Anda di halaman 1dari 17

37

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Secara normatif, APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah),

kabupaten merupakan produk bersama antara eksekutif (Bupati dan aparatur

dibawahnya) dengan legislatif (DPRD). Meskipun demikian, pada zaman orde baru

berkuasa (1966-1998), peran DPRD dalam hal pengambilan keputusan alokasi dana

APBD sangat kecil, jika dibandingkan dengan eksekutif. Hal tersebut, disebabkan

karena tekanan penguasa saat itu. Selain, kapasitas dan kewenangannya yang

terbatas. Namun, sejak bergulirnya reformasi 1998, peran DPRD mengalami

peningkatan yang sangat signifikan.

Hal tersebut, disebabkan oleh terbitnya berbagai ketentuan perundang-

undangan (UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 33 tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, UU No 17 tahun 2003,

tentang Keuangan Negara, dan UU No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional) yang memberikan kewenangan dan peran yang lebih besar

bagi DPRD terkait penyusunan APBD.

Dengan besarnya kewenangan dan peranan yang diberikan oleh berbagai

undang-undang kepada DPRD dalam proses penganggaran APBD, menyebabkan

keputusan alokasi dana dalam APBD cenderung didominasi oleh keputusan anggota

DPRD.

Disamping itu, peran penting anggota DPRD terkait penyusunan APBD,

diperkuat oleh posisi DPRD yang mempunyai kekuasaan/kewenangan untuk

mengesahkan atau menolak usulan anggaran yang diajukan eksekutif (Dobell &

Ulrich,2002).

Sebagai wakil rakyat, anggota DPRD seharusnya mencerminkan aspirasi dan

kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, ketika berhadapan dengan ekskutif untuk
38

merumuskan APBD, anggota DPRD harus membela kepentingan masyarakat luas.

Namun, sungguh disayangkan, dari berbagai penelitian ditemukan bahwa anggota

DPRD, dalam banyak kasus, tidak mencerminkan representasi wakil rakyat.

Dalam berbagai kesempatan, mereka lebih memetingkan kepentingan dirinya

sendiri dari pada kepentingan masyarakat luas. Termasuk di dalamnya pada saat

berhadapan dengan ekskutif untuk memutuskan APBD. Hal ini, terbukti dari temuan

penelitian Dwiyanto et al. (2007) serta Zuhro et al. (2009).

Jika, anggota DPRD tidak dapat memerankan sebagai wakil rakyat yang baik.

Maka, terdapat persoalan yang menggelitik yakni, bagaimana memahami perilaku

anggota DPRD ketika mereka berhadapan dengan ekskutif, baik ketika merumuskan

APBD maupun prioritas alokasinya. Jawaban terhadap pertanyaan ini menjadi

sangat penting dalam rangka memperbaiki perilaku dan kinerja anggota DPRD.

Sebab, memperbaiki kualitas pengambilan keputusan oleh anggota DPRD tanpa

memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan langkah yang sia-sia. Di

sinilah pentingnya memahami preferensi anggota DPRD dalam pengambilan

keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Preferensi anggota DPRD berperan penting dalam pengambilan keputusan

prioritas alokasi dana APBD. Sebab, hasil temuan penelitian Burnett et al. (2008)

menegaskan bahwa, seseorang yang berhadapan dengan berbagai pilihan

multidimensional,harus lah menyusun preferensi-preferensinya untuk disesuaikan

dengan pilihan-pilihan yang tersedia, sebelum membuat satu keputusan. Bahkan,

Winkielman et al. (2003) berani menyatakan bahwa keputusan atau tindakan

seseorang merupakan preferensinya yang dituruti. Artinya, bahwa pengaruh

preferensi terhadap keputusan atau tindakan seseorang sangatlah besar.

