TINJAUAN PUSTAKA
Sub cekungan yang terdapat pada Cekungan Jawa Barat Utara antara lain
Sub Cekungan Ciputat, Sub Cekungan Pasir Putih, Sub Cekungan Jatibarang,
dan Sub Cekungan Arjuna. Daerah penelitian merupakan bagian dari Cekungan
Jawa Barat Utara (North West Java Basin), yaitu lebih tepatnya berada pada Sub
Cekungan Arjuna bagian tengah (Central Arjuna). Sub Cekungan Arjuna berada
pada bagian tengah dari Cekungan Jawa Barat Utara yang letaknya ± 90 km ke
arah timur laut dari kota Jakarta. Sub Cekungan ini merupakan satu dari seri
cekungan di ujung selatan lempeng mikro Sunda yang berupa sistem setengah
graben/half graben (Gresko dkk, 1995). Sub Cekungan Arjuna dibagi menjadi 3
bagian, yaitu bagian utara, tengah, dan selatan (Gresko dkk, 1995). Pembagian
dari Sub Cekungan Arjuna bisa dilihat pada Gambar 2.1. Masing-masing bagian
mempunyai luas ± 700 km2 dan paling sedikit terdiri dari satu sistem setengah
graben.
6
Gambar 2.1. Lokasi Sub Cekungan Arjuna pada Cekungan Jawa Barat Utara
(Noble dkk, 1997)
2.1.1. Sejarah Tektonik dan Kerangka Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara
Terdapat lima even tektonik yang mempengaruhi perkembangan
struktur dan juga stratigrafi di Cekungan Jawa Barat Utara (Gresko dkk,
1995), antara lain :
7
2. Syn-Rift I (Eosen)
Lempeng Hindia bertumbukan dengan lempeng Eurasia menyebabkan
dextral wrenching pada bagian selatan Paparan Sunda. Periode ini
merupakan episode ekstensional yang mengawali terjadinya rifting.
Terdapat dua arah patahan yang mempengaruhi perkembangan fase Rift I
ini, berarah U 600 B sampai U 400 B dan berarah utara-selatan dengan arah
ekstensional U 300 - 700 T.
Endapan pada fase ini merupakan Formasi Jatibarang yang terdiri dari
sedimen asal daratan yang berumur Awal Oligosen terendapkan di atas
basement dan berada di bawah ketidakselarasan. Terdiri dari endapan
lakustrin dan vulkaniklastik yang terisolasi pada sistem half graben.
Endapan vulkanik pada Formasi Jatibarang terdiri dari vulkaniklastik
andesitik dan tuf (Gresko dkk, 1995).
3. Syn-Rift II (Oligosen)
Pada Awal Oligosen, vulkanisme dan rifting I berhenti di wilayah
Arjuna. Periode ini berlainan dengan even tumbukan di busur depan Jawa
dan Sumatera. Fase tumbukan ini menyebabkan reorientasi dari arah
kompresi regional yang menghasilkan beberapa pengangkatan regional dan
erosi sepanjang bagian selatan Paparan Sunda. Terjadi rifting kembali pada
akhir Awal Oligosen yang berhubungan dengan pergerakan lateral blok
Indocina dan membukanya Laut Cina Selatan.
Pada Akhir Oligosen terjadi penghentian pergerakan sistem patahan
pada semenanjung Malay dan Thailand, selanjutnya terjadi pengangkatan
yang menyebabkan pergantian arah provenance dari sekitar punggung
cekungan menjadi arah regional dari utara Paparan Sunda.
Sedimen pada fase ini merupakan endapan sedimen Formasi Talang
Akar Bagian Bawah yang terendapkan di atas Formasi Jatibarang. Litologi
pada Formasi Talang akar bagian bawah terdiri dari konglomerat masif dan
8
batupasir sedang-kasar, batulempung lakustrin dan paleosols. Kemudian
endapan ini disebut dengan Anggota Kontinental Formasi Talang Akar
(Ponto, 1998).
