkatan.
Kenaikannya mencapai 10 persen dari sebelumnya. Dari anggaran Rpl,03 triliun menjadi Rp l ,14
triliun.
Hal itu diketahui dari Rapat paripurna penyampaian Nota Pengantar Perubahan ABPD tahun
2005 yang disampaikan Gubemur Sumbar yang diwakili Sekretaris Daerah Provinsi, Drs.
Yohannes Dahlan di ruang sidang utama gedung DPRD Sumbar Senin, 11 September 2006 lalu.
Dari APBD Perubahan itu perkiraan pendapatan daerah yang semula direncanakan sebesar Rp985
miliar meningkat menjadi Rp 993 miliar atau naik sebesar 0,86 persen. Selanjutnya, belanja
daerah yang semula direncanakan sebesar Rp l, 0l triliun meningkat menjadi Rp l,ll triliun atau
naik sebesar 9,9 persen.
Dari keseluruhan pembelanjaan itu yang terdiri dari belanja modal, belanja bagi hasil dan bantuan
keuangan, belanja operasi dan pemeliharaan hanya belanja tidak tersangka yang mengalami
penurunan dari Rp9,3 miliar lebih yang direncanakan menjadi Rp8,4 triliun atau mengalami
penurunan sampai 9,6 persen.
Terjadinya perubahan yang cukup signifikan pada APBD 2006 dijelaskan Yohannes karena
disebabkan beberapa hal. Terutama, kebutuhan mendesak dalam rangka mengoptimalkan
Bandara Intemasional Minangkabau (BIM) menjadi embarkasi haji yang akan dilaksanakan tahun
ini. Adanya keadaan yang mengakibatkan harus dilakukan pergeseran anggaran terutama antar
jenis belanja, karena adanya tujuh agenda pembangunan Sumbar.
"Sisa lebih perhitungan anggaran tahun 2005 yang harus digunakan untuk pembiayaan anggaran
tahun 2006 juga telah menyebabkan terjadinya peningkatan ini," jelasnya dalam rapat paripurna
yang dipimpin langsung Ketua DPRD Sumatera Barat, H. Leonardy Harmainy, didamping Wakil
Ketua, Drs. Apris, Masful dan H. Mahyeldi Ansharullah, SP.
Selain itu juga adanya soal kebijakan pemerintah pusat yang bersifat strategis berupa hasil
evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Dalam Negeri RI, terhadap
perda No. 01 tahun 2006 tentang APBD Sumbar dan Pergub Sumbar No. 10 tahun 2006. "Hasil
koreksi itu semua koreksi dan perbaikan terhadap hal-hal yang bersifat teknis," sebutnya.(02)
Pada Pasal 120 mengamanatkan kepada kita bahwa perangkat daerah provinsi
terdiri atas Sekretariat daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah dan Lembaga
Teknis Daerah, sementara Perangkat Daerah Kab/Kota terdiri atas Sekretariat
daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan
dan Kelurahan.
Hal ini dapat kita terjemahkan bahwa pemerintahan daerah dapat membentuk
kelembagaan perangkat daerah sesuai bidang urusan, meliputi Sekretariat
Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan,
Kelurahan serta Kelembagaan Lain yang pengaturan susunan organisasi dan
tata kerjanya diatur tersendiri diluar PP 41 tahun 2007 ini.
Pembagian bidang urusan pemerintahan yang telah dirinci hingga pada sub –
sub bidang urusan yang dapat dijadikan pola/gambaran operasionalisasi inilah
yang dijadikan dasar dalam perencanaan penataan kelembagaan perangkat
daerah. Dengan kata lain, penyusunan organisasi perangkat daerah adalah
berdasarkan pertimbangan adanya urusan yang perlu ditangani oleh
pemerintahan daerah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Sebagai upaya efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah,
penanganan urusan tidak harus dibentuk kedalam wadah organisasi tersendiri.
Artinya, setiap bidang urusan yang dimiliki oleh pemerintahan daerah tidak
harus berdiri sendiri dalam satu wadah kelembagaan, akan tetapi pemerintahan
daerah dapat melakukan upaya perumpunan bidang urusan yakni
penggabungan beberapa urusan pemerintahan yang perlu diwadahi pada suatu
lembaga/perangkat daerah dengan pertimbangan efisiensi dan efektivitas serta
adanya kesamaan dalam penanganan atau pelaksanaannya.