Namun, dari penjelasan Burnett et al. (2008) dan Winkielman et al. (2003)

tersebut, masih terdapat persoalan yang mengganggu yakni, apa faktor-faktor yang

membentuk preferensi anggota DPRD terkait keputusan publik?. Menurut Remington


39

et al. (1998,2001), bahwa preferensi seorang anggota legislatif dalam pengambilan

keputusan publik, dibentuk oleh tiga faktor utama yaitu faktor partai tempat ia

beraffiliasi, konstituennya sendiri dan preferensi individu atau pribadinya. Penjelasan

Remington et al. (1998,2001) tersebut, sejalan dengan logika berpikir bahwa,

seseorang dapat terpilih menjadi anggota DPRD, apabila ia dicalonkan oleh

partainya dan dipilih oleh mayoritas konstituennya. Namun demikian, dalam

pengambilan keputusan ia tentu juga memiliki preferensi individu/pribadinya sendiri.

Sama seperti Burnett et al. (2008) maka penjelasan Remington et al. (1998,2001) ini

pun, masih menyisakan beberapa persoalan yaitu, faktor mana kah diantara faktor

partai, konstituen dan preferensi individu anggota DPRD (legislatif) yang paling

dominan dalam membentuk preferensi anggota DPRD ?. Serta, indikator-indikator

apa saja yang menyusun ketiga faktor utama tersebut?.

Namun sayangnya, sepanjang pengetahuan penulis, belum ditemukan teori

ekonomi politik, yang langsung dan tegas dalam menjelaskan faktor-faktor mana kah

diantara faktor partai,konstituen dan preferensi individu yang berpengaruh paling

dominan dalam membentuk preferensi anggota legislatif/DPRD terkait keputusan

penentuan prioritas alokasi dana APBD. Serta, indikator-indikator apa saja yang

menyusun ketiga faktor utama tersebut?.

Teori pilihan rasional (rational choiche theory) dan teori pilihan publik (public

choice theory) yang terdapat dalam ilmu ekonomi politik, belum dapat menjelaskan

secara tegas faktor-faktor mana diantara partai,konstituen dan preferensi individu

yang paling dominan berpengaruh dalam membentuk preferensi anggota legislatif

terkait keputusan publik serta indikator-indikator penyusunnya.

Di samping sisi teori yang masih kosong, secara empirik berbagai hasil

penelitian di bidang ini, masih belum konklusif. Artinya, masih terjadi perbedaan

temuan antar peneliti satu dengan peneliti yang lainnya, terkait dengan faktor-faktor

yang paling dominan berpengaruh dalam membentuk preferensi anggota DPRD


40

ketika membuat keputusan serta indikator-indikator penyusunnya. Lebih-lebih lagi,

dalam keputusan yang terkait dengan prioritas alokasi dana APBD.

Berdasarkan berbagai temuan penelitian Krehbiel (1993), Thames (2004),

Winarna et al. (2006) dan Rocca et al. (2008). Dapat disimpulkan bahwa faktor partai

dan konstituen/karakteristik konstituen masih diperdebatkan sebagai faktor-faktor

yang berpengaruh dalam membentuk preferensi anggota DPRD. Demikian pula

dengan faktor preferensi individu/pribadi terdapat beberapa indikator yang masih

diperdebatkan antara lain tingkat pendidikan, jenis kelamin, asal etnis/sub etnis,

pengalaman politik, dan pengalaman di DPRD.

Selain indikator-indikator tersebut di atas, terdapat pula beberapa indiktor

yang harus diuji lagi kekonsistenan pengaruhnya dalam membentuk preferensi

anggota DPRD terkait pengambilan keputusan publik. Indikator-indikator yang

dimaksud adalah prosentase perolehan suara pada pemilihan, komposisi etnis

pemilih (faktor pemilihan), agama dan tempat kelahiran (faktor preferensi individu).

Demi menemukan jawaban yang konklusif, terkait berbagai persoalan yang

telah diuraikan sebelumnya. Penelitian ini, akan menganalisis pengaruh dominan

faktor partai (ideologi partai/platform partai), konstituen/karakteristik konstituen (asal

daerah pemilihan, prosentase perolehan suara pada pemilihan dan komposisi etnis

pemilih), dan preferensi individu/pribadi (tingkat pendidikan, jenis kelamin, asal

etnis/sub etnis, tempat kelahiran, agama, pengalaman politik, dan pengalaman di

DPRD), dalam membentuk preferensi anggota DPRD terkait pengambilan keputusan

prioritas aloksi dana APBD.

