Anda di halaman 1dari 43

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI

KEBUMIAN DAN AKUATIK


TAHUN 2005

Oleh:
Robert M. Delinom, Yunarto, Agusmen Riyanto,
Darius Kabanga dan Tito Satrio S.L

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Dalam usaha menghimpun dan penyebarluasan data dan informasi kebumian dan akuatik,
Kedeputian IPK-LIPI telah mengembangkan sebuah sistem informasi berbasis SIG, yang dapat
mengelola data hasil penelitian dari masing-masing Puslit di Kedeputian IPK-LIPI, dalam bentuk
spasial dan tabulasi, dan menginformasikannya kepada para peneliti yang ada di lingkungan
Kedeputian IPK-LIPI. Dengan sistem ini, semua data dapat terintegrasi dan diorganisasi secara
terpusat dan dapat diakses para peneliti untuk mencari informasi yang diperlukan. Sistem yang
dikembangkan tersebut diberinama ”sistem informasi kebumian dan akuatik” atau ”earth and aquatic
resources informtion system” disingkat EARIS, dibuat dalam bahasa Visual Basic 6 dan MapBasic 6
yang langsung dapat dijalankan melalui OS Windows.
EARIS dikembangkan di Puslit Geoteknologi dan telah diujicobakan pada jaringan komputer
Puslit Geoteknologi-LIPI, dimana datanya disimpan format SQL melalui software SQL Server dan
MapInfo Spatialware yang dipasang di server, sedangkan program aplikasinya EARIS dipasang
disetiap komputer client. Hasilnya, data dapat diakses oleh pengguna melalui program aplikasi
tersebut untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan cepat, tepat dan akurat.
Dengan sistem ini, data dan informasi dapat langsung diperoleh hanya dengan memilih objek
sebuah layer (peta) ataupun melalui atribut dengan kriteria yang diminta. Sehingga sistem ini dapat
berguna sebagai salah satu sarana penyebarluasan informasi secara visual bagi para peneliti yang
membutuhkannya.
Kata Kunci: Teknologi informasi, sistem informasi, spasial, tabulasi, terintegrasi.

(Klas : E 005-1)
PEMBUATAN BASIS DATA
SPASIAL PENCEMARAN SUNGAI CITARUM

Oleh :

Dyah Marganingrum, Nyoman Sumawijaya, dan Arief Rachmat

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Beberapa hasil pengamatan dan penelitian menunjukkan bahwa kualitas air sungai Citarum
menurun drastis akibat pencemaran dan sedimentasi. Indeks pencemaran air Citarum dari hulu ke
hilir berkisar antara tiga hingga lima, yang artinya pencemaran air dari tingkat berat sampai sangat
berat. Penyebab pencemaran sungai Citarum sangatlah kompleks. Namun berdasarkan sumbernya
dapat dibedakan menjadi buangan dari penduduk (domestik), industri, pertanian, peternakan, dan
pertambangan. Dalam rangka pengendalian pencemaran air sungai, Pemerintah Pusat dan Daerah
melaksanakan kegiatan yang dikenal dengan sebutan Prokasih (Program Kali Bersih) yang mulai
dilaksanakan pada tahun 1989. Prokasih ini merupakan Program Kerja Nasional yang pelaksanaan
kegiatannya dilakukan oleh masing-masing Pemerintah Daerah yang bersangkutan, dan
pembinaannya dilakukan oleh masing-masing instansi sesuai dengan tugas dan fungsiya. Dari
kegiatan prokasih tersebut menghasilkan sejumlah data dalam bentuk dokumen. Dengan
dilanjutkannya Prokasih, yang kita kenal sebagai Prokasih 2005, maka dapat dibayangkan berapa
banyak data yang telah dikumpulkan. Oleh karena itu untuk kebutuhan manajemen data perlu dibuat
sistem basis data. Tujuan dari dibuatnya sistem basis data adalah untuk mempermudah pengaksesan
dan updating data. Dari tersusunnya data-data Prokasih tersebut, diharapkan memberikan informasi
yang tepat, cepat, dan akurat berkaitan dengan pengelolaan sungai yang masuk dalam wilayah
pelaksanaan Prokasih.

Kata Kunci : Prokasih, pencemaran sungai, lingkungan, basis data

(Klas : E 005-1)
(E 005-4)
MITIGASI BAHAYA GERAKAN TANAH DI DAERAH TROPIS:
Analisis Empirik Karakter Hujan Pemicu Longsoran Di Daerah
Kayuares, Kecamatan Pagentan, Banjarnegara, Jawa Tengah

Oleh :
Yugo Kumoro, Y.S. Wibowo M. Ruslan,
Iin Abu K. dan Bambang Irianto

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Daerah Banjarnegara dan sekitarnya merupakan kawasan yang mempunyai frekwensi


terjadinya gerakan tanah yang cukup tinggi di bandingkan dengan daerah lain di Jawa Tengah.
Daerah yang sangat rawan terjadinya gerakan tanah dijumpai pada kawasan Banjarnegara bagian
utara, hal ini ditunjukkan oleh morfologi/topografi yang sebagian besar mempunyai sudut lereng
o
>30 . Jenis batuan penyusun yang terdiri dari batulempung, breksi, batupasir dari Formasi rambatan
juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya gerakan tanah di kawasan ini. Berdasarkan hal ini telah
dilakukan penelitian dan pengkajian terhadap badan jalan di kawasan rumah pembangkit (“power
house”) yang mengalami longsor.
Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa badan jalan yang longsor terdapat pada
satuan batulempung,.batulanau dan napal dari formasi Rambatan. Di bagian atas dari lokasi
longsoran dijumpai retakan-retakan yang mudah terisi air, sehingga dapat memicu longsoran.
Pengukuran sondir menunjukkan bahwa daerah transisi antara tanah yang lunak dan keras yang di-
interpretasikan sebagai bidang gelincir dijumpai pada kedalaman 2 meter. Hasil perhitungan curah
hujan pemicu gerakan tanah dicirikan oleh nilai ambang intensitas curah hujan sebesar 42mm/jam
dengan durasi 2,08 jam dengan total hujan sebesar 87,84mm. Hasil perhitungan tersebut diperlihatkan
dalam bentuk kurva hubungan antara intensitas curah hujan dan waktu durasi hujan.
Pengamatan lapangan juga dilakukan pada pintu keluar terowongan pipa pesat yang
memberikan indikasi gejala longsor pada dinding saluran tersebut. Indikasi atau gejala longsoran
diperlihatkan dengan retakan-retakan dan torehan-torehan pada dinding saluran pipa pesat yang
disebabkan oleh tekanan masa tanah di bagian atasnya.
Berdasarkan hasil penelitian ini telah diperoleh lokasi-lokasi kejadian bencana gerakan
tanah/longsoran, sifat keteknikan tanah/batuan, dan pola curah hujan yang memberikan gambaran
bahwa curah hujan dengan kumulatif terjadi pada bulan Nopember hingga Maret setiap tahunnya
yang menimbulkan longsoran di daerah Banjarnegara. Hasil ini diharapkan dapat digunakan sebagai
dasar untuk penyusunan strategi mitigasi bencana gerakan tanah dan untuk penataan tata ruang dan
pengembangan wilayah di daerah rentan bencana longsoran.

Kata kunci: Lereng, kondisi tanah, curah hujan, mitigasi.

(Klas : E 005-2)
BAHAYA GERAKAN TANAH DI DAERAH TROPIS:
Analisis Empirik Karakter Hujan Pemicu Longsoran
di daerah Selagedang,Cicadas, Cianjur Selatan, Jawa Barat

Oleh:
Dwi Sarah, Eko Soebowo, Herryal Z.Anwar,
Bambang Irianta dan Widodo

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Wilayah Jawa Barat mempunyai sejarah yang panjang akan permasalahan gerakan tanah.
Dalam upaya mitigasi bahaya gerakan tanah di suatu wilayah salah satunya memerlukan pengetahuan
tentang karakter curah hujan pemicu longsoran. Mengingat peristiwa gerakan tanah sangat
dipengaruhi oleh kondisi geologis, topografi, hidrologi, sifat keteknikan material tanah/batuan dan
karakter curah hujannya. Penelitian di daerah ini untuk memprediksi dan menentukan pola karakter
intensitas dan durasi pemicu terjadinya bahaya gerakan tanah.
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa longsoran yang terjadi di daerah
Selagedang dan Cicadas, Cianjur Selatan ini, yaitu tipe luncuran dan bahan rombakan. Longsoran
terjadi pada lapukan batuan induk (breksi tufaan) dan endapan volkanik muda berupa pasir tufaaan.
Sebagai bidang gelincirnya terjadi pada zona transisi lapukan pasir tufaan dan breksi tufaan
dengan kedalaman mulai -3,5 meter pada longsoran Selagedang dan -2,5 meter pada longsoran
Cicadas, Cianjur Selatan.
Lapisan tanah yang mengalami luncuran mempunyai nilai kohesi yang kecil dan sudut geser
yang besar. Analisis kestabilan lereng menerus untuk lereng di Selagedang dan Cicadas menunjukkan
bahwa tekanan air-pori masing-masing sebesar 23.38 dan 12,27 kPa diperlukan untuk menyebabkan
terjadinya gerakan tanah. Tekanan air pori tersebut dapat dihasilkan oleh curah hujan dengan
intensitas sebesar 70,41 mm/jam dengan lama waktu 1 jam 38 menit di lokasi Selagedang dan sebesar
18,75 mm/jam dengan lama waktu 22 menit di lokasi Cicadas.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar dalam penyusunan strategi mitigasi
bencana gerakan tanah khususnya permasalahan pola karakter curah hujan diwilayah ini, mengingat
setiap lokasi mempunyai ciri dan karakteristik yang berbeda-beda sesuai kondisi geologi setempat.

Kata Kunci: Longsoran, curah hujan, infiltrasi, kuat geser, tekanan air-pori kritikal.

(Klas : E 005-2)
MITIGASI BAHAYA GERAKAN TANAH DI DAERAH TROPIS:
Analisis Empirik Karakter Hujan Pemicu Longsoran di daerah
Cikadu, Sukatani, Purwakarta, Jawa Barat

Oleh:
Eko Soebowo, Sunarya Wibowo, Sutanto E.S.,
Sukaca dan Widodo

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Wilayah Indonesia khususnya Jawa Barat mempunyai sejarah yang panjang akan
permasalahan gerakan tanah. Dalam upaya mitigasi bahaya gerakan tanah di suatu wilayah salah
satunya memerlukan pengetahuan tentang karakter curah hujan pemicu longsoran. Mengingat
peristiwa gerakan tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi geologis, topografi, hidrologi, sifat
keteknikan material tanah/batuan dan karakter curah hujannya. Penelitian di daerah ini untuk
memprediksi dan menentukan pola karakter intensitas dan durasi pemicu terjadinya bahaya gerakan
tanah.
Berdasarkan data yang diperoleh di daerah Cikadu, Sukatani, menunjukkan bahwa tipe
longsoran yang terjadi yaitu luncuran dan rayapan. Longsoran ini terjadi pada endapan volkanik
muda (tufa pasiran) sebagai material yang meluncur, dengan campuran material lempung dari
Formasi Subang. Sebagai bidang gelincirnya terjadi pada zona transisi material tufa pasiran dan
lempung dengan kedalaman mulai -2 meter bagian atas dan -4,5 meter bagian bawah.
Lapisan tanah yang mengalami luncuran mempunyai nilai kohesi yang kecil dan sudut geser
yang besar. Analisis kestabilan lereng menerus menunjukkan bahwa tekanan air-pori sebesar 12,41
kPa, diperlukan untuk memicu terjadinya gerakan tanah. Tekanan air pori tersebut dapat dihasilkan
oleh curah hujan dengan intensitas sebesar 125 mm/jam dengan lama waktu 3 jam 10 menit. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar dalam penyusunan strategi mitigasi bencana gerakan
tanah khususnya permasalahan pola karakter curah hujan diwilayah ini, mengingat setiap lokasi
mempunyai ciri dan karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi geologi setempat.