9
2.1.2. Stratigrafi Regional
Secara keseluruhan terdapat enam unit Formasi yang terdapat pada
daerah penelitian. Formasi ini berkisar dari Oligocene-Resent dan
terendapkan pada lingkungan non marin, marginal marin dan laut dangkal.
Kolom stratigrafi dari Cekungan Jawa Barat Utara dapat dilihat pada Gambar
2.2. Formasi-formasi tersebut dari tua ke muda antara lain:
1. Basement
Basement terdiri dari batuan metamorfik (metaquartzite).
2. Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar merupakan unit sedimen tertua yang berumur
Oligosen-Awal Miosen. Formasi Talang Akar ini terdiri dari dua bagian
antara lain Formasi Talang Akar Atas dan Formasi Talang Akar Bawah.
Formasi Talang Akar Atas terdiri dari batulempung, batugamping dengan
sedikit lapisan-lapisan tipis batubara. Formasi Talang Akar Bawah terdiri
dari batulempung karbonat, batupasir, bitumen, dan batubara antrasit.
Pada bagian bawahnya terdapat batupasir konglomeratik dan
batulempung non-kalkareous.
Batulempung pada formasi ini berwarna kecoklatan-abu-abu, lanauan,
secara lokal bergradasi menjadi bataulanau, non-calcareous, dan terdapat
jejak burrow setempat. Batupasir berkisar sangat kasar-konglomeratik
setempat, menyudut membundar tanggung, lanauan, dan bermatriks non-
calcareous. Pada batupasir juga terdapat sebagian kecil lamina-lamina
batubara dan struktur sedimen gradded bedding. Porositas pada batupasir
beragam dari baik-buruk. Sementara batugamping pada Formasi Talang
Akar Bagian Atas berwarna krem-putih, terkristalisasi, sebagian
terdolomitisasi dan terdapat foram besar.
Secara umum berdasarkan data biostratigrafi diketahui bahwa Formasi
Talang Akar Bagian Atas terendapkan pada lingkungan inner sublitoral-
10
outer litoral dan Formasi Talang Akar Bagian Bawah terendapkan pada
lingkungan litoral-continental supralitoral (Bishop, 2000).
3. Formasi Baturaja
Formasi ini terbentuk pada Miosen Bawah, terdiri dari batugamping
masif, terekristalisasi sedang-kuat dan sebagian mengalami dolomitisasi.
Berwarna putih-krem, tersusun atas nodul-nodul rijang dan jarang
terdapat foram besar, tersementasi sedang dan memiliki matriks kristalin.
Batugamping formasi ini memiliki porositas buruk. Formasi Baturaja
terendapkan pada lingkungan marin khususnya inner sublitoral (Bishop,
2000).
11
5. Formasi Parigi
Formasi Parigi terbentuk pada Miosen Atas, terdiri dari batugamping
masif yang tersusun atas cangkang serta batulempung yang terendapkan
di atasnya. Batugamping dari Formasi Parigi ini berwarna putih-krem,
dapat diremas, bertekstur packstone-grainstone yang terkristalisasi,
tersusun atas glaukonit, foraminifera besar, runtuhan cangkang dan koral.
Sementara batulempung yang ada sama dengan litologi yang terdapat di
Formasi Cisubuh namun secara umum tersusun atas material cangkang
dan fauna bentonik. Batugamping Formasi Parigi secara keseluruhan
terbentuk pada lingkungan laut (inner-middle sublitoral) (Bishop, 2000).
12
Gambar 2.2. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Noble dkk, 1997)
13
2.1.3. Sistem Petroleum Cekungan Jawa Barat Utara
Sistem petroleum pada cekungan Jawa Barat Utara berasal dari tujuh sub
cekungan, yaitu sub cekungan Jatibarang, sub cekungan Cipunegara/E-15
Graben, sub cekungan Kepuh, sub cekungan Pasir Bungur, sub cekungan
Ciputat, sub cekungan Arjuna Selatan, dan sub cekungan Arjuna Tengah
(Noble dkk, 1997).