Namun, yang menarik, khusus untuk faktor preferensi individu/pribadi, dalam

ilmu ekonomi, terdapat teori perilaku konsumen yang dapat membantu kita dalam

menjelaskan faktor-faktor yang membentuk preferensi individu terkait pengambilan

satu keputusan. Menurut teori perilaku konsumen, preferensi individu konsumen

dalam pengambilan keputusan terkait pembelian barang-barang privat dipengaruhi

oleh faktor budaya ,sosial, karakteristik individu dan psikologi (Kottler,2003).


41

Dimana, faktor budaya tercermin pada etnis, kelompok agama dan kelas

sosial. Faktor sosial tercermin pada kelompok referensi,keluarga, peran dan status.

Faktor karakteristik individu/pribadi tercermin pada usia, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan dan keadaan ekonomi. Serta, faktor psikologi tercermin pada pengalaman,

keyakinan dan sikap.

Penggunaan teori perilaku konsumen pada ranah publik, dimungkinkan

karena terdapat asumsi dalam ilmu ekonomi politik, bahwa ekonomi dan politik dapat

diakomodasikan ke dalam sebuah prinsip pengambilan keputusan tunggal tentang

perilaku manusia yang didasarkan pada rasionalitas individu (Deliarnov,2006).

Tetapi, apakah teori tersebut dapat berlaku di ranah publik ?. Sungguh sangat

menantang untuk dibuktikan !.

Demi membuktikan teori perilaku konsumen pada ranah publik, maka faktor-

faktor yang masih diperdebatkan terkait dengan preferensi individu/pribadi anggota

DPRD tersebut diatas, dapat digabungkan ke dalam sudut pandang teori perilaku

konsumen. Dengan demikian, maka indikator-indikator yang akan dianilisis terkait

dengan preferensi individu/pribadi menjadi, faktor budaya (asal etnis dan tempat

kelahiran), sosial (peran dan status sosial atau ketokohan dalam masyarakat dan

kelompok referensi atau keanggotaan dalam organisasi kontraktor), individu/pribadi

(usia,jenis kelamin, tingkat pendidikan, latar belakang pekerjaan dan keadaan

ekonomi) dan psikologis (agama, pengalaman politik dan pengalaman di DPRD).

Selain berbagai indikator yang telah diuraikan, penelitian ini akan

menambahkan beberapa indikator pada faktor partai untuk diuji pengaruhnya dalam

membentuk preferensi anggota DPRD. Indikator-indikator tersebut antara lain

peran/jabatan di partai dan periode waktu keanggotaan di partai. Kedua indikator

tersebut, diduga dapat berpengaruh dalam membentuk preferensi anggota DPRD.

Untuk obyek penelitian ini, dipilih DPRD kabupaten Halmahera Selatan.

Sebab, anggota DPRD-nya berasal dari berbagai macam etnis/ sub etnis dengan
42

unsur budaya yang khas. Disamping itu, perilaku anggota DPRD kabupaten

Halmahera Selatan ditengarai belum merupakan representasi wakil rakyat yang baik.

Sedangkan, alokasi dana APBD yang dimaksudkan adalah alokasi dana

APBD untuk belanja kepentingan sektoral (pertanian, kehutanan, perikanan dan

kelautan, pariwisata dan lain-lain), belanja pelayanan publik ( pendidikan, kesehatan

dan infrastruktur) dan belanja rutin (perjalanan dinas, penunjang operasional kantor,

gaji, tunjangan dan lain-lain). Ketiga alokasi belanja tersebut dipilih sebagai fokus

alokasi belanja APBD, karena diharapkan secara umum dapat menggambarkan

pilihan-pilihan alokasi belanja yang dihadapi oleh anggota DPRD pada saat

penyusunan APBD.