Kata Kunci: Longsoran, curah hujan, infiltrasi, kuat geser, tekanan air-pori kritikal.

(Klas : E 005-2)
UNJUK KERJA FUNGSI HIDROLOGIS
DAERAH ALIRAN SUNGAI

Oleh:

Muhamad R.Djuwansah, Dadan Suherman, Tjiptasmara,


N. Karningsih, Tjetjep Mahdi dan Aep Sofyan

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Hidrograph beberapa sub DAS di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan beberapa lainnya di Propinsi
Jawa Barat dipelajari untuk melihat respon fluktuasi terhadap fluktuasi luah sebagai indikator kinerja
fungsi hidrologis DAS. Disamping faktor-faktor fisik faktor tutupan lahan memberikan pengaruh yang
besar pula. Faktor-faktor ini bekerja secara simultan. Untuk mengetahui tingkat dominasi setiap faktor
ini diperlukan analisis faktorial yang belum dapat dilaksanakan pada tahun ini karena masih
terbatasnya jumlah sample.
Dengan banyaknya faktor yang berpengaruh, maka penilaian tingkat keragaan fungsi hidro-
orologis DAS harus didahului dengan pengkelasan sub DAS yang dilakukan secara berjenjang
menurut kepentingan pengaruhnya terhadap fungsi hidrologis DAS sebagai berikut: (1) Klasifikasi
iklim, (2) Klasifikasi kesarangan permukaan DAS yang dapat direpresentasikan dengan sebaran
geologi atau tanah, (3) Faktor-faktor geometri DAS (Luas, kerapatan dan pola aliran, kemiringan
lereng dan relief), dan (4) Tutupan lahan. Nilai-nilai indeks fluktuasi luah sebagai indikator unjuk
kerja fungsi hidrologis hanya akan berlaku pada kondisi fisik yang sejenis. Setiap kelas sub DAS akan
memiliki kisaran besaran indeks fluktuasi tersendiri sebagai indikator unjuk kerja.

Kata Kunci: Fungsi hidrologis, DAS, tutupan-lahan, hydrograph, fluktuasi, luah, indikator.

(Klas : E 005-3)
“Ringkasan Hasil Penelitian “
PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
PROSES ENERGI

Oleh:
Praptisih

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-25045932

Abstrak

Penelitian sedimen laut dalam dilakukan di daerah Ajibarang dan sekitarnya pada sedimen
klastik Formasi Halang dan sedimen karbonat Formasi Tapak yang diduga mempunyai kaitan dengan
reservoir hidrokarbon. Hasil pengamatan detil pada penampang stratigrafi terukur yang dilakukan di
sungai Tajum menunjukkan bahwa Formasi Halang merupakan endapan turbidit yang didominasi oleh
Fasies C, D dan F dari model fasies Walker Mutti, 1973 dan diendapkan dalam Mid Fan pada
Submarine Fan. Anggota batugamping Formasi Tapak terdiri dari Fasies Planktonic Packstone dan
Fasies Algal Foraminiferal Packstone yang diendapkan pada lingkungan endapan laut dalam. Nilai
porositas dari Formasi Halang sebesar 6,12-27,79%, pada batugamping anggota Formasi Tapak
porositas berkisar antara 12,43-32,25%. Nilai porositas tertinggi adalah 32,25 % pada fasies
planktonic packstone yang merupakan anggota batugamping Formasi Tapak. Berdasarkan nilai
porositas yang didapat Formasi Halang dan batugamping Formasi Tapak merupakan merupakan
batuan yang baik untuk reservoir.
Penelitian detil endapan karbonat Formasi Wonosari telah dilakukan bagian Timur Pacitan
yang merupakan lanjutan dari daerah Wonosari sampai bagian Barat Pacitan (tahun 2003 dan 2004),
menunjukkan bahwa sebagian fasies pembentuk karbonat Formasi Wonosari masih menerus ke daerah
tersebut. Tiga fasies karbonat yang ditemukan di Timur Pacitan adalah (1) Fasies packstone yang
terbentuk pada lereng terumbu, (2) Fasies boundstone yang diendapkan dalam zona terumbu (mulai
reef front-reef crest) dan (3) Fasies algal foraminiferal packstone yang terbentuk pada lingkungan
belakang terumbu (backreef-shelf). Sebaran Formasi Wonosari di Timur Pacitan merupakan bagian
“Carbonate platform” yang tersebar dengan arah Barat-Timur dengan posisi cekungan berada diarah
utara dan terjadi pada Miosen Tengah-Miosen Atas. Sebaran, ketebalan dan karakter litologi Formasi
Wonosari mempunyai potensi yang baik untuk berfungsi sebagai reservoir hidrokarbon, namun
geologi regional daerah penelitian tidak menunjukkan terjadinya “hydrocarbon play” di daerah
tersebut.
Penelitian batuan induk dilakukan di daerah Banjarnegara pada betulempung dari Formasi
Totogan dan Formasi Rambatan yang bertujuan untuk memperoleh data permukaan meliputi
karakteristik litofasies dan potensi batuan induk. Hasil analisis TOC dan pyrolisis rock Eval dari 10
conto batulempung menunjukkan nilai HI sebesar 47-109mg HC/g TOC. Berdasarkan nilai parameter
evaluasi batuan induk HI (Waples, 1985), conto tersebut berada dalam fasies organik fasies D dan
CD, dan dapat menghasilkan gas dalam kuantitas kecil. Batuan induk di daerah penelitian berasal
dari material yang teroksidasi kuat dan seringkali merupakan material organik asal darat yang
terbawa melalui lingkungan oksidasi.
Kata kunci : Sedimen, laut, dalam, turbidit, porositas, karbonat, reseroir, batuan, induk, hidrokarbon.

(Klas : E 005-4)
(Klas : U 005-1)
STUDI POTENSI BATUAN INDUK
PADA SUB-CEKUNGAN BANYUMAS DAN SERAYU UTARA
DI DAERAH KARANGKOBAR DAN SEKITARNYA,
BANJARNEGARA

Oleh:

Praptisih, Kamtono, M. Safei Siregar,


Doko Trisuksmono dan Nandang Supriyatna

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Penelitian batuan induk dilakukan di daerah Banjarnegara pada batu lempung dari Formasi
Totogan dan Formasi Rambatan yang bertujuan untuk memperoleh data permukaan meliputi
karakteristik litofasies dan potensi batuan induk.
Hasil analisis TOC dan pyrolisis rock Eval dari 10 contoh batu lempung menunjukkan nilai HI
sebesar 47-109mg HC/g TOC. Berdasarkan nilai parameter evaluasi batuan induk HI (Waples, 1985),
contoh tersebut berada dalam fasies organik fasies D dan CD. Batuan induk tersebut dapat
menghasilkan gas dalam kuantitas kecil.
Lingkungan pengendapan menunjukkan batuan induk di daerah penelitian berasal dari
material yang teroksidasi kuat dan seringkali merupakan material organik asal darat yang terbawa
melalui lingkungan oksidasi.
Kata Kunci: Batuan, induk, batu lempung, gas, potensi, fasies.

(Klas : E 005-4)
STUDI ENDAPAN KARBONAT FORMASI WONOSARI
DI DAERAH PACITAN – PANGGUL
DAN KAITANNYA DENGAN RESERVOIR HIDROKARBON
DI JAWA SELATAN

Oleh :

M. Safei Siregar, Praptisih, M. Ma’ruf Mukti,


Djoko Trisuksmono dan Nandang Supriatna.

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Perangkap hidrokarbon dari jenis batuan karbonat banyak ditemukan di Indonesia. Sebagai
reservoir, batuan ini terdapat jauh dibawah permukaan bumi (ribuan meter) yang menyebabkan
terbatasnya studi yang bisa dilakukan.
Salah satu endapan karbonat yang tersingkap luas dipermukaan adalah Formasi Wonosari.
Penelitian detil telah dilakukan pada sebagian dari sebaran batuan di daerah Wonosari sampai
bagian Barat Pacitan (tahun 2003 dan 2004).
Kelanjutan penelitian ini di bagian Timur Pacitan menunjukkan bahwa sebagian fasies
pembentuk karbonat Formasi Wonosari masih menerus ke daerah tersebut. Tiga fasies karbonat yang
ditemukan di Timur Pacitan adalah (1) Fasies packstone yang terbentuk pada lereng terumbu, (2)
Fasies boundstone yang diendapkan dalam zona terumbu (mulai reef front-reef crest) dan (3) Fasies
algal foraminiferal packstone yang terbentuk pada lingkungan belakang terumbu (backreef-shelf).
Sebaran Formasi Wonosari di Timur Pacitan merupakan bagian “Carbonate platform” yang
tersebar dengan arah Barat-Timur dengan posisi cekungan berada diarah utara. Sedimentasi terjadi
pada Miosen Tengah-Miosen Atas.
Sebaran, ketebalan dan karakter litologi Formasi Wonosari mempunyai potensi yang baik
untuk berfungsi sebagai reservoir hidrokarbon, namun geologi regional daerah penelitian tidak
menunjukkan terjadinya “hydrocarbon play” di daerah tersebut.

Kata kunci: Batuan, karbonat, fasies, flatform, reservoir, hidrokarbon.

(Klas : E 005-4)
PERUBAHAN IKLIM DAN KEGIATAN TEKTONIK
PADA PEMBENTUKAN PULAU-PULAU KECIL TERUMBU KARANG DI
JALUR BUSUR LUAR NON VOLKANIK:
Pengembangan data proksi dan implikasi iklim pada Neraca Hidrologi
serta Kerawanan Bencana Geologi Pulau Semau

Oleh:

W. S. Hantoro, E. M. Arsadi,
Suyatno dan E. Kosasih

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Indonesia terletak di kawasan dimana berlangsung beberapa gejala alam seperti iklim maupun
geologi yang memberi pengaruh kuat pada proses pembentukan pulau-pulau kecil sepanjang jalur
busur luar non volkanik.
Timor, Rote dan Semau terbentuk dari keratan batuan bancuh hasil proses desakan lempeng
Australia ke arah utara yang menabrak kerak benua. Keratan ini terungkit melenting oleh gejala
apungan lempeng, mengangkat batuan terumbu karang yang dahulu berkembang menumpang tidak
selaras di atas kompleks keratan batuan tersebut atau di atas terobosan lumpur Bobonaro.
Pengangkatan ini tidak menghasilkan undak teras yang sempurna bentuknya, disebabkan terumbu
karang menumpang di atas dasar keratan tektonik atau leelran lumpur sehingga tidak dapat membentuk
rataan datar luas. Kondisi geologi ini yang mengontrol resim geohidrologi, disamping iklim, sehingga
neraca air tawar di kawasan ini sulit diketahui dibagian mana pada siklusnya dapat diperoleh kualitas
terbaik sebagai air rumah tangga.
Pulau-pulau tersebut terletak di perairan yang ditandai oleh variasi kuat tahunan suhu muka
laut serta merupakan salah satu kawasan perlintasan arus global (Arlindo) dari Selat Makassar melalui
Laut Sawu menuju Samudra Hindia.Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah dan sejauh
mana sesungguhnya peran pulau-pulau ini merekam gejala ekstrem alam dimasa lalu ─ seperti gejala
iklim maupun tektonik ─ pada beberapa jenis material yang dianggap memadai sebagai sumber
informasi atau data proksi. Sejumlah contoh koral masif dari jenis Diploastrea heliopora dan Porites sp.
terbukti cukup peka merekam gejala perubahan kondisi perairan di masa lalu, yaitu gejala ENSO yang
berpengaruh pada kondisi lingkungan. Contoh kayu (Tamarindus indicus dan jati/teac) yang diperoleh
dari pulau ini akan dianalisis variasi kandungan isotop stabilnya, untuk kemudian memperbanyak
peluang memperoleh sumber data proksi hingga mencapai kurun waktu lebih jauh (Holosen). Kondisi
karstik pulau ini memberi peluang eksplorasi speleothem yang berpotensi pula dikemudian hari sebagai
sumber data "proxy" gejala alam dimasa lalu.
Rendahnya curah hujan dan kondisi geohidrologi pulau-pulaumenyebabkan neraca negatif air
tawar di beberapa tempat di kawasan ini. Penataan ruang dan pengembangan kawasan di pulau-pulau
ini memerlukan dukungan data potensi berikut model pada pengelolaan air tawar yang yang tepat
disamping memperhitungkan potensi kerawanan bencana (gempa bumi dan longsor). Sebagai model,
dipilih pulau Semau bagian selatan yang dianggap dapat mewakili tiga pulau busur luar yang bersisian
dengan laut Sawu.