Kondisi ini terkadang dirasakan oleh pemerintahan daerah sebagai suatu
kemudahan karena dapat menggabungkan beberapa fungsi SKPD menjadi satu,
setelah melalui proses analisa beban kerja yang memadai sehingga
penyelenggaraan bidang urusan pemerintahan walaupun dengan
menggabungkan beberapa fungsi dapat diselenggarakan secara optimal, akan
tetapi justru akan menjadi kendala dan dapat menjadi faktor penghambat
penyelenggaraan pemerintahan daerah apabila pada saat perumusan awal tidak
melalui proses analisa beban kerja.
II. Dimensi Realita:
Secara jujur harus kita akui bahwa banyak pemda kab/kota yang merasa “sesak
nafas” dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerahnya karena
yang lazim terjadi adalah belanja pegawai selalu lebih besar daripada belanja
publik. Dengan kondisi seperti ini akan memunculkan pertanyaan: kapan
pemerintahan daerah akan mampu mewujudkan upaya kesejahteraan masyarakat
apabila dari tahun ke tahun porsi pembiayaan APBD justru lebih kecil untuk
pembangunan serta penyediaan kebutuhan publik?
Dalam konteks pembentukan Lembaga Lain yang terdiri dari Badan
Penanggulangan Bencana Daerah, Badan Koordinasi/Pelaksana Penyuluhan, Badan
Narkotika Nasional Provinsi/Kab-Kota, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (khusus
untuk pemerintah provinsi), Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI dan Unit
Pelayanan Perizinan Terpadu, terkadang juga menimbulkan permasalahan
mendasar.
Kelembagaan perangkat daerah ini, mengenai organisasi dan tata kerjanya diatur
tersendiri diluar Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2007 sementara beberapa
daerah kab/kota cenderung memilih untuk melakukan penggabungan fungsi
dengan bidang urusan/pilihan lainnya.
Permasalahan yang diprediksi akan muncul akibat perumpunan bidang urusan yang
kurang tepat antara lain:
1. Penggabungan yang terlalu padat (menggabungkan fungsi yang ditangani oleh
lebih dari 3 Kementerian), diprediksi akan menghambat proses operasionalisasi
program dan kegiatan karena waktu yang tersedia cenderung lebih terfokus pada
proses koordinasi serta sinkronisasi kebijakan;
2. Penggabungan bidang urusan yang secara nomenklatur sudah dipisahkan
namun pada rincian tugas masih terdapat kesamaan, juga sering menjadi
kendala sehingga terjadi duplikasi program dan kegiatan;
3. Penggabungan bidang urusan wajib dan/atau pilihan dengan kelompok
Lembaga Lain, sering menjadi polemik karena masing – masing Badan/Instansi
yang membidangi Lembaga Lain di tingkat pusat terkadang memberikan arahan
agar pemerintahan daerah membentuk Lembaga Lain dengan berdiri sendiri agar
dukungan kebijakan (khusus dalam penganggaran) dapat terlaksana secara lebih
fokus.
Kriteria yang dijadikan sebagai dasar pembentukan perangkat daerah baik dalam
hal besaran maupun nomenklaturnya, adalah kebutuhan dan kemampuan
keuangan daerah. Dua kriteria inilah yang dijadikan sebagai “faktor pembeda”
sekaligus menegaskan dimensi ruang bahwasanya perangkat daerah/SKPD yang
dibentuk di satu daerah belum tentu dibutuhkan dan memiliki karakteristik yang
sama apabila diterapkan pada daerah lain karena sama-sama kita pahami bahwa
antara satu daerah dengan daerah lain dalam wilayah NKRI ini memiliki kebutuhan
dan karakter yang berbeda baik dalam hal potensi daerah serta budaya dan
perilaku birokrasinya.
IV. Dimensi Waktu:
Evaluasi perangkat daerah atau istilah dalam Permendagri 57 tahun 2007 lebih
dikenal dengan sebutan perubahan jumlah besaran organisasi, dapat dilakukan
setelah Organisasi Perangkat Derah berdasarkan PP 41/2007 telah dilaksanakan
oleh pemda sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
Hal ini perlu dilakukan atas pertimbangan yang cermat oleh pemerintah daerah
bersama unsur legislatif daerah, yang diwujudkan dalam kesepakatan bersama dan
tetap berkoordinasi dengan pemerintah provinsi.
V. Tahapan Evaluasi:
(Biro Organisasi)