PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu
Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai
biota laut baik flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman jasad– jasad hidup di
dalam yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di laut yang saling
berkesinambungan (Nybakken 1988).
Salah satu bentuk kekayaan flora di perairan Indonesia yaitu adanya tumbuhan lamun.
Lamun (seagrass) adalah satu-satunya kelompok tumbuhan berbunga yang hidup di
lingkungan laut (Kasijan, 2001).Tumbuh-tumbuhan ini hidup di perairan yang dangkal.
Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan
merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme.
Lamun sangat berperan dalam ekosistemnya yaitu dalam hal dapat menstabilkan garis
pantai karena lamun ini memiliki akar yang terjalin dengan kuat sehingga dapat
menstabilkan substrat yang ada agar tidak cepat tererosi oleh arus maupun gelombang air
laut.Selain itu juga fungsinya dalam mempertahankan kehidupan dari biota-biota laut
seperti ikan dalam bentuk juvenille karen lamun ini berfungsi dalam hal nursery ground,
feeding ground, dan spawning ground.
2.3 Manfaat
Melalui praktikum Botani Laut tentang Lamun, diharapkan mahasiswa dapat
membedakan spesies lamun yang terdapat di Indonesia, menyebutkan ciri-ciri, serta dapat
melakukan identifikasi atau taksonomi dengan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan berbeda
dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ciri-ciri ekologis padang lamun antara
lain adalah :
Padang lamun adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi
yang dominan. Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup
(Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara permanen
di bawah permukaan air laut (Sheppard et al., 1996). Komunitas lamun berada di antara
batas terendah daerah pasangsurut sampai kedalaman tertentu dimana cahaya matahari
masih dapat mencapai dasar laut (Sitania, 1998).
2.2 Klasifikasi Lamun
Tanaman lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan bibit
seperti banyak tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah berdasarkan karakter tumbuh-
tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda sehingga
pembedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi.
Lamun merupakan tumbuhan laut monokotil yang secara utuh memiliki perkembangan
sistem perakaran dan rhizoma yang baik. Pada sistem klasifikasi, lamun berada pada Sub
kelas Monocotyledoneae, kelas Angiospermae. Dari 4 famili lamun yang diketahui, 2
berada di perairan Indonesia yaitu Hydrocharitaceae dan Cymodoceae. Famili
Hydrocharitaceae dominan merupakan lamun yang tumbuh di air tawar sedangkan 3
famili lain merupakan lamun yang tumbuh di laut.
Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan
termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan akar
di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan melakukan
reproduksi pada saat terbenam. Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi
reproduksi lamun adalah hidrophilus yaitu kemampuannya untuk melakukan polinasi di
bawah air.
Secara rinci klasifikasi lamun menurut Den Hartog (1970) dan Menez, Phillips, dan
Calumpong (1983) adalah sebagai berikut :
Devisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Famili : Potamogetonacea
Subfamili : Zosteroideae
Dalam ekosistem lamun, rantai makanan terusun dari tingkat-tingkat trofik yang
mencakup proses dan pengangkutan detritus organik dari ekosistem lamun ke konsumen
yang agak rumit. Sumber bahan organik bersal dari produk lamun itu sendiri, di samping
tambahan dari epifit dan alga makrobentos, fitoplankon dan tanaman darat. Zat organik
dimakan fauna melalui perumputan (grazing) atau pemanfaatan detritus.
Lamun biasanya terdapat dalam julah yang melimpah dan sring membentk padang
lamun yang lebat dan luas di perairan tropik. Sifat-sifat lingkungan pantai, terutama
dekat estuari, cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan lamun. Namun seperti
halnya mangrove, lamun juga hidup di lingkungan yang sulit. Pengaruh gelombang,
sedimentasi, pemanasan air, pergantian pasang dan surut dan curah hujan, semuanya
harus di hadapi dengan gigih dengan penyesuaian-penyesuaian secara morfologik dan
faal.
Akar
Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antara jenis lamun yang dapat
digunakan untuk taksonomi. Akar pada beberapa spesies seperti Halophila dan Halodule
memiliki karakteristik tipis (fragile), seperti rambut, diameter kecil, sedangkan spesies
Thalassodendron memiliki akar yang kuat dan berkayu dengan sel epidermal. Jika
dibandingkan dengan tumbuhan darat, akar dan akar rambut lamun tidak berkembang
dengan baik. Namun, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma
lamun memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan darat. Akar-akar halus yang tumbuh
di bawah permukaan rhizoma, dan memiliki adaptasi khusus (contoh : aerenchyma, sel
epidermal) terhadap lingkungan perairan. Semua akar memiliki pusat stele yang
dikelilingi oleh endodermis. Stele mengandung phloem (jaringan transport nutrien) dan
xylem (jaringan yang menyalurkan air) yang sangat tipis. Karena akar lamun tidak
berkembang baik untuk menyalurkan air maka dapat dikatakan bahwa lamun tidak
berperan penting dalam penyaluran air.