Kata kunci: Kejadian ekstrem, sumberdaya alam, pulau kecil.

(Klas : H 005-1)
DEFORMASI KERAK BUMI
SEGMEN-SEGMEN SESAR DAERAH BUSUR SUNDA:
Aplikasi Pada Mitigasi Bencana Geologi

Oleh:

Eddy Z. Gaffar, M. Ruslan, Suwiyanto, Djedi S. Widarto,


Dase Ruswandi, Yayat Sudrajat dan Pipih Ashari

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Indonesia bagian Barat dikenal dengan fenomena tektonika yang cukup menarik dimana
penunjaman yang terjadi memanjang dari bagian Barat Sumatra hingga Selatan Jawa. Peristiwa
gempa bumi yang berkekuatan 5,1 pada skala Richter terjadi pada tahun 2001 yang mengakibatkan
kerusakan pada bangunan dan rumah tinggal di daerah Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu
rangkaian peristiwa yang berkaitan dengan tektonika Sumatra dan Jawa.
Lokasi penelitian dilakukan pada sebagian zona sesar Cimandiri, sungai Cicareuh dan Cicatih,
penelitian terinci daerah sesar Cimandiri muara sungai Citarik yang merupakan bukti tektonik yang
paling muda dan interpretasi foto udara daerah Pelabuhan Ratu sampai Padalarang.
Interpretasi Foto Udara digunakan untuk penentuan kelurusan zona sesar Cimandiri. Sesar
Cimandiri dapat dibagi menjadi beberapa segmen mulai dari Pelabuhan Ratu sampai Padalarang.
Segmen-segmen sesar Cimandiri tersebut adalah segmen sesar Cimandiri Pelabuhan Ratu-Citarik,
Citari-Cadasmalang, Ciceureum-Cirampo, Ciramp-Pangleseran, Pangleseran-Cibeber, dan beberapa
segmen Cibeber sampai Padalarang serta segmen Padalarang-Tangkuban Perahu yang dapat diamati
sebagai lembah sungai yang berarah hampir timur-barat dan membelok kearah timur laut mulai dari
Cibeber kearah timur.
Analisa struktur geologi memperlihatkan bahwa ada beberapa gaya kompresi yang ada yaitu
gaya kompresi berarah U312°T, U28°T dan U72°T.
Disamping itu sesar yang berarah barat-timur ini dipotong oleh sesar yang berarah timur lau-
barat daya. Sesar yang berarah timur laut-barat daya tersebut merupakan lajur sesar yang berumur
relatif lebih muda dari sesar utama Cimandiri. Diantara lajur sesar yang berarah timur laut-barat
daya adalah lajur sesar Citarik yang kemungkinan menerus sampai ke wilayah Bogor dan Jakarta dan
lajur sesar Cibadak melalui lokasi daerah longsor Warungkiara menerus sampai kota Cibadak dan
desa Nagrak yang pernah dilanda gempa pada tahun 2002. Apabila terjadi gempabumi pada lajur
sesar ini akan merusak daerah yang labil tersebut.
Sesar Lembang yang berarah barat-timur masih belum bisa terjawab apakah sebagai sesar
normal, sesar geser ataukah sesar naik, walaupun dari kenampakan pola aliran sungai dan morfologi
terlihat sebagai sesar geser namun geseran sungainya tidak konsisten. Perlu data lain seperti sejarah
pengendapan batuan, sejarah sungai dan tektoniknya.
Kata kunci: Sesar Cimandiri; .Foto Udara; Kelurusan sesar; analisa struktur; gaya kompresi; Longsor.

(Klas : I 005-1)
TSUNAMI VOLKANIK KRAKATAU:
Studi kronologi dan upaya mitigasi di Selat Sunda

Oleh:
1 2 3
Wahyoe S. Hantoro , Hamzah Latief , Susilohadi ,
1 2 4
Ii Sumantri , Aditya dan Airlangga A.Y.

1
Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI, Bandung
2
Geogisika Meteorologi- ITB
3
Puslitbang Geologi Kelautan, Bandung
4
Biologi-ITB

Abstrak

Wilayah pesisir yang membatasi sisi timur Selat Sunda merupakan kawasan yang sangat cepat
perkembangannya. Kawasan ini merupakan bagian dari Propinsi Banten, di bagian utara daerah ini
berupa kawasan industri dan pelabuhan (Merak dan Cilegon) kemudian ke arah selatan sebagai
daerah pemukiman (Anyer) dan kawasan wisata (Anyer-Carita) diseling kawasan budidaya dan
berakhir di Ujung Kulon sebagai kawasan konservasi. Kawasan ini berhadapan langsung dengan
sumber bencana, letusam maupun gelombang tsunami Krakatau.
Berdasar laporan terdahulu dan pemodelan tinggi gelombang tsunami, beberapa ruas kawasan
pesisir daerah ini mengalami sapuan tsunami yang menjangkau hingga 41km ke arah pedalaman dari
gelombang berketinggian dari 10-30m sebelum tertahan oleh perbukitan volkanik. Rapatnya
pepohonan di pesisir landai di kawasan konservasi Ujung Kulon dan P. Panaitan dapat mengurangi
jangkauan sapuan gelombang masuk ke pedalaman, sementara jangkauan jauh ke pedalaman tercapai
pada kawasan persawahan dan desa di ruas antara Labuhan dan Tanjung Lesung.
Kata kunci : Tsunami, volkanik, mitigasi.

(Klas : I 005-1)
DINAMIKA KERAKBUMI WILAYAH TEKTONIK AKTIF

Oleh:

Bambang W. Suwargadi, Danny H. Natawidjaja, Haryadi Permana,


Dudi Prayudi dan Dedi Rahayu

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Kegiatan penelitian kerakbumi di kawasan Mentawai pada TA 2005 berupa pemasangan


peralatan GPS baik yang konvensional maupun yang kontinyu yang berlokasi di kepulauan Mentawai.
Peralatan GPS yang sudah terpasang sebanyak 2004 dimana datanya masih diolah di Caltech,
Amerika.
Pergerakan kerakbumi di kawasan telitian telah dicatat melalui perlatan GPS sebelum dan
sesudah gempabumi besar. Pergerakan kerakbumi sebelum peristiwa gempa secara konsisten paralel
arahnya dengan pola pergerakan lempeng yaitu relatif ke arah timurlaut-utara. Gempabumi baik Aceh
maupun Nias telah mengakibatkan pergerakan lempeng relatif menjauhi sumbergempa dan diikuti
penurunan daratan. Heterogenitas karakter lempeng secara lateral diwakili oleh heterogenitas respon
pergerakan deformasi kerak yang terlibat dalam penunjaman lempeng tersebut.
Perapatan jaringan GPS dan pemantauan secara kontinyu pengukuran GPS diharapkan dapat
memahami perilaku pergerakan kerak akibat penunjaman aktif yang pada akhirnya dapat
dimanfaatkan bagi kepentingan mitigasi bencanan geologi di kawasan telitian.

Kata Kunci: GPS; gempabumi; kerakbumi; pergerakan kerakbumi; deformasi

(Klas : I 005-1)
“Ringkasan Hasil Penelitian “
PENGELOLAAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

Oleh:
Achmad Subardja,

Pusat Penelitian Geoteknolog-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-250365, Fax 022-2504593

Abstrak

Penataan ruang suatu kawasan, seperti halnya pemanfaatan sumberdaya alam, harus mengacu
kepada keseimbangan lingkungan, sehingga ada kesinambungan antara nilai ekonomis, nilai manfaat,
dan tatanan sosial, yang berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat yang sinergis dengan
keseimbangan ekosistem yang berkelanjutan.
Ekploitasi sumberdaya alam yang tidak terencana dengan baik, telah menyebabkan kerusakan
lingkungan yang tercermin dengan terjadinya degradasi lahan dan air, yang mengakibatkan
menurunnya daya dukung lahan diatas untuk kegiatan mahluk hidup, khususnya manusia. Menurunnya
kualitas kesuburan tanah serta tingkat kesaman air dan kandungan logam berat di lahan bekas
penambangan timah di Bangka, adalah merupakan suatu bukti. Demikian juga halnya dengan
perubahan tataguna lahan yang tidak memperhatikan karakteristik lingkungannya, telah memberikan
dampak negatif yang signifikan. Perubahan tatanan daerah konservasi di hulu serta perubahan fungsi
lahan gambut di daerah Palangkaraya, menyebabkan fluktuasi air pada lahan gambut, telah
menyebabkan adanya perubahan sifat gambutnya sendiri disamping adanya perubahan tatanan
hidrologi dan penurunan kualitas airnya.
Dearah pesisir, yang merupakan muara dari aliran sungai, mempunyai kecenderungan
permasalahan dengan kualitas air. Studi hidrokimia di daerah Karanganyar, Jawa Tengah,
mengindentifikasikan adanya pencemaran sungai sepanjang alirannya, akan terakumulasi limbah-
limbah di daerah pesisir dimana sungai itu bermuara, ditambah juga dengan adanya pengaruh intrusi
air laut yang menyebabkan terjadinya zona-zona antara air tawar sampai air asin. Sedangkan di
daerah Pulau Kecil, dimana luas “cathment areanya” sangat terbatas, permasalahan kebutuhan air
bersih selalu muncul. Kebutuhan air bersih dengan “recharge” secara alami tidak seimbang. Seperti
halnya di pulau Karimunjawa, perhitungan cadangan air tawar perlu diperhitungkan dengan teliti,
agar bisa memperhitungkan sejauhmana dengan kondisi ini mampu memfasilitasi kebutuhan manusia
dengan segala aktifitasnya.

Kata Kunci : Sumberdaya alam, karakteristik lingkungan, degradasi lahan, tataguna lahan, konservasi, cathment area,
recharge

(Klas : I 005-2)
“Ringkasan Hasil Penelitian “
PENGELOLAAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM (I005-2)

Oleh:

Achmad Subardja,

Pusat Penelitian Geoteknolog-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-250365, Fax 022-2504593

Abstrak

Penataan ruang suatu kawasan, seperti halnya pemanfaatan sumberdaya alam, harus mengacu
kepada keseimbangan lingkungan, sehingga ada kesinambungan antara nilai ekonomis, nilai manfaat,
dan tatanan sosial, yang berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat yang sinergis dengan
keseimbangan ekosistem yang berkelanjutan.
Ekploitasi sumberdaya alam yang tidak terencana dengan baik, telah menyebabkan kerusakan
lingkungan yang tercermin dengan terjadinya degradasi lahan dan air, yang mengakibatkan
menurunnya daya dukung lahan diatas untuk kegiatan mahluk hidup, khususnya manusia. Menurunnya
kualitas kesuburan tanah serta tingkat kesaman air dan kandungan logam berat di lahan bekas
penambangan timah di Bangka, adalah merupakan suatu bukti. Demikian juga halnya dengan
perubahan tataguna lahan yang tidak memperhatikan karakteristik lingkungannya, telah memberikan
dampak negatif yang signifikan. Perubahan tatanan daerah konservasi di hulu serta perubahan fungsi
lahan gambut di daerah Palangkaraya, menyebabkan fluktuasi air pada lahan gambut, telah
menyebabkan adanya perubahan sifat gambutnya sendiri disamping adanya perubahan tatanan
hidrologi dan penurunan kualitas airnya.
Dearah pesisir, yang merupakan muara dari aliran sungai, mempunyai kecenderungan
permasalahan dengan kualitas air. Studi hidrokimia di daerah Karanganyar, Jawa Tengah,
mengindentifikasikan adanya pencemaran sungai sepanjang alirannya, akan terakumulasi limbah-
limbah di daerah pesisir dimana sungai itu bermuara, ditambah juga dengan adanya pengaruh intrusi
air laut yang menyebabkan terjadinya zona-zona antara air tawar sampai air asin. Sedangkan di
daerah Pulau Kecil, dimana luas “cathment areanya” sangat terbatas, permasalahan kebutuhan air
bersih selalu muncul. Kebutuhan air bersih dengan “recharge” secara alami tidak seimbang. Seperti
halnya di pulau Karimunjawa, perhitungan cadangan air tawar perlu diperhitungkan dengan teliti,
agar bisa memperhitungkan sejauhmana dengan kondisi ini mampu memfasilitasi kebutuhan manusia
dengan segala aktifitasnya.

