Anda di halaman 1dari 3

Dampak resesi ekonomi AS dan Eropa terhadap Indonesia tentunya negatif, tetapi

karena net-ekspor (ekspor dikurangi impor) hanya menggerakkan sekitar 8% dari produk
domestik bruto (PDB) Indonesia, maka dampaknya relatif kecil dibandingkan dengan negara
tetangga yang ketergantungan ekspornya ke AS besar, misalnya Hong Kong, Singapura, dan
Malaysia.

Seperti pada tahun 2001/2002, atau terakhir kali AS mengalami resesi, ada tiga negara
di Asia yang tidak terlalu terpukul ekonominya: China, India, dan Indonesia. Ketiga negara
ini memiliki penduduk yang banyak sehingga belanja masyarakatnya merupakan motor
penggerak ekonomi yang kuat. Untuk ekonomi Indonesia, dampak negatif kenaikan harga
bahan bakar minyak sebesar 125% pada 2005 jelas lebih besar dari pada dampak resesi
ekonomi AS.

Namun demikian, krisis finansial global dan lumpuhnya sistem perbankan global yang
berlarut akan berdampak sangat negatif terhadap Indonesia, karena pembiayaan kegiatan
investasi di Indonesia (baik oleh pengusaha dalam maupun luar negeri) akan terus menciut,
penyerapan tenaga kerja melambat dan akibatnya daya beli masyarakat turun, yang akhirnya
akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.

Dari sini kita tahu bahwa dampak krisis moneter di Amerika Serikat terhadap
perekonomian Indonesia tidak hanya pada melemahnya nilai tukar Rupiah, namun juga pada
berbagai sector lain yang lebih rumit. Berikut akan dijelaskan dengan singkat.

Rupiah Melemah

Akibat krisis moneter di Amerika Serikat, nilai tukar rupiah melemah dan sempat
menembus Rp 9.860 per USD. Di pasar antarbank, rupiah bahkan sempat menembus Rp
10.000 per USD. Pelemahan rupiah yang terjadi saat ini masih sejalan dengan beberapa mata
uang lainnya.

Berbeda dengan krisis 1997, BI kini juga telah mengetahui pencatatan valas perbankan.
BI juga tetap waspada dan terus menjaga agar tidak terjadi pergerakan gejolak yang terlalu
besar. BI sebagai bank sentral meminta pasar tidak panik menghadapi situasi saat ini.

Turbulensi di pasar finansial saat ini terjadi di seluruh dunia. Bank sentral akan terus
memantau perkembangan ekonomi global, dan berusaha agar dampaknya bisa seminimal
mungkin.
Jatuhnya Bursa Saham

Dampak lain yang terjadi akibat krisis moneter di Amerika Serikat adalah jatuhnya
bursa saham yang terjadi dalam pertengahan Oktober 2008. Meskipun para ahli ekonomi
menilai kecil kemungkinan krisis ini menjelma menjadi krisis ekonomi berupa ambruknya
perbankan dan sektor riil. Namun untuk meningkatkan kepercayaan pelaku pasar, pemerintah
sebaiknya fokus menjaga daya beli masyarakat.

Pada hari Jumat tanggal 10 Oktober 2008, pemerintah membatalkan rencana


pembukaan kembali perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang ditutup pada hari
Rabu, 8 Oktober 2008. Hal ini dilakukan karena otoritas bursa ingin melindungi emiten.
Emiten perlu dilindungi dari kemungkinan keterpurukan nilai harga saham akibat sentimen
negatif pasar terhadap kondisi keuangan global yang sedang krisis.

Para ahli menilai tingkat krisis yang dihadapi Indonesia sangat berbeda dengan Amerika
Serikat (AS), Eropa, dan negara maju lainnya. Di AS, krisis telah merasuk ke semua sektor,
mulai dari pasar modal, perbankan, hingga sektor riil.

Namun, di Indonesia krisis hanya terjadi di pasar modal. Krisis yang terjadi di pasar
modal dinilai tidak mudah bertransmisi ke sektor lain mengingat kontribusi pasar modal
dalam sistem keuangan Indonesia amat kecil.

Wakil Presiden Jusuf Kalla juga memberikan pendapatnya di sebuah surat kabar bahwa
sebenarnya ekonomi tidak terlalu terpengaruh dengan ambruknya bursa dunia, seperti Wall
Street. ”Perbedaannya, kita banyak menggantungkan pada ekonomi domestik. Seperti di AS,
pengaruh bursa itu sampai 1,5 kali dari produk domestik bruto mereka. Kalau kita
pengaruhnya hanya 20 persen. Jadi, jangan terlalu dirisaukan,” kata Wakil Presiden dalam
sebuah wawancara di media massa.

Penyesuaian yang terjadi di pasar modal dan nilai tukar domestik merupakan hal wajar
karena seluruh dunia terkena imbas krisis keuangan AS. Penurunan ekonomi AS dan Eropa
dinilai tidak perlu dikhawatirkan mengingat peran mereka dalam perdagangan dunia makin
menyusut. Sebagai gantinya, kini muncul kekuatan ekonomi baru, seperti China, India, dan
Rusia.

Krisis keuangan global yang terjadi saat ini merupakan koreksi atas kesenjangan (gap)
yang terjadi antara pertumbuhan sektor riil dan sektor finansial. Koreksi berupa penurunan
harga-harga di sektor finansial dan kenaikan harga-harga di sektor riil, seperti harga
komoditas.

Hal tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa meskipun krisis moneter di
Amerika Serikat telah memicu krisis ekonomi global, dan di Indonesia juga terkena
dampaknya dengan melemahnya nilai Rupiah dan jatuhnya pasar saham, kita tidak perlu
khawatir karena krisis tersebut tidak akan melumpuhkan perekonomian Indonesia seperti
yang terjadi pada sepuluh tahun yang lalu.

Anda mungkin juga menyukai