14
sistem Arjuna Selatan, dan sistem Arjuna Tengah. Batuan-batuan sumber
Talang Akar merupakan batuan sumber yang penting dan berbagai
reservoir secara horizontal diisi dari sumber Talang Akar (Noble dkk,
1997).
15
2.2. Geologi Lapangan DTE
16
batubara dan serpih. Endapan batubara dan serpih inilah yang utama
berperan sebagai batuan sumber pada lapangan DTE. Tipe batuan sumber
ini cenderung menghasilkan minyak dan gas (oil and gas prone).
17
3. Batuan Reservoir (Reservoir Rocks)
Batuan reservoir pada lapangan DTE terdiri dari batupasir dan
batugamping yang berselang-seling dengan keberadaan batulempung.
Sedangkan batuan reservoir dari zona DTE-22B tersusun atas batupasir.
Batupasir yang menyusun zona reservoir DTE-22B merupakan batupasir
tebal yang berasal dari Interval Main Formasi Cibulakan Atas. Batupasir
tebal ini diketahui menyimpan potensi hidrokarbon dalam jumlah yang
cukup besar.
Gambar 2.4. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara dan Contoh Log Sumur
DTEA-1, sebagai perbandingan (mod. from Nobel dkk, 1997)
18
4. Tipe Perangkap (Trap Styles)
Tipe perangkap yang terdapat pada lapangan DTE berupa perangkap
struktur, yaitu tilted fault block traps. Perangkap ini merupakan perangkap
struktur sesar turun yang miring ke arah utara-selatan (PHE ONWJ
internal report, 1981).
19
2.3. Sistem Petroleum
Menurut Harsono (1997) minyak dan gas bumi merupakan senyawa
hidrokarbon, berasal dari bahan organik dalam batuan induk yang mengalami
proses pematangan. Adanya akumulasi minyak dan gas bumi di bawah
permukaan memerlukan beberapa syarat yang dikenal sebagai petroleum system
yaitu batuan induk (source rock) yang matang, batuan reservoir (reservoir rock)
yang porous dan permeable, perangkap (trap), batuan penutup (cap rock) yang
impermeable, serta waktu migrasi (proper timing of migration) yang
memungkinkan minyak dan gas bumi bermigrasi dan terjebak dalam perangkap
(trapping mechanism).
20
kematangan termal dan tersusun atas material organik yang cukup tinggi.
Batuan induk tersusun dari material organik yang berasal dari darat
(terestrial) atau asal laut (marine). Batuan yang dapat dijadikan sebagai
batuan induk adalah batuan sedimen klastik halus seperti batulempung,
serpih dan napal. Material organik yang terdapat pada batulempung antara 1-
2%. Batulempung yang tersusun atas material organik kurang dari itu tidak
dapat menjadi batuan hidrokarbon.
b. Migrasi Hidrokarbon
Migrasi merupakan proses berpindahnya minyak atau gas bumi yang
terbentuk dari batuan induk ke batuan penyimpan sampai dimana minyak dan
gas bumi tidak dapat berpindah lagi. Sebagian besar hidrokarbon bermigrasi
menuju permukaan sebagai rembesan minyak, sebagian lagi terhenti
migrasinya karena adanya perangkap hidrokarbon. Migrasi petroleum dibagi
ke dalam dua tahap. Tahap migrasi primer adalah pada saat fluida hidrokarbon
berpindah dari batuan sumber hingga mencapai ke batuan yang permeabel.
Tahap migrasi sekunder adalah ketika fluida bergerak dari batuan permeabel
hingga terperangkap di bawah lapisan impermeabel (Koesoemadinata, 1980).