Kata Kunci : Sumberdaya alam, karakteristik lingkungan, degradasi lahan, tataguna lahan, konservasi, cathment area,
recharge

(Klas : I 005-2)
PEMANFAATAN LAHAN PASKA
PENAMBANGAN TIMAH DI PULAU BANGKA

Oleh:

*Achmad Subardja, *Anggoro Tri Mursito


**Arianto BS., Nining Karningsih dan FX. Sukaca

* Pusat Penelitian Geoteknolog-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-250365, Fax 022-2504593

** Pusat Penelitian Limnologi- LIPI


Jl. Raya Bogor Km.46, Cibinong, PO. Box. 422, Bogor 16916
Telp. 021-8757071, Fax. 021-8757076

A.2. ALTERNATIF PENGOLAHAN PASIF AIR LIMBAH PENAMBANGAN


TIMAH DI PULAU BANGKA

Abstrak
Degradasi kulaitas air adalah fenomena yang menjadi permasalahan pada kolong air, dimana
secara kuantitas cukup bermanfaat bagi masyarakat Bangka, terutama sebagai cadangan kebutuhan
air dimusim kemarau, namun secara kualitas ternyata tidak layak untuk katagori air bersih biola
dilihat dari tingkat keasaman yang tinggi dan adanya kandungan logam berat. Keberadaan kolong-
kolong air di Pulau Bangka sebagai sisa penambangan timah merupakan permasalahan yang
menarik sebagai sumber daya air. Kualitas air yang tidak memenuhi standar baku perairan umum
merupakan permasalahan utama dalam pemanfaatannya. Hasil monitoring pada beberapa kolong
air menunjukkan pH air dan konsentrasi Fe cukup signifikan, terutama pada kolong-kolong dimana
operasi penambangan sedang berjalan. Pengolahan pasif (passive treatment) dinilai cukup efektif
dalam usaha perbaikan kualitas air karena tidak memerlukan berbagai macam peralatan maupun
kemikalia hanya memerlukan monitoring dan perawatan. Dimana dalam proses “passive treatment”
atau pengolahan pasif diupayakan pengolahan air asam tambang dengan memanfaatkan proses-
proses biologi, geokimia dan gravitasi.

Kata Kunci: Degradasi kualitas, kolong air, logam berat, keasaman air, passive treatment, proses biologi,
geokimia, gravitasi

(Klas : I 005-2)
STUDI HIDROKIMIA AIRTANAH DANGKAL
DAERAH PADURAN PALANGKARAYA,
KALIMANTAN TENGAH

Oleh:
Nyoman Sumawidjaja, Hendra Bakti, Karit Lumban Gaol,
Dady Suknayadi dan Sunardi

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Sari
Air tanah merupakan sumber pemenuhan kebutuhan air rumahtangga masyarakat transmigran di
daerah Paduran. Air tanah diambil dari airtanah dangkal pada lapisan pasir pada kedalaman antara
12-24 meter. Untuk mengetahui sebaran lapisan akifer dan gambaran umum kimia air tanah dangkal
telah dilakukan pengukuran geofisika tahanan jenis pada 6 lintasan dengan jumlah titik ukur
sebanyak 33 titik. Dua sumur (kedalaman 24 meter dan 26 meter) dibuat untuk mengetahui lapisan
batuan bawah permukaan dan mendapatkan conto air yang mewakili keadaan aslinya di lapangan.
Untuk mendapatkan gambaran karakteristik kimia airtanah secara umum telah dilakukan pengukuran
dilapangan terhadap pH, daya hantar listrik dan temperatur pada sejumlah sumur-sumur penduduk
dan untuk mengetahui kandungan ion-ion terlarut dalam air telah diambil 21 conto air untuk
dianalisa di laboratorium.
Berdasarkan data nilai tahanan jenis dan litologi dari dua sumur bor dangkal dapat diketahui
bahwa lapisan yang mengandung airtanah tawar sampai payau berada pada kedalaman antara 8
meter sampai <50 meter. Pada kedalaman >50 meter, hampir di semua lokasi pengukuran dijumpai
airtanah dengan tahanan jenis <10 Ohm-m; kecuali daerah Paduran III, yang diinterpretasikan
sebagai air asin. Terjadi gradiasi ketebalan airtanah ’tawar’; makin jauh dari sungai Sebangau,
ketebalan airtanah tawar makin besar. Dari data daya hantar listrik air tanah yang diukur pada
sejumlah sumur penduduk dapat terlihat bahwa salinitas airtanah dangkal di daerah ini termasuk
tinggi, terutama pada sumur-sumur yang dekat sungai Sebangau dan makin kecil kearah yang makin
jauh dari S. Sebangau. Berdasarkan peta pola penyebaran daya hantar listrik (DHL) dapat diduga
bahwa kanal yang dibuat di Paduran I ternyata berfungsi juga untuk mengimbuh airtawar kedalam
airtanah dangkal (terjadi proses pengenceran). Dari data hasil analisa kimia conto air (21conto)
terdapat sejumlah unsur yang terkandung dalam air melampaui ambang batas seperti besi (Fe) dan
chlorida (Cl). Berdasarkan kandungan besinya, airtanah dangkal di daerah Paduran tidak layak
digunakan secara langsung untuk kebutuhan air rumahtangga, perlu dilakukan pengolahan untuk
menurunkan kandungan besinya. Selain besi dan klorida, ion lain yang kandungannya melampaui
ambang batas adalah Na. Sedangkan penggunaan untuk air irigasi, berdasarkan nilai SARnya,
airtanah dangkal di Paduran termasuk air dengan resiko rendah sampai sedang.

Kata kunci: Hidrologi, air tanah, geofisika, tahanan jenis, salinitas, intrusi, air asin.

(Klas : I 005-2)
AIRTANAH BEBAS DAERAH PESISIR, STUDI KASUS
DAERAH PURING, KARANGANYAR SELATAN,
JAWA TENGAH

Oleh:

I. Hadi S , Rizka Maria, Hendra Bakti.,


D. Sukmayadi dan Sari. Asmanah

Pusat Penelitian Geoteknologi- LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Studi geomorfologi detail, meliputi analisa citra Landsat, peta topografi dan pemodelan
permukaan padat menunjukkan bahwa lokasi studi yang terletak di daerah Puring dapat dibagi
menjadi Dataran pantai dan dataran fluvio-marine, dengan batas Sungai Rama yang mengalir
sepanjang tahun. Analisa kimia parameter ion utama sejumlah contoh air menunjukkan bahwa air
tanah bebas di daerah ini memiliki waktu tinggal yang cukup untuk terjadi aliran laminer secara
perlahan dan proses keseimbangan ion-ion utama. Perhitungan imbuhan yang dilakukan dengan
menggunakan metoda keseimbangan khlorida menunjukkan bahwa imbuhan di daerah ini dapat
mencapai 43 % dari curah hujan tahunan. . Untuk mengetahui cadangan air tanah di daerah ini
tentunya perlu dihitung volume akuifer yang dapat menampung jumlah imbuhan tersebut.

Kata Kunci : Dataran pantai, aluvial, fluvio-marine, airtanah bebas, imbuhan, akifer, cadangan air.

(Klas : I 005-2)
STUDI SUMBER DAYA AIR PULAU KARIMUNJAWA

Oleh:

I. Hadi S., Rizka Maria, Priyo Hartanto,


D. Sukmayadi dan A. Sodik

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Hasil studi mata air yang terdapat di Pulau Karimunjawa menunjukkan bahwa debit yang
dimiliki memiliki fluktuasi yang cukup tinggi dan tergantung oleh musim. Studi pada tahun ini lebih
ditekankan pada permasalahan cadangan air tawar, karakteristik air tanah zona rekahan dan
alternatif pemanfaatan air tawar yang terletak di sekitar Pulau Karimunjawa. Studi dilakukan
dengan pendekatan metodologi meliputi studi pustaka, kegiatan lapangan, kegiatan laboratorium
dan studio. Analisa kimia parameter ion utama sejumlah contoh air menunjukkan bahwa air tanah
bebas di daerah ini memiliki waktu tinggal yang tak cukup untuk terjadi proses keseimbangan ion-
ion utama. Hal ini terlihat dari tingginya fluktuasi debit mata air antara musim kemarau dan musim
hujan. Perhitungan imbuhan yang dilakukan dengan menggunakan metoda keseimbangan khlorida
menunjukkan bahwa imbuhan di daerah ini dapat mencapai 45% dari curah hujan tahunan.
Demikian juga dengan degradasi kualitas air teramati dengan meningkatnya jumlah wisatawan ke
pulau ini telah menyebabkan terjadinya perubahan yang mencolok dari kualitas air di kota
Karimunjawa hanya dalam kurun waktu satu tahun.

Kata Kunci: Fluktuasi debit, cadangan air, zona rekahan, airtanah bebas, imbuhan, waktu tinggal, degradasi kualitas.

(Klas : I 005-2)
“Ringkasan Hasil Penelitian”

PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI


MATERIAL LOGAM

Oleh:

Iskandar Zulkarnain

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Penelitian genesa dan potensi emas dan logam dasar terdiri dari dua kegiatan yakni: (i)
Karakter Geokimia Batuan Volkanik Pembawa Mineralisasi di Sayap Barat Pegunungan Bukit
Barisan dan (ii) Model Mineralisasi Emas Sistem Hidrothermal di Jawa Barat Selatan. Penelitian
pertama direncanakan untuk 4 tahun dan dimulai pada tahun 2003, sedangkan penelitian kedua baru
dimulai pada tahun 2004.