Patriquin (1972) menjelaskan bahwa lamun mampu untuk menyerap nutrien dari dalam
substrat (interstitial) melalui sistem akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi nitrogen yang
dilakukan oleh bakteri heterotropik di dalam rhizosper Halophila ovalis, Enhalus
acoroides, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii cukup tinggi lebih dari 40
mg N.m-2.day-1. Koloni bakteri yang ditemukan di lamun memiliki peran yang penting
dalam penyerapan nitrogen dan penyaluran nutrien oleh akar. Fiksasi nitrogen
merupakan proses yang penting karena nitrogen merupakan unsur dasar yang penting
dalam metabolisme untuk menyusun struktur komponen sel.
Diantara banyak fungsi, akar lamun merupakan tempat menyimpan oksigen untuk proses
fotosintesis yang dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi sepanjang sistem
lakunal (udara) yang berliku-liku. Sebagian besar oksigen yang disimpan di akar dan
rhizoma digunakan untuk metabolisme dasar sel kortikal dan epidermis seperti yang
dilakukan oleh mikroflora di rhizospher. Beberapa lamun diketahui mengeluarkan
oksigen melalui akarnya (Halophila ovalis) sedangkan spesies lain (Thallassia
testudinum) terlihat menjadi lebih baik pada kondisi anoksik.
Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma yang utamanya adalah herbaceous,
walaupun pada Thallasodendron ciliatum (percabangan simpodial) yang memiliki
rhizoma berkayu yang memungkinkan spesies ini hidup pada habitat karang yang
bervariasi dimana spesies lain tidak bisa hidup. Kemampuannya untuk tumbuh pada
substrat yang keras menjadikan T. Ciliatum memiliki energi yang kuat dan dapat hidup
berkoloni disepanjang hamparan terumbu karang.
Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung dari
susunan saluran di dalam stele. Rhizoma, bersama sama dengan akar, menancapkan
tumbuhan ke dalam substrat. Rhizoma seringkali terbenam di dalam substrat yang dapat
meluas secara ekstensif dan memiliki peran yang utama pada reproduksi secara vegetatif
dan reproduksi yang dilakukan secara vegetatif merupakan hal yang lebih penting
daripada reproduksi dengan pembibitan karena lebih menguntungkan untuk penyebaran
lamun. Rhizoma merupakan 60 – 80% biomas lamun.
Daun
Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal yang
terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk umum
yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk anatomi yang
memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat mudah
terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak daun, keberadaan atau ketiadaan ligula.
Contohnya adalah puncak daun Cymodocea serrulata berbentuk lingkaran dan berserat,
sedangkan C. Rotundata datar dan halus. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang
berbeda yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan
melindungi daun muda. Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate
tidak memiliki pelepah.
Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel
yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi
karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut merupakan
sumber bikarbonat bagi tumbuh-tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam
proses fotosintesis.
2.4 Reproduksi Lamun
Lamun dapat mereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi seksual melalui
pemisahan fragmen atau rimpang yang hanyut (misalnya pada Zostera marina),
meskipun proses ini tampaknya sangat langka. Sedangakan Reproduksi seksual lamun
dilakukan dengan polinasi di air. Lamun mempunyai 3 sistem pollinasi ( cara
menghasilkan pollen ) yaitu :
a. Hydrophilous pollination, pollen dilepas ke laut & dibawa oleh arus laut.
b. Ephydrophily, pollen yang mengambang di permukaan air dibawa oleh pasang
surut
c. Dispersal, pollen berbentuk spherik ( bola berduri pada Hydrocharitaceae ).
Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut
dangkal yang paling produktif. Di samping itu juga ekosistem lamun mempunyai
peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut
dangkal, sebagai berikut :
1. Sebagai produsen primer : Lamun memiliki tingkat produktifitas primer tertinggi bila
dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada dilaut dangkal seperti ekosistem
terumbu karang (Thayer et al. 1975).