21
Gambar 2.7. Migrasi primer dan sekunder (Koesoemadinata, 1980)
c. Batuan Reservoir
Batuan reservoir adalah wadah permukaan yang diisi dan dijenuhi oleh
minyak dan gas bumi. Pada hakekatnya setiap batuan dapat bertindak sebagai
batuan reservoir asal mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan
melepaskan minyak bumi. Dalam hal ini batuan reservoir harus menyandang
dua sifat fisik penting, yaitu harus mempunyai porositas yang memberikan
22
kemampuan untuk menyimpan, dan juga kelulusan atau permeabilitas. Jadi
secara singkat dapat disebut bahwa batuan reservoir harus berongga-rongga atau
berpori-pori yang berhubungan.
Batuan reservoir adalah batuan sedimen yang umunya mempunyai
butiran kasar dan porous dengan permeabilitas yang tinggi, sehingga
hidrokarbon dapat terakumulasi dan mengalir di dalamnya. Batuan yang paling
banyak dijumpai adalah batupasir dikarenakan porositas dan permeabilitasnya
yang tinggi. Batuan karbonat juga merupakan batuan reservoir yang baik
dikarenakan adanya pori-pori dan rongga yang besar pada batuan ini.
23
reservoir untuk bermigrasi. Batuan penutup merupakan suatu batuan sedimen
yang kedap air sehingga minyak dan gas bumi yang ada di dalam reservoir
tidak dapat keluar lagi. Batuan penutup yang umum adalah serpih (shale) dan
batuan evaporit.
24
alami yang ada pada batuan yang ditimbulkan oleh perbedaan salinitas
(konsentrasi NaCl) yang ada di dalam formasi dan lumpur pengeboran.
SP logs merupakan indikator yang baik untuk litologi di daerah
batupasir permeabel dan terisi air, akan tetapi SP logs tidak dapat
sepenuhnya membedakan litologi-litologi seperti batupasir tersemen kuat
(tightly cemented sandstone) dengan minyak yang mengandung bitumen
(bitumen-saturated oil). Jika formasi di bawah permukaan mengandung
lebih banyak fresh water dibanding saline water, defeksi SP akan
melonjak atau bahkan membalik dan normal, tergantung salinitas dari
lumpur pengeboran.
Log SP hanya dapat menunjukkan lapisan permeable, namun tidak
dapat mengukur harga absolut dari permeabilitas maupun porositas dari
suatu formasi.
25
pada suatu penampang log, maka kurva GR yang jatuh antara kedua garis
tersebut merupakan indikasi adanya lapisan shaly.
Pembacaan log GR tidaklah selalu ideal dan terdapat beberapa
pengecualian. Tubuh batupasir yang memiliki glaukonit dan mika, atau
keterdapatan yang rendah akan potassium feldspar pada shale akan
memberikan pengecualian pada pembacaannya. Batupasir yang
seharusnya memberikan pembacaan Gamma Ray rendah akan dapat
memberikan pembacaan bernilai tinggi bila terdapat glaukonit dan mika
yang kaya akan potassium.
Log SP dan log sinar gamma terutama digunakan untuk membedakan
antara batuan reservoir dan non reservoir. Selain itu juga penting di
dalam pekerjaan korelasi dan evaluasi keterdapatan serpih di dalam suatu
formasi. Penentuan zona permeabel dan non permeabel ini didasarkan
pada volume shale (Vshale). Secara umum zona permeabel akan
ditunjukkan oleh jumlah Vshale yang lebih sedikit dibandingkan zona
non permeabel. Pada Gambar 3.2 menunjukkan defleksi log gamma ray
pada beberapa litologi.
26
Gambar 2.8. Defleksi log gamma ray pada beberapa litologi (Dewan,1983)
c. Log Resistivitas
Menurut Harsono (1997) resistivity log atau log tahanan jenis
resistivitas merupakan log yang mengukur tahanan dari fluida dalam
pori-pori batuan terhadap aliran elektrik. Sifat menghantar listrik pada
batuan merupakan fungsi dari air yang mengisi pori-pori batuan. Log
resistivitas digunakan untuk evaluasi fluida di dalam formasi. Pada
sumur-sumur tua yang hanya menggunakan sedikit jenis log, log
resisitivitas sangat berguna untuk picking bagian top dan bottom dari
formasi, dan untuk korelasi sumur.