Karakter Geokimia Batuan Volkanik Pembawa Mineralisasi di Sayap Barat Pegunungan Bukit
Barisan.
Pada tahun 2005, penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Madina (Mandailing Natal)
yang secara administratif termasuk ke dalam Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini merupakan
lanjutan dari penelitian 2 tahun sebelumnya yang pada tahun 2003 dilaksanakan di daerah
Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, sedangkan pada tahun 2004 dilakukan di daerah Bengkulu dan
Lampung. Penelitian tahun 2005 dilakukan di daerah Kabupaten Madina yang meliputi daerah
Panyabungan, Kotanopan, Muarasipongi dan sekitarnya. Satu lokasi lagi dilakukan di daerah
Lundar-Panti, Kabupaten Pasaman, Propinsi Sumatera Barat untuk melengkapi data sebelumnya.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh kenyataan bahwa Indonesia memiliki potensi endapan mineral
logam yang signifikan. Potensi ini ditunjukkan oleh panjang total busur volkanik-plutonik yang
membujur di Indonesia yang mencapai 9.000 Km, dan 80% segmennya diketahui mengandung
endapan-endapan mineral (Carlile dan Mitchell, 1994). Hal ini mencerminkan bahwa Indonesia
dapat mengandalkan sektor pertambangan sebagai salah satu sumber devisanya. Sektor
pertambangan ini menjadi semakin penting ketika terbukti bahwa sektor ini tidak terpengaruh oleh
krisis ekonomi yang melanda sejak pertengahan tahun 1997. Sementara itu, produksi emas dari
tambang-tambang emas yang aktif, masih terus berlangsung, namun penemuan cadangan baru
semakin jarang dan langka. Gejala ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga sudah menjadi
kecenderungan dunia. Sebaliknya, biaya eksplorasi semakin meningkat tajam hingga mencapai 3
kali lipat dalam 20 tahun terakhir. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu konsep eksplorasi
mineralisasi emas dan logam dasar dengan pendekatan-pendekatan yang frontier, namun memiliki
peluang yang lebih besar untuk menemukan cadangan-cadangan mineral logam yang baru. Salah
satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah pendekatan geokimia dimana diasumsikan bahwa
batuan volkanik yang berasal dari magma yang membawa mineralisasi haruslah memiliki karakter
geokimia yang berbeda dari batuan volkanik yang berasal dari magma yang barren. Dengan
demikian, maka dapat dikatakan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu
konsep eksplorasi mineralisasi emas dan logam dasar berdasarkan karakter geokimia batuan
volkanik yang bisa membedakan antara batuan volkanik yang membawa mineralisasi dengan yang
tidak (barren).
Penelitian pada tahun 2003 dilakukan di daerah Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, dengan
mengoleksi batuan-batuan volkanik yang berasosiasi dengan mineralisasi emas dan batuan volkanik
yang barren (lihat Laporan Penelitian: Genesa dan Potensi Emas dan Logam Dasar di Sayap Barat
Bukit Barisan, Sumatera Barat, 2003, Puslit Geoteknologi LIPI). Hasil penelitian tersebut
menghasilkan kesimpulan bahwa batuan-batuan volkanik yang membawa mineralisasi emas di
kawasan ini dicirikan oleh adanya “pemiskinan” (depletion) dari unsur-unsur Heavy Rare Earth
Elements (HREE) mulai dari unsur Eu hingga ke Lu. Gejala pemiskinan ini disimpulkan pada
distribusi konsentrasi unsur-unsur tersebut sepanjang garis bernilai 10 pada rasio rock/chondrite.
Dengan kata lain, unsur LREE (Light Rare Earth Elements), mulai dari La hingga Sm pada sampel
batuan volkanik menunjukkan konsentrasi lebih besar dari 10 kali konsentrasinya di dalam
chondrite. Sedangkan dari unsur Eu hingga Lu, konsentrasi unsur tersebut di dalam sampel sama
dengan atau jauh lebih kecil dari 10 kali kandungannya di dalam chondrite. Sedangkan sampel
batuan volkanik yang tidak membawa mineralisasi emas dan logam dasar tidak menunjukkan adanya
pola pemiskinan unsur-unsur HREE di bawah rasio 10. Dengan kata lain, konsentrasi semua unsur-
unsur REE pada sampel yang dianalisis semuanya menunjukkan konsentrasi lebih besar dari 10 kali
konsentrasinya di dalam chondrite
Sementara itu, hasil penelitian di daerah Bengkulu menunjukkan pola yang selaras dengan
apa yang ditemukan pada sampel di daerah Pasaman. Terdapat 3 sampel yang menunjukkan adanya
pola pemiskinan mulai dari unsur Eu hingga Lu, walaupun kuantitas pemiskinan tersebut tidaklah
sama. Sampel UK-01B (dari Ulu Ketenong), LT-01A (dikoleksi dari Lebong Tandai dan TS-03
(dikoleksi di daerah Air Putih, Tambang Sawah), ketiganya menunjukkan pola pemiskinan akan
HREE. Sedangkan sisa sampel lainnya, kalaupun menunjukkan adanya pola pemiskinan yang tidak
signifikan, tetapi pola itu tidak dimulai dengan unsur Eu tetapi Tb (lihat Laporan Penelitian berjudul
Genesa dan Potensi Mineralisasi Emas dan Logam dasar di Sayap Barat Pegunungan Bukit
Barisan: Kasus daerah Kabupaten Rejang-Lebong dan Sekitarnya, Propinsi Bengkulu). Dua dari 3
sampel tersebut, yakni sampel UK-01B dan LT-01A dikoleksi dari daerah yang termineralisasi
dimana daerah Ulu Ketenong adalah daerah penambangan para PETI (penambang tanpa ijin),
sedangkan Lebong Tandai adalah daerah tambang sewaktu zaman Belanda. Jadi, sampel yang
dikoleksi dari daerah tersebut diyakini ada yang berhubungan dengan batuan pembawa mineralisasi
dan ada yang tidak, mengingat di setiap kawasan yang termineralisasi selalu terdapat lebih dari satu
aktivitas volkanik. Dan kedua sampel diatas diinterpretasikan sebagai batuan volkanik pembawa
mineralisasi.
Sampel batuan yang dikoleksi dari daerah Lampung, tidak ada yang berasal dari daerah
pertambangan, tetapi semuanya dikoleksi dari Formasi Hulusimpang yang tersingkap di lapangan.
Formasi ini sering dianggap sebagai kumpulan batuan volkanik yang berasosiasi dengan
mineralisasi. Namun, pada singkapan tersebut ada yang menunjukkan gejala mineralisasi dengan
kehadiran sejumlah mineral sulfida di dalamnya dan banyak juga yang secara megaskopis
digolongkan sebagai batuan volkanik yang tidak termineralisasi (lihat Laporan Penelitian tahun 2004
berjudul Genesa dan Potensi Mineralisasi Emas di Sepanjang Sayap Barat Pegunungan Bukit
Barisan: Kasus daerah Kota Agung dan Sekitarnya, Lampung Selatan). Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya dua sampel batuan volkanik yang menunjukkan pola pemiskinan seperti yang
dijumpai pada daerah Pasaman dan Bengkulu, yaitu sampel LP13D/WKR (granit Tersier) dan
sampel LP-06/GR (Formasi Hulusimpang). Sedangkan sisa sampel lainnya tidak menunjukkan pola
pemiskinan tersebut, dan kalaupun ada pola pemiskinan yang tidak signifikan yang terlihat, namun
tidak diawali dari unsur Eu.
Walaupun telah diperoleh adanya pola depletion pada batuan volkanik pembawa mineralisasi
yang membedakan batuan ini dari batuan yang barren, namun pola tersebut tidak identik dari satu
kawasan ke kawasan lain. Dengan kata lain, pola depletion yang ditunjukkan oleh batuan dari daerah
Kabupaten Pasaman ternyata tidak identik dengan pola batuan volkanik dari daerah Bengkulu,
maupun Lampung. Demikian juga dengan kandungan Y dari batuan tersebut, karena masih ada
batuan yang tidak menunjukkan pola depletion tetapi memiliki konsentrasi Y lebih kecil dari 20
ppm, tetapi tidak sebaliknya. Karena itu pola depletion dan variabel Y tersebut sepertinya masih
belum unik untuk karakter geokimia batuan pembawa mineralisasi.
Berangkat dari hasil diatas, maka perlu ditemukan variabel lainnya yang dapat memberikan karakter
yang unik untuk membedakan batuan volkanik pembawa mineralisasi dengan yang barren. Untuk
itu dipilih parameter isotop Pb karena variabel ini diketahui cukup unik untuk suatu kondisi
lingkungan pembentukan batuan. Dengan karakternya yang spesifik tersebut, diharapkan batuan
pembawa mineralisasi akan memperlihatkan karakter yang unik pada isotop Pb nya dan berbeda dari
batuan volkanik yang barren.
Pada tahun 2005 ini, karakter geokimia yang sudah diperoleh kemudian diujicobakan pada
batuan volkanik yang dikoleksi dari daerah Kabupaten Madina (Mandailing-Natal), disamping
dilakukan pengukuran isotop Pb dari batuan pembawa mineralisasi dan yang barren. Salah satu
alasan untuk memilih lokasi ini adalah karena keberadaan emas letakan (placer) di sungai Batang
Natal telah dilaporkan sejak zaman Belanda, namun hingga saat ini belum diketahui dimana sumber
asalnya. Hingga hari ini, masyarakat setempat masih melakukan penambangan emas placer tersebut,
di beberapa lokasi di sungai Batang Natal.
Hasil analisis batuan volkanik daerah Kabupaten Madina dengan konsep ini, menunjukkan
bahwa batuan volkanik yang berpotensi sebagai pembawa mineralisasi emas di kawasan tersebut
adalah batuan yang diwakili oleh sampel KNP-7A, yakni batuan basalt. Batuan ini agak berbeda dari
batuan lainnya di daerah ini, karena ia tidak saja menunjukkan pola depletion pada HREE nya, tetapi
juga pada LREE nya. Dengan kata lain, rasio konsentrasi REE sampel ini terhadap chondrite hampir
sama sehingga memberikan pola yang mendatar (flat). Belum diketahui peristiwa apa yang
bertanggungjawab terhadap pola REE batuan ini.
Isotop Pb digunakan untuk mencoba mencari “fingerprint” yang ditinggalkan unsur-unsur
logam di dalam magma, sebelum unsur-unsur tersebut keluar dari magma untuk masuk kedalam
sistem hidrothermal. Namun hasil analisis isotop Pb tersebut pada batuan volkanik yang
diklasifikasikan sebagai pembawa mineralisasi, memberikan nilai yang sama dengan batuan
volkanik yang barren. Ini berarti bahwa isotop Pb pada suatu batuan volkanik hanya akan
berkorelasi dengan isotop Pb pada mineral sulfida yang berasal dari sumber magma yang sama.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa isotop Pb tidak dapat digunakan untuk melokalisir
batuan volkanik yang berpotensi membawa mineralisasi, tanpa dikaitkan dengan keberadaan
depositnya sendiri.

Model Mineralisasi Sistem Hidrothermal di daerah Cupunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat
Proses alterasi dan Mineralisasi di Cupunagara dan sekitarnya dikontrol oleh dua struktur
yang berkembang, pada periode yang berbeda, periode pertama adalah tektonik Oligo-Miosen,
diperkirakan membentuk struktur Timurlaut-Baratdaya membentuk zona ubahan propilit dan
silisifikasi (argilik) seperti yang tersebar pada zona Ciwangun-Cikaruncang-Cikendung yang
memotong kaldera Cibitung (59 juta tahun yl. (Paleosen), sedangkan periode tektonik yang lebih
muda (Plio-Pleisto) mereaktivasi konjugate struktur yang pertama yang berarah baratlaut-tenggara
dan meng-overprint batuan-batuan terpropilitisasi dan silisifikasi menjadi argilik. Struktur tersebut
memotong kaldera Cupunagara yang berumur lebih muda yaitu sekitar 36.9 juta tahun yl.
Periode hidrotermal yang singenetis dengan periode tektonik pertama membentuk zona
ubahan propilitik dan silisifikasi pada jalur Ciwangun-Cikaruncang-Cikendung, sedangkan fluida
hidrotermal pada periode tektonik yang kedua hanya berkembang pada jalur Baratlaut-Tenggara
dengan komposisi yang sangat asam (contoh Cigarok dan Bukanagara), sehinga batuan alterasi yang
terbentuk sebelumnya mengalami rekristalisasi menjadi terargilitasi dan tersilisifikasi.
Mineralisasi pada kedua fase hidrothermal tersebut pada umumnya relatif sama yaitu pirit,
kalkopirit, dan sfalerit, sedangkan yang berbeda adalah intensitas atau pengayaan akibat
hidrothermal fase II.
Hasil identifikasi jenis mineral lempung, dari lokasi-lokasi batuan yang ubahannya bertipe
argilik, mulai dari daerah yang bermorfologi lebih tinggi ke arah yang lebih rendah meliputi daerah
Cikendung-Cibitung-Cupunagara; jenis mineral lempungnya adalah: Illit-khlorit, khlorit-
montmorilonit, montnmorilonit-haloysit dan kaolinit. Data ini menunjukkan bahwa fluida
hidrotermal berawal dari daerah sekitar Cikendung (dimana disana ditemukan batuan mikrodiorit,
ini diduga sebagai primary heat source), dengan pembentukkan mineral illit-khlorit.
Daerah-daerah di lembah sungai Cibitung, dimana seperti ada kelurusan bukit kecil, diperkirakan
merupakan zona vein bagian paling atas, yang tidak mengalami overprint oleh fluida hidrothermal
fase II, dan mempunyai arah sekitar U125ºT. Tipe mineralisasi daerah ini diinterpretasikan sebagai
Epithermal Low Sulphidation-related porphyry system.