2. Sebagai habitat biota : Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat
menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang
lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan
makanan berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes) (Kikuchi &
Peres, 1977).
3. Sebagai penangkap sedimen (sediment trap) : Daun lamun yang lebat akan
memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan
disekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan
dan mengikat sedmen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar
permukaan. Jadi, padang lamun disini berfungsi sebagai penangkap sedimen dan juga
dapat mencegah erosi (Gingsuburg & Lowestan, 1958).
4. Sebagai pendaur zat hara : Lamun memegang peranan penting dalam pendauran
berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka dilingkungan laut. Khususnya zat-
zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit.
Sedangkan menurut Philips & Menez (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu
ekosistem bahari yang produktif, ekosistem lamun pada perairan dangkal berfungsi
sebagai :
Selain itu secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi
wilayah pesisir, yaitu :
Lamun juga dimanfaatkan oleh manusia baik secara modern maupun tradisional.
Secara Tradisional Secara Modern
Dimanfaatkan untuk kompos dan Penyaring limbah
pupuk Stabilizator pantai
Cerutu dan mainan anak-anak Bahan untuk pabrik kertas
Dianyam menadi keranjang Makanan
Tumpukan untuk pematang Sumber bahan kimia
Pembuatan kasur (sebagai pengisi Dan obat-obatan
kasur)
Dan dibuar jaring ikan
Kecerahan
Penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat mempengaruhi proses fotosintesis
yang dilakukan oleh tumbuhan lamun. Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang
tinggi untuk proses fotosintesa tersebut dan jika suatu perairan mendapat pengaruh
akibat aktivitas pembangunan sehingga meningkatkan sedimentasi pada badan air yang
akhirnya mempengaruhi turbiditas maka akan berdampak buruk terhadap proses
fotosintesis. Kondisi ini secara luas akan mengganggu produktivitas primer ekosistem
lamun.
Temperatur
Secara umum ekosistem padang lamun ditemukan secara luas di daerah bersuhu dingin
dan di tropis. Hal ini mengindikasikan bahwa lamun memiliki toleransi yang luas
terhadap perubahan temparatur. Kondisi ini tidak selamanya benar jika kita hanya
memfokuskan terhadap lamun di daerah tropis karena kisaran lamun dapat tumbuh
optimal hanya pada temperatur 28 – 30 0C. Hal ini berkaitan dengan kemampuan proses
fotosintesis yang akan menurun jika temperatur berada di luar kisaran tersebut.
Salinitas
Kisaran salinitas yang dapat ditolerir tumbuhan lamun adalah 10 – 40 ‰ dan nilai
optimumnya adalah 35 ‰. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan lamun
untuk melakukan fotosintesis. Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi juga
terhadap jenis dan umur. Lamun yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang
besar. Salinitas juga berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun
dan kecepatan pulih. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya
salinitas.
Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai
karang. Kebutuhan substrat yang utama bagi pengembangan padang lamun adalah
kedalaman sedimen yang cukup. Peranan kedalaman substrat dalam stabilitas sedimen
mencakup 2 hal yaitu : pelindung tanaman dari arus laut dan tempat pengolahan dan
pemasok nutrien.
Kecepatan arus
Produktivitas padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan. Pada saat
kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik, jenis Thallassia testudium mempunyai kemampuan
maksimal untuk tumbuh.
BAB III
Hari/ tanggal :
Waktu :
3.2. Materi
3.2.1 Alat :
3.2.2 Bahan :
3.3. Metode
Gambar 2 :
Enhalus Acoroides Taksonomi Ciri-ciri
Gambar 2:
Thallasia Hemprichii Taksonomi Ciri-ciri
Gambar 2 :
Halophila ovalis Taksonomi Ciri-ciri
Gambar 2:
Cymodocea rotundata Taksonomi Ciri-ciri
Gambar 2:
4.2 Pembahasan
.
BAB V
KESIMPULAN
d. Dari hasil pengamatan beberapa spesies lamun yang ada di Indonesia yaitu
Syringodium isoetifolum, Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides, Halophila
ovalis, dan Thalassia hempricii
DAFTAR PUSTAKA
Bengen,D.G. 2001. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Instititut Pertanian Bogor.
Nontji, Anugrah. 1993. Laut Nusantara. Jakarta Djambatan
Nybaken,J.W. 1988. Biologi Laut suatu pendekatan ekologis. Gramedia, Jakarta.
www. Wildsingapore.com