Batuan berpori yang dijenuhi air tawar mempunyai resistivitas tinggi,
oleh karena itu log ini dapat digunakan untuk memisahkan serpih dari
batupasir dan batugamping. Ketika suatu formasi dibor, air lumpur
pemboran akan masuk ke dalam formasi dan dinding lubang bor sehingga
membentuk tiga zona yaitu zona terinvasi (flushed/ invaded zone), zona
27
transisi (mixed zone) dan zona tak terinvasi (uninvaded zone). Pada
Gambar 3.3 menunjukkan pembagian dari ketiga zona ini.
d. Log Densitas
Log Densitas adalah kurva yang menunjukkan besarnya densitas bulk
density (ρr) dari batuan yang ditembus lubang bor. Log densitas
mengukur densitas semu formasi menggunakan sumber radioaktif yang
ditembakkan ke formasi dengan sinar gamma yang tinggi dan mengukur
jumlah sinar gamma rendah yang kembali ke detektor. Prinsip metode ini
adalah mencatat harga bulk density (ρb) berdasarkan jumlah pencacahan
sinar gamma yang diterima oleh detektor, yang merupakan fungsi atau
indikasi dari rapat massa elektron formasi batuan. Sinar gamma dengan
kecepatan tinggi ini akan menumbuk elektron-elektron di dalam formasi
28
dan setiap bertumbukan sinar gamma akan kehilangan energinya.
Banyaknya energi yang hilang ini menunjukkan densitas elektron di
dalam formasi dan dianggap mewakili dari densitas formasi. Energi yang
hilang akibat tumbukan inilah yang akan dibaca oleh sensor.
Kegunaan dari log densitas adalah dapat menghitung densitas,
menghitung porositas, dan menentukan keterdapatan fluida (cross plot
dengan log neutron). Pada penampilan log, kurva densitas diskala secara
langsung dalam g/cc. Jika alatnya dikerjakan tersendiri, skala dari kurva
RHOB biasanya 2-3 g/cc. Tetapi biasanya alat densitas dikerjakan
bersama-sama dengan alat neutron, maka skalanya diatur menjadi 1.95 –
2.95 g/cc, hal ini dilakukan untuk memudahkan pembacaan porositas
karena tanggapan alat densitas dan neutron akan sama pada lapisan
gamping kandung air (Harsono, 1997).
e. Log Neutron
Menurut Harsono (1997) log neutron merupakan log yang berfungsi
untuk menentukan besarnya porositas suatu bataun. Prinsip dasar dari log
ini adalah memancarkan neutron secara terus menerus dan konstan pada
suatu lapisan batuan. Neutron Porosity log tidaklah mengukur porositas
sesungguhnya dari batuan, melainkan yang diukur adalah komposisi
hidrogen yang terdapat pada pori-pori batuan.
Secara sederhana, semakin berpori batuan semakin banyak komposisi
hidrogen dan semakin tinggi indeks hidrogen. Sehingga, serpih yang
banyak memiliki hidrogen dapat ditafsirkan memiliki porositas yang
tinggi pula. Untuk mengantisipasi uncertainty tersebut, maka pada
prakteknya, interpretasi porositas dapat dilakukan dengan
mengelaborasikan log densitas.
Penggabungan antara neutron porosity log dan density porosity log
sangat bermanfaat untuk mendeteksi zona gas dalam reservoir. Hal ini
29
ditandai dengan pemisahan yang besar pada rekaman log dengan posisi
neutron logs di sebelah kanan dari density logs. Formasi yang
mengandung gas akan mempunyai porositas netron yang rendah
dibanding dengan formasi yang mengandung minyak atau air. Hal ini
dikarenakan densitas hidrogen yang rendah pada gas.
f. Log Sonik
Log sonic hampir sama dengan log densitas dan log neutron,
digunakan untuk menentukan harga porositas batuan, mengukur
kecepatan gelombang suara di dalam batuan. Kecepatan ini tergantung
pada litologi, jumlah ruang pori yang saling berhubungan, Jenis fluida
yang ada dalam pori. Log ini sangat berguna untuk memisahkan lapisan
dengan kecepatan yang sangat rendah seperti batubara atau poorly
cemented sandstone.