(Klas : I 005-3)
GENESA DAN POTENSI MINERALISASI EMAS DAN LOGAM
DASAR DI SAYAP BARAT PEGUNUNGAN BUKIT BARISAN;
Kasus Daerah Kabupaten Mandailing Natal dan Sekitarnya,
Propinsi Sumatera Utara
Oleh :

Sri Indarto, Iskandar Zulkarnain, Sudarsono,


Iwan Setiawan, dan Kuswandi

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian tahun ketiga dari rencana penelitian geologi selama 4
tahun di sepanjang sayap barat pegunungan Bukit Barisan di pulau Sumatera. Pada tahun 2003,
penelitian dilakukan di daerah Sumatera Barat yang mencakup 4 lokasi yakni, Simpang Tonang,
Bonjol, Mangani dan Salido, sedangkan pada tahun 2004 dilakukan di daerah Bengkulu dan
Lampung. Lokasi di Bengkulu meliputi daerah Lebong Sulit (Air Ketaun), Tambang Sawah (Air
Putih), Ulu Ketenong, Lebong Tambang, S. Itik Besar dan Musi (Surau-Ujan Mas), sedangkan di
Lampung berlokasi di daerah Guring, Way Kerap, Way Ulu Semung, Ketapang, Tamiyang,
Sukadana dan Rajabasa. Sementara itu, penelitian di daerah Mandailing-Natal (Madina) dilakukan
di daerah Panyabungan, Kotanopan, Muarasipongi.
Tujuan akhir penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu konsep eksplorasi mineralisasi emas
dan logam dasar berdasarkan karakter geokimia batuan volkanik, yang bisa membedakan antara
batuan volkanik yang membawa mineralisasi dengan yang tidak (barren), khususnya pada Formasi
Hulusimpang yang tersebar di sepanjang sayap barat Bukit Barisan, yang selama ini selalu
dikaitkan dengan proses mineralisasi di kawasan tersebut.
Data petrografi sampel batuan daerah Madina menunjukkan bahwa daerah ini disusun oleh
4 jenis batuan antara lain: (i) Batuan volkanik yang terdiri dari andesit, andesit piroksen, basalt
andesitik, basalt olivin dan alkali trakhi basalt;. (ii) Tufa yang dibedakan atas tufa gelas dan tufa
kristal dari daerah Panyabungan dan Kotanopan; (iii) Batuan plutonik, terdiri dari peridotit,
granodiorit, granit meta, diorit kuarsa, diorit Panyabungan, granit dan diorit Kotanopan; (iv)
Batuan malihan yang terdiri dari batugamping meta Formasi Muarasoma, sekis mika, sekis grafit,
genes, amfibolit, dan granulit. Batuan volkanik dan tufa diinterpretasikan setara dengan Formasi
Hulusimpang, yang sering mengandung mineralisasi. Batuan volkanik, plutonik dan amfibolit telah
mengalami alterasi yang ditunjukkan dengan kehadiran khlorit, kalsit, epidot, silika, serisit.
Disamping itu, batuan tersebut juga memperlihatkan gejala mineralisasi yang diindikasikan oleh
munculnya pirit, kalkopirit, sfalerit, dan galena.
Pola REE batuan volkanik daerah Pasaman dan Bengkulu menunjukkan bahwa batuan
volkanik yang membawa mineralisasi mengalami depletion (pemiskinan) mulai dari unsur Eu dan
semua HREE, menjadi lebih kecil dari 10 kali unsur tersebut didalam chondrite. Disamping itu,
batuan tersebut memiliki kandungan Y lebih kecil dari 20 ppm. Sedangkan untuk daerah Madina
hanya satu batuan yang menunjukkan pola tersebut, namun sampel batuan itu mengalami depletion
untuk semua REE.
Penggunaan isotop Pb untuk membedakan batuan volkanik yang membawa mineralisasi
dengan yang barren, ternyata tidak memberikan pola yang unik. Kemungkinan besar hanya terdapat
korelasi yang baik antara nilai isotop pada batuan volkanik yang membawa mineralisasi dengan
mineral sulfida yang dihasilkannya.

Kata kunci: Mineralisasi emas, konsep eksplorasi, pola depletion REE, Ytrium dan Pb.

(Klas : I 005-3)
GENESA DAN POTENSI MINERALISASI EMAS DAN LOGAM
DASAR DI SAYAP BARAT PEGUNUNGAN BUKIT BARISAN;
Kasus Daerah Kabupaten Mandailing Natal dan Sekitarnya,
Propinsi Sumatera Utara

Oleh :

Sri Indarto, Iskandar Zulkarnain, Sudarsono,


Iwan Setiawan, dan Kuswandi

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian tahun ketiga dari rencana penelitian geologi selama 4
tahun di sepanjang sayap barat pegunungan Bukit Barisan di pulau Sumatera. Pada tahun 2003,
penelitian dilakukan di daerah Sumatera Barat yang mencakup 4 lokasi yakni, Simpang Tonang,
Bonjol, Mangani dan Salido, sedangkan pada tahun 2004 dilakukan di daerah Bengkulu dan
Lampung. Lokasi di Bengkulu meliputi daerah Lebong Sulit (Air Ketaun), Tambang Sawah (Air
Putih), Ulu Ketenong, Lebong Tambang, S. Itik Besar dan Musi (Surau-Ujan Mas), sedangkan di
Lampung berlokasi di daerah Guring, Way Kerap, Way Ulu Semung, Ketapang, Tamiyang,
Sukadana dan Rajabasa. Sementara itu, penelitian di daerah Mandailing-Natal (Madina) dilakukan
di daerah Panyabungan, Kotanopan, Muarasipongi.
Tujuan akhir penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu konsep eksplorasi mineralisasi emas
dan logam dasar berdasarkan karakter geokimia batuan volkanik, yang bisa membedakan antara
batuan volkanik yang membawa mineralisasi dengan yang tidak (barren), khususnya pada Formasi
Hulusimpang yang tersebar di sepanjang sayap barat Bukit Barisan, yang selama ini selalu
dikaitkan dengan proses mineralisasi di kawasan tersebut.
Data petrografi sampel batuan daerah Madina menunjukkan bahwa daerah ini disusun oleh
4 jenis batuan antara lain: (i) Batuan volkanik yang terdiri dari andesit, andesit piroksen, basalt
andesitik, basalt olivin dan alkali trakhi basalt;. (ii) Tufa yang dibedakan atas tufa gelas dan tufa
kristal dari daerah Panyabungan dan Kotanopan; (iii) Batuan plutonik, terdiri dari peridotit,
granodiorit, granit meta, diorit kuarsa, diorit Panyabungan, granit dan diorit Kotanopan; (iv)
Batuan malihan yang terdiri dari batugamping meta Formasi Muarasoma, sekis mika, sekis grafit,
genes, amfibolit, dan granulit. Batuan volkanik dan tufa diinterpretasikan setara dengan Formasi
Hulusimpang, yang sering mengandung mineralisasi. Batuan volkanik, plutonik dan amfibolit telah
mengalami alterasi yang ditunjukkan dengan kehadiran khlorit, kalsit, epidot, silika, serisit.
Disamping itu, batuan tersebut juga memperlihatkan gejala mineralisasi yang diindikasikan oleh
munculnya pirit, kalkopirit, sfalerit, dan galena.
Pola REE batuan volkanik daerah Pasaman dan Bengkulu menunjukkan bahwa batuan
volkanik yang membawa mineralisasi mengalami depletion (pemiskinan) mulai dari unsur Eu dan
semua HREE, menjadi lebih kecil dari 10 kali unsur tersebut didalam chondrite. Disamping itu,
batuan tersebut memiliki kandungan Y lebih kecil dari 20 ppm. Sedangkan untuk daerah Madina
hanya satu batuan yang menunjukkan pola tersebut, namun sampel batuan itu mengalami depletion
untuk semua REE.
Penggunaan isotop Pb untuk membedakan batuan volkanik yang membawa mineralisasi
dengan yang barren, ternyata tidak memberikan pola yang unik. Kemungkinan besar hanya terdapat
korelasi yang baik antara nilai isotop pada batuan volkanik yang membawa mineralisasi dengan
mineral sulfida yang dihasilkannya.

Kata kunci: Mineralisasi emas, konsep eksplorasi, pola depletion REE, Ytrium dan Pb.

(Klas : I 005-3)
PENELITIAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA DAERAH
BOJONEGORO-TUBAN CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA
(CJTU)

Oleh:

Karit L. Gaol, Djedi S. Widarto, Edy Z. Gaffar,


Dadan D. Wardani, dan Yayat Sudrajat

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Penelitian Geofisika dengan metode Gayaberat telah dilakukan di daerah cekungan Jawa
Timur bagian utara yang meliputi wilayah Bojonegoro dan Tuban. Pengukuran ini menghasilkan
data gayaberat sebanyak 270 titik ukur yang dibuat dalam bentuk peta kontur Bouguer anomali.
Dari peta kontur ini dapat dikelompokkan tiga kelompok anomali, pertama kelompok anomali
rendah 12-20mGal menempati kawasan selatan daerah penelitian yang berbentuk melingka;
kelompok kedua adalah anomali sedang 20-3mGal dijumpai menyebar di beberapa tempat dan
kelompok ketiga anomali tinggi 38-5mGal dijumpai di bagian utara daerah penelitian di sekitar
daerah Tuban. Pada umumnya kelompok anomali tinggi ini dijumpai berarah baratlaut-tenggara
(NW-SE). Anomali sisa diperoleh dengan metoda polinomial dari orde 1 hingga orde 4 yang
memperlihatkan adanya konsistensi kelurusan struktur dengan arah Barat-Timur yang melewati
Tuban dan diduga merupakan sesar normal yang berkembang menjadi Sesar geser mengiri pada
daerah ‘inverted zone’ yang kemungkinan berhubungan dengan RMKS fault Zone.
Berdasarkan peta anomali sisa dan Bouguer anomali rendah, pola kontur yang melingkar dijumpai
di daerah Soka dan Senon wilayah Bojonegoro ini diduga cerminan dari batuan sedimen yang
cukup tebal dan berdensitas rendah. Anomali sedang dijumpai menyebar di daerah penelitian. Dari
daerah Montong ke arah baratdaya dijumpai anomali sedang yang berbentuk ‘nose structure’ yang
berada diantara anomali rendah yang berpola melingkar. Dalam kontek aliran fluida, pola anomali
yang berbentuk demikian kemungkinan dapat merupakan tempat akumulasinya fluida secara
konvergen.

Kata kunci: Cekungan Jawa Timur bagian utara;. peta kontur Bouguer anomali; Anomali sisa; metoda polinomial; ‘nose
structure’

(Klas : I 005-4)
PENGEMBANGAN PEMROSESAN DIJITAL
DATA PENGIDERAAN JAUH UNTUK
EKSPLORASI MINERAL

Oleh :

Suwijanto, Hilda Lestiana, M. Maruf Mukti,


Sutarman dan Enung Ichsan

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk membuat prosedur kerja yang memberikan
kemudahan dalam ekstraksi data geologi berupa kelurusan struktur dan sebaran alterasi dari citra
satelit secara dijital. Data yang digunakan adalah citra Landsat ETM+7 akuisisi data tanggal 12
Mei 2001 daerah G. Halimun, Jawa Barat. Proses deteksi tepi dan analisis citra tepi algoritma
dibuat secara terpisah dengan menggunakan Matlab v.6, yang selanjutnya diintegrasikan ke dalam
ERMapper. Proses analisis spektral dilakukan dengan menggunakan metode band ratio, difference
dan principle component analyses. Hasil penelitian memperlihatkan ekstraksi secara dijital struktur
kelurusan dan turunannya memberikan gambaran tentang kondisi geologi yang bermanfaat dalam
esplorasi dan dapat diaplikasikan lebih lanjut. Sedangkan analisis spektral untuk ekstraksi daerah
alterasi memperlihatkan hasil yang paling baik adalah dengan menggunakan metode band ratio,
walaupun masih hasilnya belum sepenuhnya efektif.