Dengan demikian, penelitian ini berfokus menganalisis pengaruh faktor partai

(ideologi partai/platform partai, peran/jabatan di partai dan periode waktu

keanggotaan partai), konstituen/pemilih (asal daerah pemilihan, prosentase

perolehan suara pada saat pemilihan dan komposisi etnis pemilih) dan preferensi

individu/pribadi (budaya,sosial, individu dan psikologi) dalam membentuk preferensi

anggota DPRD terkait keputusan prioritas alokasi belanja APBD di kabupaten

Halmahera Selatan.

Untuk lebih jelasnya maka semua uraian diatas, akan tergambar pada

kerangka pikir sebagai berikut :


43

Gambar 1 Alur Pemikiran

FAKTOR PARTAI

KEPUTUSAN
PREFERENSI PRIORITAS
FAKTOR PEMILIH ANGGOTA ALOKASI
DPRD BELANJA APBD

INDIKATOR
BUDAYA

PREFERENSI
FAKTOR SOSIAL INDIVIDU/PRIBADI

INDIKATOR
KARAKTERISTIK
INDIVIDU/
PRIBADI

INDIKATOR
PSIKOLOGIS

Berdasarkan kerangka pikir pada Gambar 1 yang ditransformasi kedalam

diagram struktural, maka hubungan antara variabel partai, konstituen dan preferensi

individu/pribadi dengan preferensi anggota DPRD dalam alokasi dana APBD untuk

belanja urusan pilihan pemerintahan, dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut :
44

Gambar 2

Diagram Jalur Hubungan Antar Variabel Penelitian


BELANJA
SEKTORAL ;
Platform Partai Pertanian,
Perikanan,
FAKTOR Pariwisata, dan
Jabatan di Partai PARTAI lin-lain.
(X1)
Periode Waktu
Keanggotaan di Partai

BELANJA
Asal Daerah Pemilihan KEPU PELAYANAN
PREFE TUSAN PUBLIK ;
FAKTOR RENSI ALOKASI Pendidikan,
Komposisi Etnis Pemilih PEMILIH ANGGOT Kesehatan dan
BELANJA
(X2) A DPRD APBD Infrastuktur
Prosentase Perolehan Suara Saat (X) (Y)
Terpilih

Asal Etnis

BUDAY
Tempat Kelahiran BELANJA
A
RUTIN ;
Gaji,
Ketokohan di
Masyarakat Tunjangan,
FAKTOR Biaya
SOSIAL PREFERENS
Operasional
Keanggotaan I
Organisasi Kantor, dan
INDIVIDU
Kontraktor lain-lain.
(X3)

Usia/Umur
KARAK
Jenis Kelamin TERISTIK
INDIVIDU
Pendidikan Formal /
PRIBADI
Pendidikan PSIKOLOGI
Informal

Latar Belakang
Pekerjaan

Keadaan Agama Pengalaman Pengalaman di


Ekonomi Politik DPRD

Tingkat Tingkat Kemampuan


Pendapatan Pengelua Menabung
ran
45

Selanjutnya, variabel-variabel partai, konstituen, preferensi individu/pribadi

preferensi anggota DPRD dan keputusan alokasi belanja APBD pada gambar 2,

akan diobservasi dengan menggunakan indikator-indikator. Masing-masing indikator

untuk tiap-tiap variabel adalah sebagai berikut :

1. Partai ( X1 )

Penggunaan partai ini, berasal dari penelitian Remington et al. (1998,2001) dan

Thames (2004). Variabel ini dicerminkan oleh indikator :

a) Platform partai merupakan perwujudan dari ideologi partai, indikator

ini berasal dari penelitian Thames (2004), Winarna et al. (2006) dan Rocca et

al. (2008). Indikator ini dibedakan menjadi, anggota DPRD yang berasal dari

platform partai nasionalis dan Islam. Pembedaan ini, didasarkan

pertimbangan bahwa kedua platform partai tersebut merupakan platform

partai yang dianut oleh partai-partai yang mempunyai perwakilan di DPRD

kabupaten Halmahera Selatan.