Menurut Harsono (1997) log sonic adalah log yang menggambarkan
waktu kecepatan suara yang dikirimkan/dipancarkan kedalam formasi
sehingga pantulan suara yang kembali diterima oleh receiver. Waktu
yang diperlukan gelombang suara untuk sampai ke receiver disebut
interval transit time atau t. Besar atau kecilnya t yang melalui suatu
formasi tergantung dari jenis batuan dan besarnya porositas batuan serta
isi komposisi penyusun dalam batuan.
30
2.5. Interpretasi Lingkungan Pengendapan Berdasarkan Bentuk Kurva Log
Lingkungan pengendapan adalah suatu area di permukaan bumi yang secara
fisik, kimia dan biologi berbeda dari area di sekitarnya (Selley, 1985). Suatu
lingkungan pengendapan memungkinkan sebagai tempat terjadinya erosi,
kesetimbangan/ equilibrium (non deposisi dan non erosi) dan deposisi (Selley,
1985). Suatu interval pola log tertentu mencerminkan suatu siklus pengendapan
tertentu di suatu lingkungan pengendapan (Serra, 1989). Contohnya log GR
(Gamma Ray) dan log SP (Spontaneous Potential) yang mencerminkan variasi
dalam suatu suksesi ukuran besar butir (Selley, 1978; dalam Waker & James,
1992). Dari data log sumur dapat dikenali beberapa bentuk dasar yang dapat
dipergunakan untuk menentukan fasies pengendapan suatu tubuh sedimen.
Bentuk-bentuk dasar tersebut adalah blocky (cylindrical), serrated (irregular),
bell shape, funnel shape, symetrical dan asymetrical.
1. Pola Blocky
Blocky merupakan bentuk dasar yang menunjukkan homogenitas batuan.
Bentuk ini diasosiasikan dengan endapan sedimen eolian, dune, braided
channel, carbonate shelf, reef, atau submarine channel fill.
2. Pola Serrated
Bentuk serrated dianggap sebagai bentuk yang mempresentasikan
heterogenitas batuan. Bentuk serrated di asosiasikan dengan endapan
sedimen flood plain, carbonate slope, canyon fill, alluvial plain. Umumnya
mengindikasikan perlapisan tipis-tipis antara sedimen kasar dan halus.
Endapan tipis berbutir kasar mungkin herupa crevasse splay, overbank
deposit dalam laguna, turbidit dalam endapan laut dalam atau lapisan yang
teracak-acak.
31
3. Pola Bell
Bentuk bell selalu diasosiasikan sebagai gradasi butir menghalus ke atas.
Bentuk ini diasosiasikan sebagai endapan fluvial point bar, tidal point bar,
transgressive shelf sand, submarine channel atau endapan turbidit.
4. Pola Funnel
Bentuk funnel merupakan kebalikan dari bentuk bell yang diasosiasikan
sebagai gradasi butir mengkasar ke atas. Bentuk ini dapat dihasilkan dari
endapan delta front (distributary mouth bar), crevasse splay, beach, barrier
beach, shoreface, prograding self sand ataupun submarine fan lobe.
Gambar 2.10. Respon Log Gamma Ray terhadap ukuran butir (Kendall, 2003)
32
2.6. Karakteristik Reservoir
Reservoir adalah bagian dari kerak bumi yang berisi minyak dengan gas
murni (Koesoemadinata, 1980) dan reservoar juga dapat dikatakan sebagai
wadah atau tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi di bawah permukaan
bumi (Levorsen, 1958; dalam Koesoemadinata, 1980).