Kata kunci: Citra Landsat ETM+7.; Proses deteksi tepi; analisis citra tepi algoritma; analisis spektral.; metode band
ratio

(Klas : I 005-4)
PENELITIAN BATUAN MALIHAN DERAJAT TINGGI
DI JAWA, SULAWESI DAN KALIMANTAN

Oleh:

Haryadi Permana*, Bambang Priadi**, Kamtono*,


M.Ma’ruf* dan Kuswandi*

*Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135Telp.
022-2503654, Fax. 022-2504593
**Teknik Geologi - ITB

Abstrak

Batuan malihan derajat tinggi di komplek Mélange Lok Ulo dijumpai sebagai bongkah
dalam matrik batulempung bersisik, filit atau batusabak. Batuan malihan tersebut menyimpan
rekaman proses-proses tektonik selama penunjaman lempeng Indo-Australia di bawah lempeng
Eurasia. Keberadaan batuan malihan berupa eklogit, sekisbiru, granulit dan amfibolit di permukaan
memerlukan penjelasan mengenai proses kejadiannya. Proses pengangkatan tektonik ke permukaan
dan retrograsi batuan membentuk amfibolit epidot dan sekishijau.
Kehadiran bongkah sekis mika, genes, genes granitik, sekis psamit memperlihatkan
kemungkinan terlibatnya batuan sedimen tepian kontinen atau batuan kerak kontinen dalam proses
penunjaman lempeng. Kajian batuan tersebut sangat penting dalam kontribusinya dengan wacana
akan kemungkinan kehadiran unsur lempeng kontinen mikro di bawah “Jawa Tengah” seperti
wacana yang sedang berkembang.
Sasaran dalam penelitian ini adalah menyusun kerangka tektonik regional sepanjang tepian
paparan Sunda berdasarkan data batuan malihan berderajat tinggi, terutama mekanisme tumbukan
lempeng (collision tectonic) dan hubungannya dengan pembentukan cekungan (basement tectonic)
atau endapan mineral ekonomi.

Kata Kunci: malihan derajat tinggi; komplek Mélange Lok Ulo; pengangkatan tektonik; retrograsi; lempeng kontinen
mikro; tumbukan lempeng (collision tectonic); pembentukan cekungan (basement tectonic)

(Klas : I 005-4)
RINGKASAN HASIL PENELITIAN
SUB PROGRAM INVENTARISASI SUMBERDAYA ALAM

Oleh:
Eko Tri Sumarnadi Agustinus

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Ketergantungan industri nasional akan bahan baku impor semakin memperburuk perekonomian
bangsa. Hal ini disebabkan terganggunya berbagai produksi industri nasional akibat melemahnya
nilai tukar rupiah. Berbagai jenis komoditi mineral industri yang dimiliki Indonesia, pada dasarnya
dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau menjadi bahan substitusi dalam
proses menghasilkan suatu produk industri tertentu. Tetapi hingga saat ini, sering komoditi tersebut
diekspor dalam bentuk bahan mentah sehingga harganya menjadi rendah. Hal lain yang perlu
mendapat perhatian adalah terdapatnya kecenderungan nasional untuk memilih batubara sebagai
sumber energi yang murah, sementara itu hampir 59% dari 36 milyar ton batubara Indonesia
merupakan batubara berkadar rendah. Karena itu, perlu ditemukan suatu cara untuk meningkatkan
kualitas batubara ini sehingga dapat memberikan energi maksimal tetapi tetap berwawasan
lingkungan.
Dalam konteks inilah telah diberi peluang untuk melakukan kegiatan penelitian yang termasuk
dalam sub program inventarisasi sumberdaya alam, yang terdiri dari 6 (enam) sub-sub program
yang meliputi pembuatan bodi keramik lembaran, glazur keramik dan keramik berpori, pemanfaatan
zeolit untuk pertanian dan uji pupuk di lapangan, pembuatan katalis berbasis zeolit dan perlit, serta
peningkatan kualitas batubara. Pembuatan keramik lembaran dimaksudkan untuk menjawab
kebutuhan masyarakat di sektor bahan bangunan yang mulai bergeser kearah pemanfaatan bahan
keramik untuk lantai dan dinding yang berukuran lebar, kuat, ringan dan memberikan efek estetika
yang baik. Sementara keramik berpori lebih ditekankan pada kebutuhan peralatan laboratorium dan
industri. Pembuatan glazur berbahan baku limbah penambangan tufa andesitik diharapkan dapat
menghasilkan glazur berkualitas dan murah untuk mendukung keramik lembaran maupun industri
genteng nasional. Sedangkan penelitian zeolit ditujukan untuk memanfaatkan zeolit sebagai bahan
campuran untuk menghasilkan pupuk berkualitas yang murah dan aman serta berpihak kepada
petani. Komoditi ini juga dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan katalis yang diperlukan
oleh berbagai industri. Sedangkan peningkatan kualitas batubara diharapkan dapat menghasilkan
suatu proses pengolahan batubara yang mampu meningkatkan kualitas batubara peringkat rendah
dan sekaligus bisa menurunkan tingkat pencemaran udara.
Hasil penelitian dari ke-enam sub-sub program penelitian menunjukkan bahwa 4 (empat) sub-sub
program yaitu pembuatan keramik lembaran dan glazur keramik, pemanfaatan zeolit untuk pupuk
dan katalis yang berakhir pada tahun anggaran 2005 ini. Diantaranya telah menghasilkan beberapa
prototipe produk, teknologi proses maupun tekno ekonominya. Diharapkan hasil penelitian dari ke-
empat sub-sub program tersebut dapat diaplikasikan kepada masyarakat industri. Sedangkan 2
(dua) sub-sub program lainnya, yaitu pembuatan keramik berpori dan peningkatan kualitas
batubara masih dalam taraf mencari parameter optimal sehingga perlu dilanjutkan hingga tahun
anggaran 2007.

Kata kunci: Nilai tambah, mineral industri, zeolit, batubara, keramik, pupuk, katalis, peningkatan kualitas, tamah
lingkungan

(Klas : U 005-1)
PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA
BERPERINGKAT RENDAH DENGAN METODA
SHOCK EXPANSION

Oleh:

Harijanto Soetjijo, Anggoro Tri Mursito, M. Ulum A. Gani,


Fuad Saebani, dan Amelia

Puslit Geoteknologi-LIPI
Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Proses peningkatan kualitas batubara berperingkat rendah dengan metoda shock expansion
telah dilakukan di laboratorium Puslit Geoteknologi LIPI Bandung. Batubara yang digunakan
berasal dari daerah Cimandiri, Bayah, Banten Selatan merupakan batubara peringkat sub
3
bituminous dengan nilai kalori 5104 kalori/Nm dengan kandungan air: 6,95%; kandungan abu:
25,35%; kandungan zat terbang: 30,01% dan kandungan karbon terikat: 37,69%.
Batubara Cimandiri setelah diproses dengan metoda shock expansion cara pertama
mengalami penurunan kandungan abu; peningkatan kandungan zat terbang; peningkatan
kandungan karbon terikat dan peningkatan nilai kalori. Besarnya penurunan kandungan abu yang
terjadi adalah (29,31-32,70)% untuk batubara berukuran (-80+100) mesh dan (10,53-46,35)%
untuk batubara berukuran (-7+10) mesh. Peningkatan kandungan zat terbang adalah (8,86-12,33)%
untuk batubara berukuran (-80+100) mesh dan (6,03-17,05)% untuk batubara berukuran (-7+10)
mesh. Peningkatan kandungan karbon terikat adalah (10,48-15,26)% untuk batubara berukuran (-
80+100) mesh dan (4,03-14,17)% untuk batubara berukuran (-7+10) mesh. Peningkatan nilai kalori
ini adalah (7,03-11,99)% untuk batubara berukuran (-80+100) mesh dan (6,50-19,22)% untuk
batubara berukuran (-7+10) mesh.
Proses shock expansion dengan cara kedua dimana terjadi penambahan mediun air mampu
merubah kualitas batubara sehingga batubara mengalami penurunan kandungan air; penurunan
kandungan abu; peningkatan kandungan zat terbang; peningkatan kandungan karbon terikat dan
peningkatan nilai kalori. Besarnya penurunan kandungan air pada batubara dengan ukuran (-
80+100) mesh adalah (38,71-59,14)% untuk batubara berukuran (-80+100) mesh dan (59,86-
71,51)% untuk batubara berukuran (-7+10) mesh. Penurunan kandungan abu adalah (29,11-
30,65)% untuk batubara berukuran (-80+100) mesh dan penurunan (57,83-65,48)% untuk batubara
berukuran (-7+10) mesh. Peningkatan kandungan zat terbang adalah (4,67-9,76)% untuk batubara
berukuran (-80+100) mesh dan (27,59-31,79)% untuk batubara berukuran (-7+10) mesh.
Peningkatan kandungan karbon terikat adalah (18,94-27,73)% untuk batubara berukuran (-
80+100) mesh dan (28,04-30,49)% untuk batubara berukuran (-7+10) mesh. Peningkatan nilai
kalori ini adalah (7,11-10,93)% untuk batubara berukuran (-80+100) mesh dan (35,27-40,09)%
untuk batubara berukuran (-7+10) mesh.

Perubahan yang signifikan teramati khususnya pada batubara yang berukuran (-7+10) mesh
atau dengan perkataan lain, proses shock expansion dengan cara kedua berjalan lebih efektip pada
batubara yang berukuran lebih besar yaitu pada batubara berukuran (-7+10) mesh dibandingkan
dengan batubara berukuran lebih kecil (-80+100) mesh. Memang fenomena ini masih bersifat awal
sehingga masih perlu ditunjang oleh data-data tambahan. Hasil studi ini perlu dilanjutkan dan
dikembangkan dengan penekanan studi pada proses shock expansion dengan cara kedua.
Keberhasilan peningkatan kualitas batubara pada ukuran batubara yang lebih besar berdampak
sangat positip karena umumnya batubara yang digunakan oleh berbagai jenis industri baik PLTU,
semen dll., mempunyai ukuran besar butir yang cukup besar yaitu sekitar 25 mm sampai 40 mm
diameternya.
Kata kunci: Batubara low grade; kualitas; proses shock expansion.

(Klas : U 005-1)
PEMANFAATAN ZEOLIT DAN PERLIT
UNTUK BAHAN KATALIS

Oleh:

Roocyta H., Siti Shofiyah, Lenny M. Estiaty, Iis Nurlela,


R. Amelia, dan Nita Yusianita

Puslit Geoteknologi-LIPI
Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

B1. SINTESA ZEOLIT KATALIS BERBAHAN BAKU MORDENIT

Abstrak

Telah dilakukan penelitian sintesa zeolit katalis berbahan baku mordenit berasal dari
Cikancra, Tasikmalaya. Mordenit alam dimodifikasi menjadi katalis pengemban Cu/Zn-mordenit
2+
melalui proses dealuminasi dengan HNO , penukaran ion dengan NH NO , impregnansi basah Cu
3 4 3
2+
dan Zn dan kalsinasi. Karakteristik dari produk katalis Cu/Zn-mordenit ditentukan dengan analisa
kimia, XRD, SEM dan EDS.
Katalis Cu/Zn–mordenit yang dihasilkan mempunyai Si/Al=10, hasil analisa XRD menunjukkan
2+ 2+ 2+ 2+
impregnansi Cu dan Zn tidak merubah struktur mordenit, namun banyaknya Cu dan Zn yang
2+ 2+
terimpregnansi belum maksimal (Cu =12,54% dan Zn =53,58%), ditengarai karena adanya
penurunan pH pada saat proses impregnansi berlangsung.

Kata kunci: Zeolit, sintesa, pengemban mordenit, katalis.

(Klas : U 005-1)
PEMANFAATAN ZEOLIT DAN PERLIT
UNTUK BAHAN KATALIS

Oleh:

Roocyta H., Siti Shofiyah, Lenny M. Estiaty, Iis Nurlela,


R. Amelia, dan Nita Yusianita

Puslit Geoteknologi-LIPI
Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

B2. ZEOLITISASI PERLIT MELALUI SINTESA HIDROTHERMAL

Abstrak

Perlit merupakan mineral yang tidak berstruktur dengan komposisi utama aluminium silikat.
Nisbah Si/Al sekitar 4, menjadikan perlit berpotensi sebagai bahan baku pembuatan zeolit sintetis.
Percobaan pembuatan zeolit sintetis telah dilakukan melalui sintesa hidrotermal dengan
menambahkan sejumlah pasir kuarsa kedalam perlit. Karakterisasi hasil percobaan dilakukan
dengan metoda XRD dan SEM. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perbandingan pasir kuarsa
o
terhadap perlit 1 : 1, pH=10, suhu 150-170 C dan waktu reaksi 72 jam diperoleh zeolit sintetis
setara dengan ZMS-5. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan substitusi
katalis dalam industri minyak.