b) Jabatan di partai, indikator ini berdasal dari pendapat Anderson

(1984). Indikator ini dibedakan menjadi, anggota DPRD yang menjabat

sebagai pimpinan partai (ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara) dan

tidak menjabat sebagai pimpinan partai. Pembedaan ini, didasarkan

pertimbangan bahwa diduga terdapat perilaku yang berbeda dalam

memperjuangkan kepentingan partai antara anggota DPRD yang menjabat

sebagai pimpinan partai dibandingkan dengan anggota DPRD yang bukan

merupakan pimpinan partai.

c) Periode waktu keanggotaan di Partai, indikator ini berdasal dari

pendapat Anderson (1984). Indikator ini dibedakan menjadi, anggota DPRD

yang telah menjadi anggota partai selama 10 tahun lebih dan anggota DPRD

yang baru menjadi anggota partai kurang dari 10 tahun. Pembedaan ini,

didasarkan pertimbangan bahwa diduga terdapat perilaku yang berbeda


46

dalam memperjuangkan kepentingan partai antara anggota DPRD yang telah

menjadi anggota partai selama 10 tahun lebih dan anggota DPRD yang baru

menjadi anggota partai kurang dari 10 tahun.

2. Konstituen/Pemilih ( X2)

Penggunaan variabel konstituen/pemilih ini, berasal dari penelitian Remington et

al. (1998,2001), Bratton (2006) dan Rocca et al. (2008). Variabel ini dicerminkan

oleh indikator :

a). Asal daerah pemilihan, indikator ini berasal dari penelitian Bratton (2006) dan

Rocca et al. (2008). Indikator ini dibedakan menjadi, asal daerah pemilihan

Bacan dan bukan Bacan. Pembedaan ini, didasarkan pertimbangan bahwa

daerah pemilihan Bacan memiliki karakteristik konstituen yang berbeda

dengan yang bukan Bacan, baik dari segi tingkat pendidikan, tingkat

pendapatan, ketersediaan sarana infrastruktur dan lain-lain.

b). Komposisi etnis pemilih, indikator ini berasal dari penelitian Rocca et al.

(2008). Indikator ini dibedakan menjadi, komposisi etnis pemilih yang

mayoritas (50 % keatas dari jumlah pemilh) beretnis Makian pada daerah

pemilihan dan komposisi etnis pemilih yang minoritas (dibawah 50 % dari

jumlah pemilih) beretnis Makian pada daerah pemilihan. Pembedaan ini,

didasarkan pertimbangan bahwa perbedaan komposisi etnis pemilih, diduga

mengakibatkan perbedaan pada kepentingan dalam alokasi anggaran APBD.

c). Prosentase perolehan suara saat terpilih, indikator ini berasal dari penelitian

Rocca et al. (2008). Indikator ini dibedakan menjadi, anggota DPRD yang

terpilih dengan prosentase perolehan suara mayoritas (50 % keatas dari

jumlah pemilh) dan anggota DPRD yang terpilih dengan prosentase

perolehan suara minoritas (dibawah 50 % dari jumlah pemilh). Pembedaan

ini, didasarkan pertimbangan bahwa perbedaan prosentase perolehan suara

yang mayoritas dan minoritas diduga dapat mengakibatkan perbedaan


47

perilaku anggota DPRD dalam mewujudkan aspirasi para pemilihnya

(konstituennya) terkait alokasi anggaran dalam APBD.

3. Preferensi individu / pribadi ( X3).

Penggunaan variabel preferensi individu / pribadi ini, berasal dari penelitian

Remington et al. (1998,2001), Thames (2004) dan Rocca et al. (2008). Terdapat

beberapa indikator dalam mencerminkan variabel ini, antara lain :

a) Budaya, indikator ini berasal dari teori perilaku konsumen

(Kotler,2003). Adapun indikator budaya, dapat dicerminkan oleh dimensi :

1. Asal etnis, dimensi ini berasal dari penelitian penelitian Bratton (2006)

dan Rocca et al. (2008). Dimensi ini dibedakan menjadi, etnis Makian

dan bukan Makian. Pembedaan ini, dengan pertimbangan bahwa etnis

Makian merupakan etnis yang mempunyai jumlah anggota DPRD

terbanyak pada DPRD Kabupaten Halmahera Selatan. Di samping itu,

etnis Makian merupakan etnis terbesar jumlah populasinya di kabupaten

Halmahera Selatan.