Kualitas dari suatu reservoir ditentukan oleh kapasitas penyimpanan
hidrokarbon dan kemampuan untuk melewatkan fluida tersebut. Hal ini secara
langsung berhubungan dengan porositas efektif dan ukuran reservoir
(geometrinya) serta permeabilitas batuan. Porositas efektif adalah persentase
volume dari pori-pori yang berhubungan dalam batuan. Permeabilitas pada
batuan diukur dari kemampuan batuan untuk melewatkan fluida. Permeabilitas
adalah fungsi dari ukuran, bentuk dan distribusi saluran pori-pori batuan, jenis
dan jumlah kehadiran fluida, tingkat aliran fluida dan perbedaan tekanan
sepanjang aliran. Pada batuan klastik, walaupun hubungan porositas dan
permeabilitas bervariasi namun pada umumnya makin tinggi suatu porositas
maka akan semakin tinggi pula permeabilitasnya. Penggolongan porositas
berdasar nilainya dapat dilihat pada Tabel 3.1.
33
2.7. Cadangan Hidrokarbon
Dalam industri migas, reserves didefinisikan sebagai sebagai jumlah
minyak, gas alam, dan zat ikutan (solution gas, kondensat, gas alam cair dan
belerang) yang dapat diproduksi dari suatu reservoir dan bernilai ekonomis pada
masa yang akan datang.
Reserves memiliki pengertian yang berbeda dengan resources, reserves
merupakan bagian dari reseources. Resources adalah jumlah keseluruhan
minyak, gas, dan zat ikutan (related substances) yang diperkirakan dari suatu
reservoir pada waktu tertentu, telah dapat diproduksikan ditambah dengan
perkiraan cadangan yang akan datang (future initial volumes in place).
Oil reserve atau cadangan minyak adalah jumlah minyak yang ada yang
dapat dihasilkan atau diproduksikan ke permukaan secara komersial untuk harga
minyak dan ongkos operasi sesuai dengan teknologi yang ada pada saat ini.
34
3. Recovery Factor, angka perbandingan antara hidrokarbon yang dapat
diproduksi (recovery reserve) dengan jumlah minyak mula-mula di
dalam suatu reservoir.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menghitung
cadangan hidrokarbon, salah satunya adalah metode volumetrik. Metode
volumetrik adalah metode perkiraan cadangan yang umum digunakan pada
tahap awal dari suatu lapangan minyak maupun gas. Untuk perhitungan
cadangan secara volumetris diperlukan peta isopach, yaitu peta yang
menggambarkan ketebalan lapisan yang sama. Peta ini digunakan untuk
menentukan volume batuan total (bulk volume). Setelah bulk volume
reservoir dihitung, maka dapat ditentukan besarnya IOIP (initial oil in place),
dengan persamaan sebagai berikut :
Keterangan :
Vb = volume batuan reservoir yang berisi hidrokarbon (acre feet)
Boi = faktor volume formasi minyak (bbl/scf)
= porositas (fraksi)
Sw = saturasi air formasi (fraksi)
N = initial/original oil in place (stb)
35
1. Cadangan terbukti (proven reserves)
Cadangan terbukti adalah jumlah fluida hidrokarbon yang dapat
diproduksikan yang jumlahnya dapat dibuktikan dengan derajat
kepastian yang tinggi.
2. Cadangan potensial (probable & possible reserves)
Cadangan potensial merupakan cadangan yang berdasarkan pada peta
geologi dan masih memerlukan penelitian dengan pemboran lebih lanjut
Initial Reserves
Developed
Producing
Undeveloped
Keterangan :
URF = Ultimate Recovery Factor (fraksi)
OOIP = Original Oil in Place (stb)
Cum Prod. = Cumulative Production (stb)
36
2.8. Hipotesis
Hipotesis merupakan anggapan sementara yang masih harus dibuktikan
kebenarannya dalam penelitian. Setelah melakukan kajian pustaka terhadap
kondisi geologi regional, data produksi terdahulu, serta dasar teori yang
berkaitan dengan penelitian, maka terdapat beberapa hipotesis yang ingin
dibuktikan, yaitu sebagai berikut:
37