Kata kunci: Perlit, sintesa hydrothermal, zeolit sintetis

(Klas : U 005-1)
PEMANFAATAN ZEOLIT UNTUK PUPUK
Oleh:
*Lenny M.Estiaty, **Suwardi, *Dewi Fatimah, *Dadan Suherman,
*Iis Nurlela, *Dewi Nurbaeti dan *Nining Karningsih

*Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593
**Staf Pengajar Departemen Tanah, Fakultas pertanian, IPB

Abstrak

Pada tahun 2004 telah dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh zeolit terhadap efisiensi unsur
hara dalam tanah. Untuk penanaman periode pertama yang menghasilkan produksi tanaman terbaik
adalah pada penambahan zeolit sebanyak 30gr/pot (20 ton/ha). Sedangkan hasil yang didapatkan
pada penanaman periode kedua menunjukkan bahwa dosis 3gr/pot (2 ton/ha) memberikan hasil
yang baik. Karena pada penanaman periode kedua zeolit yang dibutuhkan lebih sedikit, maka
disarankan pada penanaman periode kedua pupuk ditambahkan, karena zeolit yang ada bekas
penanaman perioda pertama adalah sebanyak 30gr. Sehingga apabila unsur hara tinggal sedikit,
unsur hara tersebut akan terjerap seluruhnya pada zeolit dan sulit untuk dilepaskan, yang akan
berakibat produksi tanaman tidak optimal. Untuk penelitian tahun 2005 akan dicari kondisi
optimum penambahan pupuk pada penanaman periode kedua, agar mendapatkan produksi tanaman
yang optimal. Penelitian dilakukan dalam dua periode. Periode pertama penambahan zeolit 20
ton/ha dan pupuk kandang ayam 10 ton/ha dan pupuk dasar N, P, K masing–masing 0.2kg/ha dipilih
dari kondisi optimal pada penelitian tahun lalu. Penanaman periode kedua diberi tambahan pupuk
dasar yang bervariasi untuk mengetahui kondisi optimal. Dari penelitian ini dihasilkan bahwa
penanaman periode kedua yang mengahasilkan produksi tanaman kangkung darat terbaik dan
hampir sama dengan pertumbuhan dan produksi tanaman pada periode pertama adalah pada
penambahan pupuk dasar Nitrogen 100kg/ha (N2P3K3), Fosfor 100kg/ha (N4P1K3) dan Kalium
100kg/ha (N4P3K1). Yang terbaik diantaranya adalah kombinasi pupuk dasar pada N2P3K3 yang
lebih baik dari penanaman periode pertama, yaitu mempunyai bobot kering 4.5 gram. Dari
penelitian yang telah kami lakukan didapatkan kondisi optimal untuk penanaman kangkung darat,
yaitu untuk penanaman priode pertama diberikan zeolit sebanyak 20 ton/ha, pupuk kandang ayam
sebanyak 10 ton/ha dan pupuk dasar N, P dan K sebanyak 0.2 ton/ha. Setelah panen, lahan dapat
digunakan kembali, untuk mendapatkan kondisi optimal dengan menambahkan pupuk dasar N
sebanyak 100kg/ha, P 200kg/ha dan K 200kg/ha.

Kata kunci: Zeolit, media, pupuk kandang, peningkatan produksi pangan.


(Klas : U 005-1)
PEMBUATAN
BADAN KERAMIK LEMBARAN

Oleh:

Gurharyanto, Eko Trisumarnadi, Happy Sembiring


Andil Bukit dan Atet Saepuloh

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Potensi keramik di Indonesia, khususnya sebagai bahan bangunan, kompetitif untuk bersaing
dengan bahan lainnya karena mempunyai beberapa kelebihan diantaranya tampak lebih bersih,
tidak memerlukan polishing, keras serta kuat. Sinergi dengan berkembangnya property berskala
besar, dalam perkembangannya ukuran keramik cenderung dibuat semakin lebar. Keuntungan
menggunakan keramik berukuran lebar adalah lebih cepat pemasangannya, hasilnya lebih rapih
dan artistik.
Telah dilakukan penelitian pembuatan keramik lembaran (lebar) berukuran (50x50)cm dengan
menggunakan bahan baku dari daerah Cipatujah, Tasikmalaya. Secara analisa kimia kualitas
bahan baku dari daerah tersebut cukup baik, sehingga diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan keramik lembaran.
Hasil penelitian terdahulu menunjukan bahwa hasil karakterisasi badan keramik memenuhi
persyaratan standard SII.0583-81 untuk keramik dinding maupun lantai. Penelitian saat ini
merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang difokuskan pada pencetakan/pembentukan
keramik lembaran. Dari hasil pencetakan menunjukan bahwa kualitas badan keramik sangat
2
dipengaruhi oleh besarnya tekanan. Telah dilakukan pencetakan dengan tekanan rendah (1 ton/cm )
2
dan tekanan tinggi (100 ton/cm ). Badan keramik yang dicetak pada tekanan rendah sebagian besar
2
rusak pada saat pengeringan sedangkan pada tekanan 100 ton/cm menghasilkan badan keramik
yang cukup baik pada saat pengeringan namun mengalami kerusakan pada saat pembakaran.

Kata kunci: Mineral industri, keramik lembaran, berkualitas SII.

(Klas : U 005-1)
PEMBUATAN GLAZUR KERAMIK
BERBASIS TUFA ANDESITIK :
Sebagai Glazur Alternatif Industri Keramik (Genteng)

Oleh:

Eko Tri Sumarnadi Agustinus, Sunarya Wibowo,


Gurharyanto, Endro Bhakti dan Nyanjang

Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI


Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Limbah industri batu tempel (tufa-andesitik) daerah Palimanan belum dimanfaatkan secara
optimal. Ditinjau dari komposisi mineralnya, tufa andesitik berpotensi sebagai bahan baku glazur.
Sementara dengan berkembangnya industri keramik di Indonesia, cenderung akan meningkatnya
kebutuhan bahan baku glazur yang sebagian besar (>50%) masih import. Kedua kondisi tersebut
mendorong untuk dilakukan penelitian pembuatan glazur alternatif, berkualitas, murah dan aman
lingkungan.
Semenjak tahun anggaran 2003 telah dilakukan serangkaian penelitian glazur keramik
berbahan baku utama tufa-andesitik. Penelitian direncanakan selama 3 tahun, tahun 2005 ini
merupakan tahun terakhir dari rencana kegiatan penelitian tersebut. Penelitian tahun 2005, lebih
difokuskan pada bagaimana cara menurunkan suhu leleh glazur, bagaimana gambaran teknologi
proses dan tekno ekonomiya, sehingga hasil penelitian glazur ini dapat diaplikasikan sebagai glazur
alternatif industri keramik (genteng).
Hasil eksperimentasi menunjukkan bahwa penambahan 30% berat borax atau asam borax
o o
dapat menurunkan suhu leleh glazur dari 1280 C menjadi sekitar 1000 C. Penambahan 3% Na O
2
o o
dan K O hanya mampu menurunkan suhu leleh glazur dari 1280 C menjadi sekitar 1150 C.
2
Penambahan 20% borax merupakan titik optimal penurunan suhu leleh glazur, penambahan lebih
dari 20% borax cenderung tidak menunjukkan tingkat penurunan yang signifikan.
Hasil reformulasi glazur dapat diperoleh glazur bodi porcelen, glazur body stoneware dan
glazur bodi earthernware. Berbagai faktor yang merupakan kendala dalam memperoleh tingkat
keberhasilan percobaan ini tercermin dari hasil pengamatan baik secara visual, analisis mikroskop
maupun analisis SEM (Scanning Electron Microscope). Meskipun demikian, hasil percobaan glazur
ini telah diujicobakan pada salah satu produk genteng Jatiwangi dan menggelas cukup baik.
Melengkapi penelitian ini, diberikan gambaran teknologi proses produksi dari skala kecil hingga
skala besar. Hasil evaluasi ekonomi usaha glazur skala menengah memberikan indikasi keuntungan
cukup signifikan. Kondisi tersebut terlihat dari hasil analisis Pay Back Period menunjukkan bahwa
titik dimana modal dapat kembali lebih kecil dari umur rencana proyek, bahkan kurang dari 1
tahun. Nilai NPV positip, profitability index menghasilkan lebih dari1(satu). Sementara dari aspek
strategis jika bahan galian tufa-andesitik ini diusahakan sebagai bahan baku glazur bisa
memberikan nilai tambah hingga (4-5) kali lipat.
Ditinjau dari berbagai aspek, seperti aspek strategis, aspek teknis, aspek ekonomis maupun aspek
lingkungan, hasil penelitian glazur ini mengindikasikan layak untuk mendirikan usaha pabrik glazur
di daerah Palimanan. Sehingga produk glazurnya tidak hanya dapat diaplikasikan pada industri
genteng di daerah Palimanan dan Jatiwangi saja, melainkan juga untuk industri keramik lainnya di
Indonesia.

Kata kunci: Tufa-andesitik, glazur alternatif, berkualitas, murah, industri keramik (genteng).

(Klas : U 005-1)
KERAMIK PORI
BERBAHAN BAKU MINERAL SILIKAT ALAM (ZEOLIT)
SEBAGAI PENYARING AIR

Oleh:
Dewi Fatimah, Eko Tri Sumarnadi Agustinus,
Gurharjanto dan Atet Saefulloh

Puslit Geoteknologi-LIPI
Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135
Telp. 022-2503654, Fax. 022-2504593

Abstrak

Pembuatan keramik pori berbasis zeolit alam dilakukan dengan merubah secara irreversible
terhadap bahan-bahan keramik seperti feldspar maupun lempung dengan proses pembakaran.
Tetapi terhadap zeolit sebagai bahan utama diupayakan secara reversible dimana struktur zeolit
tetap terjaga. Pemilihan zeolit sebagai bahan utama, dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi pori
disamping sebagai penyaring yang bekerja berdasarkan pada ukuran lubang bukaan antar partikel,
juga berfungsi sebagaimana sifat pori dari zeolit. Struktur pori yang menerus (open pore structure)
dibuat dengan membentuk partikel bahan utama yang cenderung membulat, sehingga pori yang
terbentuk mampu mengalirkan cairan ke permukaan yang berseberangan.
Pada tahun pertama penelitian ini diawali dengan memperlakukan zeolit alam terhadap bahan
keramik seperti lempung, feldspar dan boraks serta senyawa organik karbon. Dari serangkaian
2
penelitian mulai dari formulasi dan pencetakan benda coba dengan tekanan sebesar 50 kg/cm
diperoleh benda coba berbentuk koin berukuran diameter 4 cm, tinggi 0.8 cm dan berat sebelum
o o o
dibakar sekitar 18 gram. Setelah dibakar pada suhu bakar 800 C, 900 C dan 1000 C selama 3 jam,
didapat hasil sebagai berikut : Dari analisis XRD maupun SEM terlihat bahwa struktur zeolit
o
terdestruksi pada suhu bakar 1000 C. Keramik pori yang dihasilkan mempunyai angka pori sebesar
9.38-28.31%v/v. Penyerapan air sebesar 25.89-32.16%; densitas sebesar 1.4288-1.7218. Melalui
bubbling pressure analysis, dengan tekanan udara sebesar 10-20 psi terjadi penurunan tekanan
sebesar 1.0-1.5 psi, ditandai pula dengan terjadinya gelembung udara pada permukaan keramik
pori yang berseberangan.

Kata kunci : Zeolit alam, keramik pori, penyaring air.

(Klas : U 005-1)

Anda mungkin juga menyukai