2. Tempat kelahiran, dimensi ini berasal dari penelitian penelitian Bratton

(2006) dan Rocca et al. (2008). Dimensi ini dibedakan menjadi anggota

DPRD yang tempat kelahirannya, mayoritas (50% ke atas) dihuni oleh

penduduk beretnis Makian dan anggota DPRD yang tempat kelahirannya,

mayoritas dihuni oleh etnis non Makian. Pembedaan ini, dengan

pertimbangan bahwa diduga adanya pengaruh budaya yang berbeda

antara seseorang yang dilahirkan pada daerah yang berpenduduk

mayoritas beretnis Makian dengan seseorang yang dilahirkan pada

daerah yang berpenduduk mayoritas bukan beretnis Makian sehingga

diduga dapat berpengaruh pada preferensi keputusannya.

b) Sosial, indikator ini berasal dari teori perilaku konsumen (Kotler,2003).

Adapun indikator sosial, dapat dicerminkan oleh dimensi:


48

1. Status ketokohan di masyarakat, dimensi ini berasal dari teori perilaku

konsumen (Kotler,2003). Dimensi ini dibedakan menjadi, anggota

DPRD yang berstatus dari tokoh masyarakat dan anggota DPRD yang

berstatus bukan tokoh masyarakat. Pembedaan ini, didasarkan

pertimbangan bahwa tokoh masyarakat merupakan status sosial yang

memiliki suatu pengaruh, yang kuat dalam masyarakat. Biasanya,

seseorang dianggap sebagai tokoh masyarakat karena tingkah laku,

kharisma dan kebijaksanaan yang dianggap baik untuk ditauladani oleh

masyarakat di daerahnya.

2. Keanggotaan pada organisasi kontraktor, dimensi ini berasal dari teori

perilaku konsumen (Kotler,2003). Dimensi ini dibedakan menjadi,

anggota DPRD yang menjadi anggota pada organisasi kontraktor dan

anggota DPRD yang bukan anggota pada organisasi kontraktor.

Pembedaan ini, didasarkan pertimbangan bahwa diduga adanya

perilaku yang berbeda terkait preferensi alokasi belanja APBD, antara

anggota DPRD yang menjadi anggota organisasi kontaraktor dan yang

bukan menjadi anggota organisasi kontraktor.

c) Karakteristik individu/pribadi, indikator ini berasal dari teori perilaku

konsumen (Kotler,2003). Adapun dimensi karakteristik individu/pribadi, dapat

dicerminkan oleh dimensi :

1. Usia/umur dari anggota DPRD, dimensi ini berasal dari teori perilaku

konsumen (Kotler,2003) dan penelitian Winarna et al. (2006). Dimensi

ini dibedakan menjadi anggota DPRD yang berusia dibawah 50 tahun

dan 50 tahun ke atas. Pembedaan ini, didasarkan pertimbangan bahwa,

di duga terdapat perbedaan preferensi dan perilaku antara seseorang

yang sudah berusia 50 tahun ke atas dan yang belum berusia 50 tahun.
49

Dimana, seseorang yang telah berusia 50 tahun ke atas, diduga akan

lebih arif dan bijaksana dalam berperilaku.

2. Jenis kelamin dari anggota DPRD, dimensi ini berasal dari teori

perilaku konsumen (Kotler,2003), penelitian Winarna et al. (2006) dan

Rocca et al. (2008). Dimensi ini dibedakan menjadi, jenis kelamin pria

dan wanita. Pembedaan ini, didasarkan pertimbangan bahwa diduga

terdapat perbedaan preferensi dan perilaku antara pria dan wanita.

3. Pendidikan formal dari anggota DPRD, dimensi ini berasal dari teori

perilaku konsumen (Kotler,2003) dan penelitian Winarna et al. (2006)

dan Rocca et al. (2008). Dimensi ini dibedakan menjadi, anggota DPRD

yang berpendidikan kesarjanaan (S1,S2 dan S3) dan yang bukan

berpendidikan kesarjanaan. Pembedaan ini, didasarkan pertimbangan

bahwa, diduga terdapat perbedaan preferensi dan perilaku antara

anggota DPRD yang telah menempuh pendidikan kesarjanaan dan

yang belum menempuh pendidikan kesarjanaan.

4. Pendidikan informal dari anggota DPRD, dimensi ini berasal dari teori

perilaku konsumen (Kotler,2003) dan penelitian Winarna et al. (2006)

dan Rocca et al. (2008). Dimensi ini dibedakan menjadi, anggota DPRD

yang pernah mengikuti kursus/pelatihan/diklat yang terkait dengan

pengelolaan keuangan daerah dan anggota DPRD yang belum pernah

mengikuti kursus/pelatihan/diklat yang terkait dengan pengelolaan

keuangan daerah. Pembedaan ini, didasarkan pertimbangan bahwa,

terdapat perbedaan preferensi dan perilaku antara anggota DPRD yang

pernah mengikuti kursus/pelatihan/diklat yang terkait dengan

pengelolaan keuangan daerah dan yang belum pernah menempuh

mengikuti kursus/pelatihan/diklat tersebut.


50

5. Latar belakang pekerjaan dari anggota DPRD, dimensi ini berasal dari

teori perilaku konsumen (Kotler,2003) dan penelitian Winarna et al.

(2006). Dimensi ini dibedakan menjadi, anggota DPRD yang berasal

dari latar belakang pekerjaan aparatur pemerintah (PNS,TNI, POLRI

dan karyawan BUMN) dan bukan birokrat. Pembedaan ini, didasarkan

pertimbangan bahwa, diduga terdapat perbedaan preferensi dan

perilaku antara anggota DPRD yang berasal dari latar belakang

pekerjaan aparatur pemerintah dan bukan aparatur pemerintah.

6. Keadaan ekonomi dari anggota DPRD, dimensi ini berasal dari teori

perilaku konsumen (Kotler,2003). Adapun keadaan ekonomi ini,

dicerminkan oleh kemampuan menabung. Kemampuan menabung

seseorang dapat dipandang sebagai suatu tindakan ekonomi seseorang

yang berpenghasilan relatif besar (Sudarto, 2009). Dimensi ini

dibedakan menjadi, kemampuan menabung anggota DPRD di bawah

Rp. 7.000.000 per bulan dan kemampuan menabung Rp. 7.000.000 per

bulan ke atas. Pembedaan ini, didasarkan pertimbangan bahwa

anggota DPRD yang mempunyai tingkat tabungan di atas Rp.7.000.000

per bulan mempunyai keadaan ekonomi yang lebih baik, jika

dibandingkan dengan yang mempunyai tingkat tabungan belum sampai

Rp.7.000.000 per bulan.

d) Psikologi, indikator ini berasal dari teori perilaku konsumen

(Kotler,2003). Adapun dimensi psikologi, dapat dicerminkan oleh dimensi :

1. Pengalaman politik, indikator ini berasal dari penelitian Winarna et al.

(2006) dan Rocca et al. (2008). Indikator ini dibedakan menjadi,

anggota DPRD yang telah berkecimpung di dunia politik selama 10

tahun ke atas dan yang belum sampai 10 tahun. Pembedaan ini,

didasarkan pertimbangan bahwa anggota DPRD yang telah


51

berkecimpung di dunia politik selama 10 tahun ke atas, telah lebih

banyak menyerap dan memahami nilai-nilai politik (political values)

sehingga di duga preferensinya akan berbeda, jika dibandingkan

dengan anggota DPRD yang berkecimpung di dunia politik belum

sampai 10 tahun.

2. Pengalaman di DPRD, dimensi ini berasal dari penelitian Winarna et al.

(2006) dan Rocca et al. (2008). Indikator ini dibedakan menjadi,

anggota DPRD yang baru pertama kali terpilih dan anggota DPRD yang

telah lebih dari sekali terpilih. Pembedaan ini, didasarkan pertimbangan

bahwa pengalaman menjadi anggota DPRD bagi seorang politisi

diduga dapat membentuk preferensi orang tersebut karena diperkirakan

akan terjadi perbedaan preferensi antara orang yang telah lama menjadi

anggota DPRD dengan yang baru saja menjadi anggota DPRD, hal ini

disebabkan adanya pengaruh pengalaman, nilai-nilai organisasi

(organization values) di DPRD dan nilai-nilai politik (political values)

yang terbentuk dalam diri orang tersbut.

4. Preferensi alokasi belanja APBD (Y).

Preferensi alokasi belanja APBD yang dimaksudkan adalah alokasi belanja APBD

untuk kepentingan sektoral (pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan,

pariwisata dan lain-lain), pelayanan publik (pendidikan, kesehatan dan

infrastruktur) dan belanja rutin (perjalanan dinas, penunjang operasional kantor,

gaji, tunjangan dan lain-lain). Ketiga alokasi belanja tersebut dipilih sebagai fokus

alokasi dana APBD, karena diharapkan secara umum dapat menggambarkan

pilihan-pilihan alokasi belanja yang dihadapi oleh anggota DPRD pada saat

penyusunan APBD.

3.2. Hipotesis Penelitian


52

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang

kebenarannya harus diuji secara empirik. Dengan demikian hipotesis adalah

pernyataan yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana

adanya, pada saat fenomena dikenal dan merupakan dasar kerja serta panduan

dalam verifikasi.

Good dan Scates dalam Nazir (1988) menyatakan bahwa hipotesis adalah

sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara

yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang

diamati dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah penelitian selanjutnya.

Adapun hipotesis yang diformulasikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor partai, konstituen/pemilih, dan preferensi individu/pribadi signifikan

berpengaruh dalam membentuk preferensi anggota DPRD.

2. Preferensi anggota DPRD signifikan berpengaruh dalam keputusan prioritas

alokasi belanja APBD.

3.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Untuk menghindari salah persepsi dan pemahaman terhadap variabel-

variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini baik variabel bebas maupun

variabel tidak bebas, maka diberikan batasan terhadap variabel-variabel tersebut

sebagai berikut :

1. Partai ( X1)

Partai yang dimaksudkan adalah kelompok anggota yang terorganisasi secara

rapi dan stabil yang disatukan serta dimotivasi oleh ideologi tertentu. Mereka,

berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan

melalui pemilihan umum (Surbakti, 2010). Dalam hal ini, partai dicerminkan oleh

ideologi partai.

2. Konstituen/Pemilih (X2)
53

Faktor konstituen yang dimaksudkan adalah individu/warga negara yang

mempunyai hak pilih dalam suatu pemilihan umum. Dalam hal ini merupakan

hak untuk memilih anggota DPRD.

3. Faktor preferensi individu/pribadi (X3)

Faktor preferensi individu/pribadi yang dimaksudkan adalah preferensi anggota

DPRD yang terbentuk oleh faktor-faktor yang berasal dari individu/pribadi

anggota DPRD tersebut. Dalam penelitian ini, preferensi faktor individu/pribadi

dicerminkan oleh budaya, sosial, individu/pribadi dan psikologi.

4. Preferensi keputusan prioritas alokasi dana APBD untuk belanja urusan pilihan

pemerintahan ( Y )

Preferensi keputusan prioritas alokasi dana APBD untuk belanja urusan pilihan

pemerintahan, yang dimaksud adalah preferensi yang terkait dengan skala

prioritas alokasi belanja APBD diantara belanja untuk kepentingan sektoral,

pelayanan publik dan rutin.

Anda mungkin juga menyukai